• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Ubi Jalar

2.4.1. Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu merupakan pangan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh antara lain kalsium dan zat besi, vitamin A dan C. Ubi jalar ungu (gambar 2.6.) juga banyak mengandung serat pangan. Kandungan betakaroten ubi jalar adalah yang paling tinggi di antara padi-padian, umbi-umbian, dan hasil olahannya. Varietas ubi jalar ungu lebih kaya akan kandungan vitamin A mencapai 7.700 mg per 100 g, ratusan kali lipat dari kandungan vitamin A dalam bit dan 3 kali lipat dari tomat. Ubi jalar yang digoreng akan meningkat bioavailabilitas betakarotennya karena minyak berperan sebagai pelarut senyawa tersebut. Di dalam tubuh, betakaroten menjadi lebih mudah diserap dan akan mengalami metabolisme lanjutan (Budiman, 2014).

Klasifikasi Ilmiah Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Solanales Famili :Convolvulaceae Genus : Ipomoea Spesies : I. batatas

Nama binomial: Ipomoea batatas L.

Gambar 2.4. Ubi jalar ungu (http://id.wikipedia.org/wiki/Ubi_jalar)

Selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa Lutein dan Zeaxantin, pasangan anti-oksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil, merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan Zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel (Budiman, 2014).

Berbagai penelitian membuktikan bahwa beberapa flavonoids yang terdapat dalam ubi jalar ungu memiliki khasiat antioksidan, karena mikronutrien yang merupakan gugus fitokimia dari berbagai bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tersebut diyakini sebagai proteksi terhadap stres oksidatif. Salah satu jenis flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin (Oki, 2008).

Ubi jalar ungu mengandung antosianin yang merupakan zat warna pada tanaman. Kandungan antosianin dalam ubi jalar ungu berkisar antra 14,68

210,00mg/100g bahan. Besar kandungan antosianin dalam ubi jalar tergantung pada intensitas warna ungu pada ubi ungu, makin ungu warna ubi maka kandungan antosianin makin tinggi. Konsumsi antosianin yang diperbolehkan per hari menurut ADI (Acceptable Daily Intake) sebesar 0 – 0,25mg/kg berat badan, apabila konsumsinya berlebihan akan menyebabkan keracunan (Liptan, 2008).

Bentuk antosianidin yang banyak dikandung oleh ubi jalar ungu adalah bentuk sianidin dan peonidin. Sekitar 80% dari total antosianin tersebut berada dalam bentuk terasilasi. Antosianin yang terasilasi relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan antosianin yang tidak terasilasi. Oleh karena itu, antosianin dari ubi jalar ungu berpotensi besar sebagai pewarna alami. Seperti antosianin pada umumnya, antosianin pada ubi jalar ungu juga dipengaruhi dipengaruhi oleh tingkat keasaman lingkungan. Pada lingkungan dengan pH rendah, warna yang diekspresikan lebih merah dan lebih stabil selama penyimpanan (SEAFAST, 2012).

2.5. Antosianin

Antosianin (bahasa Inggris: anthocyanin, dari gabungan kata Yunani:anthos = "bunga", dan cyanos = "biru") adalah pigmen larut air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan. Antosianin adalah metabolit sekunder dalam kelompok flavonoid. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang dapat larut dalam air maupun pelarut polar lain dan menyebabkan warna biru, ungu dan merah pada jaringan tumbuhan. Biasanya ditemukan sebagai glikosida atau asilglikosida, keduanya merupakan representasi dari aglikon antosianidin (Montilla, 2010).

Antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterefikasi dengan satu atau lebih gugus gula (glikon). Kebanyakan antosianin ditemukan dalam enam bentuk antosianidin, yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin, petunidin, dan malvidin. Gugus gula pada antosianin bervariasi, namun kebanyakan dalam bentuk glukosa, ramnosa, galaktosa, atau arabinosa. Gusus gula ini bias dalam bentuk mono atau disakarida dan dapat diasilasi dengan asam fenolat atau asam alifatis. Terdapat sekitar 539 jenis antosianin yang telah diekstrak dari tanaman (Pojer, 2013). Struktur antosianin yang paling sering dijumpai di alam dan klasifikasinya dapat dilihat pada gambar 2.5. dibawah ini.

Gambar 2.5. Struktur antosianin dan klasifikasinya (Sumber : Pojer. 2013)

Ada sekitar 17 antosianidin yang ditemukan di alam, tetapi hanya ada 6 Jenis antosianin yang paling sering dijumpai di alam ialah cyanidin (Cy), delphinidin (Dp), petunidin (Pt), peonidin (Pn), pelargonidin (Pg), dan malvidin (Mv). Antosianin menarik perheparan para peneliti karena aktivitasnya sebagai antioksidan, antimutagenik, melindungi fungsi hepar dan antihipertensi (Jadmiko, 2013). Perbedaan antara masing-masing anthocyanidin berasal dari: (1) jumlah dan posisi gugus hidroksil (OH); (2) Tingkat metilasi dari gugus OH ; (3) Sifat,

jumlah, dan lokasi gula yang melekat pada molekul ; dan (4) sifat dan jumlah asam alifatik atau aromatik yang melekat pada gula (Pojer. 2013).

Rodrigues-Saona dan Wrolstad (2001), Antosianin memiliki stabilitas yang rendah. Stabilitas antosianin sangat dipengaruhi oleh konsentrasi antosianin, pH, suhu, keberadaan enzim, oksigen dan cahaya, serta keberadaan enzim, oksigen dan cahaya, serta keberadaan senyawa lain seperti asam askorbat,pigmen, protein, logam dan gula. Untuk mencegah terjadinya degradasi, perlu penambahan asam pada pelarut yang digunakan (SEAFAST, 2012).

Antosianin merupakan senyawa berwarna yang bertanggung jawab untuk kebanyakan warna merah, biru, dan ungu pada buah, sayur, dan tanaman hias.Senyawa ini termasuk dalam golongan flavonoid. Struktur utamanya ditandai dengan adanya dua cincinaromatik benzene (C6H6) yang dihubungkandengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Jasabi, et al, 2013). Jenis pelarut antosianin secara nyata mempengaruhi warna yang diekspresikannya. Sifat antosianin yang hidrofilik menyebabkannya sering diekstrak dengan menggunakan pelarut alcohol atau air. Pelarut alcohol menghasilkan warna antosianin yang lebih biru dibandingkan dengan pelarut air (Philpott, et al., 2004).

Ekstrak antosianin dengan menggunakan pelarut kimia pada kenyataannya menghasilkan antosianin yang tidak murni. Seringkali amilosa dan protein yang berasal dari ubi ikut larut bersama pelarut selama proses ekstraksi antosianin. Ekstrak antosianin yang lebih murni bisa didapatkan dengan melakukan fermentasi terhadap ubi ungu. Fermentasi dilakukan dengan bantuan kultur Rhizopus dan S. cerevisiae. Ubi ungu sebelum difermentasi dikukus dan

dilumatkan didalam larutan asam sitrat dengan perbandingan 1:1. Campuran diinokulasi dengan starter dan diinkubasi pada temperature 28 oCselama 72 jam. Hasil fermentasi kemudian disentrifus untuk mendapatkan ekstrak antosiani. Ekstrak dapat dipekatkan dengan menggunakan evaporator (SEAFAST, 2012).

Fan et al. (2008) membandingkan ekstrak antosianin yang didapat dari hasil fermentasi dan ekstraksi secara kimia dengan menggunakn pelarut. Hasil ekstrak antosianin dengan metode fermentasi memang memiliki intensitas warna yang lebih renda jika dibandingkan dengan metode ekstraksi kimia, namun tingkat kestabilan antosianinya relative lebih tinggi. Tingkat kemurnian antosianin dari ekstraksi fermentasi juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekstraksi secara kimia.

Dokumen terkait