• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aksesibilitas Informasi Dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa Di Kabupaten Karawang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aksesibilitas Informasi Dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa Di Kabupaten Karawang."

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

AKSESIBILITAS INFORMASI DAN KESENJANGAN

PENGETAHUAN PETANI KASUS PROGRAM LAYANAN

INFORMASI DESA DI KABUPATEN KARAWANG JAWA

BARAT

DIADJI KUNTORO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aksesibilitas Informasi dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa di Kabupaten Karawang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

(4)

RINGKASAN

DIADJI KUNTORO. Aksesibilitas Informasi dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program Layanan Informasi Desa di Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan DWI SADONO.

Peranan informasi dalam sektor pertanian sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan produktivitas usahatani. Akan tetapi masalah yang sering dihadapi oleh para pelaku usahatani di Indonesia adalah tidak meratanya informasi yang diperoleh oleh para pelaku usahatani. Sebagian golongan petani mampu mengakses informasi dalam jumlah yang besar (rich information), namun sebagian lain hanya mampu mengakses informasi dalam jumlah yang sedikit (poor information). Keberadaan kedua golongan itu dapat mendorong munculnya sebuah fenomena sosial yang dinamakan kesenjangan pengetahuan. Berangkat dari permasalahan tersebut, dibentuklah sebuah program yang bernama Layanan Informasi Desa (LISA) yakni program penyedia informasi pertanian yang berbasis pesan singkat atau sms, tujuannya adalah untuk memudahkan semua golongan petani dalam mengakses informasi pertanian. Kemudahan akses terhadap informasi adalah kunci dalam peningkatan pengetahuan. Dengan kata lain jika seseorang yang memiliki informasi yang memadai maka hal itu akan berdampak kepada tingkat pengetahuannya.

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan karaktersitik individu, aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani di Kabupaten Karawang; (2) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten Karawang; (3) menganalisis hubungan antara faktor lingkungan petani dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten Karawang (4) menganalisis hubungan antara aksesibilitas informasi dengan tingkat pengetahuan petani dan (5) menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan pengetahuan antara petani.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karawang yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Karawang merupakan salah satu lokasi di mana program Layanan informasi desa (LISA) diterapkan. Jumlah responden 100 orang petani pengguna LISA. Data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian kuesioner kemudian dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Rank Speaman dan uji t-test menggunakan SPSS 20. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan nyata dan positif antara karakteristik individu petani (pendidikan, luas lahan, dan kepemilikan media TI) dengan aksesibilitas informasi. Sama halnya dengan faktor lingkungan (ketersediaan infrastruktur) menunjukkan hubungan yang nyata dengan aksesibilitas informasi. Sementara itu aksesibilitas informasi (sumber informasi, ragam informasi dan frekuensi informasi) berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan petani. Hasil lain yang diperoleh adalah terdapat kesenjangan pengetahuan antara petani yang berlahan luas dan yang berlahan sempit.

(5)

SUMMARY

DIADJI KUNTORO. Information Accessibility and Farmers Knowledge Gap Case Layanan Informasi Desa Program at District of Karawang. Supervised by DJUARA P LUBIS and DWI SADONO.

The role of information in the agricultural sector is indispensable to achieve success farm productivity. However the problem often faced by the perpetrators of farming in Indonesia is uneven information obtained by the perpetrators of farming. Most of the farmers groups are able to access large amounts of information (rich information), however in the other side there are only able to access the information in very small amounts (poor information). The existence of both groups could encourage the emergence of a social phenomenon called knowledge gap. Based on these problems, established a program called Rural Information Services (LISA). The provider of information agriculture program that based on short messages or sms. The purpose of the establishment of LISA is to facilitated all categories of farmers to access agricultural information. Ease of access to information is key in increasing knowledge. In other words, if a person who has sufficient information it would have an impact on the level of knowledge.

The purposes of the study were (1) to describe the individual characteristics of the farmers, the accessibility of information and the level of knowledge (2) to analyze the relationship between individual characteristics to the accessibility of information farmers (3) to analyze the relationship between external factors of farmers to the accessibility of information farmers and (4) to analyzed the relationship between the accessibility of information farmers with the level of knowledge (5) to analyzed the factors that cause the knowledge gap.

This study was carried out in District of Karawang which was decided purposively considering that Karawang is one of the locations where the program information service village (LISA) is applied. Number of respondents were 100 farmers LISA users. The data was collected using a questionnaire as research instrument and then analyzed using by Rank Spearman correlation test and t-test using SPSS 20. The results show there was a real and positive relationship between individual characteristics of farmers (education, land area, and ownership of IT media) with the accessibility of information. Similarly, environmental factors (infrastructure) shows a real relationship with the accessibility of information. While the accessibility of information (sources of information, type of information and frequency of information) associated significantly with the level of knowledge of farmers. Another result obtained is a gap of knowledge between farmers large plots of land and the small plots of land.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

AKSESIBILITAS INFORMASI DAN KESENJANGAN

PENGETAHUAN PETANI KASUS PROGRAM LAYANAN

INFORMASI DESA DI KABUPATEN KARAWANG JAWA

BARAT

DIADJI KUNTORO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Aksesibilitas Informasi dan Kesenjangan Pengetahuan Petani Kasus Program LISA di Kabupaten Karawang Jawa Barat. Shalawat serta salam juga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyelesaian program magister di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir Djuara P Lubis, MS dan Dr Ir Dwi Sadono, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala arahan, saran, dan bimbingannya. Tidak lupa penulis sampaikan penghargaan kepada Bapak Andi Ikhwan (Mercy Corp Indonesia) atas bantuan materi dan non materi yang diberikan sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar, Bapak Latif (8villages) atas dukungan dan bantuannnya selama peneliti di lapang, Penyuluh pertanian di Kecamatan Pedes ( Bapak Encum dan Bapak Ramdani), Kecamatan Jatisari (Neng Pipit), Kecamatan pangkalan (Kang Ace) atas bantuan dan fasilitasnya selama penulis melaksanakan penelitian, dan kepada Bapak Tatang dan Bapak Misna selaku Petani yang mendampingi peneliti selama di lapang.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Ibu Azizah, Ayah Sunaryono, Kakak Ardian Prihadi, atas seluruh

do’a, dukungan, serta kesabarannya membantu penulis selama pendidikan di IPB. Ucapan syukur dan rasa terimakasih juga mengalir pada teman satu bimbingan Mr Haris Tri Wibowo dan Afnida atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya selama ini. Selanjutnya kepada sahabat-sahabat dan rekan-rakan dari Green Tv IPB, teman-teman KMP 2013 dan Febri Palupi Muslikhah

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan penulis sendiri khususnya.

Bogor, Mei 2016

(13)
(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Komunikasi dan Informasi 5

Informasi dalam Dunia Pertanian 9

Aksesibilitas Informasi dalam Dunia Pertanian 10

Karakteristik Individu Petani 13

Faktor Lingkungan 14

Pengetahuan 15

Kesenjangan Pengetahuan 16

Layanan informasi Desa (LISA) 18

Penelitian Terdahulu 21

Kerangka Pemikiran 27

Hipotesis Penelitian 28

3 METODE 29 Desain Penelitian 29 Lokasi dan Waktu 29 Populasi dan Sampel 29

Data dan Instrumentasi Penelitian 30

Teknik Pengumpulan Data 31 Definisi Operasional 31 Validitas dan Reliabilitas 35 Analisis dan Pengolahan Data 37 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38 Gambaran Umum LISA 39 Karakteristik Individu Petani 41

Faktor Lingkungan 46

Aksesibilitas Informasi 47 Hubungan Antara Karakteristik Individu Petani dengan Aksesibilitas

Informasi Petani 62

Hubungan Antara Faktor Lingkungan dengan Aksesibilitas Informasi

Petani 66

(15)

Hubungan Antara Aksebiltas Informasi dengan Tingkat Pengetahuan

Petani 70

Kesenjangan Pengetahuan Petani 72

Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani

Berdasarkan Luas Lahan yang diusahakan 73

Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani

Berdasarkan Tingkat Pendidikan 76

Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani

Berdasarkan Umur 79

Perbedaan Aksesibilitas Informasi dan Tingkat Pengetahuan Petani

Berdasarkan Kepemilikan Media teknologi Informasi 82

5 KESIMPULAN DAN SARAN 85

Kesimpulan 85

Saran 86

DAFTAR PUSTAKA 87

LAMPIRAN 91

(16)

DAFTAR TABEL

1 Definisi operasional dan parameter karakteristik individu petani 32 2 Definisi operasional dan parameter faktor lingkungan 33 3 Definisi operasional dan parameter aksesibilitas informasi petani 34 4 Definisi operasional dan parameter tingkat pengetahuan petani 35 5 Luas wilayah dan luas lahan pada empat kecamatan lokasi penelitian

di Kabupaten Karawang Tahun 2014 38

6 Jumlah penduduk pada empat kecamatan lokasi penelitian di

Kabupaten Karawang berdasarkan jenis kelamin tahun 2014 38 7 Persentase responden berdasarkan katagori peubah karakteristik

individu di Kabupaten Karawang tahun 2015 43 8 Persentase responden berdasarkan katagori peubah aktor lingkungan

di Kabupaten Karawang tahun 2015 46

9 Persentase responden berdasarkan katagori peubah aksesibilitas

informasi di Kabupaten Karawang tahun 2015 48

10 Persentase responden berdasarkan akses terhadap sumber informasi dan ragam informasi di Kabupaten Karawang tahun 2015 56 11 Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah karakteristik individu

dengan peubah tingkat aksesibilitas informasi di Kabupaten

Karawang tahun 2015 63

12 Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah aktor lingkungan dengan peubah tingkat aksesibilitas informasi di Kabupaten Karawang tahun

2015 67

13 Persentase responden berdasarkan peubah tingkat pengetahuan di

Kabupaten Karawang tahun 2015 68

14 Persentase tingkat pengetahuan responden berdasarkan materi

informasi pertanian di Kabupaten Karawang tahun 2015 69 15 Nilai koefisien (r) hubungan antara peubah tingkat aksesibilitas

informasi dengan peubah tingkat pengetahuan di Kabupaten

Karawang tahun 2015 71

16 Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani

berdasarkan luas lahan yang dikuasai dan hasil uji beda antar katagori

luas lahan 73

17 Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani

berdasarkan tingkat pendidikan dan hasil uji beda antar katagori

tingkat pendidikan 77

18 Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani

berdasarkan umur dan hasil uji beda antar katagori umur 80 19 Distribusi aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan petani

(17)

DAFTAR GAMBAR

1 Proses komunikasi dalam penyuluhan 6

2 Layanan grup indosat pengguna LISA 19

3 Peran LISA dalam usaha tani 21

4 Kerangka pemikiran aksesibilitas informasi dan tingkat

pengetahuan petani. 28

5 Alur layanan Informasi Desa (LISA) 41

6 Diagram sumber informasi utama yang diakses oleh responden

di Kabupaten Karawang tahun 2015 49

7 Diagram ragam informasi yang diakses oleh responden di

Kabupaten Karawang tahun 2015 57

8 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui LISA di

Kabupaten Karawang tahun 2015 57

9 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui televisi di

Kabupaten Karawang tahun 2015 58

10 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui internet di

Kabupaten Karawang tahun 2015 59

11 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui radio di

Kabupaten Karawang tahun 2015 59

12 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui majalah di

Kabupaten Karawang tahun 2015i. 60

13 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui koran di

Kabupaten Karawang tahun 2015 60

14 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui petani lain di

Kabupaten Karawang tahun 2015 61

15 Diagran frekuensi akses informasi pertanian melalui penyuluh di

Kabupaten Karawang tahun 2015 62

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sketsa lokasi Kabupaten Karawang 91

2 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumentasi 92 3 Hasil uji korelasi karakteristik individu petani dengan aksesibilitas

informasi petani 95

4 Hasil uji korelasi faktor lingkungan dengan aksesibilitas informasi

petani pengetahuan petani. 95

5 Hasil uji korelasi aksesibilitas informasi petani dengan tingkat

pengetahuan petani 96

6 Hasil uji t perbedaan aksesibilitas informasi dan tingkat

(18)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Informasi telah menjadi suatu kebutuhan dasar bagi manusia. Informasi menjadi perangkat dasar yang digunakan seseorang untuk mengetahui segala sesuatu dalam hal pengembangan potensi dirinya dalam segala aspek kehidupan. Kuswandi (1996) mengatakan bahwa informasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial untuk mencapai tujuan. Melalui informasi manusia dapat mengetahui peristiwa yang terjadi disekitarnya memperluas cakrawala pengetahuannya, sekaligus memahami kedudukan serta peranannya dalam masyarakat. Tidak heran jika saat ini informasi dapat digolongkan sebagai salah satu jenis sumber daya atau komoditas yang patut dimiliki oleh setiap individu (Severind dan Tankard 2008).

Undang-undang Republik Indonesia pasal 28 F UUD 45 menegaskan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Retnowati, 2012)

Informasi memiliki peranan dalam pembangunan, khususnya dalam hal pemerataan. Pembangunan yang ideal hanya dimungkinkan apabila dilakukan seiring dengan pemerataan informasi. Upaya pemerataan apapun, apabila tidak disertai dengan pemerataan informasi, justru akan mencapai hasil sebaliknya yang tidak diinginkan (Dahlan 1997). Ketiadaan informasi akan berdampak negatif pada proses pembangunan, informasi masih sering tidak dianggap penting seperti sumberdaya lainnya, karena perencana pembangunan ada kalanya belum mengakui peran informasi sebagai sumberdaya yang mendasar dan juga belum menyadari nilai potensialnya (Meyer 2005).

Pada sektor pertanian, peran informasi sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan produktivitas usahatani. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pelaku usahatani di Indonesia adalah tidak meratanya akses informasi oleh setiap golongan petani. Minimnya informasi pasar dan informasi teknologi pertanian tepat guna merupakan beberapa contoh informasi yang masih sulit tersedia (Mulyandari dan Ananto 2005). Ironisnya, begitu banyak hasil penelitian bidang pertanian yang telah dilahirkan, namun kebanyakan hasil penelitian tersebut masih belum bisa dirasakan manfaatnya oleh petani yang merupakan pihak yang seharusnya menjadi target utama (Mulyandari dan Ananto 2005).

(19)

informasi pertanian dengan mudah. LISA menyediakan akses informasi tentang hasil panen dan cuaca bagi para petani. Fasilitas tersebut ditujukan untuk memudahkan para petani dalam memperoleh hasil panen secara maksimal dan meminimalisir kerugian yang dapat terjadi. Mereka juga dapat menggunakan telepon genggam mereka untuk mengirimkan berbagai pertanyaan mengenai info pertanian dan berkomunikasi secara langsung dengan para ahli. Tips pertanian harian, informasi pembelian peralatan secara terjangkau, dan akses untuk harga pasar secara real-time juga merupakan beberapa fasilitas yang diberikan dari program ini.

Selama ini program penyedia informasi pertanian yang berbasis media TI selalu dijadikan ujung tombak atau senjata pamungkas oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan akses informasi petani. Ironisnya, masih banyak di antara petani yang masih belum mampu memanfaatkan atau bahkan memahami media tersebut (Mulyandari 2011). Kondisi itu dikhawatirkan dapat memicu permasalahan baru yang lebih kompleks. Kekhawatiran seperti ini sebenarnya sudah muncul sejak lama, di mana ketika ada fasilitas penyalur informasi (media) masuk ke dalam suatu sistem sosial maka hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang mampu mengakses informasi tersebut sementara kalangan lainnya tidak. Tichenor dalam Rogers (1976) menyatakan bahwa ketika arus informasi media masa masuk ke suatu sistem sosial meningkat, kelompok penduduk dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi cenderung menerima informasi secara lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang berstatus lebih rendah, karena itulah kesenjangan pengetahuan antara kelompok-kelompok tersebut cenderung bertambah dari pada berkurang. Artinya keberadaan media penyedia informasi hanya akan memperlebar kesenjangan yang ada bukan mempersempitnya, padahal tujuan dari dibentuknya media penyedia informasi adalah untuk mempersempit atau menghilangkan kesenjangan yang ada.

Kondisi tersebut dikhawatirkan akan menciptakan sebuah situasi di mana terdapat sejumlah petani yang mampu mengakses dan memanfaatkan informasi dalam jumlah yang banyak (rich information) namun di sisi lain terdapat juga sejumlah petani yang hanya mampu mengakses dan memanfaatkan informasi dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak sama sekali (poor information). Keadaan tersebut mendorong munculnya sebuah fenomena yang dinamakan sebagai knowledge gap atau kesenjangan pengetahuan (Tichenor dalam Rogers 1976). Kemudahan akses terhadap informasi adalah kunci dalam peningkatan pengetahuan. Slamet (2003) menyatakan informasi adalah bahan mentah untuk menjadi pengetahuan karena pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu berasal dari proses pengolahan informasi-informasi yang diperoleh sebelumnya. Dengan kata lain jika akses informasi dari seorang individu tergolong baik maka hal itu akan berdampak kepada peningkatan pengetahuannya.

(20)

informasi yang sebenarnya diperuntukkan untuk umum yang pada akhirnya akan menyebabkan ketidakmerataan tingkat pengetahuan.

Selama ini, penelitian terkait informasi jarang sekali mengkaji fenomena kesenjangan pengetahuan yang diakibatkan oleh masuknya media informasi ke dalam suatu sistem sosial Hal ini yang diungkapkan oleh Tichenor (Rogers 1976). Sebagian besar hanya mengkaji aspek penggunaan dan pemanfaatan informasi, perilaku pencarian informasi, kebutuhan informasi dan efektivitas penyebaran informasi. Seperti penelitian Servaes (2007) mengkaji tentang bagaimana pengaruh akses informasi terhadap kesejahteraan masyarakat dan Hapsari (2012) mengkaji tingkat pemanfaatan informasi usahatani oleh petani sayuran. Selanjutnya penelitian Ihsaniyati (2010) mengkaji tentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi petani gurem dan penelitian Tamba (2007) mengkaji tentang kebutuhan informasi pertanian dan aksesnya bagi petani sayuran. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mulyandari (2011) yang mengkaji mengenai efektivitas penyebaran dan pemanfaatan informasi melalui media cyber extention. Berdasarkan hal tersebut penelitian mengenai aksesibilitas infomasi dan kesenjangan pengetahuan petani perlu dilakukan agar studi terkait informasi komunikasi dapat ditelaah dari sisi yang lain, sehingga pada akhirnya studi informasi komunikasi menjadi semakin beragam.

Perumusan Masalah

Petani selalu dianggap sebagai kelompok yang sulit berubah, takut mengambil resiko, dan hanya berorientasi pada kuantitas produksi. Dalam banyak segi, situasi tersebut sangat tidak menguntungkan petani karena komoditas yang ditanam cenderung homogen dan tidak mengindahkan sinyal pasar. Hal itu wajar, karena mayoritas petani di Indonesia adalah petani kecil yang selalu terkendala dengan masalah biaya produksi yang tinggi dan hasil penjualan yang tidak menguntungkan. Oleh karenanya mereka sangat berhati-hati atau bahkan cenderung tidak berani dalam mengambil keputusan. Akibatnya harga cenderung tertekan (rendah) dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar (Mulyandari dan Ananto 2005). Namun demikian, faktor lain penyebab petani enggan melakukan perubahan adalah ketidakmerataan akses informasi pertanian, padahal informasi sangat penting untuk dijadikah bahan pertimbangan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan bagi petani terkait aktifitas usahatani mereka.

Para ahli telah menaruh perhatian perihal masalah ini yakni ketika arus informasi media masa masuk ke suatu sistem sosial meningkat, kelompok penduduk dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi cenderung menerima informasi secara lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang berstatus lebih rendah. Artinya ketidakmerataan informasi sangat terlihat jelas didalamnya. Petani yang sebelumnya telah memiliki modal (materi atau non-materi) memiliki kesempatan yang lebih besar dalam mengakses informasi dibandingkan petani yang tidak memiliki cukup modal materi dan non-materi. Oleh sebab itu berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

(21)

2) Bagaimana hubungan antara karakteristik individu petani dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten Karawang?

3) Bagaimana hubungan antara faktor lingkungan dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten Karawang?

4) Bagaimana hubungan antara aksesibilitas informasi petani dengan tingkat pengetahuan petani di Kabupaten Karawang?

5) Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pengetahuan di antara petani?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan paparan pada perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1) Mendeskripsikan karaktersitik individu petani, faktor lingkungan, aksesibilitas informasi petani dan tingkat pengetahuan petani di Kabupaten Karawang.

2) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten Karawang.

3) Menganalisis hubungan antara faktor lingkungan dengan aksesibilitas informasi petani di Kabupaten Karawang.

4) Menganalisis hubungan antara aksesibilitas informasi dengan tingkat pengetahuan.

5) Menganalisis faktor penyebab terjadinya kesenjangan pengetahuan

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan berguna dan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Penelitian ini untuk memperoleh gambaran umum mengenai aksesibilitas informasi dan kesenjangan pengetahuan oleh petani. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha pembentukan program penyediaan informasi

2) Pengembangan dan pengayaan kajian dalam studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

3) Referensi untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan aksesibilitas informasi dan kesenjangan pengetahuan khususnya pada petani.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Komunikasi dan Informasi

Lionberger et al (1982), menyatakan proses komunikasi adalah proses pembentukan nilai-nilai baru sehingga komunikasi pembangunan pada hakekatnya

merupakan penyebaran dari “nilai-nilai sosial” dan “nilai-nilai kesejahteraan” baru, baik menyangkut aspek-aspek kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan) maupun afektif (mental, sikap). Mulyana (2005) mengkategorikan definisi komunikasi dalam tiga konseptual, yaitu: komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, komunikasi sebagai transaksi. Komunikasi sebagai tindakan satu arah. adalah suatu pemahaman komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatapmuka, namun tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi publik (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab. Pemahaman komunikasi dalam konsep ini, sebagai definisi berorientasi-sumber. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.

Fledler (2007) menjelaskan komunikasi sebagai interaksi. Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya. Mulyana (2005) menjelaskan komunikasi sebagai transaksi. Pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis yang secara sinambungan mengubah phak-pihak yang berkomunikasi. Berdasarkan pandangan ini, maka orang-orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal dan atau pesan nonverbal

Proses komunikasi oleh Schramm diartikan sebagai proses penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih, di mana semua pihak saling berganti peran sebagai pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling pemahaman atas pesan yang disampaikan oleh semua pihak (Mardikanto 2010), seperti disajikan pada Gambar 1.

(23)

latihan tertentu sehingga akan diikuti oleh perubahan perilaku. Pesan yang berupa persuasif dan entertainment akan mempengaruhi sikap seseorang, berarti terjadi perubahan perilaku.

Mardikanto (2010), menyatakan di dalam setiap proses komunikasi, sedikitnya akan terkandung salah satu dari tiga macam tujuan komunikasi yaitu: (1) informatif (memberikan informasi), (2) persuasif (membujuk), dan (3) entertainment (memberikan hiburan). Dalam menyampaikan informasi kepada orang lain, informasi tersebut haruslah informasi yang bermakna bagi orang bersangkutan dan dibutuhkan klien. Jadi bukan informasi yang diketahui yang disampaikan. Makna ini penting bagi keberhasilan penyebarluasan informasi yang dapat diserap dan dilaksanakan klien. Untuk dapat mengetahui dan memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan, bahkan prioritas informasi yang dibutuhkan perlu dipahami, maka komunikator perlu bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik. Dengan demikian, memungkinkan komunikasi dapat berlangsung dengan efektif (Asngari 2001).

Gambar 1. Proses komunikasi dalam penyuluhan (Mardikanto 2010)

Studi komunikasi secara substansi sangat terikat dengan konsep informasi. Konsep informasi yang populer sejak tahun 1950, merupakan inti dari setiap aktivitas komunikasi serta memegang peranan penting dalam membuka wawasan berpikir manusia terhadap dunia nyata yang dihadapinya. Sejumlah informasi yang dibutuhkan, diharapkan dapat mengubah konsep–konsep yang ada dalam diri individu. Semakin banyak informasi yang diterima atau dapat diakses, semakin menimbulkan rasa tidak puas dengan kondisi saat ini, sehingga bisa saja membutuhkan informasi lagi untuk memuaskan keingintahuannya. Istilah informasi

Informasi Kognitif

Latihan Psikomotorik

Inovasi (Pesan)

Adopsi Inovasi (PerubahanPrilaku)

Persuasif dan

(24)

dalam komunikasi adalah tingkat kebebasan yang nyata dalam situasi untuk memilih yang diberikan di antara sinyal, simbol, pesan atau pola-pola yang ditransfer. Informasi dapat diartikan sebagai pesan yang dikirimkan dari seseorang ke orang lain, dengan tujuan agar orang lain tersebut mempunyai pandangan yang sama dengan si pengirim. Setiap komunikasi manusia terdiri dari serangkaian sistem yang digabung. Sistem yang meliputi sumber, saluran, penerima, di mana gabungan sistem berkaitan satu dan yang lain. Jika gabungan ini putus, informasi tidak diterima atau tidak sampai sesuai yang diinginkan (Severin dan Tankard 2008).

Shannon dan Weaver dalam Wiryanto (2004) mendefinisikan informasi sebagai energi yang terpolakan, yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan dari kemungkinan pilihan-pilihan yang ada. Dari pengertian informasi yang diberikan oleh Shannon dan Weaver tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pengertian informasi dan pesan adalah sebagai berikut : “Informasi adalah hasil dari

proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah atau memproses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak atau pusat syaraf untuk diolah atau diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang. Setelah mengalami pemrosesan, stimulus itu dapat dimengerti sebagai informasi. Informasi ini bisa diingat di otak, bila dikomunikasikan kepada individu atau khalayak, maka akan berubah menjadi pesan.

Menurut Estrabrook dalam Yusup (2009) menyatakan bahwa informasi adalah suatu rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan yang dibuat seseorang. Sebuah fenomena akan menjadi informasi jika ada orang yang melihatnya atau menyaksikannya, atau bahkan kemudian mungkin merekamnya. Hasil kesaksian atau rekaman dari orang yang melihat atau menyaksikan peristiwa atau fenomena itu yang dimaksudkan dengan informasi. Dalam hal ini informasi lebih bermakna berita. Berita adalah bentuk dari pesan-pesan komunikasi. Selain itu, Yusup (2009) menyatakan bahwa dari sekian banyaknya informasi yang ada di alam ini, hanya sebagian kecil yang berhasil dirasakan, didengar, dilihat, dan direkam oleh manusia. Informasi yang dirasakan, didengar, dan dilihat itu susah diolah karena ia akan menjurus kepada jenis informasi lisan. Informasi lisan ini lebih banyak dikembangkan oleh studi komunikasi. Orang tahu bahwa jenis informasi lisan jumlahnya sangat banyak, dan tentu saja lebih banyak dari jumlah manusia yang pernah ada. Akan tetapi, informasi yang sempat direkam dalam berbagai bentuk alat perekam inilah yang kelak bisa dikembangkan menjadi komoditas unggulan dalam kinerja kehidupan manusia. Informasi terekam ini banyak dicari dan dimanfaatkan oleh manusia sesuai kepentingannya. Pesan-pesan atau isi dari tulisan ini adalah salah satu contoh jenis informasi terekam, lebih tepatnya tertulis. Meskipun telah dibatasi hanya pada jenis informasi terekam, namun itupun ternyata jumlahnya sangat banyak karena menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang semakin kompleks.

Menurut Fisher (1986) informasi dapat dijelaskan dalam tiga konsep sebagai berikut :

(25)

satu ke medium lainnya. semakin banyak memperoleh fakta atau data, secara kuantitats seseorang juga memiliki banyak informasi.

2. Informasi menunjukkan makna data. Informasi merupakan arti, maksud, atau makna yang terkandung dalam data. Peranan seseorang sangat dominan di dalam memberikan makna data. Suatu data akan mempunyai nilai informasi bila bermakna bagi seseorang yang menafsirkannya. Kemampuan seseorang untuk memberikan makna pada data akan menentukan kepemilikan informasi. Penafsiran terhadap data atau stimulus yang diterima otak akan menentukan kualitas

informasi. Sebagai produk sebuah “pabrik” (otak kita), kualitas informasi sangat

ditentukan oleh berbagai unsur yang digunakan untuk mengolah setiap stimulus yang masuk ke dalam diri seseorang melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak untuk diolah berdasarkan pengetahuan (frame of reference), pengalaman (field of experience), selera (frame of interest), dan keimanan (spiritual) seseorang. Semakin luas pengetahuan, pengalaman, dan semakin baik selera dan moralitas, maka informasi yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Proses di dalam otak kita tersebut dikenal sebagai proses intelektual (intellectual process).

3. Informasi sebagai jumlah ketidakpastian yang diukur dengan cara mereduksi sejumlah alternatif yang ada. Informasi berkaitan erat dengan situasi ketidakpastian. Keadaan yang semakin tidak menentu akan menimbulkan banyak alternatif informasi, yang dapat digunakan untuk mereduksi ketidakpastian itu.

Selain itu, informasi dan pesan bersifat subyektif. Hal itu dikarenakan informasi dan pesan tidak pernah bebas nilai (free value). Wiryanto (2004) mengutip pernyataan Hoveland (1953) bahwa pesan yang disampaikan kepada individu atau khalayak mempunyai tujuan untuk mengubah sikap pendapat, dan perilaku individu atau khalayak. Melalui pengungkapan sistematika terbentuknya informasi dan pesan. dapat diketahui kekuatan informasi dan pesan di dalam mengubah sikap dan perilaku orang lain.

Menurut Yang dan Maxwell (2013) lingkup penyebaran informasi atau pesan terbagi menjadi tiga wilayah yakni : interpersonal (antar pribadi), intra-organizational (dalam satu kelompok) dan inter-organizational (antar kelompok). Dalam lingkup antar pribadi penyampaian informasi lebih terfokus pada perilaku individu seperti motivasi, pendekatan dan hubungan kepada individu lain dalam aktivitas penyampaian informasi.

Marshall and Bly (2004) menjelasakan tiga alasan seseorang merasa harus menyampaikan suatu informasi kepada orang lain, yaitu : (1) untuk membangun kesamaan rasa kepedulian antara pemberi dan penerima informasi (2) untuk melatih dan meningkatkan kesadaran (3) untuk mengembangkan penilaian. Selanjutnya Marshall and Bly (2004) memandang penyampaian informasi mencerminkan nilai yang sangat penting bagi individu yang berbagi informasi, meskipun informasi tersebut pada awalnya tidak diketahuai oleh penerima informasi. Penyaluran informasi dapat mencerminkan kepentingan bersama dari individu yang menyalurkan informasi dan individu yang menerima informasi. Dalam beberapa contoh aktifitas penyaluran informasi digunakan sebagai pendekatan hubungan sosial antara pemberi dan penerima.

(26)

Informasi memiliki peran yang sangat penting pada berbagai kegiatan manusia tanpa terkecuali petani. Peran informasi bagi diri petani terutama adalah untuk membuka dan memperluas wawasan berpikir petani terhadap segala aktivitas usahatani yang dihadapi. Sejumlah informasi yang diperoleh petani akan memiliki pengaruh terhadap pola pikir petani sehingga petani akan menyesuaikan, memperbaiki atau bahkan mengubah segala aktivitas usahatani yang dijalankan. Semakin banyak informasi yang diperoleh petani kemungkinan besar akan mengakibatkan petani dalam menjalankan kegiatan usahatani akan semakin dinamis baik dalam bentuk usaha-usaha yang diperbaiki atau disesuaikan dengan sejumlah informasi yang telah diperoleh atau bahkan petani akan mengubah usahatani yang selama ini dijalankan dengan bentuk usahatani yang baru (Subagio 2008).

Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), informasi merupakan sumber daya penting di dalam pertanian modern. Perkembangan komputer dan perbaikan telekomunikasi memberikan petani kesempatan untuk memperoleh informasi teknis dan ekonomis dengan cepat dan menggunakannya dengan efektif untuk pengambilan keputusan. Diungkapkan, jumlah informasi yang dapat dan harus digunakan oleh petani untuk mengambil keputusan semakin cepat bertambah. Informasi ini meliputi laporan hasil penelitian, data pasar, data tentang pertumbuhan dan proses pengelolaan lahan pertaniannya dan yang serupa sebagai pembanding. Informasi ini digunakan untuk memilih teknologi produksi yang paling menguntungkan, menciptakan kondisi pertumbuhan yang optimal untuk tanaman dan ternaknya, menentukan anggaran pengeluaran dan melihat usaha yang paling menguntungkan serta memutuskan kapan dan di mana menjual hasilnya.

Berdasarkan pendapat tersebut maka bagi petani, informasi memegang peranan penting dalam membuka wawasan terhadap dunia nyata yang dihadapinya, karena informasi yang diterimanya akan merubah kebiasaan-kebiasaan sikap berusahatani, kemudian membentuk suatu sikap baru yang merupakan dampak penyesuaian informasi lama dengan sejumlah informasi baru yang diterima. Semakin banyak informasi yang diterima akan semakin banyak perubahan-perubahan untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpuaskan dalam diri petani tersebut. Informasi tersebut akan semakin membangkitkan motivasi dan kinerja petani untuk mencari ide-ide baru dalam praktek pertaniannya, yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas kerja petani. Untuk mengenali permasalahan yang sebenarnya yang sedang dihadapi dituntut memperoleh informasi yang lebih banyak dan petani yang mempunyai akses terhadap sumber informasi cenderung memperoleh informasi yang lebih banyak. Tetapi hal personal. Tersedianya sumber informasi, menyebabkan petani dapat memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkannya dalam membangun pertaniannya tanpa harus kontak langsung dengan penyuluh (Mardikanto 2010).

Sistem Informasi Petanian dapat mengacu pada AKIS (Agricultural Knowledge and Information System) atau Sistem Pengetahuan dan Informasi

(27)

yang secara potensial bekerja sama secara sinergis untuk meningkatkan keserasian antara pengetahuan dan lingkungan serta teknologi yng digunakan dalam pertanian” (Mardikanto 2010).

Selanjutnya, Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa gagasan yang melandasi AKIS adalah, bahwa petani menggunakan sumber-sumber informasi yang berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan untuk mengelola usahatani mereka. Pengetahuan dan informasi baru ini, dikembangkan tidak hanya oleh lembaga penelitian tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Berbagai sumber informasi dimanfaatkan oleh petani untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang dibutuhkan, meliputi: petani-petani lain, penyuluh, pedagang, agen pemerintah, organisasi petani dan swasta, media massa, dan peneliti. Adapun jenis-jenis informasi yang dibutuhkan petani (Mardikanto 2010), antara lain adalah: (1) informasi tentang hasil penelitian berbagai disiplin pengelolaan usahatani dan teknologi produksi, (2) informasi mengenai pengalaman petani, (3) informasi pasaran input dan output sesuai perkembangan terakhir, dan (4) informasi kebijakan-kebijakan pemerintah

Sistem informasi seharusnya berperan dalam pembangunan pertanian, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi program termasuk dalam pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat petani yang berciri partisipatif.

Artinya, “peningkatan kualitas sumber daya manusia” petani menjadi prasyarat bagi

pembangunan pertanian sehingga dapat bangkit kesadaran kritisnya (akan kebutuhannya) yang dapat menimbulkan motivasi untuk berkarya dan berprestasi di bidang usahataninya dengan etos kerja dan metode yang tepat (Depari 2006).

Aksesibilitas Infomasi dalam Dunia Pertanian

Akses secara harfiah diartikan sebagai jalan masuk, sedang informasi diartikan sebagai penerangan; pemberitahuan. Jadi akses informasi adalah jalan masuknya penerangan atau pemberitahuan. Dalam konteks usahatani, akses informasi adalah usaha petani untuk mencari informasi yang ada kaitannya dengan usahataninya (Farid 2008). Masyarakat di banyak negara sedang berkembang mempunyai akses yang terbatas terhadap media massa, karena sebagian besar penduduknya terutama wanita, masih buta huruf, padahal informasi merupakan sumberdaya penting di dalam pertanian modern. Informasi adalah hasil proses intelektual seseorang. Proses intelektual adalah mengolah/memroses stimulus, yang masuk ke dalam diri individu melalui panca indera, kemudian diteruskan ke otak/pusat syaraf untuk diolah/ diproses dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki seseorang (Farid 2008).

(28)

memuaskan kebutuhannya. Apabila tidak berhasil memuaskan kebutuhannya dan harus mendapatkan informasi lagi, maka seseorang akan mengulang lagi proses mencari. Mencari informasi dapat melibatkan orang lain melalui pertukaran informasi. Informasi yang dianggap berguna mungkin dapat diteruskan kepada orang lain, supaya dapat digunakan seperti dirinya menggunakan informasi itu (Wilson 2005). Selanjutnya Wilson (2005) menjelaskan bahwa, mencari informasi sebagai perilaku manusia adalah berhubungan dengan sumber informasi maupun saluran komunikasi yang dapat memberikan informasi dan dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Termasuk dalam hal ini komunikasi tatap muka, menerima informasi secara pasif seperti menonton iklan di televisi, mendengarkan radio, tanpa keinginan untuk bertindak sesuai yang diberikan oleh materi informasi tersebut. Proses mencari informasi dengan sengaja adalah konsekuensi dari kebutuhan untuk memuaskan suatu tujuan. Pada saat aktif mencari untuk dapat akses pada informasi yang diinginkan, individu mungkin saja berinteraksi dengan individu lain, melalui sistem informasi manual seperti petunjuk di buklet, surat kabar, perpustakaan atau dengan computer (Wilson 2005)

Sejak sepuluh tahun terakhir, dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, Indonesia sudah mulai mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pembangunan dan pengembangan masyarakat, bahkan sudah pula beberapa program dilaksanakan khusus untuk mendukung kegiatan pertanian. Dalam dunia pertanian, petani memperoleh informasi pertanian dari berbagai sumber baik melalui media maupun non media yaitu komunikasi tatap muka secara langsung (Mulyandari 2011). Petani yang akses terhadap sumber informasi cenderung memperoleh informasi yang lebih banyak, tetapi hal ini juga tergantung pada karakteristik sumber informasi dan kualitas sumber informasi serta interaksi antara petani dengan sumber informasi tersebut. Akses petani terhadap sumber informasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, tingkat kemampuan petani mengakses informasi pertanian dari berbagai sumber informasi, baik melalui kontak personal maupun melalui media massa dengan indikator: (1) kemampuan memperoleh informasi, (2) kemampuan memanfaatkan informasi, (3) kemampuan memilih informasi, (4) jumlah informasi baru yang diperoleh, (5) frekuensi memperoleh informasi dari kelompoktani, frekuensi kegiatan pelatihan/penyuluhan yang diikuti, dan (6) kemampuan biaya memperoleh informasi,

Pada saat ini, selain pengusaha besar, petani sudah mulai akses informasi pasar melalui telepon seluler (mobile phones) dengan biaya yang relatif lebih murah. Website khusus untuk produk pertanian telah dioperasionalkan dengan menyediakan direktori berbagai produk, papan penawaran produk, layanan untuk perdagangan, pusat informasi produk pertanian, dan virtual office sehingga proses perdagangan global yang melibatkan pedagang dan perusahaan besar dalam dan luar negeri untuk produk dari Cina dapat berkembang dengan pesat (BBC News dalam Muyandari 2011).

(29)

baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi (information explosion). Jika dikaitkan pembangunan pertanian, informasi memegang peranan penting dalam memperkenalkan metode-metode baru, teknologi produksi baru, informasi pasar dan lain-lain. Namun tumpukan informasi tersebut belum menjamin pemanfaatannya akan lebih baik karena tergantung bagaimana mengorganisir informasi tersebut.

Van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan bahwa petani memanfaatkan berbagai sumber untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usahatani mereka dengan baik, yang meliputi :

1. Petani-petani lain ;

2. Organisasi penyuluhan milik pemerintah ;

3. Perusahaan yang menjual input, menawarkan kredit, dan membeli hasil pertanian ; 4. Agen pemerintah yang lain, lembaga pemasaran dan politisi ;

5. Organisasi petani dan organisasi swasta beserta stafnya ; 6. Jurnal usaha tani, radio, televisi, dan media massa lainnya ; 7. Konsultan swasta, pengacara, dan dokter hewan.

Hanya sedikit saja petani yang bisa berhubungan langsung dengan peneliti, khususnya di negara-negara berkembang yang jumlahnya petaninya tidak sebanding dengan jumlah peneliti pertanian, sistem transportasi yang terbatas, dan kesenjangan sosial antara petani dan peneliti. Penelitian hanya akan berdampak nyata pada produksi pertanian apabila ada pihak lain yang berfungsi sebagai komunikator efektif bagi peneliti dan petani (Van den Ban dan Hawkins 1999).

Agar informasi yang diperoleh dapat secara tepat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani, Kaye dalam Agussabti (2002) menawarkan beberapa langkah pengelolaan informasi. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mengelola informasi yang telah diperoleh tersebut meliputi:

(1) Relevansi: apakah informasi itu berkaitan erat dengan permasalahan yang sedang dihadapi? Apakah informasi tersebut sesuai dengan pandangan kita dan kondisi yang ada?

(2) Akurasi: apakah informasi tersebut layak untuk dapat dipercaya dan dapat diuji kebenarannya?

(3) Kelengkapan: apakah informasi tersebut sudah dapat menjelaskan secara keseluruhan yang terkait dengan sesuatu permasalahan yang sedang dipertimbangkan?

(4) Ketajaman: apakah informasi yang telah diperoleh dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan antara pilihan yang satu dengan pilihan yang lain?

(5) Ketepatan waktu: apakah informasi beserta data yang ada tersebut masih berlaku dan valid, atau sebaliknya?

(6) Keterwakilan: apakah informasi yang diperoleh dan terkumpul cukup mewakilki dari seluruh yang sedang dipertimbangkan?

(30)

Internet, Brosur, Leaflet, Surat kabar, sedangkan sumber informasi lain yang bersifat kontal personal antara lain melalui: penyuluh/agen pembaharu, pedagang, tokoh masyarakat, kerabat/famili dan sesama petani.

Karakteristik Individu Petani

Secara umum petani dapat diberi pengertian adalah seseorang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari kegiatan usaha pertanian baik yang berupa usaha pertanian di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan (Subagio 2008). Departemen Pertanian Republik Indonesia (2002) adalah pelaku utama agribisnis, baik agribisnismonokultur maupun polikultur dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan atau komoditas perkebunan. Mosher (1987) memberi batasan bahwa petani adalah manusia yang bekerja memelihara tanaman dan atau hewan untuk diambil manfaatnya guna menghasilkan pendapatan. Lebih lanjut Wolf (1985) memberikan batasan petani adalah orang desa yang bercocok-tanam artinya mereka bercocoktanam dan beternak di daerah pedesaan, tidak di dalam ruangan-ruangan tertutup (green house) di tengah-tengah kota atau dalam kotak-kotak yang diletakkan di atas ambang jendela. Dari aspek tempat tinggal, secara umum petani tinggal di daerah perdesaan, dan juga di daerah-daerah pinggiran kota. Pekerjaan pokok yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka adalah di bidang pertanian. Oleh karena itu umumnya pekerjaan petani terkait dengan penguasaan atau pemanfaatan lahan (tanah).

Petani sebagai sosok individu memiliki karakteristik tersendiri secara individu yang dapat dilihat dari perilaku yang nampak dalam menjalankan kegiatan usahatani. Karakteristik individu adalah bagian dari pribadi dan melekat pada diri seseorang. karakteristik merupakan sifat-sifat atau ciriciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor biologis yang mencakup genetik, sistem syaraf serta sistem hormonal, dan faktor sosiopsikologis berupa komponen-komponen konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan afektif (Rakhmat 2002).

Karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi yang lainnya (Rogers 2003). Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti; umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendapat mengenai ciri-ciri yang mencerminkan karakteristik individu dapat berbeda-beda, tergantung pada penekanan masing-masing. Dengan kata lain, pilihan karakteristik personal tertentu tergantung pada tujuan penelitian yang hendak dilakukan. Dalam penelitian ini karakteristik individu petani terdiri dari ; umur, status sosial ekonomi, kepemilikan TI, tingkat kekosmopolitan, keterlibatan dalam kelompok.

Faktor Lingkungan

(31)

lingkungan yang mengandung kehidupan atau lingkungan sosial (Walgito 2003). Kedua jenis lingkungan ini secara signifikan akan mempengaruhi perilaku individu Hal ini dinyatakan (Rakhmat 2005) bahwa respon otak dan perilaku individu dipengaruhi oleh setting atau suasana yang melingkupi individu tersebut. Sebaliknya Padmawihardjo (1994) menyatakan bahwa individu akan merespon stimulus yang datang dari lingkungan dengan cara-cara tertentu. Sumaryanto (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan tidak dapat dikendalikan oleh seseorang. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada dua faktor eksternal yaitu faktor eksternal yang berada di luar kendali seseorang (strictly external) dan faktor eksternal yang seseorang dapat mengendalikannya dengan bantuan orang lain (quasi external). Faktor lingkungan yang dikaji dalam penelitian ini seluruhnya termasuk dalam kategori quasi external di mana lingkungan ini dapat diperbaiki kualitasnya melalui bantuan atau intervensi pihak lain atau pemerintah.

Terkait dengan pentingnya faktor sosial, disimpulkan dalam hasil penelitian Walgito (2003) bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh besar terhadap perilaku adaptif petani tepian hutan. Hasil penelitian Tamba (2007) menyimpulkan bahwa lingkungan sosial merupakan faktor sosial yang kondusif. Lingkungan sosial yang dilihat dalam penelitian ini meliputi ketersediaan lembaga dan media komunikasi konvensional serta jangkauan terhadap fasilitasi training. Ketersediaan lembaga dan media komunikasi konvensional meliputi ada dan tidaknya serta dapat aktivitas petani dalam menggunakan lembaga dan metode komunikasi konvensional yang ada di lingkungannya. Lembaga yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertemuan dalam kelompok tani dan kelompok lainnya. Media komunikasi konvensional meliputi media cetak dan media elektronis searah (siaran radio dan televisi).

(32)

melakukan perubahan-perubahan untuk usahataninya, dia juga harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya (Mardikanto 2010). Lebih lanjut dikatakan, bahwa lingkungan sosial yang mempengaruhi perubahan-perubahan itu adalah: kebudayaan, opini publik, pengambil keputusan dalam keluarga, kekuatan lembaga sosial, dan kekuatan-kekuatan ekonomi. Menurut Tonny dalam Farid (2008), adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Bila adat istadat dilanggar, secara moral, pelanggar akan merasa berdosa. Kemudian masyarakat akan mengeluarkan pelakunya dari komunitasnya. Dengan kata lain sanksinya berwujud suatu penderitaan bagi pelanggarnya. Sumarti dalam Farid (2008) menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah titik awal berlangsungnya suatu peristiwa sosial. Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Lingkungan sosial dalam penelitian ini dibatasi pada: kesesuaian norma masyarakat dengan usahatani yang dilakukan.

Berkaitan dengan lingkungan fisik, Tamba (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor keberhasilan petani dalam berusahatani adalah lingkungan fisik yang di antaranya adalah infrastruktur, sarana angkutan, saluran pengairan, dan modal usaha. Aspek lingkungan fisik dalam penelitian ini dipilih berdasarkan jenis lingkungan fisik yang berkaitan dengan implementasi LISA khususnya dalam aplikasi teknologi informasi. Oleh karena itu, faktor lingkungan fisik yang dikaji dalam penelitian ini adalah ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi berbasis teknologi informasi dan ketersediaan sarana atau fasilitas yang dapat digunakan untuk akses informasi berbasis teknologi informasi.

Pengetahuan

Pengetahuan adalah kemampuan atau kecakapan mengetahui, mengerti, menggunakan, dan menganalisis sesuatu yang dipelajari, kemampuan mengembangkan kreasi baru dan menilai setelah mempelajari sesuatu adalah termasuk dalam unsur perilaku yang berhubungan dengan mengingat suatu materi dan kemampuan mengembangkan intelegensia Hickerson dan Midletonm dalam Mulyandari (2011). Unsur-unsur perilaku ini dapat dimasukkan dalam golongan aspek perilaku pengetahuan (knowledge behavior). Pengetahuan menurut Lunadi (1981) adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Berdasarkan pendapat ini, disimpulkan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau dicamkan sebagai hasil penggunaan panca indera.

Padmowihardjo (1994) mengemukakan konsep Bloom yang membagi aspek perilaku pengetahuan menjadi enam level, yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atas apa yang telah dilakukan dan dipelajari.

(33)

3. Penggunaan (application) adalah menggunakan pengertian yang sudah dimilikinya untuk memecahkan masalah konkret yang dihadapi.

4. Analisis (analysis) yaitu dapat menguraikan materi yang telah dipelajari sehingga jelas unsur-unsur dan strukturnya.

5. Sintesis (mengembangkan kreasi baru). 6. Evaluasi (mampu menilai suatu ide

Pengetahuan erat kaitannya dengan materi atau isi informasi. tingkat pengetahuan seseorang diukur dari sejauhmana orang tersebut memahami materi atau isi informasi yang disampaikan. Secara ringkas Meyer (2005) mengatakan, materi informasi yang terkait dengan aspek lingkungan adalah mengenai ketersediaan air, jenis komoditas yang diusahakan oleh petani, informasi tentang iklim, dan informasi tentang ketersediaan lahan. Van den Ban dan Hawkins (1999) menambahkan materi informasi yang terkait dengan aspek produksi adalah pola tanam, pembuatan pupuk, perlindungan tanaman, penyiraman, menyediakan peralatan produksi pertanian. Adapun informasi dengan aspek penanganan panen dapat terdiri dari teknik memetik, menuai hasil ladang, pemotongan, pencabutan, penumpukan hasil panen. Ditjen Hortikultura (2007) mengatakan materi informasi untuk mengelola usahatani sayuran organik meliputi: lahan, air, penggunaan benih, penanaman, pemupukan, perlindungan tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, penanganan pasca panen, alat dan mesin pertanian. Meyer (2005) menjelaskan kalau kebutuhan pada materi informasi yang terkait dengan produksi pertanian, umumnya berkisar mengenai bibit, pupuk, penyuluhan dan pelatihan, teknologi, peralatan pertanian, teknik implementasinya seperti membajak/meluku, menebar benih, cara mengontrol hama dan juga kesuburan tanah, air, kondisi iklim, kredit, pemasaran dan infrastruktur. Petani akan selektif terhadap informasi yang ada sesuai kebutuhannya. Pengertian selektivitas terhadap kebutuhaninformasi adalah kebutuhan yang dirasakan dan dicari oleh petani laki-laki dan perempuan untuk mendukung keberlangsungan dan pengembangan usahatani sayuran organik yang mereka usahakan.

Kesenjangan Pengetahuan

(34)

Berbagai cara pengelompokkan yang telah biasa digunakan adalah kelompok masyarakat wilayah desa dan masyarakat wilayah kota. Selain itu, saat ini juga berkembang perhatian terhadap kesenjangan berbasis gender. Kondisi kesenjangan kesejahteraan umumnya dinyatakan dalam bentuk indicator kesenjangan. Berbagai studi pada umumnya menggunakan kurva distribusi Lorenz dan indek kemerataan Gini. Saat ini kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar kelompok maupun antar daerah selalu terjadi. Persoalannya adalah apakah kesenjangan tersebut menurun atau naik sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan? Lebih lanjut, apakah kesenjangan tersebut menyebabakan hal-hal yang tidak bisa ditoleril lagi? Secara teoritik kesenjangan dipengaruhi oleh tiga faktor yakni alam, kultural dan struktural ( Anwar 2005).

Selama ini topik mengenai kesenjangan selalu dikaitkan dengan ilmu ekonomi. Lightfoot danWisniewsk (2014) menjelaskan bahwa masalah kesenjangan tidak hanya bisa dilihat dari ilmu ekonomi akan tetapi dalam ilmu komunkasi kesenjangan merupakan sebuah isu yang besar. Lebih lanjut Lightfoot dan Wisniewsk (2014) mengistilahkan kesenjangan dalam ilmu komunikasi disebut sebagai Asymetry Information. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan fenomena tersebut Lightfoot dan Wisniewsk (2014) mengidentifikasikan terdapat lima faktor, yaitu: (1) media and propaganda (2) knowledge production, (3) educational systems, (4) legal and organizational structures, (5) exclusive information networks, (6) surveillance.

Dalam ranah informasi kesenjangan dapat dilihat dari level makro dan mikro dengan merujuk kepada pendapat Hamelink pada tingkat makro dan Tichenor pada tingkat mikro (Ratnasari 2004). Kesenjangan informasi pada tingkat makro dalam tulisannya, Hamelink menguraikan tiga hal pokok, yang terdiri dari penjelasan mengenai pengertian ketidakseimbangan informasi, mengapa terjadi ketidakseimbangan informasi di antara negara-negara inti dan pinggiran, serta menjelaskan bagaimana ketidakseimbangan ini mempengaruhi prospek pembangunan di negara-negara pinggiran. Hal ini telah dikemukakan, ketidakseimbangan informasi berkenaan dengan: (1) Pemilikan informasi yang berguna dalam jumlah banyak oleh negara-negara maju, (2) Sejumlah negara memiliki kapasitas yang lebih baik, yaitu kemampuan dalam memproduksi, merekam, dan menyebarkan informasi, dibandingkan negara lain, (3) Kapasitas ini berkaitan dengan perangkat keras informasi, perangkat lunak informasi, dan berbagai jenis informasi seperti informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknik, keuangan dan perdagangan, sumberdaya, militer, dan informasi yang berkenaan dengan perkembangan mutakhir (Ratnasari, 2004)

(35)

lainnya), tidak akan selalu berjalan dengan semestinya (Severin dan Tankard 2008). Media-media komunikasi itu dapat memberikan pengaruh yang tidak diharapkan berupa peningkatan perbedaan atau kesenjangan pengetahuan di antara anggota masyarakat yang kelasnya berbeda.

Lebih lanjut Tichenor menjelaskan bahwa ketika arus informasi media masa masuk ke suatu sistem sosial meningkat, kelompok pendududk dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi cenderung menerima informasi secara lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang berstatus lebih rendah, karena itulah kesenjangan pengetahuan antara kelompok-kelopok tersebut cenderung bertambah daripada berkurang. Begitupun yang diungkapkan oleh Rodgers (1974) yakni upaya komunikasi yang berorientasi kepada perubahan selama ini cenderung memperlebar kesenjangan dalam sejumlah variabel pengaruh antara unsur khalayak yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi dengan yang berstatus di bawahnya. Selanjutnya Tichenor dan kawan-kawan mengemukakan penjelasan mengapa fenomena kesenjangan pengetahuan di antara individu itu terjadi. Menurut mereka, pertama, terdapat perbedaan keterampilan berkomunikasi di antara indovidu. Kedua, terdapat perbedaan jumlah informasi yang dimiliki, atau karena latar belakang informasi yang telah dimiliki. Ketiga, perbedaan kontak sosial yang relevan. Keempat, karena perbedaan mekanisme terpaan selektif.

Layanan Informasi Desa (LISA)

Indonesia sebagai salah satu negeri pengekspor bahan pangan tentu memiliki banyak petani yang mengandalkan penghasilan dari hasil panen. Salah satu program bantuan dari Mercy Corps yaitu LISA (layanan informasi desa) berhasil bekerjasama dengan beberapa organisasi lokal dan perusahaan swasta untuk membantu para petani dalam memanfaatkan teknologi telepon seluler untuk mengembangkan sistem pertanian dan hasil panen mereka. Program ini menyediakan akses informasi tentang hasil panen dan cuaca bagi para petani. Fasilitas tersebut ditujukan untuk memudahkan para petani dalam memperoleh hasil panen secara maksimal dan meminimalisir kerugian yang dapat terjadi.

(36)

Dalam merencanakan usahatani, program ini akan membantu para petani untuk mendapatkan informasi tentang ketersediaan berbagai perlengkapan dan bibit yang digunakan. Informasi ini akan membantu petani untuk memilih dan memutuskan usahatani yang dilakukan dengan mempertimbangkan biaya yang rendah dan hasil yang tinggi. Pada tahap penanaman, LISA membantu petani memperoleh cara bercocok tanam yang baik sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan menggunakan telepon seluler, petani akan dapat memperoleh informasi mengenai bibit terbaik untuk menggunakan dan mendapatkan asuransi tanaman. Pada tahap pemeliharaan tanaman, program ini membantu para petani terhubung dengan informasi tentang pupuk, pengendalian hama dan penyakit, serta informasi mengenai cuaca. Sedangkan dalam tahap pemanenan dan pemasaran, LISA memberikan informasi mengenai cara penanganan pasca panen, penyimpanan hasil pertanian, informasi harga jual hasil pertanian dan lainnya.

Gambar 2 Layanan grup Indosat pengguna LISA

Petani dapat menjadi pengguna layanan LISA pada Agri-Fin Mobile dengan

mendaftarkan diri melalui telepon seluler dengan cara ketik “LISA(spasi)IKUTI

(spasi)tanaman yang diusahakan” dan dikirim ke 2000. Setelah terdaftar sebagai

pengguna LISA, maka pengguna dapat menggunakan beberapa layanan yang disediakan, seperti tips pertanian dan layanan tanya jawab interaktif dengan ahli pertanian. Prosedur untuk menggunakan layanan tanya jawab interaktif, dilakukan

dengan mengetik “LISA(spasi)TANYA(spasi)PERTANYAAN” kemudian kirim ke

nomor 2000. Untuk menunjang layanan, operator LISA bekerjasama dengan operator telepon seluler, di antaranya: Telkomsel (dengan produk SIMcard Simpati, As, Halo) dan Indosat (dengan produk SIMcard Mentari, IM3, Matrix), XL Axiata (dengan produk SIMcard XL dan Axis), sedangkan untuk operator yang lain belum dapat digunakan untuk mengakses layanan LISA. Salah satu operator telepon seluler juga memberikan layanan grup bagi pengguna yang menggunakan layanan operator tersebut. Dalam layanan grup tersebut, sesama pengguna dapat saling berbagi pengalaman, tips, dan juga tanya jawab antar pengguna. Penyuluh pertanian lokal biasanya menjadi sumber informasi (Gambar 2).

Petani/ pengguna Penyuluh pertanian (tenaga ahli lokal)

Lembaga Penelitian / Tenaga Ahli

(37)

LISA bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dari 180.000 petani di Indonesia, Uganda, dan Zimbabwe. Persentase peningkatan hasil panen yang diharapkan pada tahun 2015 adalah sebesar 30 persen. Sementara itu, ekspansi pelaksanaan program diharapkan dapat menjangkau 5 negara lain di waktu yang akan datang. Program ini memiliki triple bottom line sebagai sasaran program di bidang lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pada ranah lingkungan, para petani di Indonesia diharapkan untuk dapat belajar menggunakan lahan mereka secara efektif dengan berpartisipasi dalam program LISA. Di bidang sosial, para petani yang terlibat ditujukan untuk aktif bertanya jika menemui masalah dan membagikan pengetahuan yang berguna bagi seluruh komunitas petani terkait. Sementara itu, kenaikan sebesar 30 persen di atas level produksi rata-rata diharapkan dapat terjadi pada produktivitas petani Indonesia untuk mencapai sasaran program secara ekonomi.

Teknologi saat ini telah menjadikan masyarakat dari daerah terpencil yang sebagian besar merupakan petani memiliki akses ke dunia luar. Telepon seluler dapat digunakan untuk mendapatkan informasi harga pasar up-to-date, prakiraan cuaca, mobile banking, dan link langsung ke aktivitas pasar, seperti harian harga pasar dan informasi pupuk. Konsep ini yang digunakan dalam program LISA dalam usahatani mulai dari perencanaan sampai ke penjualan. Layanan yang diberikan LISA meliputi layanan tips harian pertanian, layanan tanya jawab dengan ahli, layanan keuangan, dan layanan iterasi keuangan keluarga (khusus wanita tani). Peran LISA tersebut dapat dilihat pada gambar 3.

(38)

Gambar 3. Peran LISA dalam usaha tani

Mercy Corps merupakan salah satu organisasi internasional yang memiliki misi dalam membantu memulihkan kondisi negara-negara pasca perang atau bencana. Didirikan pada tahun 1979, bantuan Mercy Corps yang juga ditujukan bagi negara-negara miskin meliputi berbagai bidang kehidupan, di antaranya adalah bidang sosial, lingkungan, maupun ekonomi.

Organisasi ini bekerja dengan landasan-landasan kemasyarakatan, efektivitas pasar lokal, dan pembangunan pemerintahan yang baik. Indonesia sebagai negara yang kerap mengalami bencana alam di berbagai wilayah merupakan salah satu negara yang diutamakan dalam program bantuan Mercy Corps. Program LISA sendiri merupakan salah satu usaha yang diharapkan untuk dapat mengembangkan hasil pertanian di Indonesia, sehingga juga dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat Indonesia baik secara ekonomi maupun sosial.

Penelitian Terdahulu

Gambar

Gambar 1. Proses komunikasi dalam penyuluhan (Mardikanto 2010)
Gambar 3. Peran LISA dalam usaha tani
Gambar 4. Kerangka pemikiran aksesibilitas informasi dan tingkat pengetahuan                   petani
Tabel 1. Definisi operasional dan parameter karakteristik individu petani (X 1 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pergantian karyawan terjadi setiap bulan yang sedang berjalan ini, dalam satu bulan jumlah turnover karyawan bisa

Dengan merancang sejumlah alternative indeks kinerja dan metoda kendali optimal kecepatan motor yang meminimalkan konsumsi energi tanpa menggunakan dinamika baterai akan

kutu ini dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dengan menghisap cairan tanaman dan pada tingkat kerusakan berat dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman

Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara merupakan perusahaan yang memiliki aset tetap dan aktiva tetap yang dimiliki perusahaan yang diperoleh dalam bentuk siap

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan sikap peduli lingkungan dan prestasi belajar IPA siswa

Mekanisme masuknya virus HIV kedalam SSP adalah dengan cara Mekanisme masuknya virus HIV kedalam SSP adalah dengan cara.. menumpang pada monosit yang terinfeksi virus menumpang

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 209/PID.Sus/2016/PT.Mdn Halaman 3 tersebut kesebelah kiri hingga beram jalan dan ketika itu bagian sudut depan sebelah kanan mobil