• Tidak ada hasil yang ditemukan

masing-masing ragam informasi pertanian mulai dari pengolahan lahan sampai pemasaran tidak didominasi oleh satu sumber informasi. Namun dari sekian sumber informasi yang terdapat dalam penelitian ini, sumber informasi yang berasal dari petani dan LISA-lah yang paling banyak mensuplai beragam informasi ke responden.

Tabel 10 Persentase responden beradasarkan akses terhadap sumber informasi dan ragam informasi di Kabupaten Karawang tahun 2015

SUMBER INFORMASI RAGAM INFORMASI a b c d e f g h LISA 78 43 61 62 75 72 41 0 Tv 33 19 12 35 22 16 9 18 Majalah 0 0 0 11 0 8 0 0 Koran 1 0 0 0 0 0 0 10 Radio 0 0 0 0 0 0 0 0 Internet 26 17 19 20 19 22 9 9 Petani 53 57 70 75 62 66 63 31 *) keterangan

a : pengolahan tanah d : penanaman g : pemanenan b : pengairan e : pemupukan h : pemasaran c : pembibitan f : pemberantasan hama & penyakit

Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas responden mengakses informasi pengolahan tanah melalui LISA dengan persentase sebesar 78 persen. Informasi terkait pengairan diakses oleh mayoritas reponden melalui sumber informasi yang berasal dari petani dengan persentase sebesar 57 persen. Informasi pembibitan diakses oleh mayoritas responden melalui sumber informasi petani dengan persentase sebesar 70 persen. Informasi penanaman dikases oleh mayoritas responden melalui sumber informasi petani dengan persentase sebesar 75 persen. Informasi pembibitan diakses oleh mayoritas responden melalui sumber informasi petani dengan persentase sebesar 70 persen. Informasi pemupukan dikases oleh mayoritas responden melalui sumber informasi LISA dengan persentase sebesar 75 persen. Informasi pemberantasan hama dan penyakit diakses oleh mayoritas responden melalui sumber informasi LISA dengan persentase sebesar 72 persen. Informasi pemanenan dikases oleh mayoritas responden melalui sumber informasi petani dengan persentase sebesar 63 persen. Informasi pemasaran diakses oleh

mayoritas responden melalui sumber informasi petani dengan persentase sebesar 31 persen.

Frekuensi Informasi

Frekuensi penggunaan media merupakan pengumpulan data khalayak tentang berapa kali (hari) seseorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali (minggu) seseorang menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan dan tengah bulanan), serta berapa kali (bulan) seseorang menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan) (Sari 2004). Frekuensi informasi dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah kali mengakses informasi pertanian dari berbagai sumber informasi dalam waktu satu bulan. Berdasarkan data pada Tabel 9 mayoritas responden berada pada katagori rendah dengan persentase sebesar 49 persen dan jumlah kali mengakses informasi sebanyak satu sampai sepuluh kali mengakses. Pada katagori sedang, persentase responden sebesar 42 persen dengan jumlah kali mengaskes sebanyak sebelas sampai 20 kali mengakses. Pada katagori tinggi persentase responden sebesar 9 persen dengan jumlah kali mengakses sebanyak 21 atau lebih dari 30 kali mengakses.

Gambar 8 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui Lisa. Berdasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui LISA, mayoritas berkisar antara nol sampai lima kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 61 persen, sedangkan persentase responden yang mengakses sebanyak enam sampai sepuluh kali sebesar 12 persen dan persentase responden yang mengakses lebih dari 11 kali sebesar 27 persen.

Banyaknya jumlah responden yang mengakses LISA dengan frekuensi 0-5 kali dikarenakan waktu penyebaran informasi yang dilakukan LISA tidak selalu tepat. Biasanya informasi yang dikirim LISA kepada para petani dilakukan pada siang hari di mana aktivitas petani pada saat itu sedang padat. Sehingga petani tidak sempat untuk membuka atau sekedar mengecek telepon genggamnya. Para petani baru mengecek telepon gennggamnya pada saat mereka sudah selesai dengan aktivitasnya. Akan tetapi informasi yang dikirim oleh LISA sudah tertutupi oleh pesan lainnya sehingga mereka tidak tahu jika ada pesan yang dikirim oleh LISA kepada mereka. Berbeda jika informasi yang dikirim LISA dilakukan pada saat mereka tidak ke sawah, di mana para petani tidak memiliki aktifitas yang memakan waktu mereka, sehingga mereka bisa tahu jika ada pesan yang dikirim LISA ke telepon genggam mereka.

27%

12% 61%

Gambar 8. Diagram frekuensi akses informasi peranian melalui LISA di Kabupaten Karawang tahun 215

Gambar 9 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui televisi. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui televisi, mayoritas berkisar antara nol sampai satu kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 54 persen. Sedangkan persentase responden yang mengakses sebanyak dua sampai tiga kali sebesar 4 persen dan persentase responden yang mengakses lebih dari empat kali sebesar 42 persen.

42% 4%

54%

Gambar 9. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui televisi di Kabupaten Karawang tahun 2015

Umumnya televisi hanya dijadikan sebagai sarana hiburan bagi para responden seperti menonton tayangan berita, infortaiment, sinetron, film dan sebagainya. Materi informasi pertanian bukan menjadi sebuah informasi yang menarik bagi masyarakat Indonesia secara umum. Hal itu ditandai dengan sedikitnya porsi materi pertanian yang disediakan oleh media-media konvensional seperti televisi dan internet. Sehingga petani kesulitan mengakses informasi dari kedua sumber informasi tersebut. Hal itu sejalan dengan pendapat Alemna dan Sam (2006) yang menyatakan bahwa media seperti internet, televisi dan radio saat ini tidak bisa

Keterangan 0-5 kali akses 6-10 kali akses ≥ 11 kali akses Keterangan ≥ 11 kali akses Keterangan 0-1 kali akses 2-3 kali akses ≥ 4 kali akses Keterangan ≥

begitu diandalkan untuk melakukan information seeking atau pencarian informasi oleh masyarakat pedesaan (petani). Hal ini dikarenakan media-media tersebut saat ini cenderung mengedepankan materi yang umumnya berupa hiburan semata.

Gambar 10 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui internet. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui internet, mayoritas berkisar antara nol sampai lima kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 88 persen. Sedangkan persentase responden yang mengakses sebanyak enam sampai sepuluh kali sebesar 8 persen dan persentase responden yang mengakses lebih dari 11 kali sebesar 4 persen. Banyaknya jumlah responden yang mengakses internet dengan frekuensi 0-5 kali dikarenakan media internet dinilai masih membingungkan bagi para responden, karena melihat tampilannya yang terlalu ramai akan informasi sehingga responden merasa sulit jika mereka mengakses informasi pertanian dari internet. Selain itu kesulitan dalam mengakses internet dikarenakan sangat umumnya responden tidak memiliki sarana dan prasarana, termasuk kemampuan membaca dan memahami Bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan untuk mengoperasikan media internet.

4% 8% 88%

Gambar 10. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui internet di Kabupaten Karawang tahun 2015

Gambar 11 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui radio. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui radio, mayoritas berkisar antara nol sampai satu kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 100 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa saat ini media radio sudah ditinggalkan oleh sebagian besar petani di Kabupaten Karawang untuk mencari informasi. Hal itu disebabkan oleh keberadaan media lain yang lebih menarik fasilitasnya dibandingkan dengan radio yang hanya menyajikan informasi berbentuk audio.

Keterangan 0-5 kali akses 6-10 kali akses ≥ 11 Keterangan ≥

0% 0%

100%

Gambar 11. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui radio di Kabupaten Karawang tahun 2015

Gambar 12 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui majalah. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui majalah, mayoritas berkisar antara nol sampai satu kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 95 persen. Sedangkan persentase persentase responden yang mengakses lebih dari empat kali sebesar lima persen dan tidak ada responden yang mengakses majalah dengan frekuensi dua sampai tiga kali dalam satu bulan.

5% 0%

95%

Gambar 12. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui majalah di Kabupaten Karawang tahun 2015

Gambar 13 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui koran. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui koran, mayoritas berkisar antara nol sampai satu kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 93 persen. Persentase responden yang mengakses dua sampai tiga kali akses sebesar 7 persen dan tidak ada responden yang mengakses majalah dengan frekuensi lebih dari empat kali akses dalam satu bulan.

Keterangan 0-1 kali akses 2-3 kali akses ≥ 4 ≥ Keterangan 0-1 kali akses 2-3 kali akses ≥ 4 Keterangan ≥

0% 7%

93%

Gambar 13. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui koran di Kabupaten Karawang tahun 2015

Banyaknya jumlah responden yang mengakses majalah dengan frekuensi 0-1 kali dikarenakan media cetak dalam hal ini majalah dinilai tidak efisien dalam hal biaya. Responden beranggapan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli majalah pertanian tidak sedikit bahkan ada yang mengatakan di atas sepuluh ribu rupiah, jumlah yang bagi mereka cukup besar. Hal lain yang menjadi kendala reponden dalam mengakses informasi melalui media cetak adalah sedikitnya masyarakat yang mau menjual media cetak seperti majalah dan koran, kalaupun ada, hanya bisa dijumpai di lokasi-lokasi tertentu dan itu pun jauh dari pemukiman responden. Selain itu, kemampuan dan kemauan membaca yang rendah menyebabkan sedikitnya responden yang mengakses melalui media cetak. Pendidikan responden yang umumnya tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sangat mempengaruhi kapasitas responden untuk membaca, khususnya bagi responden buta huruf.

15%

27% 58%

Gambar 14. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui sesama petani di Kabupaten Karawang tahun 2015

Keterangan 0-10 kali akses 11-20 kali akses ≥ 21 ≥ Keterangan 0-1 kali akses 2-3 kali akses ≥ 4 Keterangan ≥

Gambar 14 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui petani lain. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui sesama petani, mayoritas berkisar antara nol sampai 10 kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 58 persen. Sedangkan persentase responden yang mengakses sebanyak 11 sampai 20 kali sebesar 27 persen dan persentase responden yang mengakses lebih dari 21 kali sebesar 15 persen.

Data tersebut menunjukkan bahwa akses informasi pertanian melalui sesama petani merupakan pilihan yang utama. Bisa dikatakan bahwa frekuensi mayoritas responden mengakses informasi melalui petani lain sekitar tiga hari sekali, frekuensi yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber-sumber informasi yang lain. Hal ini dikarenakan karena secara fisik maupun sosial, para petani memiliki kedekatan tempat tinggal dengan petani lainnya. Interaksi dan komunikasi sesama petani sering terjadi di lingkungan tempat tinggal dan ladangnya saat mereka mengerjakan sawahnya baik secara formal maupun nonformal. Selain itu, responden menilai informasi yang diperoleh dari petani lain sebagai informasi yang berkualitas, karena lebih jelas atau tidak bias, relevan, dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan responden. Responden dapat bertanya dan melihat secara langsung, ketika ada hal-hal yang belum dipahami. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rogers (2003) bahwa komunikasi yang demikian (tatap muka) dinilai efektif untuk suatu sifat pesan tertentu, tetapi tidak bagi pesan yang lain karena komunikator dapat melihat secara langsung tanggapan dari komunikan, berupa kata-kata, gerak- gerik, ekspresi wajah, sehingga komunikator dapat segera mengambil langkah- langkah lebih lanjut.

14%

8% 78%

Gambar 15. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui penyuluh pertanian di Kabupaten Karawang tahun 2015

Gambar 15 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui penyuluh pertanian. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui penyuluh pertanian, mayoritas berkisar antara nol sampai satu kali dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 78 persen. Sedangkan persentase responden yang mengakses sebanyak dua sampai tiga kali sebesar delapan persen dan persentase responden yang mengakses lebih dari empat

Keterangan 0-1 kali akses 2-3 kali akses ≥ 4 Keterangan ≥

kali sebesar 14 persen. Banyaknya jumlah responden yang mengakses informasi melalui penyuluh dengan frekuensi 0-1 kali dikarenakan penyuluh hanya dapat dijumpai pada waktu-waktu tertentu. Hal ini dimungkinkan karena jumlah PPL di lokasi penelitian tidak mencukupi, ada beberapa PPL yang bertugas untuk dua sampai tiga desa sekaligus. Selain itu beberapa PPL mengatakan saat ini mereka kesulitan untuk mengunjungi petani dikarenakan tuntutan laporan-laporan yang harus diselesaikan setiap minggu dan diberikan tepat waktu kepada Babinsa, hal tersebut dinilai berat bagi PPL.

16%

3% 81%

Gambar 16. Diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui kelompok tani di Kabupaten Karawang tahun 2015

Gambar 16 menunjukkan diagram frekuensi akses informasi pertanian melalui kelompok tani. Beradasarkan data pada diagram tersebut, frekuensi akses informasi pertanian responden melalui kelompok tani, mayoritas berkisar antara nol sampai lima satu dalam waktu satu bulan dengan persentase sebesar 81 persen. Sedangkan persentase responden yang mengakses sebanyak dua sampai tiga kali sebesar 12 persen dan persentase responden yang mengakses lebih dari empat kali sebesar 16 persen. Banyaknya jumlah responden yang mengakses informasi melalui Poktan dengan frekuensi 0-1 kali dikarenakan sangat jarang sekali ditemui ada poktan/gapoktan yang mengadakan kegiatan rutin bersama dengan para anggotanya masing-masing, kalaupun ada hanya sebagian kecil anggota yang hadir tidak lebih dari sepuluh orang termasuk di dalamnya pengurus poktan/gapoktan. Bisanya kegiatan yang diadakan poktan/gapoktan dibarengi dengan kehadiran PPL atau pihak- pihak tertentu yang ingin mengadakan pertemuan.

Hubungan antara Karakteristik Individu Petani dengan Aksesibilitas Informasi Petani

Karakteristik individu dalam penelitian ini terdiri dari umur, tingkat pendidikan formal, status kepemilikan lahan, luas lahan yang diusahakan, tingkat kepemilikan media TI, dan tingkat kekosmopolitan. Hipotesis pertama penelitian ini adalah karakteristik individu petani berhubungan nyata dengan tingkat aksesibilitas

Keterangan 0-1 kali akses 2-3 kali akses ≥ 4 Keterangan ≥

informasi. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara kedua peubah tersebut, dilakukan pengujian statistik dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (rs) dengan dengan program SPSS 20.0 for windows.

Terdapat beberapa peubah karakteristik individu berhubungan dengan peubah tingkat aksesibilitas informasi. Adapun peubah karakteristik individu petani yang memiliki hubungan nyata dengan peubah tingkat aksesibilitas informasi yaitu: (1) peubah umur yang berhubungan negatif dengan peubah sumber informasi dan frekuensi informasi; (2) peubah tingkat pendidikan yang berhubungan positif dengan peubah sumber informasi dan ragam informasi; (3) peubah luas lahan yang diusahakan petani berhubungan positif terhadap peubah jumlah sumber informasi, jumlah ragam informasi dan frekuensi informasi; (4) peubah tingkat kepemilikan media teknologi informasi yang berhubungan positif dengan jumlah ragam informasi. Penjelasan lebih lengkap dan nilai koefisien korelasi Rank Spearman disajikan pada Tabel 11.

Berdasarkan data pada Tabel 11 diketahui terdapat hubungan nyata antara peubah umur dengan frekuensi informasi, tetapi hubungan yang negatif dengan nilai korelasi Rank Spearman -0,233. Nilai korelasi tersebut menunjukkan semakin bertambah umur petani, maka akan berkurang frekuensi akses informasi yang dilakukan oleh petani. Sebaliknya, semakin muda umur petani, maka frekuensi akses informasi akan semakin meningkat.

Tabel 11 Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah karakteristik individu dengan peubah tingkat aksesibilitas informasi di Kabupaten Karawang tahun 2015 Karakteristik

Individu

Tingkat aksesibilitas informasi

Sumber informasi Ragam informasi Frekuensi informasi

r Sig r Sig r Sig

Umur -.162 * .018 .027 .790 -.233 * .020 Pendidikan formal .284 * .034 .058 * .026 .132 .191 Status lahan .085 .400 .001 .990 -.175 .082 Luas lahan diusahakan .655 ** .003 .011 ** .009 .627 * .001 TK. Media TI .024 .810 .119 * .037 .062 .540 Kekosmopolitan .252 .111 -.012 .910 .104 .303

Keterangan *Terdapat hubungan nyata pada α < 0,05

**Terdapat hubungan sangat nyata pada α < 0,01

Hal tersebut dikarenakan umumnya petani yang berumur usia lanjut, memiliki kondisi fisik yang tidak sekuat petani yang berumur masih muda atau sedang, umumnya petani usia lanjut mengalami kelelahan sepulang bekerja dari ading. Sehingga, waktu luang digunakan untuk istirahat dan beribadah. Hal ini dijelaskan oleh salah seorang responden (HS, 60 tahun) yang termasuk kategori pada umur tua:

“ …kalau umur saya masih muda mungkin masih saya masih rajin mencari informasi tani lewat tv,radio dll. Tapi karena saya sudah tua paling kalau mau cari informasi Cuma dari LISA sama teman- teman petani. Biasanya saya kalau sudah selesai kerja di ading,

langsung pulang ke rumah untuk mandi, istirahat dan sholat, tidak ada waktu nonton televise lama-lama, apalagi mendengarkan radio. Lebih baik mengaji atau sembahyang ke mesjid. Sudah tua lebih baik banyak ibadah untuk tabungan ke akhirat…”

Selain itu, petani yang memiliki usia lanjut cenderung kurang aktif mencari informasi terbaru dan lebih banyak melakukan hal-hal yang rutin saja. Hal ini sejalan dengan penelitian Tamba (2007) bahwa semakin tua (lebih dari 50 tahun) seseorang biasanya semakin lamban berfikir dan menerima informasi sehingga cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan usahatani yang rutin tanpa memikirkan rencana pengembangannya.

Peubah lain yang memiliki hubungan negatif dengan umur adalah sumber informasi dengan nilai korelasi sebesar -0,018. Adanya hubungan yang negatif antara umur dengan jumlah sumber informasi dapat dipahami karena sumber informasi yang dijumpai oleh responden tidak hanya sumber informasi berupa media interpersonal, akan tetapi ada sumber informasi lain berupa media cetak dan elektronik. Akses terhadap kedua media ini membutuhkan tingkat kerumitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan media interpersonal karena setidaknya responden harus dapat membaca dan memahami perintah yang ada, sementara responden yang berusia tua cenderung memiliki kemampuan baca yang kurang karena keterbatasan fisik dan tingkat pendidikan yang rendah sehingga tidak terlalu paham dengan kalimat-kalimat yang terdapat pada media-media tersebut. Kondisi ini menyebabkan petani golongan usia tua cenderung memanfaaatkan sumber informasi yang lebih mudah diakses. Hal ini yang disampaikan oleh salah satu responden (BD, 64 tahun) yang termasuk dalam golongan usia tua:

“ … kalau mau tanya-tanya masalah tani, paling saya nanya ke teman.. saya jarang sekali mendapatkan informasi dari yang lain.. untuk nonton tv saja mata saya sudah tidak awas (jelas) lagi, apa lagi disuruh baca sms dari LISA, biasanya kalau ada sms dari LISA saya minta tolong anak atau cucu saya untuk membacakan apa sms nya, kalau saya sendiri mah sudah tidak bisa lagi…”

Pernyataan bapak BD dapat diperoleh sebuah makna bahwa responden dari kelompok usia lebih muda memiliki perilaku yang lebih positif terhadap pemanfaatan teknologi dibandingkan dengan responden yang usianya lebih tua. Lebih lanjut Tabel 11 juga menunjukkan hubungan antara peubah tingkat pendidikan dengan aksesibilitas informasi. Berdasarkan data pada Tabel 11 diketahui bahwa terdapat hubungan sangat nyata antara peubah pendidikan dengan sumber informasi dan ragam informasi dengan masing-masing nilai korelasi Rank Spearman sebesar 0,284 dan 0,058. Nilai korelasi tersebut menunjukkan semakin tinggi pendidikan petani memiliki korelasi nyata dengan meningkatnya jumlah sumber informasi dan ragam informasi. Hal ini dikarenakan pendidikan yang dimiliki oleh petani dapat memudahkan petani untuk membaca dan memahami berbagai informasi yang ada di sumber informasi. Ketika petani mampu mengakses infomasi dari berbagai macam

sumber maka tingkat keragaman informasi yang diperoleh petani juga akan meningkat. Soekartawi (2005) menjelaskan bahwa petani yang berpendidikan tinggi cenderung lebih cepat dalam melakukan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya petani yang berpendidikan rendah agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Dalam penelitian ini, adopsi inovasi yang dimaksud adalah berbagai informasi mengenai pertanian.Warren et al (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di antaranya adalah umur, pendidikan, dan luas penguasaan lahan.

Peubah karakteristik lain yang memiliki hubungan nyata dalam penelitian ini adalah luas lahan yang diusahakan petani. Berdasarkan data pada Tabel 11 peubah luas lahan yang diusahakan petani memiliki hubungan nyata dengan jumlah sumber informasi, jumlah ragam infomasi dan frekuensi akses informasi dengan masing- masing nilai sebesar 0.655; 0.011 dan 0.627. Nilai korelasi tersebut menunjukkan semakin besar luas lahan yang diusahakan, maka akan semakin meningkat jumlah sumber informasi, ragam informasi yang diakses dan frekuensi akses informasi responden. Sebaliknya, semakin sempit luas lahan yang diusahakan, maka jumlah sumber dan ragam informasi dan frekuensi akses informasi petani semakin berkurang.

Fakta ini menunjukkan semakin luas lahan yang diusahakan, semakin banyak jumlah komoditas yang diusahakan, dan akan semakin kompleks proses usahatani yang dijalani sehingga membutuhkan sarana teknologi informasi untuk membantu kegiatan usahatani baik untuk komunikasi dalam pengaturan kegiatan usahatani maupun untuk pemasaran dan komunikasi dengan pihak-pihak yang terkait utamanya dengan pedagang. Disamping itu, responden yang memiliki lahan lebih luas adalah salah satu indikator bahwa responden tersebut memiliki status ekonomi yang lebih tinggi (Tamba 2007). Status ekonomi yang tinggi dapat memungkinkan untuk membeli sarana teknologi informasi yang berkualitas. Dengan begitu, responden akan semakin mudah dalam mengakses informasi untuk kegiatan usaha taninya. Hal ini diungkapkan oleh bapak MA 42 tahun, salah satu responden yang memiliki tanah yang cukup luas.

“ … lahan yang saya garap ada sekitar 2,5 hektar, karena lahan yang luas ini mau tidak mau saya harus sungguh-sungguh memanfaatkannya, kalau tidak bisa-bisa saya rugi besar.. makanya saya sering bertanya ke teman-teman petani, penyuluh kalau saya punya masalah selama masih masa tanam, seperti masalah hama, pupuk macam-macam pokoknya mas.. apalagi sekarang ada LISA sama internet, tapi saya kan harus punya handphone yang bisa internetan kalau mau menggunakannya.. Alhamdulillah saya sekarang sudah punya, jadinya saya semakin mudah dapet ilmu mas.. ”

Peubah karakteristik lain yang memiliki hubungan nyata dalam penelitian ini adalah tingkat kepemilikan media teknologi informasi. Hal ini yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, tingkat kepemilikan media teknologi informasi adalah kepemilikan media atau peralatan yang dipergunakan untuk menunjang proses

pengaksesan informasi. Contoh media teknologi informasi dalam penelitian ini yaitu media yang mampu digunakan untuk mengakses internet seperti komputer, laptop, telepon genggam dan sebagainya. Berdasarkan data pada Tabel 11 peubah tingkat

Dokumen terkait