• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Geografis dan Kependudukan

Kelurahan Batang Arau termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Padang Selatan terbentang seluas 10,03 Km2 antara 00 58’ LS dan 1000 21’’ 11’ BT (BPS 2010). Luas Kelurahan Batang Arau adalah 0,34 Km2. Batas wilayah Kelurahan Batang Arau sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Barat dan Kecamatan Padang Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia (Lampiran 1).

Dilihat dari aspek kependudukan, data dari Kelurahan Batang Arau menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 4.500 jiwa yang terdiri dari 2.266 laki-laki dan 2.280 perempuan. Pekerjaan masyarakat Kelurahan Batang Arau mayoritas sebagai nelayan, yaitu sejumlah 852 jiwa dengan perincian 425 orang buruh nelayan dan 427 orang nelayan pemilik. Selain itu, pekerjaan lain warga Kelurahan Batang Arau adalah berdagang (325 jiwa), PNS (52 jiwa), TNI/Polri (12 jiwa), swasta (115 orang), dan pengangguran (429 jiwa).

Agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Batang Arau cukup beragam, mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Terdapat satu masjid sebagai rumah ibadah umat Islam dan satu pengajian perempuan yang diselenggarakan di masing-masing RW setiap minggu. Kegiatan warga lainnya adalah Siskamling, Posyandu, Klub Voli, Klub Sepakbola, Arisan, dan Wirid di masjid setempat.

Karakteristik Keluarga

Status Usaha Nelayan

Contoh yang dipilih dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan dengan kategori status usaha yang berbeda. Separuh dari keluarga (50,0%) adalah nelayan pemilik dan separuh lainnya (50,0%) adalah buruh nelayan. Seluruh contoh berasal dari Suku Minangkabau.

30

Umur Suami dan Istri

Berdasarkan kategori umur, secara umum lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada pada kategori dewasa madya. Rata-rata umur nelayan pemilik (49,7) lebih besar daripada rata-rata umur nelayan buruh (39,3). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara umur nelayan buruh dan nelayan pemilik. Hal ini dikarenakan nelayan yang berprofesi sebagai buruh cenderung lebih muda daripada yang menjadi nelayan pemilik (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami

Umur suami Pemilik Buruh Total

n % n % n % Dewasa muda 3 10,0 18 60,0 21 35,0 Dewasa madya 24 80,0 12 40,0 36 60,0 Dewasa tua 3 10,0 0 0,0 3 5,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (tahun) 37-70 29-49 29-70 Rataan ± SD (tahun) 49,7 ± 8,3 39,3 ± 6,0 44,5 ± 8,9 p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel umur suami, secara keseluruhan, separuh (50,0%) dari istri nelayan berada pada kategori umur dewasa muda. Hampir tiga perempat (70,0%) istri buruh nelayan berada pada kategori dewasa muda. Sementara itu, lebih dari separuh istri nelayan pemilik berada pada kategori dewasa madya (63,3%). Terdapat perbedaan yang signifikan antara umur istri nelayan buruh dengan istri nelayan pemilik. Hal ini bermakna bahwa istri nelayan buruh cenderung lebih muda daripada istri nelayan pemilik (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri

Umur istri Pemilik Buruh Total

n % n % n % Dewasa muda 9 30,0 21 70,0 30 50,0 Dewasa madya 19 63,3 9 30,0 28 46,7 Dewasa tua 2 6,7 0 0,0 2 3,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (tahun) 27-61 27-46 27-61 Rataan ± SD (tahun) 44,7 ± 8,0 35,9 ± 6,5 40,3 ± 8,5 p-value 0,000**

Pendidikan Suami dan Istri

Pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kurang dari separuh suami (38,3%) berada pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti kurang dari separuh suami menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP).

Suami yang bekerja sebagai buruh nelayan memiliki rata-rata lama pendidikan sebesar 9,13 tahun. Lebih dari separuh (56,7%) buruh nelayan berada pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun (SMP). Sementara itu, separuh (50%) dari suami yang bekerja sebagai nelayan pemilik menyebar pada kategori lama pendidikan ≤6 tahun. Hal ini berarti separuh dari nelayan pemilik hanya menamatkan pendidikan hingga sekolah dasar (SD).

Tidak terdapat suami yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan nelayan pemilik dan nelayan buruh karena pendidikan nelayan buruh hampir sama tinggi dengan nelayan pemilik (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan suami

Pendidikan suami Pemilik Buruh Total

n % n % n %

SD/sederajat (≤6 tahun) 15 50.0 5 16,7 20 33,3

SMP/sederajat (7-9 tahun) 6 20.0 17 56,7 23 38,4

SMA/sederajat (10-12 tahun) 9 30.0 8 26,3 17 28,3

Perguruan tinggi (>12 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 30 100.0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (tahun) 0-12 6-12 0-12

Rataan ± SD (tahun) 8.0 ± 3.0 9,1 ± 2.0 8,6 ± 2,6

p-value 0,118

Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel pendidikan suami, pendidikan istri nelayan berada pada rentang 0 sampai 12 tahun. Hampir separuh (48,3%) dari istri nelayan memiliki kategori pendidikan pada rentang ≤6 tahun atau setara dengan SD. Sebanyak 56,7 persen istri buruh nelayan berada pada kategori pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh istri buruh nelayan telah menamatkan pendidikan hingga SMP.

Lama pendidikan istri nelayan pemilik berada pada rentang 0-12 tahun dan lebih dari separuhnya (53,3%) menyebar terbanyak pada kategori ≤6 tahun. Hal

32

ini berarti bahwa lebih dari separuh istri nelayan pemilik hanya menamatkan pendidikan hingga SD. Tidak terdapat istri nelayan yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan istri nelayan buruh dan nelayan pemilik karena tingkat pendidikan istri nelayan pemilik hampir setara dengan istri nelayan buruh (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan istri

Pendidikan istri Pemilik Buruh Total

n % n % n %

SD/sederajat (≤6 tahun) 16 53,3 13 43,3 29 48,3

SMP/sederajat (7-9 tahun) 9 30,0 17 56,7 26 43,3

SMA/sederajat (10-12 tahun) 5 16,7 0 0,0 5 8,4

Perguruan tinggi (>12 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (tahun) 0-12 6-9 0-12

Rataan ± SD (tahun) 7,3 ± 3.0 7,6 ± 1,5 7,5 ± 2,4

p-value 0,635

Pekerjaan Istri

Istri yang bekerja akan mampu membantu perekonomian keluarga. Secara keseluruhan, sebanyak hampir tiga perempat istri nelayan (30,0%) tidak bekerja, sisanya memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, yaitu pembantu rumah tangga (40,0%) dan pedagang (30,0%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam hal pekerjaan. Sebagian besar (86,7%) persen istri buruh nelayan bekerja dan lebih dari separuh (53,30%) istri nelayan pemilik tidak bekerja. Istri nelayan pemilik yang bekerja hanya sebesar 53,3 persen dan sisanya tidak bekerja (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan istri

Jenis Pekerjaan Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Tidak Bekerja 16 53,3 2 6,7 18 30,0

Pembantu Rumah Tangga 8 26,7 15 50,0 24 40,0

Pedagang 6 20,0 13 43,3 18 30,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan orang tua. Besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil (jumlah anggota keluarga lebih kecil atau sama dengan empat orang), keluarga

sedang (jumlah anggota keluarga antara lima sampai enam orang), dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih besar atau sama dengan tujuh orang).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa besar keluarga nelayan berada pada kategori keluarga sedang. Tabel 7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang). Besar keluarga terkecil adalah tiga orang dan besar keluarga terbesar adalah sembilan orang.

Sebagian besar keluarga buruh nelayan (70,0%) berada pada kategori keluarga sedang dengan rentang antara empat orang hingga delapan orang. Sementara itu, separuh contoh (50,0%) dari kalangan nelayan pemilik berada pada kategori besar keluarga sedang dengan jumlah anggota paling sedikit tiga orang dan paling banyak sembilan orang. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga nelayan pemilik dengan nelayan buruh.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 9 30,0 3 10,0 12 20,0

Keluarga sedang (5-6 orang) 15 50,0 21 70,0 36 60,0

Keluarga besar (≥ 7 orang) 6 20,0 6 20,0 12 20,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (orang) 3-9 4-8 3-9

Rataan± SD (orang) 5,4 ± 1,6 5,6 ± 1,0 5,5 ± 1,1

p-value 0,495

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diperoleh dari jumlah pendapatan yang diperoleh suami dan istri per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh nelayan pemilik dan lebih dari separuh nelayan buruh berada pada kategori pendapatan antara satu hingga dua juta rupiah per bulan. Rataan pendapatan keluarga nelayan pemilik lebih tinggi daripada nelayan buruh. Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh (Tabel 8).

34

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Pendapatan keluarga

(Rp/bulan)

Pemilik Buruh Total

n % n % n % 0-1.000.000 3 10,0 1 3,3 4 6,7 1.000.001-2.000.000 11 36,7 18 60,0 29 48,3 2.000.001-3.000.000 6 20,0 11 36,7 17 28,3 3.000.001-4.000.000 2 6,7 0 0,0 2 3,3 4.000.001-5.000.000 1 3,3 0 0,0 1 1,7 5.000.001-6.000.000 1 3,3 0 0,0 1 1,7 6.000.001-7.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0 7.000.001-8.000.000 6 20,0 0 0,0 6 10,0 Total 30 100,0 30 100,0 55 100,0 Min-maks (Rp) 1.000.000-8.000.000 800.000-2.600.000 800.000-8.000.000 Rataan (Rp) ± SD 2.394.400±1.679.482 1.936.667±408.937,5 2.144.727±1.181.670 p-value 0,195

Tabel 9 menunjukkan bahwa dalam keluarga nelayan, dominasi suami dalam hal pendapatan masih tinggi. Suami berkontribusi sebesar 85,9 persen sementara istri hanya berkontribusi sebesar 14,1 persen. Hal ini dikarenakan hanya terdapat sedikit istri yang bekerja di luar rumah untuk menghasilkan pendapatan tambahan. Pendapatan istri nelayan pemilik relatif lebih tinggi daripada istri nelayan buruh. Hal ini menunjukkan bahwa istri nelayan buruh yang bekerja di luar rumah dituntut oleh tekanan ekonomi yang membuatnya harus mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil pengamatan di lapangan juga mendukung hal ini. Istri buruh nelayan bekerja tidak semata-mata untuk mengaktualisasikan diri, tapi cenderung karena dituntut tekanan ekonomi.

Tabel 9 Sebaran rataan pendapatan keluarga berdasarkan sumber

Sumber Pemilik Buruh Total

Rp/bulan % Rp/bulan % Rp/bulan % Suami 3.777.000,0 89,3 1.520.000,0 78,5 2.648.500,0 85,9

Istri 451.666,67 10,7 416.666,7 21,5 434.166,7 14,1

Total 4.228.666,7 100,0 1.936.666,7 100,0 3.082.666,7 100,0 Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita per bulan diperoleh dari hasil pembagian antara pendapatan total keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan keluarga perkapita per bulan dikategorikan berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (56,7%) berada pada kategori

hampir miskin, dengan perincian lebih dari tiga perempat keluarga buruh nelayan (76,7%), dan hampir separuh keluarga nelayan pemilik (36,7%) terkategori hampir miskin dengan rentang antara Rp160.000,00/kapita/bulan sampai Rp7.666.666,66/kapita/bulan dan rata-rata sebesar Rp638.392,62/kapita/bulan. Lebih dari seperempat keluarga contoh (26,7%) berada pada kategori miskin yaitu kurang dari Rp306.108,00/kapita/bulan (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan perkapita

(Rp/bulan)

Pemilik Buruh Total

n % n % n % Miskin (< 306.108) 9 30,0 7 23,3 16 26.7 Hampir Miskin (306.109-612.216) 11 36,7 23 76,7 34 56.7 Menengah ke atas (>612.217) 10 33,3 0 0,0 10 16.6 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (Rp) 166.666,0- 7.666.666,0 160.000,0- 475.000,0 160.000,0- 7.666.666,0 Rataan (Rp) ± SD 924.868,7± 1.476.836,4 351.916,5± 739.769,9 638.392,6± 1.076.217,3 p-value 0,018*

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95%

Aset dan Status Kepemilikan Aset Keluarga

Aset dalam penelitian ini adalah sumberdaya materi milik keluarga yang mempunyai nilai ekonomi. Aset yang dimiliki keluarga nelayan terdiri dari alat transportasi, alat tangkap, barang berharga, barang elektronik, dan tabungan (Tabel 11). Status kepemilikan aset keluarga dikategorikan menjadi milik istri, milik suami, dan milik bersama (Tabel 12).

Hanya nelayan pemilik yang memiliki alat transportasi sendiri untuk melaut. Sebanyak 6,7 persen nelayan mempunyai kapal motor ukuran sedang atau disebut sebagai kapal tonda untuk melaut. Nelayan dengan kapal jenis ini melaut sebanyak dua trip dalam satu bulan. Satu trip melaut memerlukan waktu dua minggu untuk musim banyak ikan. Beberapa hari istirahat di darat, lalu minggu berikutnya melayar lagi selama dua minggu. Apabila dalam kondisi musim biasa, nelayan dengan kapal tonda hanya melaut satu trip dalam sebulan. Apabila musim paceklik atau hujan badai yang parah, nelayan memilih untuk tidak melaut dengan kapal tonda.

Kapal tonda yang berukuran sedang ini memerlukan anak buah kapal (ABK) sekitar 13 orang sampai 15 orang, ditambah satu orang kapten dan satu orang

36

navigator. Oleh sebab itu, nelayan pemilik membutuhkan nelayan buruh sebagai pekerja ABK di kapal tonda. Pembagian hasil dalam pelayaran ini adalah satu bagian untuk buruh, dua bagian untuk kapten (pemilik kapal) dan dua bagian untuk navigator. Jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan armada ini biasanya ikan-ikan besar seperti tuna, cakalang, tongkol, kakap, tenggiri, layur, dan sisik yang diburu hingga Kepulauan Mentawai.

Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset

Jenis Aset Memiliki Tidak Memiliki n % n % Alat transportasi

- Kapal motor (tonda) 4 6,7 56 93,3

- Perahu motor robin 26 43,3 34 56,7

- Mobil 1 1,7 59 98,3 - Motor 43 71,7 17 28,3 - Sepeda 21 35,0 39 65,0 Alat tangkap 29 48,3 31 51,7 Barang berharga - Rumah 43 71,7 17 28,3 - Emas 11 18,3 49 81,7 Barang elektronik - Televisi 58 96,7 2 3,3 - Radio 34 56,7 26 43,3 - Kulkas 37 61,7 23 38,3 - Pemutar VCD/DVD 40 66,7 20 33,3 - Telepon genggam 42 70,0 18 30,0 - Kipas angina 44 73,3 16 26,7 - Mesin Cuci 16 26,7 44 73,3 - Dispenser 41 68,3 19 31,7 - Perangkat suara 36 60,0 24 40,0 - Komputer 4 6,7 56 93,3 - Laptop 13 21,7 47 78,3 - Tape recorder 19 31,7 41 68,3

- Rice Cooker/Magic Jar 48 80,0 12 20,0

- Play Station 16 26,7 44 73,3

- Blender 28 46,7 32 53,3

Sementara itu, hampir separuh (43,3%) nelayan melaut dengan menggunakan perahu motor robin dengan mesin tempel milik sendiri. Perahu motor jenis ini berukuran kecil, hanya seukuran sampan tradisional yang hanya mampu membawa dua sampai tiga orang. Perahu ditempeli mesin robin di bagian buritan dengan sebuah tali untuk menghidupkan mesin dan sebuah pedal untuk mengarahkan jalannya perahu.

Nelayan dengan perahu motor robin ini melaut dengan frekuensi trip harian. Nelayan berangkat pukul empat pagi dan kembali lagi pukul delapan pagi untuk menjual hasil tangkapan. Nelayan dengan armada jenis ini tidak membutuhkan bantuan ABK, sehingga nelayan hanya melaut sendiri, berdua dengan anak laki- laki, atau berdua dengan saudara laki-lakinya. Nelayan dengan armada perahu motor robin ini didominasi oleh laki-laki yang berumur dewasa madya hingga dewasa tua. Hal ini diduga karena nelayan yang berumur lebih muda cenderung untuk memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

Separuh dari nelayan (50,0%) tidak memiliki armada alat transportasi apapun untuk melaut. Nelayan jenis ini lebih memilih untuk menjadi ABK di kapal-kapal yang berukuran sedang dan besar atau disebut juga sebagai nelayan buruh. Adapun kepemilikan alat transportasi melaut ini hampir sepenuhnya dipegang oleh suami sebagai kepala keluarga dan pengguna utama armada tersebut.

Hampir tiga perempat nelayan (71,7%) memiliki motor sebagai alat transportasi darat. Sebanyak 41,9 persen dari kepemilikan motor nelayan tersebut dimiliki oleh istri. Sedangkan kepemilikan motor yang dimiliki oleh suami dan bersama berturut-turut sebesar 25,6 persen dan 32,6 persen.

Tidak ada keluarga nelayan yang memiliki hak kepemilikan atas tanah, karena tanah di Kecamatan Batang Arau dan sekitarnya hanya memperoleh hak pakai dari pemilik tanah adat. Penduduk di kecamatan ini berhak untuk mendirikan bangunan namun tidak diizinkan untuk melakukan praktik jual beli tanah. Hampir tiga perempat (71,7%) nelayan memiliki rumah sendiri. Seluruh bangunan rumah yang dimiliki nelayan (100,0%), hak kepemilikannya dipegang oleh istri. Hal ini berimplikasi pada peran absolut yang dimiliki istri terhadap sumberdaya materi keluarga berupa rumah.

38

Seluruh barang elektronik dan tabungan yang dimiliki oleh keluarga nelayan dipandang sebagai harta bersama yang dimiliki bersama pula oleh suami dan istri. Adapun barang elektronik yang paling banyak dimiliki oleh sebagian besar nelayan (96,7%) adalah televisi. Sebagian besar nelayan (80,0%) memiliki magic jar untuk alat bantu memasak nasi. Sementara itu, hampir tiga perempat nelayan memiliki kulkas (61,7%), telepon genggam (70,0%), pemutar VCD/DVD (66,7%), kipas angin (73,3%), dispenser (68,3%), dan perangkat suara (60,0%). Kurang dari separuh nelayan (46,7%) memiliki blender. Status kepemilikan aset selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga

Jenis Aset Persentase Kepemilikan

Istri Suami Bersama n % n % n % Alat Transportasi

- Kapal motor (tonda) 0 0,0 3 75,0 1 25,0

- Perahu motor robin 0 0,0 26 100,0 0 0,0

- Mobil 1 100,0 0 0,0 0 0,0 - Motor 18 41,9 11 25,5 14 32,6 - Sepeda 6 28,6 5 23,8 10 47,6 Alat tangkap 0 0,0 29 100,0 0 0,0 Barang Berharga - Rumah 43 100,0 0 0,0 0 0,0 - Emas 11 100,0 0 0,0 0 0,0 Barang Elektronik - Televisi 0 0,0 0 0,0 58 100,0 - Radio 9 26,5 3 8,8 22 64,7 - Kulkas 5 13,5 6 16,2 26 70,3 - Pemutar VCD/DVD 5 12,5 3 7,5 32 80,0 - Telepon genggam 10 23,8 6 14,3 26 61,9 - Kipas angina 14 31,8 0 0,0 30 68,2 - Mesin Cuci 0 0,0 0 0,0 16 100,0 - Dispenser 0 0,0 0 0,0 41 100,0 - Perangkat suara 3 8,3 3 8,3 30 83,4 - Komputer 0 0,0 0 0,0 4 100,0 - Laptop 0 0,0 0 0,0 13 100,0 - Tape recorder 0 0,0 0 0,0 19 100,0

- Rice Cooker/Magic Jar 0 0,0 7 14,6 41 85,4

- Play Station 0 0,0 0 0,0 16 100,0

- Blender 0 0,0 0 0,0 28 100,0

Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga

Persepsi Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga

Sistem matrilineal merupakan sistem kehidupan tradisional masyarakat Minangkabau dari zaman dahulu. Adanya sistem matrilineal ini telah menjadi landasan bagi hampir seluruh tata kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, mulai dari hal yang sederhana dalam lingkup keluarga hingga hal yang kompleks dalam lingkup nagari atau daerah. Seiring dengan perkembangan zaman, penerapan sistem ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau telah mengalami pergeseran makna dan realita. Untuk mengukur pergeseran makna budaya Matrilineal tersebut, dilakukan uji beda antara persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dengan praktik pengelolaan sumberdaya keluarga yang dilaksanakan sehari-hari.

Tabel 13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

No. Pernyataan Setuju (skor=1) Tidak Setuju (skor=0) n % n %

1. Istri memiliki hak atas kepemilikan aset tetap (seperti rumah, tanah, kendaraan, dll).

59 98,3 1 1,7

2. Istri secara sadar meminta atau diberikan wewenang agar aset tertentu didaftarkan atas namanya agar dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga.

45 75,0 15 25,0

3. Istri berhak untuk berunding bersama suami ataupun keluarga besar untuk pengeluaran yang sifatnya besar atau pembayarannya jangka panjang.

55 91,7 5 8,3

4. Istri berhak atas seluruh pendapatan suami 55 91,7 5 8,3 5. Istri memiliki hak penuh atas pendapatannya sendiri 58 96,7 2 3,3 6. Istri bertindak sebagai pengelola utama keuangan

keluarga

60 100,0 0 0,0

Min-maks 3,0-6,0

Rataan persepsi±SD (skor) 5,5±0,6

Tabel 13 menunjukkan bahwa hampir seluruh istri memiliki persepsi yang sesuai dengan budaya Matrilineal dalam menanggapi pernyataan bahwa dirinya memiliki hak atas kepemilikan aset, hak untuk berunding bersama suami atau keluarga besar terkait pengeluaran yang besar atau pembayaran yang sifatnya jangka panjang, hak untuk memperoleh nafkah dari pendapatan suami, dan hak untuk mengelola pendapatan sendiri. Seluruh istri menyatakan setuju bahwa

40

dirinya adalah pengelola utama keuangan keluarga. Hal ini sesuai dengan falsafah Minangkabau yang menyatakan bahwa perempuan adalah ambun puruak kuncian rangkiang (pemegang utama hak atas pengelolaan sumberdaya kaumnya).

Lebih dari separuh istri menyatakan bahwa dirinya secara sadar meminta atau diberikan wewenang agar aset tertentu didaftarkan atas nama dirinya agar dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga. Adapun pernyataan- pernyataan tersebut merupakan sebagian dari nilai-nilai dasar sistem matrilineal yang dianut masyarakat Minangkabau.

Apabila dibagi berdasarkan karakteristik pekerjaan suami, maka diketahui bahwa istri nelayan pemilik dan buruh berada pada kategori tinggi dalam hal persepsinya mengenai pengelolaan sumberdaya keluarga berdasarkan sistem matrilineal (Tabel 14). Hal ini bermakna bahwa baik istri nelayan pemilik maupun istri nelayan buruh sama-sama memiliki pandangan dan pengetahuan yang baik mengenai hak-hak mereka sebagai perempuan dalam sistem matrilineal. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi istri nelayan pemilik dan istri nelayan buruh dalam hal pengelolaan sumberdaya keluarga berdasarkan sistem matrilineal.

Tabel 14 Persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

Kategori Pemilik Buruh Total

n % n % n % Rendah (<60%) 0 0 1 3,3 1 1,7 Sedang (60%-80%) 0 0 1 3,3 1 1,7 Tinggi (>80%) 30 100,0 28 93,4 58 96,6 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks 83,3-100,0 50,0-100,0 50,0-100,0 Rataan±SD (persen) 92,7±10,4 91,6±12,2 92,2±10,4 p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Praktik Sistem Matrilineal dalam Keluarga

Pernyataan yang sama digunakan untuk mengetahui penerapan nilai-nilai tersebut dalam praktik keseharian keluarga. Tabel 15 menunjukkan hanya pada pernyataan bahwa istri berhak atas seluruh pendapatan suami dan istri bertindak sebagai pengelola utama keuangan keluarga yang dipraktikkan oleh sebagian besar keluarga nelayan.

Tabel 15 Sebaran per item praktik peran istri dalam sistem matrilineal

No. Pernyataan Terjadi

(skor=1)

Tidak terjadi (skor=0) n % n % 1. Aset tetap seperti rumah, tanah, dan kendaraan yang

dimiliki keluarga berada dalam hak milik istri (didaftarkan atas nama istri).

43 71,7 17 28,3

2. Sumberdaya materi yang dimiliki saat ini akan

diwariskan kepada anak perempuan dalam bentuk harato pusako.

30 50,0 30 50,0

3. Selalu berunding dengan suami ataupun keluarga besar terkait pengeluaran yang besar atau jangka panjang.

32 53,3 28 46,7 4. Memperoleh pendapatan dari suami setiap bulannya

secara rutin.

49 81,7 11 18,3 5. Mempergunakan pendapatan pribadi (dari usaha selain

nafkah suami) sesuai keinginan sendiri.

45 75,0 15 25,0 6. Istri yang selama ini memegang wewenang untuk

membelanjakan, mengelola, dan mengatur pola pembelanjaan uang dari pendapatan dalam keluarga.

60 100,0 0 0,0

Min-maks 2,0-6,0

Rataan praktik±SD (skor) 4,32±1,2

Nelayan pemilik melakukan praktik sistem matrilineal dalam keluarga lebih tinggi daripada nelayan buruh. Lebih dari tiga perempat keluarga nelayan pemilik memiliki praktik yang tinggi dalam penerapan sistem matrilineal, sedangkan pada nelayan buruh hanya kurang dari separuh yang berada pada kategori tinggi. Terdapat perbedaan yang signifikan antara praktik peran istri dalam sistem matrilineal pada keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh. Data selengkapnya dapat dilihat di Tabel 16.

Tabel 16 Praktik sistem matrilineal dalam keluarga

Kategori Pemilik Buruh Total

n % n % n % Rendah (<60%) 0 0,0 13 43,3 13 21,7 Sedang (60%-80%) 5 16,7 13 43,3 18 30,0 Tinggi (>80%) 25 83,3 4 13,4 29 48,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks 0,0-83,3 13,4-43,3 21,7-48,3 Rataan±SD (persen) 85,5±11,3 58,3-16,2 71,9±66,7 p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99% Penerapan Sistem Matrilineal pada Keluarga Nelayan

Hasil uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal menunjukkan bahwa persepsi istri mengenai pengelolaan sumberdaya keluarga

42

berdasarkan sistem matrilineal menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan praktik yang terjadi di dalam keluarga. Hal ini bermakna bahwa telah terjadi pergeseran makna dan nilai budaya dalam penerapan sistem matrilineal pada keluarga nelayan di Minangkabau. Secara perseptual, istri tahu akan nilai-nilai dan hak yang diberikan oleh sistem ini terhadap kedudukan dirinya di keluarga, namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak demikian. Hasil uji beda dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17 Uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal Rata-rata Persepsi Rata-rata Praktik Penerapan sistem

matrilineal dalam keluarga (skor)

5,53 4,32

p-value 0,000**

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Kontribusi Istri terhadap Pendapatan

Kontribusi istri terhadap pendapatan adalah persentase pendapatan yang diperoleh istri terhadap pendapatan total keluarga. Istri yang bekerja akan memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan total keluarga dan membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa secara keseluruhan, sebagian besar istri nelayan memiliki kontribusi yang rendah terhadap pendapatan keluarga. Hal ini karena hanya sebagian kecil dari istri nelayan yang bekerja. Sebagian besar istri nelayan hanya tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga.

Hampir separuh istri nelayan pemilik tidak berkontribusi terhadap pendapatan keluarga, sementara hanya kurang dari sepersepuluh istri nelayan buruh yang tidak berkontribusi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak istri nelayan pemilik yang bekerja untuk membantu keuangan keluarga dibandingkan istri nelayan buruh. Lebih dari separuh istri nelayan buruh berada pada kategori kontribusi antara 20,1%-30,0% terhadap pendapatan keluarga. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi istri nelayan pemilik dan istri nelayan buruh terhadap pendapatan keluarga (Tabel 18).

Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan kontribusi istri terhadap pendapatan

Kontribusi (%) Pemilik Buruh Total

n % n % n % 0,0 17 56,6 2 6,7 19 31,7 0,1-10,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 10,1-20,0 2 6,7 9 30,0 11 18,3 20,1-30,0 4 13,3 18 60,0 22 36,7 30,1-40,0 4 13,3 0 0,0 4 6,6 40,1-50,0 2 6,7 1 3,3 3 5,0 50,1-60,0 1 3,3 0 0,0 1 1,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0 Min-maks (persen) 0,0-54,5 0,0-50,00 0,0-54,5 Rataan (persen) ± SD 17,2±14,473 20,9±18,917 19,6±9,347 p-value 0,376

Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Rumah Tangga

Peran adalah keikutsertaan seseorang untuk mengambil keputusan atas sesuatu dalam suatu kegiatan. Peran mengindikasikan suatu tugas, tanggung jawab, kualifikasi, atau wewenang seseorang. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang dimiliki oleh istri karena keikutsertaannya dalam merencanakan, mengelola, dan mengambil keputusan atas faktor-faktor ekonomi keluarga, baik materi maupun non materi, dinyatakan dalam indeks dan diukur dengan skala likert. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dibagi menjadi tiga indikator, yaitu peran dalam mengelola

Dokumen terkait