• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus L.) yang Diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit (Mus musculus L.) yang Diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK UMBI UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas L.) TERHADAP AKTIVITAS GLUTATION

PEROKSIDASE (GPX) DAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIBERI PERLAKUAN

LATIHAN FISIK MAKSIMAL

TESIS

Oleh: AYU ELVANA

127008013/BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK UMBI UBI JALAR UNGU

(Ipomoea batatas L.) TERHADAP AKTIVITAS GLUTATION

PEROKSIDASE (GPX) DAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIBERI PERLAKUAN

LATIHAN FISIK MAKSIMAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh: AYU ELVANA

127008013/BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit

(Mus musculus L.) yang Diberi Perlakuan Latihan

Fisik Maksimal Nama Mahasiswa : Ayu Elvana Nomor Pokok : 127008013 Program Studi : Biomedik

Disetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP) (Prof. Dr. Ramlan Silaban, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.d) (Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD, KGEH)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 April 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP

Anggota : 1. Prof. Dr. Ramlan Silaban, M.Si

(5)

ABSTRAK

Latihan fisik dapat meningkatkan sistem pertahanan antioksidan organisme, tetapi periode yang panjang dan berat pada latihan akan mengganggu keseimbangan oksidan ataupun antioksidan. Keseimbangan antara radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami tubuh akan terganggu yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation peroksidase yang rendah berkorelasi dengan gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas. Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin. Tumbuhan ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) yang umbinya mengandung antosianin cukup tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (ipomoea batatas l.) terhadap aktivitas glutation peroksidase (gpx) dan perubahan histopatologi hepar mencit (mus musculus) yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal. Penelitian dilakukan dengan desain control group post test only secara in vivo terhadap 24 ekor mencit putih jantan (Mus musculus L), strain DD Webster. Dibagi atas 6 kelompok terdiri dari : P1 (kontrol), P2 (Latihan fisik maksimal selama 60menit), P3 (ekstrak 0,5ml), P4 (latihan fisik maksimal selama 60menit + 0,5ml ekstrak), P5 (latihan fisik maksimal selama 60menit + 1ml ekstrak), P6 (latihan fisik maksimal + 1,5ml ekstrak). Jika data berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji ANOVA. Jika data tidak maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat adanya perbedaan antara kelompok kontrol dengan perlakuan akan dilakukan uji Post-Hoc. Semua analisa data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 19. Dalam penelitian ini untuk keputusan uji statistik diambil taraf nyata 5% (p = 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata aktivitas enzim GPx pada kelompok P5 merupakan aktivitas enzim GPx paling tinggi yaitu 19,39±7,06, kemudian diikuti secara berurut oleh P4 (7,05±8,19), P1 (6,58±7,04), P3 (4,50±4,31), P6 (3,03±1,98), dan P2 (1,84±0,92) merupakan aktivitas enzim GPx yang paling rendah. diperoleh nilai p = 0.024 yang artinya terdapat perbedaan bermakna nilai aktivitas enzim GPx antar kelompok karna P<0,05. Histopatologi hepar menunjukkan bahwa P1 normal (100%), P2 memiliki kerusakan A3 (100%) , P3 memiliki kerusakan A1 (50%) dan A2 (50%), P4 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%), P5 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%) dan P6 memiliki kerusakan yang sama dengan P2 yaitu A3 (100%). diperoleh nilai P = 0,001 yang artinya terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi hepar mencit antar kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dapat meningkatkan aktivitas enzim GPx secara signifikan tetapi tidak pada histopatologi hepar.

(6)

ABSTRACT

Physical exercise can increase defense system organisms antioxidant, but for a long periods and exhaustive exersice will make imbalance of oxidant or an antioxidant. The balance between free radical to the ability of endogenous antioxidant will be disrupted that will eventually lead to tissue damage. The low of Gluthatione peroxides had a corelation of free radical disorders. One component of the flavonoid antioxidant is that could serve as a natural dyestuff called anthocyanin. Purple sweet potat (Ipomea batatas L.) Containing high of anthocyanin's.

The aim of this research was to determine the usefulness of purple sweet potato extract (Ipomoea batatas L.) of gluthathione peroxides activity (GPx)and histopathological hepar of male mice (Mus musculus L.) which had been given maximal physical activity.

This experimental research laboratory with the design of the post test only control group. The male mice research’s subject (Mus musculus L.) Strain DD Webster, aged 6-8 weeks with 25-35 grams, obtained from the Natural Science USU. Subjects were divided into six groups, those are : P1 (control), P2 (maximal physical activity during 60 minutes), P3 (extract 0,5ml), P4 (maximal physical activity during 60 minutes + 0,5ml ekstrak), P5 (maximal physical activity during 60 minutes + extract 1ml), P6 (maximal physical activity during 60 minutes + extract 1,5ml). Then, there were normality and homogeneity tests of data, if the result of research are normally distributed and homogeneous there will be an ANOVA test (p <0.05) continued by a Post Hoc test with mann whitney analysis of 5%, when the data were not normally distributed and homogeneous, followed by the kruskall-wallis (p <0.05). All data was used by software SPSS 19.

The research shown that average of GPx activity in P5 was the highest activity enzyme of GPx 19,39±7,06, continuosly to P4 (7,05±8,19), P1 (6,58±7,04), P3 (4,50±4,31), P6 (3,03±1,98), dan P2 (1,84±0,92) as the lower activity enzyme of GPx. p = 0.024 it shown that the GPx activity enzyme had a significant different between groups in this research. Histopatology of hepar shown that P1 as a normal (100%), P2 had a damage A3 (100%) , P3 had a damage of A1 (50%) and A2 (50%), P4 had a damage of A1 (25%) and A2 (75%), P5 had a damage of A1 (25%) dan A2 (75%) dan P6 had a damage as like as P2 that A3 (100%). P value was 0,001 it shown that there a significant difference between control group with the others group.

This research has shown that extract of purple sweet potato (Ipomea batatas L.) could increased the significant GPx activity but could not to fix damaged of hepar histopatology.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmah dan

berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul

”Pengaruh Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.)

Terhadap Aktivitas Glutation Peroksidase (Gpx) Dan Histopatologi Hepar Mencit

(Mus Musculus) yang diberi Perlakuan Latihan Fisik Maksimal”. Tesis ini

merupakan salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan program pendidikan

Magister Ilmu Biomedik pada Fakultas Kedokteran, USU Medan.

Selama proses pelaksanaan penelitian hingga selesainya tesis ini, penulis

memperoleh banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A (K) sebagai

Rektor USU Medan beserta seluruh jajarannya.

2. Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH, sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran USU Medan beserta seluruh jajarannya.

3. Ibu dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Biomedik, Fakultas Kedokteran, USU Medan beserta seluruh jajarannya.

4. Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin dan Bapak Prof. Dr. Ramlan Silaban, M.Si. yang

bersedia meluangkan waktu, masukan dan pemikiran sebagai dosen

pembimbing selama penyusunan tesis ini.

5. Dosen pembanding, Ibu dr.Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin-Path), Sp.PK (K)

dan dr.Esther R.D. Sitorus, Sp.PA yang bersedia meluangkan waktu dan

(8)

6. Ketua Prodi Magister Biologi FMIPA, Bapak Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas,

M.Biomed yang telah memberikan izin penelitian hewan coba di FMIPA dan

masukan dalam penyelesaian tesis ini serta para assisten Laboratorium

pemeliharaan hewan FMIPA USU.

7. Ibu dr.Fitriani Lumongga, Sp.PA dan Bapak dr. Delyuzar, M.Ked (PA),

Sp.PA(K) yang telah memberikan bimbingan dalam pengamatan histopatologi

untuk penyelesaian tesis ini.

8. Ibu dr.Putri Chairani Eyanoer, Ms.Epi, Ph.D. beserta staff yang telah

membimbing penulis untuk menyelesaikan interpretasi data dalam tesis ini.

9. Kedua orang tua, papa (Revan ED, S.H.) mama (Elita) yang telah memberikan

kasih sayang, dukungan dan doa sepenuhnya kepada penulis selama

penyelesaian tesis ini. Dan juga seluruh keluarga yang telah mendoakan.

10.Kakak dr. Rika Nailuvar Sinaga, sahabat sekaligus kakak dan partner dalam

penelitian ini.

11.Seluruh teman - teman seangkatan dan seperjuangan penulis (Biomedik 2012)

yang selalu kompak, ceria dan saling mendukung dalam menyelesaikan studi

bersama.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan

tesis ini. Demikian tesis ini disampaikan semoga dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan.

Medan, April 2015

Penulis

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Ayu Elvana

Tempat /tanggal lahir : Padang, 27 Juni 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : Sarjana Pendidikan, Jurusan Biologi

PENDIDIKAN FORMAL

· SD YAPENA 45 Medan, berijazah tahun 2001. · SMP Negeri 34 Medan, berijazah tahun 2004. · SMA Negeri 2 Medan, berijazah tahun 2007. · Universitas Negeri Medan, berijazah tahun 2011.

KONTAK

Alamat : Jl. Sakti Lubis Gg. Tukang Besi No. 27c, Kelurahan Sitirejo II, Kecamatan Medan Amplas, Kode Pos 20219, Medan.

Telepon / HP : 085296442089

Email : [email protected]

Riwayat Pekerjaan

(10)

DAFTAR ISI

1.5. Hipotesis Penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latihan Fisik 9

2.1.1. Respon fisiologis terhadap latihan fisik 10

2.2. Radikal Bebas 13

2.2.1. Struktur kimia 16

2.2.2. Sumber radikal bebas 17

2.2.3. Tipe radikal bebas dalam tubuh 19

2.2.4. Pertahanan sel terhadap radikal bebas 20

2.3. Glutation Peroksidase (GPx) 23

2.4. Ubi Jalar 27

2.4.1. Ubi Jalar Ungu 30

2.5. Antosianin 32

2.6. Hati/ Hepar 35

2.6.1. Anatomi dan Fisiologi Hepar 36

2.6.2. Mikroskopis Kerusakan Hepar 39

2.6.3. Metabolisme Antioksidan dalam Hepar 40

2.7. Kerangka konsep 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain penelitian 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi 43

3.2.2. Waktu 43

(11)

3.3.1. Populasi 45

3.3.2. Sampel 45

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel independent (bebas) 45

3.4.2. Variabel dependent (terikat) 46

3.5. Defenisi Operasional 46

3.6. Etika Penelitian 47

3.7. Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1. Alat-alat yang Dipergunakan Dalam Penelitian 47 3.7.2. Bahan-bahan yang Dipergunakan Dalam Penelitian 47

3.8. Prosedur Penelitian 48

3.9. Prosedur Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan

3.9.1. Pre-Eliminari 50

3.9.2. Pembuatan ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

3.9.2.1.Pembuatan Ekstrak 51

3.9.2.2.Penentuan Kadar Antosianin 52

3.9.3. Pemeliharaan Hewan Coba 52

3.9.4. Perlakuan Latihan Fisik Hewan Coba 53

3.9.5. Pembedahan Mencit 53

3.9.7.1. Enzim Gluthation Peroksidase (GPx) 55 3.9.8. Mikroskopik

3.9.8.1. Histopatologi Hepar 56

3.10. Analisa Data 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian 61

4.1.1. Hasil dan Pembahasan Kadar Antosianin dan Kandungan Gizi yang Terkandung dalam Ekstrak Umbi Jalar Ungu

(Ipomoea batatas L.) yang Digunakan untuk Penelitian 61 4.1.2. Makroskopik

4.1.2.1. Hasil dan Pembahasan Berat Badan Mencit 64 4.1.2.2. Hasil dan Pembahasan Tingkah Laku Mencit 68 4.1.2.3. Hasil dan Pembahasan Warna Organ Hepar Mencit 74 4.1.3. Kimiawi

4.1.3.1. Hasil dan Pembahasan Aktivitas Enzim Glutation

Peroksidase pada Organ Hepar Mencit 74

4.1.4. Mikroskopik

4.1.4.1. Hasil dan Pembahasan Gambaran Histopatologi

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 86

5.2. Saran 87

DAFTAR PUSTAKA 88

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur kimia radikal bebas 16

Gambar 2.2. Enzim-enzim pertahanan antioksidan 20

Gambar 2.3. Mekanisme katalisis h2o2 oleh glutation peroksidase 26

Gambar 2.4. Ubi jalar ungu 31

Gambar 2.5. Struktur antosianin dan klasifikasinya 33

Gambar 2.6. Anatomi hepar 36

Gambar 2.7. Kerangka konsep 43

Gambar 3.1. Alur perlakuan penelitian 49

Gambar 3.2. Mencit berenang hingga kelelahan 50

Gambar 3.3. Algorithm for evaluation of histological activity 57 Gambar 3.4. Gambaran normal lobulus hati (perbesaran 100x)

(sumber : eroschenko, 2003) 59

Gambar 3.5. Gambaran nekrosis lobuilus hati, (perbesaran 100x)

(sumber : musthofiyah, 2008 ) 59

Gambar 4.1. Gambar ubi jalar ungu yang digunakan dalam penelitian 62 Gambar 4.2. Grafik perubahan berat badan mencit rerata per-minggu 65 Gambar 4.3. Perbedaan tingkah laku masing-masing kelompok setiap

harinya selama 14 hari perlakuan 68

Gambar 4.4. Mencit yang dipergunakan dalam penelitian 70

Gambar 4.5. Warna hepar mencit penelitian 74

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Antioksidan dan Enzim Pembersih (Scavenging) 22 Tabel 2.2. Ubi Jalar Juga Mengandung Berbagai Antioksidan 29

Tabel 3.1. Defenisi Operasional 46

Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Berat Badan dan Waktu Pre-Eliminari 51

Tabel 3.3. Metavir Histologic Activity Score 58

Tabel 3.4. Metavir Histologic Activity Criteria 58

Tabel 3.5. Metavir Fibrosis Score 58

Tabel 4.1. Kandungan gizi umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) 62 Tabel 4.2. Perubahan berat badan per-minggu mencit selama perlakuan 64 Tabel 4.3. Perbedaan rerata berat badan mencit setelah perlakuan 65 Tabel 4.4. Perbedaan tingkah laku masing-masing kelompok setiap

harinya selama 14 hari perlakuan 68

Tabel 4.5. Perbedaan nilai P tingkah laku mencit selama 14 hari

Perlakuan 70

Tabel 4.6. Hasil rerata nilai aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) di hepar mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan selama

14 hari 74

(15)

DAFTAR SINGKATAN

GPX : Gluthathione peroxides CAT : Catalase

SOD : Superoksid dismutase GSH : Glutation tereduksi GSSG : Glutation teroksidasi

Se : Selenium

P1 : Kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun P2 : Latihan fisik maksimal selama 60 menit

P3 : Ekstrak sebanyak 0,5 ml selama 14 hari

P4 : Latihan fisik maksimal selama 60 menit + ekstrak umbi ubi jalar ungu sebanyak 0,5 ml setiap harinya selama 14 hari.

P5 : Latihan fisik maksimal selama 60 menit + ekstrak umbi ubi jalar ungu sebanyak 1 ml setiap harinya selama 14 hari

(16)

ABSTRAK

Latihan fisik dapat meningkatkan sistem pertahanan antioksidan organisme, tetapi periode yang panjang dan berat pada latihan akan mengganggu keseimbangan oksidan ataupun antioksidan. Keseimbangan antara radikal bebas dengan kemampuan antioksidan alami tubuh akan terganggu yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan jaringan. Glutation peroksidase yang rendah berkorelasi dengan gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas. Salah satu komponen flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin. Tumbuhan ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) yang umbinya mengandung antosianin cukup tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (ipomoea batatas l.) terhadap aktivitas glutation peroksidase (gpx) dan perubahan histopatologi hepar mencit (mus musculus) yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal. Penelitian dilakukan dengan desain control group post test only secara in vivo terhadap 24 ekor mencit putih jantan (Mus musculus L), strain DD Webster. Dibagi atas 6 kelompok terdiri dari : P1 (kontrol), P2 (Latihan fisik maksimal selama 60menit), P3 (ekstrak 0,5ml), P4 (latihan fisik maksimal selama 60menit + 0,5ml ekstrak), P5 (latihan fisik maksimal selama 60menit + 1ml ekstrak), P6 (latihan fisik maksimal + 1,5ml ekstrak). Jika data berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji ANOVA. Jika data tidak maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat adanya perbedaan antara kelompok kontrol dengan perlakuan akan dilakukan uji Post-Hoc. Semua analisa data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 19. Dalam penelitian ini untuk keputusan uji statistik diambil taraf nyata 5% (p = 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata aktivitas enzim GPx pada kelompok P5 merupakan aktivitas enzim GPx paling tinggi yaitu 19,39±7,06, kemudian diikuti secara berurut oleh P4 (7,05±8,19), P1 (6,58±7,04), P3 (4,50±4,31), P6 (3,03±1,98), dan P2 (1,84±0,92) merupakan aktivitas enzim GPx yang paling rendah. diperoleh nilai p = 0.024 yang artinya terdapat perbedaan bermakna nilai aktivitas enzim GPx antar kelompok karna P<0,05. Histopatologi hepar menunjukkan bahwa P1 normal (100%), P2 memiliki kerusakan A3 (100%) , P3 memiliki kerusakan A1 (50%) dan A2 (50%), P4 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%), P5 memiliki kerusakan A1 (25%) dan A2 (75%) dan P6 memiliki kerusakan yang sama dengan P2 yaitu A3 (100%). diperoleh nilai P = 0,001 yang artinya terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi hepar mencit antar kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dapat meningkatkan aktivitas enzim GPx secara signifikan tetapi tidak pada histopatologi hepar.

(17)

ABSTRACT

Physical exercise can increase defense system organisms antioxidant, but for a long periods and exhaustive exersice will make imbalance of oxidant or an antioxidant. The balance between free radical to the ability of endogenous antioxidant will be disrupted that will eventually lead to tissue damage. The low of Gluthatione peroxides had a corelation of free radical disorders. One component of the flavonoid antioxidant is that could serve as a natural dyestuff called anthocyanin. Purple sweet potat (Ipomea batatas L.) Containing high of anthocyanin's.

The aim of this research was to determine the usefulness of purple sweet potato extract (Ipomoea batatas L.) of gluthathione peroxides activity (GPx)and histopathological hepar of male mice (Mus musculus L.) which had been given maximal physical activity.

This experimental research laboratory with the design of the post test only control group. The male mice research’s subject (Mus musculus L.) Strain DD Webster, aged 6-8 weeks with 25-35 grams, obtained from the Natural Science USU. Subjects were divided into six groups, those are : P1 (control), P2 (maximal physical activity during 60 minutes), P3 (extract 0,5ml), P4 (maximal physical activity during 60 minutes + 0,5ml ekstrak), P5 (maximal physical activity during 60 minutes + extract 1ml), P6 (maximal physical activity during 60 minutes + extract 1,5ml). Then, there were normality and homogeneity tests of data, if the result of research are normally distributed and homogeneous there will be an ANOVA test (p <0.05) continued by a Post Hoc test with mann whitney analysis of 5%, when the data were not normally distributed and homogeneous, followed by the kruskall-wallis (p <0.05). All data was used by software SPSS 19.

The research shown that average of GPx activity in P5 was the highest activity enzyme of GPx 19,39±7,06, continuosly to P4 (7,05±8,19), P1 (6,58±7,04), P3 (4,50±4,31), P6 (3,03±1,98), dan P2 (1,84±0,92) as the lower activity enzyme of GPx. p = 0.024 it shown that the GPx activity enzyme had a significant different between groups in this research. Histopatology of hepar shown that P1 as a normal (100%), P2 had a damage A3 (100%) , P3 had a damage of A1 (50%) and A2 (50%), P4 had a damage of A1 (25%) and A2 (75%), P5 had a damage of A1 (25%) dan A2 (75%) dan P6 had a damage as like as P2 that A3 (100%). P value was 0,001 it shown that there a significant difference between control group with the others group.

This research has shown that extract of purple sweet potato (Ipomea batatas L.) could increased the significant GPx activity but could not to fix damaged of hepar histopatology.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Banyak orang menginginkan tubuh yang sehat dan ideal, sehingga banyak

orang berusaha untuk melakukan olah raga secara teratur. Beberapa orang berpikir

bahwa semua jenis olahraga baik bagi tubuh mereka, tetapi mereka tidak tahu

kalau sebenarnya olahraga itu, terutama bila dilakukan dengan cara yang salah,

dapat membahayakan kesehatan mereka (Fillophy, 2014).

Latihan fisik dan atau olahraga merupakan upaya untuk meningkatkan

derajat kesehatan. Latihan fisik dan atau olah raga merupakan sebagian kebutuhan

pokok dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan kebugaran yang

diperlukan dalam melakukan tugasnya (www.depkes.go.id, 2014). Latihan fisik

untuk kebugaran dan ketahanan tubuh diminati banyak orang. American College

and Sports Medicine merekomendasikan latihan-latihan untuk mencapai

kebugaran kardiorespirasi dan kerampingan tubuh dengan memperhatikan

frekwensi, intensitas, lamanya dan macam aktivitas (Sastradipradja, 2014).

Maraknya pusat kebugaran mempermudah orang dewasa yang ingin

menurunkan berat badan dan meningkatkan kesehatan tubuh dengan cara

berolahraga. Dengan harapan timbunan lemak bisa cepat terbakar dan mencapai

kesehatan dan kebugaran tubuh yang optimal, mereka memanfaatkan beragam alat

dan fasilitas olahraga dalam jangka waktu yang lama. Banyak orang yang hanya

(19)

mereka. Beberapa orang bahkan dilaporkan cidera, dan yang paling parah sampai

meninggal dunia, akibat melakukan olahraga yang berlebihan (Fillophy, 2014).

Latihan fisik yang teratur akan memberikan efek yang menguntungkan

dalam pencegahan dari berbagai penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi,

kanker, obesitas, osteoporosis dan kematian dini. Tetapi jika melakukan latihan

fisik secara berat dan berlebihan apalagi bagi seseorang yang tidak biasa

melakukannya, hasilnya tidak baik untuk tubuh. Menurut Kirschvink et al. (2008)

walaupun latihan meningkatkan sistem pertahanan antioksidan organisme, periode

yang panjang dan berat pada latihan akan mengganggu keseimbangan oksidan

ataupun antioksidan. (Es cribano et al., 2010).

Selama latihan fisik maksimal, pengeluaran radikal bebas terutama

superoksida dapat meningkat dalam mitokondria, atau pusat-pusat energi di dalam

sel saat sel tubuh menggunakan oksigen untuk menghasilkan energi, sel-sel tubuh

dapat membentuk molekul reaktif (mudah bereaksi) yang disebut radikal bebas.

Molekul-molekul radikal bebas tidak stabil karena kekurangan elektron pada salah

satu atomnya. Molekul tidak stabil ini akan aktif mencari-cari pasangan elektron

untuk atom yang kekurangan elektron tersebut. Ia akan sangat aktif untuk bereaksi

dengan molekul-molekul yang ada di sekitarnya. Reaksi radikal bebas dengan

molekul yang ada dalam tubuh ini seringkali merugikan sel-sel tubuh (Cooper,

2001).

Dalam kondisi tertentu, radikal bebas dapat melebihi sistem pertahanan

tubuh, kondisi ini disebut sebagai stress oksidatif (Agarwal et al, 2005). Pada

(20)

alami tubuh akan terganggu yang akhirnya akan menyebabkan kerusakan

jaringan. Produksi ROS oleh karena latihan fisik maksimal memperoleh respon

yang berbeda, bergantung tipe dari organ jaringan dan tingkat dari antioksidan

endogennya masing-masing (Daniel, et al, 2010).

Tubuh memiliki mekanisme proteksi yang menetralkan radikal bebas yang

terbentuk, antara lain dengan adanya enzim-enzim superoksida dismutase (SOD),

katalase, dan glutathion peroksidase (GPx) (Winarsi, 2007). Glutation

peroksidase intraseluler berpotensi mengubah molekul hidrogen peroksida dengan

cara mengoksidasi glutation bentuk tereduksi mencegah lipid membran dan

unsur-unsur sel lainnya dari kerusakan oksidasi, dengan cara merusak molekul hidrogen

peroksida dan lipid hidroperoksida. Menurut Delmas-Beauvieaux, et al. (1996)

melaporkan bahwa enzim glutation peroksidase mendekomposisikan H2O2 lebih

kuat dibandingkan dengan enzim katalase. Aktivitas enzim glutation peroksidase

mampu mereduksi 70% peroksida organik dan lebih dari 90% H2O2 (Winarsi,

2007).

Pada saat latihan fisik maksimal terjadi peningkatan konsumsi oksigen

sampai 20 kali, bahkan dalam otot dapat mencapai 100 kali, hal ini akan

menyebabkan gangguan homeostasis intraselluler (Ji, 1999; Thirumalai et al,

2011). Penggunaan oksigen yang berlebih ini dapat memicu pembentukan radikal

bebas di berbagai jaringan tubuh. (Cooper, 2001). Menurut Gomez-Gabrera,et al.

(2008) ketika latihan sangat memakan tenaga maka ini akan menyebabkan stres

(21)

aliran darah dan metabolisme menurun secara signifikan pada hati dan ginjal

selama latihan (Radak et al, 2013).

Latihan intensif yang tinggi pada 75% dan 90% VO2max menyebabkan

peningkatan parameter biokimia dalam hati dan pankreas dapat menyebabkan

perubahan histopatologi (Lima et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh

Rachmani menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara gambaran

nekrosis sel hepar kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif (p <

0.05) pada mencit yang di induksi menjadi stress oksidatif. Hal ini sesuai dengan

penelitian Jawi et al. (2006), dimana terjadi peningkatan jumlah nekrosis sel hepar

mencit yang diberi latihan fisik maksimal bila dibandingkan dengan kelompok

kontrol tanpa perlakuan latihan fisik maksimal. Nekrosis sel hepar tejadi akibat

adanya stress oksidatif (Rachmani, 2009).

Dalam hepar dan sel darah merah terdapat glutation peroksidase dengan

konsentrasi tinggi, sedangkan jantung, ginjal, paru-paru, adrenal, lambung, dan

jaringan adipose mengandung kadar glutation peroksidase dalam kadar sedang,

glutation peroksidase kadar rendah sering ditemukan dalam otak, otot, testis, dan

lensa mata (Sugianto, 2011).

Antioksidan gluthation peroksidase (GPx) bekerja dengan cara

menggerakkan H2O2 dan lipid peroksida dibantu dengan ion logam-logam transisi

(Simanjuntak, 2012). Glutation peroksidase yang rendah berkorelasi dengan

gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al., 2005).

Meningkatnya konsentrasi dari GSH, GSH-Px dan CAT mengurangi resiko dari

(22)

cribano, et al. 2010). Aktivitas enzim ini juga dapat diinduksi oleh antioksidan

sekunder isoflavon (Chen et al., 2002).

Peningkatan prevalensi penyakit degeneratif di Indonesia, memotivasi para

peneliti pangan dan gizi Indonesia untuk mengeksplorasi senyawa-senyawa

antioksidan yang berasal dari sumber alami (Simanjuntak, 2012). Selain vitamin E

dan vitamin C ternyata beberapa flavonoid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan

memiliki khasiat antioksidan. Polcomy et al. (2001), menyatakan bahwa aktivitas

antioksidan dari senyawa alamiah yang berasal dari tanaman seperti flavonoid

disebabkan adanya gugus hidroksil pada struktur molekulnya.

Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada struktur molekulnya

terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2-. Dalam penelitian menunjukkan bahwa

gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau terapi terhadap

penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas. Salah satu komponen

flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah

zat warna alami yang disebut antosianin (Simanjuntak, 2012). Berdasarkan hasil

penelitian Sugianto (2011) menyimpulkan bahwa pemberian jus delima merah

(Punica granatum) yang mengandung antosianin dapat meningkatkan kadar

glutation peroksidase darah mencit (Mus Musculus) dengan latihan fisik

maksimal (Sugianto, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas Pertanian Unud di Bali ditemukan

tumbuhan ubi jalar ungu (Ipomea batatas L.) yang umbinya mengandung

antosianin cukup tinggi yaitu berkisar antara 110mg-210 mg/100gram (Suprapta,

(23)

maupun dalam bentuk sirup dapat melindungi jaringan hati dari pengaruh radikal

bebas akibat latihan fisik maksimal pada mencit. Pemberian ekstrak umbi ubi

jalar ungu (Ipomea batatas L.) yang mengandung antosianin dapat mengurangi

pengaruh radikal bebas terhadap jaringan hati mencit, terlihat dari menurunnya

AST (aspartate transaminase) dan ALT (alanine aminotransaminase)

dibandingkan tanpa pemberian ekstrak (Jawi, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Rachmani memberikan hasil secara

histopatologi tampak bahwa tingkat nekrosis paling banyak ditemukan pada

mencit yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal tanpa suplementasi ekstrak

umbi lpomoea batatas. Penurunan tersebut diduga disebabkan oleh kandungan

antosianin pada daun lpomoea batatas yang berfungsi sebagai scavenger radikal

bebas sehingga dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada sel hepar (Rachmani,

2009).

Meskipun beberapa penelitian dilaporkan bahwa ekstrak umbi ubi jalar

ungu (Ipomea batatas L.) merupakan salah satu antioksidan yang baik, belum ada

penelitian yang melaporkan apakah ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomea batatas

L.) mempengaruhi aktivitas enzim gluthation peroksidase (GPx) dan histopatologi

hepar pada mencit (Mus musculus) yang mengalami stress oksidatif setelah latihan

fisik maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin meniliti ―Pengaruh

Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Aktivitas

Enzim Glutation Peroksidase (Gpx) dan Histopatologi Hepar Mencit (Mus

(24)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian

berikut ini : Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L.) terhadap aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) dan

histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang diberi perlakuan latihan fisik

maksimal.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui bagaimana pengaruh pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L.) terhadap aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) dan

histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang diberi perlakuan latihan fisik

maksimal.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kadar antosianin dan kandungan gizi yang terkandung dalam

ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang digunakan untuk

penelitian

b. Mengetahui perbedaan berat badan mencit (Mus musculus) antar kelompok

setelah perlakuan selama 14 hari

c. Mengetahui perbedaan tingkah laku mencit (Mus musculus) setiap harinya

(25)

d. Mengetahui perbedaan aktivitas enzim glutation peroksidase (GPx) antar

kelompok setelah perlakuan selama 14 hari

e. Mengetahui perbedaan histopatologi hepar mencit (Mus musculus) antar

kelompok setelah perlakuan selama 14 hari

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

a. Informasi ilmiah bagi ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran untuk

meminimalisasikan dampak negatif radikal bebas.

b. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk meneruskan

penelitian sejenis dan dapat mengembangkannya.

1.5.Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Pemberian Ekstrak Umbi Ubi Jalar

Ungu (Ipomoea batatas L.) dapat Meningkatkan Aktivitas Enzim Glutation

Peroksidase (GPx) dan Menurunkan Kerusakan Hepar Mencit (Mus musculus)

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latihan Fisik

Menurut Caspersen, (1985) di dalam Yudianto (2014) istilah " latihan fisik"

dan "aktivitas fisik" seringtertukar penggunaannya. Aktiv

itas fisik diartikan pada gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka

yang mengeluarkan energi, yang pada masing-masing orang bervariasi (diukur

oleh kilokalori). Latihan fisik adalah subkategori dari aktivitas fisik yang

direncanakan, terstruktur, berulang, dan bermanfaat dalam arti untuk perbaikan

atau pemeliharaan dari satu atau lebih komponen kebugaran fisik pada seseorang.

Latihan kondisi fisik adalah proses memperkembangkan kemampuan Aktivitas

gerak jasmani yang dilakukan secara sistematik dan ditingkatkan secara progressif

untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kebugaran jasmani agar

tercapai kemampuan kerja fisik yang optimal(Yudianta, 2014).

Olahraga yang teratur dan tepat dapat mempertahankan kebugaran fisik.

Kondisi lingkungan yang memadai dan takaran pelatihan yang tepat untuk setiap

individu meliputi frekuensi, intensitas, tipe dan waktu sangat mendukung untuk

mendapatkan hasil yang maksimal dan resiko yang minimal pada pelatihan

olahraga. Frekuensi pelatihan yang dianjurkan 3-4 kali seminggu dengan

intensitas 72%-87% dari denyut jantung maksimal (220-umur) dengan variasi 10

denyut permenit. Tipe pelatihan yang dianjurkan adalah kombinasi dari latihan

(27)

pemanasan selama 15 menit dan diakhiri oleh pendinginan selama 10 menit

(Pangkahila, 2009).

Saat latihan fisik akan terjadi peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan

ini akan mencapai maksimal saat penambahan beban kerja tidak mampu lagi

meningkatkan konsumsi oksigen. Hal ini dikenal dengan konsumsi oksigen

maksimum (VO2 max). Sesudah VO2 max tercapai, kerja ditingkatkan dan

dipertahankan hanya dalam waktu singkat dengan metabolisme anaerob pada otot

yang latihan. Secara teoritis, VO2 max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan

sistem respirasi untuk membawa oksigen darah, dan kemampuan otot yang

bekerja untuk menggunakan oksigen. Faktanya, pada orang normal (kecuali atlet

pada yang sangat terlatih), cardiac output adalah faktor yang menentukan VO2

max (Vander et al., 2001).

2.1.1. Respon fisiologis terhadap latihan fisik

Manfaat latihan fisik akan hilang bila latihan fisik dilakukan sampai

kelelahan. Latihan fisik maksimal yang melelahkan, terutama bila dilakukan

sekali-sekali, dapat menyebabkan kerusakan struktur atau reaksi inflamasi pada

otot. Kerusakan ini, berhubungan dengan, paling tidak sebagian diantara

kerusakan tersebut diakibatkan oleh oksidan yang dihasilkan oleh latihan fisik

(Thirumalai et al., 2011).

Organisme aerobik menghasilkan ROS selama respirasi normal dan

inflamasi. Latihan dapat membuat ketidakseimbangan antara oksidan dan

antioksidan, yang dikenal dengan sebutan stres oksidatif. stress oksidatif

(28)

kerusakan enzim, reseptor protein, membran lipida, dan DNA (Leeuwenburgh, et

al., 2001).

Menurut Ji (2003), selama Aktivitas fisik maksimal, konsumsi oksigen

seluruh tubuh meningkat sampai 20 kali, sedangkan konsumsi oksigen pada

serabut otot diperkirakan meningkat 100 kali lipat, sebagian kecil dari oksigen

tersebut ±2-4% akan dirubah menjadi superoksida melalui transport elektron.

Pelaku olahraga dengan intensitas tinggi (Olahraga berat), menghasilkan

radikal bebas dalam jumlah besar. Bila terjadi over training maka produksi radikal

bebas meningkat melebihi kemampuan antioksidan exogen. Tetapi orang yang

berlatih, khususnya terlatih dalam lingkup Olahraga Kesehatan, lebih tahan

terhadap stress oxidative, kecuali bila olahraga demikian berat dan lama yang

memerlukan pemakaian glikogen otot yang tinggi.

Peningkatan konsumsi oksigen oleh tubuh selama berolahraga berat dapat

meningkat sepuluh sampai dua puluh kali atau lebih. Dibawah stress yang tinggi,

dalam serat otot terjadi peningkatan penggunaan oksigen diatas kebutuhan

normal. Peningkatan oksigen yang luar biasa ini dapat memicu pelepasan radikal

bebas, yang akan terlibat dalam proses oksidasi lemak membran sel otot. Proses

tersebut disebut peroksidasi lipid dan menyebabkan sel menjadi lebih mudah

mengalami proses penuaan atau kerusakan lain (Cooper, 2001)

Latihan fisik berat dapat meningkatkan konsumsi oksigen, karena terjadi

peningkatan metabolism didalam tubuh. Peningkatan penggunaan oksigen

terutama oleh otot-otot yang berkontraksi, menyebabkan terjadi peningkatan

(29)

Species). Oksigen yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh saat aktivitas

fisik berat, dapat menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas yang bersifat

sangat reaktif terhadap sel atau komponen sel sekitarnya (Chevion et al, 2003).

Mekanisme pembentukan oksidan selama olahraga : (1)Kebocoran

elektron, Pada olahraga berat konsumsi oksigen dapat meningkat 10-20 kali

istirahat atau lebih. Sedangkan serabut otot yang paling terbebani (paling aktif)

dapat mengkonsumsi O2 100-200 kali normal. Pemakaian O2 yang luar biasa

banyak ini memicu pembebasan oksidan dalam jaringan itu dan dapat melelahkan

mitokondria yang merupakan pusat pembentukan energi; (2)Ischaemic

refurfusion, Pada olahraga berat, darah yang menuju ke organ-organ yang tidak

aktif misalnya hepar, ginjal, lambung dan usus, dialihkan ke otot-otot yang aktif

(tungkai dan jantung). Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan O2 (hypoxia)

secara akut pada organ-organ tersebut. Bila olahraga dihentikan, darah akan

dengan cepat mengalir kembali ke organ-organ tersebut. Proses ini disebut

sebagai ―reperfusion” dan hal ini dikaitkan dengan terbebaskannya oksidan dalam

jumlah besar. Hal demikian juga pada otot yang terlibat dalam olahraga berat

(overload) terutama bila mendekati atau mencapai tingkat exhaustion (Cooper,

2001).

Meningkatnya metabolisme aerobik selama latihan merupakan sumber

utama dari stress oksidatif. Pada otot, mitokondria adalah salah satu sumber

penting dari reaktif intermediet yaitu, Superoksida (O2•-), hidrogen peroksida

(H2O2), dan kemungkinan juga hidroksil radikal (HO•). Latihan membuat

(30)

dan hampir pada tingkat tiga, bahkan pada saat istirahat. Latihan akut pada subjek

yang tidak terlatih dapat menyebabkan stres oksidatif. Namun secara terus

menerus dalam beberapa periode menginduksi pencegahan pada kerusakan

oksidatif (Leeuwenburgh, et al., 2001).

2.2. Radikal Bebas

Reaksi oksidasi terjadi setiap saat. Ketika kita bernapas pun terjadi reasksi

oksidasi. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif,

yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun, reaktivitas radikal bebas itu

dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh.

Seringkali pengertian oksidan dan radikal bebas dianggap sama karena keduanya

memiliki kemiripan sifat. Kedua jenis senyawa ini juga memiliki aktivitas yang

sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang

berbeda. Sebagai contoh, dampak reaksi H2O2 (sebagai oksidan) dan radikal bebas

hidroksil (OH•) terhadap glutation (GSH) (Winarsi, 2007).

a) H2O2 + GSH  GSSG + H2O

b) OH• + H2O  H2O + GS•

Radikal bebas

c) GS• + GS•  GSSG

Radikal bebas adalah molekul oksigen yang tidak stabil dan molekul tidak

stabil lain mengandung satu atau lebih electron bebas (elektron yang tidak

berpasangan = unpaired electron). Adanya satu atau lebih elektron bebas

menyebabkan senyawa itu menjadi sangat reaktif. Peran merusak dari radikal

(31)

Dalam tubuh terdapat molekul oksigen yang stabil dan yang tidak stabil.

Molekul oksigen yang stabil, sangat penting untuk memelihara kehidupan. Yang

tidak stabil termasuk golongan radikal bebas. Sejumlah tertentu radikal bebas

diperlukan untuk kesehatan, tetapi kelebihan radikal bebas bersifat merusak dan

sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam tubuh adalah melawan radang,

membunuh bakteri dan mengatur tonus otot polos dalam organ tubuh dan

pembuluh darah (Araújo, et al. 2011).

Produksi radikal bebas yang terlalu banyak terjadi oleh adanya berbagai

faktor misalnya: sinar ultra violet (terdapat dalam sinar matahari), kontaminan

dalam makanan (zat warna textile yang dipergunakan untuk mewarnai makanan),

polusi udara (pencemaran udara oleh asap pabrik dan kendaraan bermotor), asap

rokok, insektisida (dalam pertanian dan rumah tangga) dan olahraga berat, serta

berbagai bentuk stress psikis (Sharma, 2010).

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang

secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan. Senyawa ini terbentuk dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-macam

faktor. Radikal bebas ini terbentuk, misalnya, ketika komponen makanan diubah

menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini,

sering kali terjadi kebocoran elektron. Dalam kondisi demikian, mudah sekali

terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil, dan lain-lain.

Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas misalnya, hidrogen

(32)

diistilahkan sebagai senyawa oksigen reaktif/ Reactive Oxygen Species (ROS)

(Winarsi, 2007).

Senyawa oksigen reaktif berasal dari oksigen (O2) pada reaksi siklus

Krebs. Siklus Krebs atau disebut juga siklus asam sitrat atau TCA (Tricarboxilic

Acid Cycle) terjadi didalam mitokondria sel dimana asetil KoA (asetat aktif)

dioksidasi menghasilkan CO2, membebaskan ekuivalen hydrogen yang akhirnya

membentuk air dan menghasilkan ATP. ATP merupakan senyawa sumber energy

bebas untuk jaringan bagi manusia yang dibentuk melalui proses fosforilasi

oksidatif (Mayes 1998). Reaksi yang tejadi adalah sebagai berikut:

2NADH + 2H+ + O2 2 NAD+ + H2O + ATP

Pada reaksi diatas terjadi reduksi O2 menjadi H2O sbb

O2 + 4H+ + 4e- H2O

Pada proses tersebut reduksi O2 menjadi H2O merupakan pengalihan 4

elektron. Bila pengalihan elektron berjalan kurang sempurna maka akan terbentuk

senyawa-senyawa oksigen berbahaya. Molekul oksigen sekarang dikatakan

mempunyai diradikal karena memiliki dua elektronyang tidak berpasangan tapi

keduanya terletak pada orbital yang berbeda dan menunjukkan angka kuantum

putaran yang sama dan memiliki putaran sejajar (Halliwel, 2001).

Akibatnya oksigen tidak sereaktif radikal hidroksil. Disamping itu akan

terjadi senyawa-senyawa oksigen reaktif seperti O2` (Superoksida). H2O2 (Hidrogen

Peroksida), ROO (radikal peroksil) dan OH` (radikal hidroksil). Ion superoksida,

radikal peroksil, hidrogen peroksida dan radikal peroksida dan radikal hidroksil

(33)

oksigen. Molekul oksigen akan menjadi sangat reaktif bila kedua elektron tunggal

disatukan dalam satu orbital dengan putaran yang berlawanan dengan perpindahan

ini satu orbital menjadi kosong dan mudah diisi oleh sepasang elekton dengan

putaran yang berlawanan disebut singlet oksigen (Oenzil, 2014).

2.2.1. Struktur kimia

Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat

mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan

bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan

mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas

juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi

kerusakan sel tersebut (Droge, 2002). Gambar 2.1. dibawah ini menunjukkan

bagaimana bentuk dari struktur kimia penyusun radikal bebas tersebut.

Gambar 2.1. Struktur kimia radikal bebas (Sumber : Arief, 2014)

Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara : (1)Pemecahan

(34)

sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas,

dan radiasi ion; (2)Kehilangan satu elektron dari molekul normal; (3)Penambahan

elektron pada molekul normal. Pada radikal bebas elektron yang tidak

berpasangan tidak mempengaruhi muatan elektrik dari molekulnya, dapat

bermuatan positif, negatif, atau netral (Arief, 2014).

2.2.2. Sumber radikal bebas

Oksigen untuk metabolisme aerobik digunakan sekitar 95-98 %, sisanya

2-5 % akan berubah menjadi radikal bebas endogen. Sumber radikal bebas yang lain

berasal dari lingkungan berupa asap rokok, bahan kimia karsinogen dan radiasi.

Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat tidak stabil dan reaktif. Sifat

tersebut akan memudahkan radikal bebas untuk bereaksi dengan molekul lain

untuk mencapai stabil (Halliwel, 2001).

Jenis-jenis radikal bebas yang dihasilkan oleh tubuh dan radikal bebas dari

lingkungan berupa: (1)Reactive Oxygen Spesies (ROS) terdiri dari radikal bebas;

superoksida anion (O2•), hidroksil (OH•), alkoksil (RO•), peroksil (RO2•), serta

senyawa bukan radikal yang berfungsi sebagai pengoksidasi atau senyawa yang

mudah mengalami perubahan senyawa radikal seperti hidrogen peroksida (H2O2),

ozon (O3)dan HOCl, (2) Reactive Nitrogen Spesies (RNS) terdiri dari radikal

bebas : nitrooksida (NO2•), peroksinitrit (ONOO•), dan senyawa bukan radikal

seperti HNO2 dan N2O4 Produksi berlebih dari NO• dapat menyebabkan stroke

(35)

Sumber radikal bebas, baik endogenus maupun eksogenus terjadi melalui

sederetan mekanisme reaksi antara lain : pembentukan awal radikal bebas

(inisiasi), terbentuknya radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir (terminasi)

yaitu pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tak reaktif.

Sumber radikal bebas endogen ini sangat bervariasi, dapat melewati autoksidasi,

oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di mitokondria,

oksidasi ion-ion logam transisi, atau melalui iskemik (Simanjuntak, 2012).

Keberadaan radikal bebas dalam tubuh merupakan suatu hal yang

fisiologis, karena tubuh akan mengimbangi dengan antioksidan endogen.

Kerusakan oksidatif sel terjadi jika jumlah antioksidan yang dihasilkan tidak

mampu mengimbangi jumlah radikal bebas yang ada. Perlindungan sel dari

kerusakan oksidatif dapat menggunakan tambahan antioksidan dari makanan

berupa vitamin E, vitamin A dan vitamin C yang larut air (Halliwel, 2001).

Autoksidasi adalah senyawa yang mengandung ikatan rangkap, hidrogen

alilik, benzilik atau tersier yang rentan terhadap oksidasi oleh udara. Contohnya

lemak yang memproduksi asam butanoat, berbau tengik setelah bereaksi dengan

udara. Oksidasi enzimatik menghasilkan oksidan asam hipoklorit. Sekitar 70-90

% konsumsi O2 oleh sel fagosit diubah menjadi superoksida, bersama dengan

radikal OH serta HOCl membentuk H2O2 dengan bantuan bakteri. Oksigen dalam

sistem transpor elektron menerima satu elektron membentuk superoksida. Ion

logam transisi, yaitu Co dan Fe memfasilitasi produksi oksigen singlet dan

(36)

OH- + Fe3 +. Secara singkat, xantin oksidase selama iskemik menghasilkan superoksida dan asam urat (Simanjuntak, 2012).

2.2.3. Tipe radikal bebas dalam tubuh

Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen

yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk

didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH•), nitrit oksida (NO-•), peroksinitrit (ONOO-•), asam

hipoklorus (HOCl•), hidrogen peroksida (H2O2•), radikal alkoxyl (LO-•), dan

radikal peroksil (LO-2•). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang

berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen

hasil dari penyerangan atom H. Bentuk lain adalah radikal yang mengandung

sulfur yang diproduksi pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thioyl (R-S-).

Radikal yang mengandung nitrogen juga ditemukan, misalnya radikal

fenyldiazine (Arief, 2014).

Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan

dini. Lipid membran sel berubah menjadi lipid peroksida yang mempercepat

penuaan. Pembentukan lipid peroksida dan malondialdehid merupakan reaksi

berantai yang bersifat reaktif, senyawa tersebut dapat bereaksi kembali dengan

molekul sekitarnya. Radikal bebas dapat meningkatkan kadar LDL (low density

lipoprotein) yang menjadi penyebab penimbunan kolesterol pada dinding

pembuluh darah atau disebut dengan aterosklerosis. Penurunan suplai darah atau

iskemik karena penyumbatan pembuluh darah serta penyakit Parkinson

(37)

bebas dengan DNA yang memicu terbentuknya zat karsinogenik. Zat tersebut

dapat mengubah bentuk susunan DNA atau mutasi DNA (Simanjuntak, 2012).

2.2.4. Pertahanan sel terhadap radikal bebas

Sifat reaktif yang tersebar dari sistem pembentukan radikal dalam sel

menyebabkan evolusi mekanisme pertahanan terhadap efek perusakan suatu

bahan teroksidasi kuat. SOD (superoksida dismutase dan katalase) mengkatalisasi

dismutasi dari superoksida dan hidrogen peroksida. GSH (glutation) peroksidase

mereduksi peroksida hidrogen dan organik menjadi air dan alkohol (Arief, 2014).

GSH S-transferase melakukan pemindahan residu glutation menjadi

metabolit elektrofilik reaktif dari xenobiotic. Produksi glutation teroksidasi

(GSSG) direduksi secara cepat oleh reaksi yang menggunakan NADPH yang

dihasilkan dari berbagai sistem intraseluler, diantaranya hexose-monophosphate

shunt. Berbagai isoenzim organel spesifik dari dismutase superoksida juga

ditemukan. SOD Zn, Cu merupakan sitoplasmik, sedangkan enzim Zn, Mn

mitokondrial. Isoenzim ini tidak ditemukan dalam cairan ekstraseluler. Gambar

2.2. dibawah ini menunjukkan Aktivitas enzim intraseluler tersebut.

Gambar 2.2. Enzim-enzim pertahanan antioksidan (Sumber : Arief, 2014)

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau

(38)

menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah

terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yangn dapat

menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang

sangat reaktif. Akibatnya kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2007) .

Beberapa bahan tereduksi juga bekerja sebagai antioksidan, reduksi

kelompok radikal aktif seperti radikal peroksi dan hidroksi menjadi bentuk yang

kurang reaktif misalnya air. Seperti halnya pembangkitan kembali oksigen singlet.

Penggabungan tersebut juga mengakhiri reaksi radikal berantai. Pertahanan

antioksidan kimiawi bagai pedang bermata dua. Pertama, saat bahan tereduksi

menjadi radikal maka derivat radikalnya juga terbentuk. Sehingga, jika suatu

radikal sangat tidak stabil, reaksi radikal berantai mungkin akan berlanjut. Kedua,

bahan tereduksi dapat mereduksi oksigen menjadi superoksida atau peroksida

merupakan radikal hidroksil dalam reaksi auto-oksidasi. Ascorbat dan asam urat

dapat berfungsi sebagai anti oksidan, ikut serta secara langsung dalam

auto-oksidasi, baik melalui reduksiaktifator oksigen lain seperti rangkaian logam

transisi atau quinone, atau bertindak sebagai kofaktor enzim (Inoue, 2001).

Proses tersebut dapat melibatkan kemampuan askorbat untuk

depolimerisasi DNA, hambatan Na+/K+ ATPase otak, potensiasi toksisitas paraquat, dan sebagai mediator peroksidasi lemak. Juga mempunyai kontribusi

kelainan patofisiologi dari metabolisme purin. Sifat yang sesungguhnya campuran

pro atau antioksidan untuk bahan pereduksi khusus adalah integrasi kompleks dari

beberapa faktor. Pada kasus zat pembersih radikal hidroksil, produk dari interaksi

(39)

Radikal yang terbentuk tersebut cukup stabil dan dalam konsentrasi cukup tinggi

namun dapat terjadi mekanisme seperti pada glutation dan superoksida. pH sangat

mempengaruhi reduksi langsung oksigen menjadi superoksida oleh senyawa

sulfidril, sedangkan faktor lokal lainnya seperti konsentrasi molar dari molekul

oksigen juga punya peranan penting (Arief, 2014).

Oksigen singlet dan bagian triplet molekul yang tereksitasi mungkin

disempurnakan melalui interaksi bersama sistem konjugasi sistem diene seperti

yang ditemukan pada karoten, tokoferol, atau melanin. Seperti antioksidan

pereduksi, senyawa tersebut dapat juga menghasilkan jenis elektron aktif dan

mungkin juga penyakit (Inoue, 2001). Tabel 2.1. dibawah ini menunjukkan

berbagai jenis antioksidan dan enzim pembersih dalam menangkal radikal bebas

beserta lokasinya di dalam tubuh.

Tabel 2.1. Antioksidan dan enzim pembersih (scavenging) Antioksidan

Antioksidan hidrofilik pada ekstraseluler 40-140 μ M dalam Plasma

Pembersih pada ruang hidrofobik dalam plasma terikat pada LDL 0.5-1.6 mg/dl (10-40 μ M)

0.055 mg/dl

Hasil metabolik adenosin dan xantine. Antioksidan kuat terhadap radikal hidroksil (HO? )

Antiokasidan hidrofobik terikat pada albumin 20 μM

0.08 mg/dl

(40)

Catalase

Antioksidan kuat 0.5 mM dalam plasma Aktivitas feroksidase 15-60 mg/dl plasma Membersihkan Fe bebas 200-400 mg/dl

Metalothionein Membersihkan logam berat

Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan

oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya.

Senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal

baru. Jika senyawa radikal baru tersebut bertemu dengan molekul lain, akan

terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai

(chain reactions). Reaksi ini akan berlanjut terus dan akan berhenti apabila

reaktivitasnya diredam (quenched) oleh senyawa yang bersifat antioksidan seperti

glutation (Winarsi, 2007).

2.3. Glutation Peroksidase (GPx)

Glutation Peroksidase (GPx) merupakan selenoenzyme yang berfungsi

sebagai antioksidan. Glutation peroksidase (GPx, EC 1.11.1.9) adalah enzim yang

berperan penting dalam melindungi organisme dari kerusakan oksidatif dan

mengandung selenium (Se) pada sisi aktifnya. Kerja enzim ini mengubah molekul

hidrogen peroksida (yang dihasilkan SOD dalam sitosol dan mitokondria) dan

berbagai hidro serta lipid peroksida menjadi air (Muges et al., 2001).

Glutation peroksidase adalah enzim yang mengandung selenium sebagai

(41)

glutathione peroksidase terdiri dari 4 atom selenium yang terikat sebagai

selenocystein. Glutation peroksidase dapat membentuk pertahanan terhadap

oksidan atau radikal bebas didalam tubuh dan mencegah kerusakan sel dengan

cara mengkatalisa peroksida menjadi air dan oksigen. Karena kemampuannya

inilah maka enzim ini disebut sebagai antioksida. Enzim glutathione peroksidase

banyak terdapat di hepar, ginjal otot, dan plasma, terutama pada sitosol dan

mitokondria. Aktivitas enzim GPx yang paling besar berada pada hepar sebesar

65,6 %, eritrosit 21,2%, dan otot sebesar 6,1% (Boylan, 2006).

GSH-Px

2GSH + H2O2 --- GSSG +2H2O

Glutation peroksidase adalah enzim intraseluler yang terdispersi dalam

sitoplasma, namun aktivitasnya juga ditemukan dalam mitokondria. Glutation

peroksidase ekstraseluler (secara genetik berbeda dari bentuk intraseluler)

terdeteksi dalam berbagai jaringan. Glutation peroksidase sebagai ensim

antioksidan bekerja sebagai peredam (quenching) radikal bebas. Glutation

peroksidase juga berperan dalam metabolism xenobiotik yang ditemukan dalam

kadar milimolar dalam sel (Sen, 1999).

Dalam hepar dan sel darah merah terdapat glutation peroksidase dengan

konsentrasi tinggi, sedangkan jantung, ginjal, paru-paru, adrenal, lambung, dan

jaringan adipose mengandung kadar gluatation peroksidase dalam kadar sedang.

Glutation peroksidase kadar rendah sering ditemukan dalam otak, otot, testis, dan

(42)

Glutation peroksidase intraseluler berpotensi mengubah molekul hidrogen

peroksida dengan cara mengoksidasi glutation bentuk tereduksi mencegah lipid

membran dan unsur-unsur sel lainnya dari kerusakan oksidasi, dengan cara

merusak molekul hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida. Menurut

Delmas-Beauvieaux, et al. (1996) melaporkan bahwa enzim glutation peroksidase

mendekomposisikan H2O2 lebih kuat dibandingkan dengan enzim katalase. Agar

enzim bisa bekerja, selalu diperlukan adanya substrat, misalnya glutation, yang

merupakan substrat enzim glutation peroksidase (Winarsi, 2007).

H2O2 yang terbentuk juga dapat diubah menjadi radikal hidroksil (OH).

Jika tidak dinetralisir, OH akan merusak lipid dan DNA. Dalam keadaan normal ,

radikal bebas yang terbentuk dapat dinetralisir oleh antioksidan. Bila kadar

oksigen reactive species (ROS) yang toksik melebihi pertahanan antioksidan

maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada keadaan ini

maka kelebihan radikal bebas dapat bereaksi dengan sel lipida,protein, dan asam

nukleat sehingga menimbulkan kerusakan lokal bahkan sampai disfungsi organ.

Reactive oxygen species (ROS) berperan dalam mencetuskan terjadinya penyakit

vaskulopati, seperti aterosklerosis, hipertensi dan stenosis (Murray, 2009). Pada

Gambar 2.3. ini dapat dilihat bagaimana berjalanannya mekanisme katalisis H2O2

(43)

Gambar 2.3. Mekanisme katalisis h2o2 oleh glutation peroksidase (Sumber : Bhabak, 2013)

Glutation peroksidase juga berperan dalam metabolisme xenobiotik dan

sintesis leukotrien, yang ditemukan dalam kadar milimolar dalam sel. Aktivitas

enzim glutation peroksidase mampu mereduksi 70% peroksida organik dan lebih

dari 90% H2O2. Aktivitas enzim ini juga dapat di induksi oleh antioksidan

sekunder isoflavon. Senyawa flavonoid banyak ditemukan dalam sayur-sayuran

dan buah-buahan, dan dilaporkan sebagai antioksidan berpotensi lebih kuat

dibandingkan dengan vitamin C dan E (Prior, 2003).

Kesempurnaan kerja sistem enzim antioksidan sepenuhnya diperankan

oleh tiga macam enzim (SOD, CAT, GPx). Namun yang perlu dipahami adalah,

antioksidan seluler tidak dapat bekerja secara individual tanpa dukungan asupan

antioksidan sekunder dari bahan pangan. Jadi, diperlukan konsumsi bahan

makanan yang kaya akan komponen antioksidan dalam jumlah memadai, agar

(44)

menekan kerusakan sel yang berlebihan dan mempertahankan status antioksidan

seluler (Winarsi, 2007).

Senyawa-senyawa polifenol seperti flavonoid dan antosianin mampu

menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme radical scavenging dengan cara

menyumbangkan satu elektron pada elektron yang tidak berpasangan dalam

radikal bebas sehingga banyaknya radikal bebas menjadi berkurang (Polcomy et

al., 2001). Selain sebagai scavenger, senyawa flavonoid dengan kandungan

anthosianin dalam tumbuhan Ipomoea batatas diduga berfungsi sebagai

antioksidan dengan cara menghambat langkah propagasi, yaitu memutus rantai

autoksidasi atau disebut juga Chain-breaking antioxidants (Rachmani, 2009).

2.4. Ubi Jalar

Ubi jalar dikenal hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ubi jalar memiliki

nama daerah ubi jawa (Sumatera Barat), gadong jalur (Batak), ketela (Jakarta),

ketela rambat (Jawa), katila (Dayak), watata (Sulawesi Utara). Ubi jalar (Ipomoea

batatas) merupakan tanaman yang dipercaya berasal dari Benua Amerika dan

telah tersebar hampir di seluruh dunia. Di Asia, negara produsen ubi jalar terbesar

adalah Cina. Umbi dari tanaman ubi jalar merupakan salah satu dari sumber

karbohidrat terpenting di dunia terutama Asia dan Afrika (SEAFAST, 2012).

Di Indonesia, pengembangan ubi jalar belum mendapat perhatian serius,

sebagaimana tercermin dari luas tanam yang fluktuatif dengan produktivitas yang

baru mencapai 9,5 t umbi/ha. Padahal di tingkat penelitian, ubi jalar mampu

memberi hasil hingga 40 t/ha.Senjang hasil ini disebabkan oleh berbagai tanaman

(45)

jalar tidak hanya diarahkan pada hasil tinggi, tetapi juga mengedepankan kualitas

gizi, di antaranya protein dan betakaroten (Truong, 2010).

Ubi jalar merupakan bahan pangan lokal sumber karbohidrat, berdasarkan

warna umbinya dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu ubi jalar putih, kuning,

merah/jingga hingga ungu (Budiman, 2014). Berdasarkan warna umbi, ubi jalar

dibedakan menjadi beberapa golongan sebagai berikut :

1. Ubi jalar putih, yakni ubi jalar yang memilki daging umbi berwarna putih,

misalnya, varietas tembakur putih, varietas tembakar ungu, varietas Taiwan

dan varietas MLG 12659-20P.

2. Ubi jalar kuning, yaitu jenis ubi jalar yang memilki daging umbi berwarna

kuning, kuning muda atau putih kekuningan. Misalnya, varietas lapis 34,

varietas South Queen 27, varietas Kawagoya, varietas Cicah 16 dan varietas

Tis 5125-27.

3. Ubi jalar oranye yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna

jingga hingga jingga muda. Misalnya, varietas Ciceh 32, varietas mendut dan

varietas Tis 3290-3.

4. Ubi jalar ungu yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu

hingga ungu muda (Juanda, et al. 2000)

Winarno dan Laksmini (1973) menyebutkan bahwa warna kuning pada

umbi disebabkan adanya pigmen karoten, sedangkan warna ungu disebabkan

adanya pigmen antosianin. Perbedaan warna daging umbi tersebut menyebabkan

perbedaan sifat sensoris, fisik dan kimia umbi maupun produk olahannya.

(46)

kering bervariasi dari 16 hingga 40% dibanding ubi jalar segar. Sukrosa umumnya

terdapat pada umbi dalam bentuk segar. Kadar maltosa pada ubi jalar meningkat

saat ditanak, karena aktivitas enzim beta-Amilase (Takagi et al., 1996).

Berdasarkan penelitian Marsono dkk (2002), ubi jalar sebagai sumber

karbohidrat memiliki indeks glikemik 54. Nilai indeks glikemik (IG) < 55

termasuk kelompok yang rendah, IG 55-70 sedang, dan >70 tinggi, jadi IG ubi

jalar termasuk rendah. Tepung ubi jalar mengandung serat makanan yang relatif

tinggi disertai dengan indeks glikemik yang rendah, artinya, tepung ubi jalar atau

makanan berbasis tepung ubi jalar lebih lamban dicerna dan lamban

meningkatkan kadar gula darah (SEAFAST, 2012). Pada tabel 2.2. terlihat jelas

perbedaan kadar antosianin pada ketigas jenis ubi, terlihat jelas bahwa ubi jalar

ungu lah yang memiliki kadar antosianin tertinggi.

Tabel 2.2. Ubi jalar juga mengandung berbagai antioksidan :

Antioksidan per 100 gram

Ubi jalar putih Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu campur jingga Betakaroten 260 mkg (869 SI) 2900 mkg (9675 SI) 9900 mkg (32967 SI)

Vitamin C 28,68 mg/ 100 g 29,22 mg/ 100 g 21,43 mg/ 100 g

Antosianin 0,06 mg/ 100 g 4,56 mg/ 100 g 110,51 mg/ 100 g

Vitamin A 7.700 mg

Dari ketiga jenis ubi jalar yang paling tinggi kadar antosianinnya adalah

ubi jalar ungu. Ubi jalar ungu merupakan umbi-umbian yang mengandung

senyawa antioksidan paling komplet (Budiman, 2014). Sekelompok antosianin

yang tersimpan dalam ubi jalar mampu menghalangi laju perusakan sel radikal

Gambar

Gambar 2.2. Enzim-enzim pertahanan antioksidan (Sumber : Arief, 2014)
Tabel 2.1. Antioksidan dan enzim pembersih (scavenging)
Gambar 2.3. Mekanisme katalisis h2o2 oleh glutation peroksidase (Sumber : Bhabak, 2013)
Tabel 2.2. Ubi jalar juga mengandung berbagai antioksidan :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan sediaan krim antioksidan ekstrak ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L.) pada penelitian ini dengan menggunakan vanishing cream sebagai basis krim, serta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas penghambatan enzim α -glukosidase oleh ekstrak etanol umbi ubi jalar ungu ( Ipomoea batatas L.) dan mengetahui

Adapun judul skripsi ini adalah “ Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) ” yang

Hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa ekstrak etanol umbi ubi jalar ungu dan umbi ubi jalar oranye (Ipomoea batatas L.) sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kedua

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) tidak dapat membuat sel kembali menjadi normal

Pengaruh Pemberian Antosianin dari Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas) terhadap Kadar Total Bilirubin pada Tikus Putih Jantan (rattus novergicus) yang

Pemberian ekstrak etanol ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dapat menurunkan derajat perada- ngan pada duodenum mencit Balb/C jantan model alergi dengan dosis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik ekstrak etanol umbi ubi jalar ungu dan oranye (Ipomoea batatas L.) terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan