• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten yang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat, yang terletak antara: 107002’ - 107040’ bujur timur dan 5056’ - 6034’ lintang selatan. Secara administratif, Kabupaten Karawang mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Purwakarta

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

Tabel 5 Luas wilayah dan luas lahan pada empat kecamatan lokasi penelitian di Kabupaten Karawang Tahun 2014

No Kecamatan Jumlah Desa

Luas Wilayah (km2)

Luas Lahan (Ha)

Sawah Kering Jumlah 1 Pangkalan 8 94,37 2.851,47 9.796,67 12.648,14 2 Jatisari 14 53,28 3.937,29 5.519,50 9.456,79 3 Karawang Timur 8 29,77 1.708,31 3.156,51 4.864,82

4 Pedes 12 60,84 5.420,95 6.915,50 12.336,45

Sumber : BPS Karawang 2014 dan Sensus Pertanian 2013

Kabupaten Karawang mempunyai wilayah 1.1753, 27 km2 atau sebesar 3,73 persen luas Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Karawang terdiri dari 30 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 297 desa dan 12 kelurahan (BPS Karawang 2014). Lokasi penelitian berada di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Jatisari, Kecamatan Karawang Timur, dan Kecamatan Pedes. Adapun deskripsi wilayah pada masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6 Jumlah penduduk pada empat kecamatan lokasi penelitian di Kabupaten

karawang berdasarkan jenis kelamin tahun 2014

No Kecamatan Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Pangkalan 18,233 17,729 35,962 2 Jatisari 38,453 36,575 75,028 3 Karawang Timur 67,128 61,294 128,422 4 Pedes 37,011 34,355 71,366 Jumlah 310,778 Sumber : BPS Karawang 2014

Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, jumlah penduduk Kabupaten Karawang sebanyak 2.225.357 jiwa pada tahun 2013 lalu. Pada lokasi penelitian, jumlah penduduk sebesar 310.778 jiwa, atau sebesar 13,97 persen jumlah

penduduk Kabupaten Karawang. Sebaran penduduk di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambaran Umum Layanan Informasi Desa (LISA)

Permasalahan keterbatasan informasi yang akurat oleh petani mendasari pendirian 8villages. 8villages didirikan oleh Mathieu Le Bras dan Yusep Rosmansyah pada tahun 2011. Tujuan pendiriannya adalah melakukan perubahan terkait arus informasi yang berasal dari sector umum dan swasta menuju masyarakat di pedesaan. 8villages Indonesia merupakan salah satu startup yang berkembang di Indonesia dan menyasar pasar yang banyak ditinggalkan oleh startup kebanyakan. Petani yang memiliki telepon seluler sederhana merupakan sasaran starup yang dibangun 8villages Indonesia. 8villages menghubungkan petani dengan pelaku agrobisnis melalui platform-nya untuk memperbaiki alur informasi antara semua pihak yang terlibat dalam agrobisnis ini. Platform ini memungkinkan pelaku agrobisnis berkomunikasi dengan petani di daerah pedalaman melalui telepon seluler petani tersebut.

Mercy Corps adalah lembaga kemanusiaan internasional yang berdiri sejak tahun 1979. Mercy Corps International bekerja di lebih dari 43 negara dan memiliki penerima manfaat lebih dari 170 juta jiwa sejak pertama kali berdiri. Mercy Corps bekerja berdasarkan pemetaan potensi dan kebutuhan lokal, sehingga program yang dilaksanakan dapat mengubah kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Mercy Corps bekerja di Indonesia sejak tahun 1999. Pada awal tahun 2012, Mercy Corps di Indonesia disahkan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia dengan nama Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI). Mercy Corps Indonesia didirikan dengan fondasi keahlian, jaringan, dan pengalaman yang dimiliki Mercy Corps International. Strategi Mercy Corps Indonesia adalah meningkatkan infrastruktur, kesehatan, ketahanan, dan peluang ekonomi di tingkat masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia terutama perkotaan dan wilayah pesisir. Lingkup kerja Mercy Corps Indonesia adalah peningkatkan kesempatan ekonomi & akses untuk pelayanan keuangan, peningkatkan kesehatan dan nutrisi, air dan sanitasi, adaptasi perubahan iklim & pengurangan resiko bencana, dan tanggap darurat. Misi dari Mercy Corps Indonesia adalah memberdayakan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang sehat, mandiri, dan tangguh. Tangguh yang dimaksud adalah masyarakat yang mampu untuk memulihkan kembali dirinya dari keadaan sulit seperti krisis ekonomi, konflik, wabah penyakit, bencana alam. Sampai pada tahun 2013, cakupan program-program Mercy Corps Indonesia meliputi Aceh, Nias, Mentawai, Bengkulu, Lampung, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, NTT, Ambon, Seram, dan DKI Jakarta dan memberikan manfaat kepada lebih dari 1.000.000 jiwa di seluruh wilayah Indonesia sejak tahun 1999. Dengan terus bekerjasama dengan melibatkan pemerintah, sektor privat, dan masyarakat lokal, Mercy Corps Indonesia berharap dapat turut berkontribusi untuk menciptakan kondisi masyarakat yang lebih baik (Mercy Corps Indonesia 2013).

Layanan Informasi Desa (LISA) merupakan sebuah platform yang dikembangkan oleh PT 8villages Indonesia dengan didukung Agri-Fin Mobile Project dari Mercy Corps Indonesia. Layanan ini dibangun ketika petani yang dengan segala

keterbatasannya membutuhkan informasi yang akurat yang membantu usahatani mereka, seperti cuaca, curah hujan, tingkat kebutuhan konsumen, harga jual dan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan untuk bercocok tanam.

Layanan Informasi Desa (LISA) semakin menarik, karena menggunakan basis layanan pesan pendek ditengah perkembangan startup yang menggunakan aplikasi smartphone atau ponsel pintar, 8villages justru melihat peluang dan potensi ponsel biasa sebagai media penghubung layanan mereka. LISA diperkenalkan pada bulan Desember 2012 di Kabupaten Karawang. Jangkauan LISA mencakup di empat kabupaten di Provinsi Jawa Barat, meliputi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Bogor. Selain itu, ada pengguna LISA yang berasal dari luar empat kabupaten tersebut. Palform LISA digunakan untuk pengembangan masyarakat oleh beberapa perusahaan multinasional di beberapa provinsi di Sumatera dan Gorontalo.

Layanan LISA mencakup layanan tips pertanian, layanan tanya jawab interaktif, dan layanan iterasi keuangan keluarga. Pemilihan materi didasarkan atas tematik dari operator LISA yang merujuk pada program pemerintah, berasal dari tren yang sedang berkembang di masyarakat, atau tema-tema yang menjadi perhatian pengguna dalam layanan tanya jawab interaktif.

Masyarakat dapat menjadi pengguna layanan LISA pada Agri-Fin Mobile

dengan mendaftarkan diri melalui telepon seluler dengan cara ketik “IKUTI (spasi) LISA (spasi) NOMOR TELEPON YANG DIDAFTARKAN” dan kirim ke 2000.

Setelah terdaftar sebagai pengguna LISA, maka pengguna dapat menggunakan beberapa layanan yang disediakan, seperti tips pertanian dan layanan tanya jawab interaktif dengan ahli pertanian. Prosedur untuk menggunakan layanan tanya jawab

interaktif, dilakukan dengan mengetik “LISA (spasi) TANYA (spasi)

PERTANYAAN” kemudian kirim ke nomor 2000.

Pada awal berjalannya layanan LISA di bulan Desember 2012 sampai dengan bulan April 2015, tips pertanian dibagikan kepada penggunanya setiap hari. Oleh karena terbatasnya karakter dalam layanan pesan pendek, operator LISA membagikan satu tema tips pertanian dengan cara mengirimkan pesan pendek sebanyak dua kali. Sejak bulan Mei 2015, layanan tips pertanian dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu minggu.

Dalam menjalankan layanan LISA, operator LISA juga bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk menjadi sumber informasi pertanian. Tenaga- tenaga ahli dari IPB memberikan informasi pertanian, inovasi pertanian, dan juga menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pengguna melalui LISA. Pada awal keberadaannya, operator LISA juga mengadakan kuis untuk penggunanya yang diadakan setiap minggu. Kuis ini bertujuan untuk mengingatkan kembali pengguna terhadap materi-materi yang telah diberikan. Dalam setiap minggu, operator akan memilih 10 orang pemenang kuis yang akan mendapatkan hadiah pulsa senilai masing-masing sepuluh ribu rupiah. Program kuis ini hanya dilakukan sebanyak 10 kali. Selain dari perguruan tinggi, operator LISA juga menggandeng penyuluh pertanian lokal untuk menjadi narasumber dalam layanan.

Dalam layanan tanya jawab interaktif, pengguna LISA dapat bertanya kepada ahli pertanian melalui LISA. Pertanian yang dikirimkan ke LISA akan

diteruskan kepada tenaga ahli dari perguruan tinggi atau penyuluh pertanian lokal yang telah ditunjuk untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jika pertanyaan sudah dijawab oleh tenaga ahli, maka jawaban tersebut kemudian disampaikan kepada penanya. Alur yang demikian ini membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari mulai dari mengirimkan pertanyaan sampai dengan menerima jawaban.

Gambar 5 Alur layanan Informasi Desa (LISA)

Layanan iterasi keluarga dikhususkan untuk wanita tani dan ibu rumah tangga. Selain melalui platform LISA, layanan ini menggunakan metode pertemuan di kelas. Fasilitator layanan ini adalah penyuluh pertanian yang sebelumnya mendapatkan pelatihan. Materi yang diberikan meliputi seluruh materi LISA dan pengenalan keuangan keluarga.

Dalam Undang-undang nomor 16 Tahun 2006, disebutkan bahwa penyuluhan dapat dilakukan oleh kelembagaan penyuluhan pemerintah, kelembagaan penyuluhan swasta, dan kelembagaan penyuluhan swadaya. LISA merupakan bentuk penyuluhan yang diadakan oleh kelembagaan penyuluhan swasta dengan memperhatikan kepentingan pelaku utama dan pembangunan pertanian setempat. Dalam pelaksanaaannya, LISA berkoordinasi dengan kelembagaan penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten/kota.

Karaktersitik Individu Petani

Responden penelitian ini adalah sebanyak 100 orang petani yang terdaftar sebagai Pengguna LISA. Dari 100 responden yang diteliti, sebanyak 65 responden ( 65 persen) adalah petani yang berjenis kelamin laki-lain, sementara 35 responden (35 persen) adalah petani yang berjenis kelamin perempuan. Aspek karakteristik individu petani yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, status kepemilikan lahan, luas lahan yang diusahakan, tingkat kekosmopolitan, dan tingkat keterlibatan dalam kelompok. Gambaran umum karakteristik individu responden berdasarkan kategori peubah disajikan pada Tabel 7.

Umur Petani

Rata-rata umur responden di lokasi penelitian berada pada usia produktif yaitu 40-41 tahun dengan usia termuda adalah 19 tahun yaitu pemuda tani di Kecamatan Jatisari dan yang tertua adalah berusia 70 tahun yang merupakan dua orang petani dari Kecamatan Pedes dan Karawang Timur. Sebagian besar responden termasuk kategori dewasa, sebanyak 76 persen memiliki rentang umur 31 sampai 50 tahun. Hal ini sangat relevan dengan teori yang dipaparkan oleh Lionberger dan Gwin (1982)

Tenaga ahli dari perguruan tinggi / penyuluh pertanian Petani / pengguna

bahwa semakin orang berusia tua (lebih dari 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh petani sekitarnya. Sementara itu, dilihat dari rendahnya persentase petani yang tergolong usia muda yakni sebesar 10 persen, menunjukkan bahwa masih minimnya minat anak-anak muda yang mau berkecimpung di dunia pertanian.

Tingkat Pendidikan Petani

Pada aspek tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti, semua responden petani di lokasi penelitian pernah mengeyam pendidikan di sekolah-sekolah formal. Mayoritas responden yang maksimal mengeyam pendidikan pada tingkat SD sebanyak 49 persen, SMP sebanyak 27 persen (27 orang) dan SMA 17 persen (17 orang). Bahkan di antara responden ada yang pernah mengenyam pendidikan sampai tingkat diploma yakni sebanyak 2 persen dan sarjana sebanyak 5 persen. Meskipun semua responden tergolong pernah mengenyam pendidikan sekolah formal akan tetapi perlu diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan responden masih rendah, yaitu setingkat SD. Hal itu dapat dipahami, mengingat sebagian besar usia responden berada pada kisaran 31 sampai 50 tahun, yang artinya pada saat usia ideal mereka bersekolah yakni sekitar 20 sampai 40 tahun yang lalu, kondisi fasilitas pendidikan di Kabupaten Karawang belum memadai seperti halnya saat ini.

Status Kepemilikan Lahan

Lahan merupakan faktor utama dalam aktivitas usahatani. Lahan yang dikuasai petani merupakan tumpuan harapan dalam memenuhi kebutuhan keluarga tani. Oleh sebab itu, penguasaan lahan merupakan salah satu aspek penting yang perlu dibahas agar dapat memperoleh pemahaman yang lengkap tentang aspek akses informasi petani. Sebagian pakar memanfaatkan kajian penguasaan lahan sebagai dasar telaah tentang stereotipe masyarakat pertanian dan perdesaan pada umumnya (Sumaryanto et al 2003). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lahan yang dikuasai dan dikelola oleh petani untuk usahatani di Kabupaten Karawang terdapat empat macam sumber, yaitu pertama adalah lahan milik sendiri, kedua adalah lahan yang disewa dari orang lain, ketiga yang digadai oleh pihak lain dan yang keempat adalah lahan garapan milik pihak lain. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 57 persen berstatus memiliki lahan sendiri, 21 persen berstatus sebagai sewa, 7 persen bestatus gadai dan 15 persen berstatus sebagai buruh (penggarap). Dari data tersebut diketahui bahwa mayoritas responden berstatus memiliki lahan yang dikuasai dan dikelola sendiri.

Luas Lahan

Selain faktor status penguasaan lahan, faktor luas lahan yang dikuasai petani juga menjadi aspek yang penting untuk dibahas karena lahan juga merupakan simbol status sosial bagi petani. Petani yang memiliki lahan usahatani yang lebih luas, dapat memberikan status sosial yang lebih tinggi di lingkungan masyarakat (Tamba 2007).

Luas lahan garapan usahatani menentukan pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani (Hernanto 1993). Sempitnya luas lahan yang umumnya dimiliki oleh petani menyebabkan hasil usahatani tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhannya mereka harus mencari kerja tambahan sehingga mereka kurang punya waktu untuk kontak langsung dengan sumber informasi dan diskusi antar sesama petani untuk memperoleh informasi. Akibatnya, mereka sering tertinggal informasi dalam mengembangkan usahataninya (Tamba 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan yang dikuasai petani untuk usahataninya rata-rata adalah sebesar 9.039 m² dengan lahan yang dikuasai paling luas adalah sebesar 7 hektar (70.000 m²) dan yang paling sempit adalah 200 m². Sebagian besar luas lahan yang dimiliki oleh petani di kabupaten Karawang berada pada katagori sedang yakni sebanyak 50 persen luas lahan yang diusahakan berkisar antara > 4000 - ≤ 12000 m².

Tabel 7 Persentase responden berdasarkan kategori peubah karakteristik individu di Kabupaten Karawang tahun 2015

Karakteristik Individu Katagori Persentase Umur (tahun) Muda (≤ 30) 10,00 Dewasa (> 30 – 50) 76,00 Tua (> 50) 14,00 Pendidikan Formal SD 49,00 SMP 27,00 SMA 17,00 Diploma 2,00 S1 5,00

Status Kepemilikan Buruh 15,00

Gadai 7,00

Sewa 21,00

Milik Sendiri 57,00

Luas lahan yang diusahakan (m²) Sempit (≤ 4.000) 33,00 Sedang (> 4.000 - ≤ 12.000) 50,00

Luas (> 12.000) 17,00

Kepemilikan media teknologi informasi (jumlah)

Sedikit (≤ 1) 3,00

Sedang (2 – 3) 78,00

Banyak (≥ 4) 19,00

Tingkat Kekosmopolitan (skor)

Rendah (0 – 3) 56,00

Sedang (4 – 8) 35,00

Tinggi (9 – 12) 9,00

Kepemilikan Media Teknologi Informasi

Responden penelitian merupakan petani yang memiliki minimal pada salah satu jenis sarana teknologi informasi. Karakteristik individu petani yang diukur adalah jenis sarana teknologi informasi yang dimiliki khususnya terkait dengan kepemilikan televisi, radio, telepon genggam termasuk smartphone dan tab (internet/ noninternet), komputer (internet/noninternet), dan laptop (internet/noninternet). Berdasarkan hasil skoring terhadap jumlah sarana teknologi informasi yang dimiliki oleh petani, maka dapat dinyatakan bahwa kepemilikan sarana teknologi informasi petani di Kabupaten Karawang sebagian besar berada pada kategori sedang yakni

sebanyak 78 persen dengan memiliki rata-rata 2-3 sarana teknologi informasi. Sarana teknologi informasi yang terbanyak dimiliki oleh responden adalah telepon genggam dan televisi masing-masing sebanyak 98 persen, lalu sebanyak 15 persen petani memiliki radio, 13 persen memiliki komputer dan 29 persen memiliki laptop. Kemudian dari hasil penelusuran lebih lanjut diketahui bahwa sebenarnya jenis atau tipe telepon genggam, komputer, dan laptop yang dimiliki petani sebagian besar sudah merupakan media konvergen yang dapat digunakan untuk mengakses internet, mendengarkan radio, sebagai kamera maupun video, bahkan ada beberapa di antaranya yang sudah dapat digunakan untuk menonton siaran televisi. Dari total responden yang memiliki telepon genggam termasuk di dalamnya smartphone dan tab sebanyak 58 persen mampu menggunakan telepon genggam untuk mengakses internet. Kemudian secara berturut-turut dari total responden yang memiliki komputer dan laptop, sebanyak 69 persen dan 58 persen dapat menggunakan komputer dan laptop untuk mengakses internet.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan responden diketahui bahwa pengunaan sarana teknologi informasi di kabupaten Karawang telah berlangsung sejak lama. Terdapat beberapa petani yang menyatakan telah mengenal telepon genggam sejak 17 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1998, sebagai sarana komunikasi pemesanan dan pemasaran hasil tani Hal ini yang disampaikan oleh salah satu narasumber(IR, 53 th):

“ Saya mah udah punya HP sewaktu HP baru ada mas... Waktu itu

Hpnya juga ga seperti sekarang mas, masih gede.. sama ada antenanya..Udahnya gitu harga kartunya mahal, kalau tidak salah sekitar 300-500 ribu ya..Tapi mau ga mau saya harus beli soalnya penting untuk usahatani saya.. jadi kita ga perlu lagi mas ke telepon umum atau warnet kalau mau telepon orang..

Pernyataan Bapak IR (53 tahun) menunjukkan bahwa bagi petani yang sudah maju, teknologi informasi khususnya telepon genggam memberikan peluang baru untuk memperlancar kegiatan usahatani khususnya dalam memperluas jangkauan pemasaran dan mempermudah komunikasi. Meskipun harganya cukup mahal pada saat awal kemunculan telepon genggam, namun melihat tingkat manfaatnya yang lebih tinggi, petani dengan suka rela bersedia untuk membelinya. Selanjutnya terkait dengan sarana teknologi informasi dengan jenis komputer, ada pula petani yang menyatakan telah mengenal komputer sejak awal tahun 90an yaitu lebih dari 20 tahun yang lalu sementara untuk laptop petani baru mengenalnya sekitar 2000an atau sekitar 10-15 tahun yang lalu. Pada awalnya media komputer tidak digunakan untuk mengakses informasi melainkan untuk mengerjakan pengetikan surat-surat dan sebagainya. Namun semenjak masuknya internet sekitar 10- 15 tahun yang pada saat itu juga mulai diperkenalkannya laptop, petani mulai mengaskes informasi dari kedua media tersebut, meskipun hanya sebagian kecil petani yang bisa memanfaatkannya.

Tingkat kekosmopolitan merupakan salah satu indikator aktivitas petani dalam berhubungan dengan pihak lain. Tingkat kekosmopolitan juga diartikan sebagai orientasi ke luar sistem sosial dengan hubungan interpersonal yang lebih luas ( Mulyandari 2011). Tingkat kekosmopolitan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan aktivitas responden keluar desa yang memiliki tujuan terkait dengan bidang pertanian, serta aktivitas petani dalam mencari informasi ke luar sistem sosialnya dalam satu bulan terakhir melalui berbagai media komunikasi yang dapat diakses atau tersedia di lingkungannya Hal ini telah disajikan pada Tabel. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 56 persen memiliki tingkat kekosmopolitan pada kategori rendah dengan jumlah kunjungan antara 0-3 kali, lalu sebanyak 35 persen berada pada katagori sedang dengan jumlah kunjungan 4-8 kali dan sebanyak 9 persen berada pada katagori tinggi dengan jumlah kunjungan 9-12 kali. Rata-rata responden melakukan kunjungan desa ke luar terkait aktivitas usahatani sekitar 2-3 kali dalam satu bulan dengan jumlah terkecil 0 kali dan terbanyak 12 kali. Mayoritas lokasi tujuan petani berkunjung ke luar desa adalah kios tani desa tetangga untuk berbelanja kebutuhan usaha tani seperti pestisida dan pupuk buatan. Disamping membeli keperluan usahatani, mereka kadang juga mencari informasi kepada penjual terkait aktivitas usahatani seperti dosis pupuk dan jenis pupuk yang cocok untuk mereka, Hal ini yang dijelaskan oleh salah satu responden (TT, 46 tahun):

“ Biasanya saya pergi keluar desa buat belanja keperluan tani

kira-kira ada 2 kali sebulan.. soalnya di desa saya kiosnya jarang buka, jadi susah kalo mau beli apa-apa… Tapi ada untungnya jg mas, saya bisa tahu kalo ada pupuk baru, pestisida baru,. Terus juga mas, biarpun saya petani padi kadang saya dikasih tahu sama Mang OS (penjual) jenis tanaman apa kira-kira lagi laku di pasaran, kayak sekarang lagi laku jahe merah, itu saya disuruh tanam katanya lumayan buat tambahan bisa dapet untung 1 juta sebulan, jadi sekarang saya udah mulai coba-coba tanam jahe merah di pekarangan rumah dulu, nanti kalo hasilnya bagus baru

saya lanjutin ke ladang yang lebih luas lagi mas…”

Selain berkunjung ke kios tani dari desa lain, petani juga berkunjung ke kantor-kantor pemerintah seperti BP3K dan BP4K. Tujuan petani berkunjung ke tempat tersebut sering kali karena adanya undangan untuk menghadiri pertemuan atau pelatihan dengan para penyuluh ataupun pihak yang terkait. Dari pertemuan dan pelatihan itulah para petani mendapatkan informasi yang bisa mereka manfaatkan. Lokasi lain yang menjadi tempat tujuan bagi para petani adalah gapkotan atau pun kapoktan dari desa lain. Ada beberapa di antara petani yang tergabung sebagai anggota dari dua Poktan yang berbeda, hal itu semata-mata dikarenakan keingininan dari petani untuk memperluas jaringannya.

Konsekuensi aplikasi teknologi informasi dalam pemanfaatan sumber informasi seperti LISA, dan, internet sebagai media komunikasi inovasi pertanian adalah tersedianya sarana prasarana pendukung beroperasinya aplikasi teknologi informasi baik dilihat dari infrastruktur jaringan komunikasi, sarana yang dapat dimanfaatkan untuk akses sistem informasi berbasis teknologi informasi, dan fasilitasi training untuk peningkatan kapasitas SDM dalam memanfaatkan media tersebut. Mengingat karakteristik petani yang masih banyak memanfaatkan media komunikasi konvensional meskipun sudah menggunakan teknologi informasi, maka dalam penelitian ini ketersediaan media komunikasi konvensional juga diperhatikan sebagai media untuk berbagi informasi yang diperoleh petani melalui aplikasi teknologi informasi Tabel 8. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ketersediaan media komunikasi konvensional di lokasi penelitian sudah cukup memadai dan sangat memadai baik media komunikasi melalui tatap muka (pertemuan dengan kelompok tani dan penyuluh), siaran radio, maupun siaran televisi danmedia cetak.

Tabel 8 Persentase petani berdasarkan kategori peubah faktor lingkungan di Kabupaten Karawang tahun 2015

Faktor Lingkungan Katagori Skor Persentase

Ketersediaan Infrastruktur jaringan Komunikasi

Tidak Memadai 0 - 8 32,00

Cukup Memadai 9 -16 33,00

Sangat memadai 17-24 35,00

Keterjangkauan Fasilitas training

Tidak terjangkau 0 - 1 75,00

Cukup Terjangkau 2 - 3 14,00

Sangat terjangkau 4 - 5 11,00

Program tayangan Inspirasi merupakan acara siaran televisi yang dominan dilihat oleh petani dalam hal mengakses informasi pertanian. Pada media cetak majalah trubus adalah majalah yang dominan diakses oleh responden, meskipun tidak banyak responden yang mengkases melalui media cetak. Media cetak merupakan media yang paling kurang tersedia dibandingkan dengan media konvensional lainnya. Media cetak yang dapat diakses oleh responden sebagian besar namya dari distributor sarana produksi.

Berkaitan dengan fasilitas untuk akses sistem informasi berbasis teknologi informasi termasuk ketersediaan telecenter dan warnet atau komputer berinternet,

Dokumen terkait