• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

KELUARGA NELAYAN PADA SISTEM MATRILINEAL

ARINA ZULIANY

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

(3)

Being Among Matrilineal Fishermen Families. Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Wife’s role in managing family resources determined as her bargaining position in planning, controlling, actuating, and managing family resources. Matrilineal system creates a typical role of women because of it’s maternal areships. This study intended to analyze the effect of wife’s role in managing family resources to fishermen family’s subjective well-being. This study was placed in Batang Arau Village, Padang Selatan Sub-District, Padang Municipality, West Sumatra, from February to March 2012. There were 60 fishermen families involved in this study, both 30 owner fishermen and 30 laborer fishermen from Minangkabau ethnics chosen by using snowball method. Data collection was held with guidance of questionnaire, then was analyzed with descriptive statistics, independent sample t-test, paired sample t-test, and multiple linear regression test. The result showed that difference between perceived norms and practice on implementing matrilineal system was detected among fishermen families (p<0,05). Fishermen families were in a high level of wife’s role. Subjective well-being of fishermen’s wife was also in a high category. The were no difference of owner fishermen and laborer fishermen’s subjective well-being (p>0,05). Subjective well-being was affected by family size and wife’s contribution in family income.

Keywords: matrilineal, subjective well-being, wife’s contribution, wife’s role.

ABSTRAK

ARINA ZULIANY. Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang dimiliki oleh istri karena keterlibatannya dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan mengelola sumberdaya keluarga. Sistem matrilineal menciptakan peran yang khas pada perempuan karena sistem ini menganut garis keturunan ibu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh peran istri dalam mengelola sumberdaya keluarga terhadap kesejahteraan subyektif yang dirasakannya. Penelitian dilakukan di Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, pada bulan Februari hingga Maret 2012. Penelitian ini melibatkan 30 nelayan pemilik dan 30 nelayan buruh bersuku bangsa Minangkabau yang dipilih secara snowball. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, kemudian diolah dengan analisis deskriptif, uji beda, dan uji regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem matrilineal dalam keluarga nelayan yang diteliti menunjukkan adanya kesenjangan antara persepsi dan praktik pelaksanaannya (p<0,05). Istri nelayan memiliki peran yang tinggi dalam mengelola sumberdaya materi keluarga. Kesejahteraan subyektif pada istri nelayan juga terkategori tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan nelayan buruh (p>0,05). Kesejahteraan subyektif dipengaruhi oleh besar keluarga dan kontribusi istri terhadap pendapatan.

(4)
(5)

Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dan mengukur tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan khususnya adalah: (1) mengidentifikasi penerapan sistem matrilineal pada keluarga nelayan, (2) menghitung tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan buruh, (3) menjelaskan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga, (4) mengidentifikasi hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat kontribusi ekonomi istri dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga, (5) mengukur tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan metode survei. Penelitian dilakukan di Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Pengambilan data dilakukan dari bulan Februari sampai Maret 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan di wilayah Kelurahan Batang Arau, Sumatera Barat. Keluarga nelayan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok nelayan pemilik dan (2) kelompok nelayan buruh. Responden dalam penelitian ini adalah istri nelayan. Pemilihan contoh menggunakan teknik nonprobability sampling secara snowball dan diambil sebanyak 60 keluarga yang terdiri dari 30 keluarga nelayan pemilik dan 30 keluarga nelayan buruh.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik istri, keluarga, lingkungan, kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga, penerapan sistem matrilineal dalam keluarga, tingkat peran istri terhadap sumberdaya keluarga, dan tingkat kesejahteraan subyektif yang dirasakan oleh istri. Data yang diperoleh lalu diolah melalui proses pengeditan, pengkodean, pemasukan, pembersihan, dan analisis data. Variabel-variabel diukur berdasarkan skor dan data dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi Pearson dan regresi linear berganda.

(6)

Rp306.109,00-Rp612.216,00/kapita/bulan. Sebanyak 71,7 persen keluarga nelayan memiliki rumah sendiri yang keseluruhan hak kepemilikannya dipegang oleh istri.

Nelayan pemilik melakukan penerapan sistem matrilineal dalam keluarga lebih tinggi daripada nelayan buruh. Hampir seluruh keluarga nelayan pemilik memiliki praktik yang tinggi dalam penerapan sistem matrilineal. Terdapat perbedaan yang signifikan antara penerapan sistem matrilineal dalam keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh (p<0,05).

Istri nelayan pemilik berkontribusi dalam pendapatan keluarga dengan rataan sebesar 17,2 persen, sedangkan istri nelayan buruh sebesar 20,9 persen. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontribusi istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam pendapatan keluarga.

Hampir seluruh istri nelayan (90,0%) memiliki peran yang tinggi dalam pengelolaan sumberdaya keluarganya. Indikator pengukuran peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga diantaranya diukur berdasarkan pembagian peran dalam tanggung jawab dan wewenang antara suami dan istri dalam hal peran pengelolaan keuangan, peran domestik, dan peran publik atau sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa istri berperan paling dominan dalam urusan domestik seperti dalam hal perawatan anak sehari-hari, urusan rumah tangga, dan pemeliharaan kebersihan rumah.

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pendidikan istri dengan perannya dalam mengelola sumberdaya keluarga. Jika ditinjau dari masing-masing dimensi peran istri, diketahui bahwa umur istri dan suami berhubungan positif signifikan dengan peran sosialnya. Pendidikan istri berpengaruh positif signifikan dengan peran domestiknya, dan penerapan matrilineal dalam keluarga berpengaruh signifikan terhadap peran sosialnya.

Sebanyak 83,4 persen nelayan pemilik dan nelayan buruh keduanya memiliki kesejahteraan subyektif yang tinggi. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan subyektif nelayan pemilik dan nelayan buruh. Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif istri nelayan dipengaruhi oleh besar keluarga dan kontribusi istri dalam pendapatan keluarga. Bertambahnya anggota keluarga akan meningkatkan skor kesejahteraan subyektif yang dirasakan oleh istri, sedangkan bertambahnya persentase kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga akan menurunkan skor kesejahteraan subyektif yang dirasakannya.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PERAN ISTRI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA

KELUARGA DAN KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF

KELUARGA NELAYAN PADA SISTEM MATRILINEAL

ARINA ZULIANY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

Nama : Arina Zuliany NIM : I24080042

Disetujui,

Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Pembimbing

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M. Sc

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

(10)

PRAKATA

Alhamdulillaahirabbil’alamiin.Tiada kalimat yang tepat untuk disampaikan selain kesyukuran yang tak terhingga. Puji dan syukur penulis sampaikan kepada

Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan berbagai pertolongan dan

kemudahan dalam menyelesaikan penelitian ini. Salam terindah juga ingin penulis sampaikan pada Rasulullah Muhammad SAW., yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam.

Rampungnya penelitian ini tentu tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin berterima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing saya dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik atas bantuan dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

3. Irni Rahmayani Johan, SP., MM selaku dosen pemandu seminar hasil dan dosen penguji Komisi Pendidikan, serta Megawati Simanjuntak, SP., M.Si selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan-masukan yang membangun bagi perbaikan skripsi.

4. Segenap staf pengajar, pegawai, dan rekan-rekan mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang selalu memberi dukungan bagi terciptanya suasana sarat pengetahuan bagi penulis.

5. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar dan para responden dari warga Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Sumatera Barat, atas partisipasi dan bantuannya dalam proses pengambilan data.

6. Ibunda dan ayahanda tercinta, Dra. Any Thrisna dan Drs. Zulfahmi, MM (alm) serta kakak dan adik penulis Zulian Fikry, S.Psi dan Muhammad Rayyan Ramadhan. Selanjutnya kepada Opa H. Achmad Noer, Oma Hj. Theresia, dan Elly Thrisyanti, SE., Akt. Terima kasih atas segala do’a, cinta, dan dukungan yang begitu tulus untuk penulis.

7. Rizki Amalia, S.Si; Winda Dwi Gustiana, S.Si; Iin Khoirunnisa; RR Dewi Suci CIA, S.Si; Dewi Sekar Mukhti, S.Si; Amania Farah, S.Si; Yayang Ayesya, S.Si; Nisrinah Kharisma, S.Si; R Ifah Kholifah; Neneng Nurul Sopiah; dan segenap rekan-rekan IKK 45 yang telah memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam pengerjaan skripsi ini.

8. Aldian Farabi, S.TP; Dimas Surya Utama, Fitriany Podungge, S.Pi; Nadita Zairina Suchesdian, Siti Luthfiyyah Azizah, Susi Susanti, dan keluarga besar Forum Indonesia Muda lainnya atas diskusi, motivasi, bantuan, serta dukungan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penelitian ini adalah salah satu perspektif untuk memotret sistem kekerabatan yang kompleks dan terbilang langka di dunia tapi justru ada di Indonesia: Sistem Matrilineal. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kendati demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkan informasi di dalamnya.

(11)
(12)

2

Pendapatan Perkapita ... 34

Aset dan Status Kepemilikan Aset Keluarga ... 35

Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga ... 39

Persepsi Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga ... 40

Praktik Sistem Matrilineal dalam Keluarga ... 40

Penerapan Sistem Matrilineal pada Keluarga Nelayan ... 41

Kontribusi Istri terhadap Pendapatan ... 42

Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Rumah Tangga... 44

Hubungan Antara Karakteristik dengan Penerapan Matrilineal, Kontribusi Istri terhadap Pendapatan Keluarga, dan Peran Istri ... 45

Kesejahteraan Subyektif Istri ... 46

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesejahteraan Subyektif Istri ... 48

Pembahasan ... 49

Keterbatasan Penelitian ... 52

SIMPULAN DAN SARAN ... 53

Simpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 59

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan skala data ... 20

2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami ... 30

3 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri ... 30

4 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan suami ... 31

5 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan istri ... 32

6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan istri ... 32

7 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga... 33

8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan ... 34

9 Sebaran rataan pendapatan keluarga berdasarkan sumber ... 34

10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita ... 35

11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset ... 36

12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga ... 38

13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga ... 39

14 Persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga ... 40

15 Sebaran per item praktik peran istri dalam sistem matrilineal ... 41

16 Praktik sistem matrilineal dalam keluarga ... 41

17 Uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal ... 42

18 Sebaran keluarga berdasarkan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya ... 43

19 Sebaran keluarga berdasarkan kontribusi istri terhadap pendapatan ... 44

20 Hubungan antara karakteristik dengan penerapan matrilineal, ... 45

21 Hubungan karakteristik contoh dengan dimensi peran istri dalam ... 46

22 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subyektif ... 47

23 Hubungan karakteristik, kontribusi ekonomi, dan peran istri dengan ... 47

24 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahtraan subyektif istri ... 48

(14)

4

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta lokasi penelitian ... 61 2 Korelasi semua variabel... 62 3 Sebaran per item peran istri dalam pengelolaan sumberdaya

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku minoritas di Sumatera sebelah timur di kawasan hutan luas diantara sungai-sungai besar, rawa-rawa pantai dan pulau-pulau lepas pantai (Weintré 2003). Di antara suku-suku tersebut, yang paling unik sistem kekerabatannya adalah suku Minangkabau yang berada di Sumatera Barat.

Masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal yang merupakan sistem kekerabatan berdasarkan garis ibu. Sistem kekerabatan ini memberikan peran yang penting bagi perempuan tidak hanya sebagai sumber keturunan, tapi juga sebagai simbol kearifan, kebijakan, finansial, kekuatan, keindahan, kemegahan, dan masa depan. Penguasaan perempuan terhadap basis ekonomi,

fisik, dan budaya dengan berlandaskan sistem “matrilineal-nya”, membuat perempuan Minangkabau relatif memiliki akses penguasaan dan kemampuan pemanfaatan ekonomis yang tinggi dan mandiri (Khaidir 2005).

(16)

2

berada pada ranah domestik, yaitu manajemen sumberdaya keluarga dan urusan rumah tangga, sementara pembuatan keputusan secara publik banyak didominasi oleh laki-laki yang disebut sebagai ninik mamak maupun datuk pemimpin kaum.

Abidin (2009) secara sarkastis menyatakan bahwa dalam masyarakat Minangkabau tradisional, pada hakekatnya peranan perempuan yang seimbang dengan laki-laki sudah melebihi apa yang diperlukan perempuan itu sendiri, sebagaimana yang mereka perlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Dulu, tidak dipakai kata emansipasi, persamaan hak, atau gender sebagaimana yang sering disuarakan oleh kaum wanita barat masa kini. Namun, setelah dikaji, ternyata makna matrilineal dan feminisme sama-sama merujuk pada kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Hal itu memberikan arti bahwa masyarakat Minangkabau, terutama pada keberadaan dan posisi perempuannya, sudah menjadi modern sebelum kata modern itu ada. Sistem matrilineal bahkan sudah ada sebelum kata feminisme lahir.

Abidin (2009) melanjutkan, dari aspek sistem nilai, karakteristik perempuan Minangkabau telah terpola dalam suatu pembagian kerja yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Di dalam adat Minangkabau, perempuan adalah owner (pemilik), sedangkan laki-laki adalah manager (pengurus) terhadap semua aset keluarga matrilinealnya. Oleh karena itu, sistem matrilineal telah menempatkan perempuan pada suatu posisi yang mengharuskannya berpikir lebih luas, bijaksana, dan tegas terhadap putusan-putusan yang akan diambil terkait dirinya, keluarga, dan masyarakat.

(17)

Peran gender muncul dalam setiap segi kehidupan sosial manusia, seperti dalam institusi sosial, termasuk struktur keluarga, tanggung jawab pekerjaan rumah tangga, pasar tenaga kerja, sekolah, kesehatan, hukum, dan kebijakan publik. Hasil penelitian Oladeji (2008) menyatakan bahwa peran gender dan norma gender bersifat spesifik secara budaya dan juga beragam di seluruh penjuru dunia. Hampir di semua daerah, laki-laki dan perempuan memiliki kekuasaan, status, dan kebebasan yang berbeda dan bervariasi secara substansial. Gender memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan dan perilaku reproduktif dalam keluarga.

Hasil penelitian Gusnita (2011) mengenai pengaruh kontribusi ekonomi perempuan dan peran gender terhadap kesejahteraan keluarga di salah satu komunitas matrilineal Minangkabau menunjukkan bahwa kepemilikan aset pada perempuan Minangkabau memberikan pengaruh yang positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya dalam keluarga, sehingga peran gender perempuan di Minangkabau, dalam hal ini istri, menjadi semakin signifikan. Jika peran gender istri semakin signifikan, maka peran istri terhadap pengelolaan sumberdaya keluarga juga semakin tinggi. Hal ini berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga subyektif yang dirasakan oleh istri. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap peran gender perempuan ini adalah kepemilikan aset dan kontribusi ekonomi perempuan. Sementara itu, faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga subyektif adalah kepemilikan aset dan pendapatan total yang dimiliki keluarga.

Banyaknya penelitian mengenai keragaan sosial masyarakat matrilineal Minangkabau di luar negeri menunjukkan bahwa Minangkabau bukan lagi ranah penelitian yang perawan. Penerbitan tentang Minangkabau, baik yang ditulis oleh para ilmuwan sosial Minangkabau, maupun oleh orang-orang asing, tampak meningkat dalam jumlah dan keberagaman topiknya yang sebagian besar didasarkan pada penelitian di lapangan (Beckmann 2000).

(18)

4

menjadi rujukan untuk pengetahuan tentang matrilinealisme serta kebudayaan yang diturunkan secara fragmentaris dari generasi ke generasi saja menjadi kurang relevan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai peran istri terhadap pengelolaan sumberdaya keluarga dalam keluarga nelayan matrilineal Minangkabau.

Perumusan Masalah

Minangkabau sebagai representasi komunitas tempat diberlakukannya sistem matrilineal memiliki cakupan wilayah yang luas di Sumatera Barat. Daerah asli Minangkabau yang bertahan hingga kini adalah Luhak nan Tigo, yaitu Luhak Limo Puluah Koto, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Tiga daerah tersebut dikenal sebagai daerah darek atau kampung halaman. Sementara itu, daerah pesisir pantai Sumatera Barat secara adat disebut sebagai daerah rantau. Daerah pesisir ini menjadi cikal bakal tujuan perantauan bagi pemuda asli Minangkabau.

Rumah, keluarga, kampung, serta konsep anak tertantang secara agresif dan lantas tertransformasi di daerah pesisir perantauan ini. Masyarakat pesisir yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan, diasumsikan sebagai komunitas masyarakat di wilayah Minangkabau yang paling banyak menerima paparan budaya luar. Dalam kehidupan masyarakat nelayan yang banyak bercampur dengan kebudayaan lain sebagai pendatang, orang Minangkabau asli dipaksa mempertanyakan definisi-definisi budaya yang sangat elementer dan sudah menjadi nilai-nilai dasar. Kondisi perubahan fundamental dan tak terhindarkan inilah yang membuat daerah pesisir Minangkabau unik dan menarik (Hadler 2009).

(19)

budaya luar ini tentu mendorong terjadinya akulturasi dengan lebih pesat, begitupun di Sumatera Barat, khususnya Minangkabau.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berpusat pada masalah berikut:

1. Bagaimana penerapan sistem matrilineal yang terjadi pada keluarga nelayan?

2. Bagaimana tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan buruh?

3. Bagaimana peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga?

4. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat kontribusi ekonomi istri dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga serta kesejahteraan subyektif istri?

5. Bagaimana tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat peran istri dalam pengelolaan sumberdaya materi keluarga dan kesejahteraan subyektif istri dalam keluarga nelayan yang menganut sistem matrilineal di Sumatera Barat. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi penerapan sistem matrilineal yang terjadi pada keluarga nelayan.

2. Menghitung tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan buruh. 3. Menjelaskan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga.

4. Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat kontribusi ekonomi istri dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga, serta kesejahteraan subyektif istri.

(20)

6

Kegunaan Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori

Definisi Keluarga

Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami, istri, dan anak. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah tangga.

Rumah tangga dan keluarga adalah dua istilah yang berbeda. Keluarga adalah unit terkecil yang menampung anggota yang terikat dalam ikatan darah, perkawinan, atau adopsi, sementara rumah tangga adalah sebuah kesatuan dari beberapa individu yang mengelola sumberdaya secara bersama-sama untuk mencapai kepuasan bersama, sehingga dalam sebuah keluarga pasti terdapat rumah tangga (bisa jadi lebih dari satu rumah tangga), akan tetapi dalam rumah tangga bisa jadi tidak terdapat hubungan keluarga (Puspitawati 2009).

Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga diterangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN 1996), dimana fungsi-fungsi tersebut ada delapan, yaitu: 1) Fungsi Keagamaan, 2) Fungsi Sosial Budaya, 3) Fungsi Cinta Kasih, 4) Fungsi Melindungi, 5) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, 6) Fungsi Reproduksi, 7) Fungsi Ekonomi, 8) Fungsi Pembinaan Lingkungan. Sementara itu, menurut resolusi majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta menciptakan kepuasan dan lingkungan yang sehat untuk tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 1999).

Pendekatan Teori Struktural-Fungsional

(22)

8

dalam masyarakat. Keragaman struktur tersebut menciptakan peran yang beragam dalam sistem (Megawangi 1999).

Selanjutnya, Megawangi (1999) menyatakan bahwa keseimbangan akan menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial ini akan tercipta jika keluarga memiliki struktur atau strata yang jelas dan setiap individu yang ada dalam keluarga tersebut mematuhi sistem nilai yang ada dengan menjalankan peran dan fungsinya masing-masing. Menurut teori ini, keluarga dilihat sebagai salah satu subsistem yang tidak terlepas dari interaksinya dengan subsistem-subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat. Dalam interaksi tersebut, keluarga berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan sosial masyarakat (equilibrium state). Persyaratan struktural yang diperlukan oleh keluarga agar dapat berfungsi sebagai sistem adalah: (1) diferensiasi peran yang merupakan sebentuk alokasi peran yang harus dilakukan oleh anggota keluarga, (2) alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi hubungan antaranggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan, (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, (4) alokasi politik yang berkaitan dengan distribusi kekuasaan, peran, dan pengaruh dalam keluarga, serta (5) alokasi integrasi dan ekspresi yang merupakan distribusi teknik atau cara-cara bersosialisasi dan menunjukkan afeksi yang ditunjukkan keluarga dalam berinteraksi (Megawangi 1999).

(23)

Manajemen Sumberdaya Keluarga Manajemen

Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam manajemen bermula dari perencanaan hingga pelaksanaan dari penggunaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan. Manajemen memungkinkan individu dan keluarga untuk bertahan menghadapi tekanan dan kondisi yang berubah, serta menjadi jalan untuk menghadapi masa depan. Manajemen mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal dalam suatu ekosistem. Tindakan manajerial berorientasi pada tujuan dan terkait dengan sumberdaya yang dimiliki atau yang tersedia (Deacon dan Firebaugh 1988).

Sumberdaya

Sumberdaya adalah alat atau kekayaan yang tersedia untuk menyelesaikan persoalan atau masalah. Deacon dan Firebaugh (1988) mendefinisikan sumberdaya sebagai alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk memenuhi keinginan. Sumberdaya juga didefinisikan sebagai segala bentuk komoditi, baik secara materi dan non materi yang bisa memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis individu (Rettig dan Leichtentritt 1998). Sumberdaya ini mencakup cinta, status, informasi, uang, barang, dan jasa.

Sumberdaya materi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan fisik, yaitu uang dan aset. Sementara itu, sumberdaya non materi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan relatif tidak berwujud, seperti cinta, status, informasi, dan jasa.

Manajemen Sumberdaya Keluarga

(24)

10

Adapun fungsi dalam manajemen sumberdaya keluarga menurut Deacon dan Firebaugh (1988) ada empat, yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan berdasarkan kebutuhan dan sumberdaya yang dimiliki secara keseluruhan serta menetukan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Perencanaan merupakan proses yang penting dalam manajemen, karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tidak dapat berjalan.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih sederhana. Pengorganisasian memudahkan keluarga untuk melakukan pengawasan dan menentukan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan menentukan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, bagaimana tugas tersebut diselesaikan, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya.

3. Pelaksanaan (Actuating)

Pelaksanaan adalah membuat perencanaan menjadi kenyataan. Pembagian tugas yang telah disepakati dilaksanakan dalam keluarga. 4. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota keluarga berusaha mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati. Dalam fungsi pengawasan ini, jika diperlukan, akan dilakukan penyesuaian standar antaranggota keluarga.

Peran Gender dalam Keluarga Konsep Gender

(25)

menyertai peran itu (Riley 1997). Hasil penelitian Oladeji (2008) menyatakan bahwa peran gender dan norma gender bersifat spesifik secara budaya dan juga beragam di seluruh penjuru dunia. Hampir di semua daerah di dunia, laki-laki dan perempuan memiliki kekuasaan, status, dan kebebasan yang berbeda dan bervariasi secara substansial. Gender memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan dan perilaku reproduktif dalam keluarga. Gender menciptakan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Besarnya porsi pembagian peran dan tanggung jawab ini diasosiasikan sebagai peran gender. Semakin seimbang peran gender, berarti semakin banyak tanggung jawab yang dibagi bersama antara laki-laki dan perempuan.

Peran

Peran adalah suatu bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu pengaturan sosial yang dipengaruhi oleh norma kepantasan dan kepatutan. Suatu peran mengindikasikan tugas, tanggung jawab, kualifikasi, atau sesuatu yang diharapkan dari seseorang berdasarkan statusnya. Adapun peran gender maknanya adalah norma yang diterima dalam masyarakat yang dihubungkan dengan sifat laki-laki atau perempuan dalam suatu masyarakat tertentu.

Menurut Puspitawati (2012), berkaitan dengan peran gender, terdapat istilah kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang digunakan dalam analisis gender, yang bermakna: (1) kegiatan produktif atau peran publik yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam mencari nafkah, (2) kegiatan reproduktif atau peran domestik yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan pengembangan keluarga serta menjamin keberlangsungan sumberdaya manusia dalam keluarga yang biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik tanpa menghasilkan uang, dan (3) kegiatan sosial atau peran kemasyarakatan yang berkaitan dengan kegiatan politik dan sosial budaya. Peran Istri

(26)

12

menemukan bahwa pendapatan harus berada dalam wewenang istri dalam upaya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam rumah tangga, bukan hanya dihasilkan oleh istri.

Duflo (2003) dan Rangel (2005) yang menemukan bahwa peningkatan pada kontribusi ekonomi istri diartikan sebagai meningkatnya peran istri dalam pengelolaan dan penguasaan sumberdaya keluarga yang akhirnya akan membawa kepada tingkat kepuasan yang lebih baik dari perspektif istri. Namun, perlu diperhatikan bahwa pendapatan yang lebih tinggi saja tidak cukup untuk membuat istri merasa lebih sejahtera. Hal yang terpenting adalah memberikan akses yang memadai kepada istri dalam mengatur pendapatan dan meningkatkan peran istri dalam mengelola sumberdaya materi dan non materi berdasarkan uang yang telah dialokasikan (Ashraf et al. 2006).

Di masa yang semakin modern ini, perempuan tampak semakin berperan di ranah publik termasuk dalam mencari nafkah. Hal tersebut mendorong perempuan untuk ikut serta berperan dalam sektor ekonomi demi menambah penghasilan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan. Berkaitan dengan hal ini, menurut Puspitawati 1998, terdapat 2 (dua) strategi yang dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu: (1) generating additional income atau menambah penghasilan dan (2) cutting back expenses atau melakukan penghematan. Perempuan yang bekerja, dalam hal ini, melakukan peningkatan sumberdaya keluarga dengan cara bekerja hingga mampu berkontribusi dalam menambah pendapatan keluarga.

Kesejahteraan Keluarga

Pengertian Kesejahteraan Keluarga

(27)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain (Syarief dan Hartoyo 1993):

1. Faktor ekonomi.

Kemiskinan dapat menghambat upaya peningkatan pembangungan sumberdaya yang dimiliki keluarga, akhirnya dapat menghambat upaya peningkatan kesejahteraan keluarga.

2. Faktor budaya.

Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya kemantapan budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya diharapkan mampu memperkokoh keluarga dalam melaksanakan fungsinya.

3. Faktor teknologi.

Peningkatan kesejahteraan keluarga harus didukung oleh pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi harus diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi. Penguasaan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan, kualitas sumberdaya manusia, dan kepemilikan modal. 4. Faktor keamanan.

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan yang terjamin.

5. Faktor kehidupan beragama.

Kesejahteraan keluarga juga menyangkut masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing tanpa memaksakan agama yang satu kepada yang lain.

6. Faktor kepastian hukum.

(28)

14

Kesejahteraan Keluarga Subyektif

Kesejahteraan digolongkan menjadi dua, yaitu kesejahteraan obyektif dan kesejahteraan subyektif. Kesejahteraan obyektif hanya dinilai berdasarkan kepuasan finansial atau materi. Menurut Krueger (2009), kesejahteraan subyektif adalah pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subyektif terhadap keadaannya dalam waktu tertentu. Kesejahteraan subyektif ini berhubungan erat dengan kepuasan. Kesejahteraan subyektif dibagi menjadi kesejahteraan materi dan non materi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kepuasan individu atau keluarga, maka semakin tinggi kesejahteraan subyektif yang dirasakannya.

Hasil penelitian Simanjuntak (2010) menyatakan bahwa peningkatan akses terhadap sumberdaya fisik dan non fisik keluarga seperti keuangan, makanan, maupun aset akan memberikan kepuasan subyektif yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gusnita (2011) mengenai kesejahteraan subyektif yang menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif perempuan bekerja di Sumatera Barat dipengaruhi oleh: (1) kepemilikan aset atau peran terhadap sumberdaya keluarga dan (2) pendapatan total keluarga. Aset adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki. Aset berperan sebagai alat pemuas kebutuhan, baik fisik maupun hedonik. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki aset lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan yang memiliki aset terbatas.

Karakteristik Sistem Matrilineal

Sistem Kekerabatan Garis Keturunan Ibu

Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan menurut garis ibu pula (Abidin 2009).

(29)

peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya secara adat.

Menurut Radjab (1969) dalam Abidin (2009), sistem matrilineal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Keturunan dihitung menurut garis ibu. 2. Suku terbentuk menurut garis ibu.

3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami). 4. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan “ibu”, tetapi

jarang sekali dipergunakan karena bersifat kekuasaan domestik.

5. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi atau tinggal di rumah istrinya.

6. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya. Suami dan anak laki-laki dalam keluarga tidak punya hak atas kepemilikan harta pusaka.

Keunggulan dari sistem ini adalah mampu bertahan walaupun sistem patrilineal muncul sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain. Sistim matrilieal tidak hanya jadi sebuah “aturan” saja, tetapi telah menjadi semakin kuat menjadi suatu budaya, jalan hidup, hingga menjadi kecenderungan yang paling dalam dari diri setiap orang Minangkabau.

(30)
(31)

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga sejahtera merupakan landasan awal terciptanya masyarakat yang madani. Kesejahteraan suatu keluarga dapat dilihat dari segi fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis. Keluarga harus dapat menciptakan sumberdaya yang berkualitas agar dapat menjadi input yang baik bagi masyarakat. Perempuan, dalam hal ini istri, adalah pemegang tanggung jawab besar dalam mendidik anak-anaknya sehingga menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas.

Penelitian ini ingin melihat sejauh mana peran istri pada masyarakat yang menganut sistem matrilineal atau menurut garis keturunan ibu, sehingga penting untuk mengetahui karakteristik istri, karakteristik keluarga, dan karakteristik lingkungan. Karakteristik istri dan keluarga yang terdiri dari umur, pendapatan, lama pendidikan, besar keluarga, status kepemilikan aset keluarga, dan penerapan sistem matrilineal dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kontribusi ekonomi istri dan selanjutnya terhadap peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga. Terdapat hubungan yang positif antara kontribusi ekonomi istri dengan perannya di dalam keluarga. Sementara, kepemilikan yang tinggi atas sumberdaya materi ataupun non materi akan meningkatkan kepuasan istri terhadap perkawinan yang akhirnya akan membawa pada kepuasan subyektif yang lebih tinggi untuk istri. Kesejahteraan akan tercapai dengan maksimal apabila kerjasama atau kemitraan antara suami dan istri dalam keluarga tercipta dengan optimal. Peran gender bagi seorang istri secara tradisional adalah di sekitar sektor domestik, sementara suami berperan pada sektor publik. Diferensiasi peran ini akan memberikan pengaruh pada kesejahteraan subyektif istri dalam keluarga.

(32)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional Penerapan Sistem

Matrilineal dalam Keluarga - Persepsi - Praktik

Kesejahteraan Subyektif

Peran Istri dalam Pengelolaan

Sumberdaya Rumah Tangga Kontribusi Istri

terhadap Pendapatan

Keluarga Karakteristik Istri:

- Umur

- Lama Pendidikan - Pekerjaan

Karakteristik Keluarga:

- Umur Suami - Lama Pendidikan

Suami

- Pekerjaan Suami - Besar Keluarga - Pendapatan

Keluarga

- Status Kepemilikan Aset

(33)

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi, dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik istri. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan wilayah pesisir yang masih kental dengan nuansa budaya Minangkabau dan menganut sistem matrilineal. Selain itu, berdasarkan data BPS 2010, Kelurahan Batang Arau merupakan pusat pengembangan minapolitan wilayah Sumatera Barat yang memiliki populasi nelayan terbesar di provinsi ini, yaitu sebanyak 1721 jiwa. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, yaitu dari bulan Februari sampai Maret 2012.

Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan di wilayah Kelurahan Batang Arau, Sumatera Barat. Dalam penelitian ini, keluarga nelayan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok nelayan pemilik, dan (2) kelompok nelayan buruh. Responden dalam penelitian ini adalah istri nelayan. Metode pemilihan contoh yang digunakan ialah teknik nonprobability sampling secara snowball dan diambil sebanyak 60 keluarga contoh. Pengambilan contoh secara snowball dilakukan karena tidak adanya data yang valid mengenai daftar nama nelayan pemilik dan buruh di Kelurahan Batang Arau, maka data mengenai hal tersebut ditanyakan kepada Ketua PKK setempat, setelah itu dilakukan pengambilan contoh dengan bertanya kepada responden mengenai tetangganya sesama nelayan buruh atau nelayan pemilik. Secara bertahap, jumlah responden terkumpul sebanyak 30 keluarga nelayan pemilik dan 30 keluarga nelayan buruh.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

(34)

20

keluarga, penerapan sistem matrilineal dalam keluarga, tingkat peran istri dalam mengelola sumberdaya keluarga, dan tingkat kesejahteraan subyektif yang dirasakan oleh istri.

Data sekunder diperlukan untuk memperkaya dan menunjang analisis data primer. Data sekunder diperoleh dari dinas-dinas terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Badan Pusat Statistik, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan di lokasi penelitian. Variabel penelitian, jenis data, dan skala data dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan skala data

No. Variabel Satuan Skala Saat

Analisis Jenis Data 1. Karakteristik Istri

a. Umur Istri tahun Rasio Primer

b. Lama Pendidikan Istri tahun Rasio Primer

c. Pekerjaan Nominal Primer

2. Karakteristik Keluarga Rasio

a.Umur Suami tahun Rasio Primer

b.Lama Pendidikan Suami tahun Nominal Primer

c.Pekerjaan Suami - Primer

d.Besar Keluarga orang Rasio Primer

e.Pendapatan per kapita Rp/bln Rasio Primer

f. Pendapatan keluarga berdasarkan sumber

persen Rasio Primer

g.Aset - Nominal Primer

h.Status Kepemilikan Aset - Nominal Primer

3. Kontribusi Istri terhadap Pendapatan Keluarga

persen Rasio Primer

4. Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga

(35)

Pengukuran Variabel Penelitian dan Pengelompokannya

Variabel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan atas kerangka pemikiran yang disesuaikan untuk mencapai tujuan penelitian. Variabel dalam penelitian dan pengukurannya dijelaskan sebagai berikut:

1. Karakteristik istri dan karakteristik keluarga meliputi: a. Umur istri dan suami

Berdasarkan Papalia, Old, dan Friedman (2008), kategori umur dewasa adalah dewasa muda (19-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa tua (>60 tahun).

b. Lama pendidikan

Lama pendidikan diukur berdasarkan tahun yang dikelompokkan menjadi 0 tahun, 1-6 tahun, 7-9 tahun, 10-12 tahun, 10-12 tahun, 13-16 tahun, dan >13-16 tahun.

c. Pekerjaan istri dan suami

Pekerjaan meliputi pekerjaan tetap dan pekerjaan tambahan. Istri bekerja sebagai pedagang ataupun pembantu rumah tangga, sementara suami bekerja sebagai nelayan dengan kapal sendiri dan buruh nelayan.

d.Besar keluarga

Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (1998) yang terdiri atas tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang).

e. Status kepemilikan aset

Status kepemilikan aset terdiri atas sendiri, bersama, dan atas nama istri. Selanjutnya dikelompokkan berdasarkan persentase kepemilikan. f. Pendapatan per kapita

(36)

22

Puspitawati et al. (2009) yang mengategorikan miskin setara dengan <1GK, hampir miskin setara dengan 1-2 GK, dan menengah ke atas setara dengan >2 GK.

2. Kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga

Kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga diukur dengan persentase pendapatan istri terhadap pendapatan total keluarga dengan rumus sebagai berikut:

Kontribusi = Pendapatan Istri (Rupiah/bulan) x 100% Pendapatan Keluarga Total (Rupiah/bulan)

Selanjutnya, persentase kontribusi istri dikelompokkan menjadi tujuh kategori, yaitu:

3. Penerapan sistem matrilineal dalam keluarga a. Persepsi istri mengenai pengelolaan sumberdaya

Persepsi istri diukur dengan enam butir pernyataan tentang sistem matrilineal, dengan pilihan jawaban (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Tidak setuju dan (4) Sangat tidak setuju. Selanjutnya, jawaban diberikan skor sebagai berikut:

Skor 1= untuk jawaban (1) Sangat setuju dan (2) Setuju

Skor 0= untuk jawaban (3) Tidak setuju dan (4) Sangat tidak setuju Persepsi istri diolah dalam bentuk indeks, dengan rumus:

Indeks = skor capaian-skor terendah x 100% skor tertinggi-skor terendah

Kemudian, persepsi istri dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Rendah (< 60%)

(37)

b. Praktik pengelolaan sumberdaya materi dalam sistem matrilineal Praktik pengelolaan sumberdaya keluarga diukur dengan enam butir pernyataan yang sejalan dengan persepsi isteri, dengan pilihan jawaban: (1) Terjadi dan (2) Tidak terjadi. Selanjutnya, jawaban diberikan skor sebagai berikut:

Skor 1= untuk jawaban (1) Terjadi Skor 0= untuk jawaban (3) Tidak terjadi

Praktik matrilineal diolah dalam bentuk indeks, dengan rumus: Indeks = skor capaian-skor terendah x 100% skor tertinggi-skor terendah

Kemudian, praktik matrilineal dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Rendah (< 60%)

b. Sedang (60 %-80%) c. Tinggi (>80%)

4. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

Peran istri dinilai dengan menggunakan pertanyaan mengenai distribusi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam keluarga yang diukur dengan skala likert. Setiap butir pertanyaan diberikan lima pilihan jawaban, yaitu: (1) Istri saja, (2) Istri dominan, (3) Istri dan suami bersama-sama, (4) Suami dominan, dan (5) Suami saja. Selanjutnya, jawaban diberikan skor sebagai berikut:

Skor 5 = untuk jawaban nomor (1) Istri saja Skor 4 = untuk jawaban nomor (2) Istri dominan

Skor 3 = untuk jawaban nomor (3) Istri dan suami secara bersama Skor 2 = untuk jawaban nomor (4) Suami dominan

Skor 1 = untuk jawaban nomor (5) Suami saja Peran istri diolah dalam bentuk indeks, dengan rumus:

Indeks = skor capaian-skor terendah x 100% skor tertinggi-skor terendah

Kemudian, indeks peran istri dikategorikan menjadi tiga, yaitu: a. Peran istri rendah (<33,3%)

(38)

24

5. Tingkat kesejahteraan secara subyektif (subjective quality of life)

Pengukuran tingkat kesejahteraan subyektifdidasarkan atas tingkat kepuasan yang dirasakan oleh istri atas kondisi yang dirasakannya. Tingkat kepuasan subyektif istri dikategorikan menjadi sangat tidak puas (skor 1), cukup puas (skor 2), tidak puas (skor 3), puas (skor 4), dan sangat puas (skor 5), berdasarkan 30 butir pertanyaan yang dimodifikasi dari Iskandar (2007), Muflikhati (2010), dan Irzalinda (2010). Pengategorian ditentukan dengan cut-off point yang membagi kesejahteraan subyektif istri menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Rendah (< 60%) b. Sedang (60 %-80%) c. Tinggi (>80%)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh melalui kuesioner penelitian diolah dengan langkah-langkah: transfer, coding, editing, entry, cleaning, dan analisis data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji beda dan uji regresi linear berganda.

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik istri dan keluarga. Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap variabel pada contoh penelitian. Data dan informasi yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabulasi. Statistik dasar yang digunakan bagi data kuantitatif adalah rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Sementara itu, untuk data kualitatif digunakan proporsi. Data statistik deskriptif ini diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16,0.

Adapun analisis statistik inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Uji Beda Independent Samples T-Test

(39)

2. Uji Beda Paired Samples T-Test

Uji beda ini digunakan untuk melihat perbedaan penerapan sistem matrilineal pada keluarga nelayan dengan membandingkan antara persepsi dan praktik yang terjadi dalam keluarga.

3. Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik keluarga dengan penerapan sistem matrilineal, kontribusi istri terhadap pendapatan, dan peran istri. Selain itu, diukur pula hubungan antara karakteristik contoh dengan dimensi peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga. Hubungan antara karakteristik keluarga, kontribusi ekonomi, dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dengan kesejahteraan subyektif istri juga diolah dengan analisis korelasi Pearson ini. 4. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif istri.

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y= α+β1X1+ β2X2+ β3X3+β4X4+β5X5+ β6X6

Keterangan:

Y= Kesejahteraan subyektif istri (skor)

α = galat

X1= Umur istri (tahun)

X2= Lama pendidikan istri (tahun)

X3= Besar keluarga (orang)

X4= Pendapatan keluarga (Rp/bulan)

X5= Persepsi peran istri (skor)

X6= Kontribusi istri terhadap pendapatan (persen)

(40)

26

Definisi Operasional

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh perkawinan, pertalian darah, atau adopsi.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri demografis yang dimiliki keluarga meliputi umur, lama pendidikan, dan jumlah anggota keluarga.

Karakteristik istri adalah ciri-ciri demografis istri yang meliputi umur, pekerjaan, pendapatan, dan lama pendidikan.

Umur adalah lama masa kehidupan individu yang dinyatakan dalam tahun dan diukur berdasarkan ulang tahun terakhir.

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah dan masih menjadi tanggungan keluarga.

Nelayan adalah individu yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan di laut.

Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki alat tangkap untuk melaut.

Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja pada nelayan pemilik karena tidak memiliki perahu atau alat tangkap sendiri.

Pendapatan total keluarga adalah pendapatan yang diterima oleh istri, suami, dan anggota keluarga lain yang sudah bekerja, dinyatakan dalam rupiah. Pendapatan utama adalah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan yang

dilakukan dengan pemakaian waktu lebih banyak dan pendapatan paling besar dibandingkan pekerjaan lain, dinyatakan dalam rupiah.

Pendapatan tambahan adalah pendapatan dari pekerjaan yang dilakukan dengan pemakaian waktu lebih sedikit, dinyatakan dalam rupiah.

Pendidikan adalah mencakup tingkat pendidikan yang dinyatakan dalam interval dan lamanya pendidikan formal yang diukur dalam tahun.

Kontribusi istri terhadap pendapatan adalah persentase pendapatan yang diperoleh istri terhadap pendapatan total keluarga.

(41)

Kesejahteraan subyektif istri adalah tingkat kepuasan ibu rumah tangga terhadap kehidupannya secara fisik dan non fisik serta pada gaya manajemen sumberdaya keluarganya, dinyatakan dalam persen dan diukur dengan skala likert.

Sistem matrilineal adalah suatu sistem masyarakat yang menghitung garis keturunannya berdasarkan garis ibu dan suami bermukim di sekitar pusat keluarga istrinya.

(42)
(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis dan Kependudukan

Kelurahan Batang Arau termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Padang Selatan terbentang seluas 10,03 Km2 antara 00 58’ LS dan 1000 21’’ 11’ BT (BPS 2010). Luas Kelurahan Batang Arau adalah 0,34 Km2. Batas wilayah Kelurahan Batang Arau sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Barat dan Kecamatan Padang Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung, dan sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia (Lampiran 1).

Dilihat dari aspek kependudukan, data dari Kelurahan Batang Arau menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 4.500 jiwa yang terdiri dari 2.266 laki-laki dan 2.280 perempuan. Pekerjaan masyarakat Kelurahan Batang Arau mayoritas sebagai nelayan, yaitu sejumlah 852 jiwa dengan perincian 425 orang buruh nelayan dan 427 orang nelayan pemilik. Selain itu, pekerjaan lain warga Kelurahan Batang Arau adalah berdagang (325 jiwa), PNS (52 jiwa), TNI/Polri (12 jiwa), swasta (115 orang), dan pengangguran (429 jiwa).

Agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Batang Arau cukup beragam, mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Terdapat satu masjid sebagai rumah ibadah umat Islam dan satu pengajian perempuan yang diselenggarakan di masing-masing RW setiap minggu. Kegiatan warga lainnya adalah Siskamling, Posyandu, Klub Voli, Klub Sepakbola, Arisan, dan Wirid di masjid setempat.

Karakteristik Keluarga

Status Usaha Nelayan

(44)

30

Umur Suami dan Istri

Berdasarkan kategori umur, secara umum lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada pada kategori dewasa madya. Rata-rata umur nelayan pemilik (49,7) lebih besar daripada rata-rata umur nelayan buruh (39,3). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara umur nelayan buruh dan nelayan pemilik. Hal ini dikarenakan nelayan yang berprofesi sebagai buruh cenderung lebih muda daripada yang menjadi nelayan pemilik (Tabel 2).

Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami

Umur suami Pemilik Buruh Total

Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%

Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel umur suami, secara keseluruhan, separuh (50,0%) dari istri nelayan berada pada kategori umur dewasa muda. Hampir tiga perempat (70,0%) istri buruh nelayan berada pada kategori dewasa muda. Sementara itu, lebih dari separuh istri nelayan pemilik berada pada kategori dewasa madya (63,3%). Terdapat perbedaan yang signifikan antara umur istri nelayan buruh dengan istri nelayan pemilik. Hal ini bermakna bahwa istri nelayan buruh cenderung lebih muda daripada istri nelayan pemilik (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri

Umur istri Pemilik Buruh Total

(45)

Pendidikan Suami dan Istri

Pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kurang dari separuh suami (38,3%) berada pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti kurang dari separuh suami menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP).

Suami yang bekerja sebagai buruh nelayan memiliki rata-rata lama pendidikan sebesar 9,13 tahun. Lebih dari separuh (56,7%) buruh nelayan berada pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun (SMP). Sementara itu, separuh (50%) dari suami yang bekerja sebagai nelayan pemilik menyebar pada kategori lama pendidikan ≤6 tahun. Hal ini berarti separuh dari nelayan pemilik hanya menamatkan pendidikan hingga sekolah dasar (SD).

Tidak terdapat suami yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan nelayan pemilik dan nelayan buruh karena pendidikan nelayan buruh hampir sama tinggi dengan nelayan pemilik (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan suami

Pendidikan suami Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel pendidikan suami, pendidikan istri nelayan berada pada rentang 0 sampai 12 tahun. Hampir separuh (48,3%) dari istri nelayan memiliki kategori pendidikan pada rentang ≤6 tahun atau setara dengan SD. Sebanyak 56,7 persen istri buruh nelayan berada pada kategori pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh istri buruh nelayan telah menamatkan pendidikan hingga SMP.

(46)

32

ini berarti bahwa lebih dari separuh istri nelayan pemilik hanya menamatkan pendidikan hingga SD. Tidak terdapat istri nelayan yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan istri nelayan buruh dan nelayan pemilik karena tingkat pendidikan istri nelayan pemilik hampir setara dengan istri nelayan buruh (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan istri

Pendidikan istri Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Istri yang bekerja akan mampu membantu perekonomian keluarga. Secara keseluruhan, sebanyak hampir tiga perempat istri nelayan (30,0%) tidak bekerja, sisanya memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, yaitu pembantu rumah tangga (40,0%) dan pedagang (30,0%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam hal pekerjaan. Sebagian besar (86,7%) persen istri buruh nelayan bekerja dan lebih dari separuh (53,30%) istri nelayan pemilik tidak bekerja. Istri nelayan pemilik yang bekerja hanya sebesar 53,3 persen dan sisanya tidak bekerja (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan istri

Jenis Pekerjaan Pemilik Buruh Total

(47)

sedang (jumlah anggota keluarga antara lima sampai enam orang), dan keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih besar atau sama dengan tujuh orang).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa besar keluarga nelayan berada pada kategori keluarga sedang. Tabel 7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada kategori keluarga sedang (5-6 orang). Besar keluarga terkecil adalah tiga orang dan besar keluarga terbesar adalah sembilan orang.

Sebagian besar keluarga buruh nelayan (70,0%) berada pada kategori keluarga sedang dengan rentang antara empat orang hingga delapan orang. Sementara itu, separuh contoh (50,0%) dari kalangan nelayan pemilik berada pada kategori besar keluarga sedang dengan jumlah anggota paling sedikit tiga orang dan paling banyak sembilan orang. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga nelayan pemilik dengan nelayan buruh.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Pemilik Buruh Total

n % n % n %

Keluarga kecil (≤ 4 orang) 9 30,0 3 10,0 12 20,0

Keluarga sedang (5-6 orang) 15 50,0 21 70,0 36 60,0

Keluarga besar (≥ 7 orang) 6 20,0 6 20,0 12 20,0

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Min-maks (orang) 3-9 4-8 3-9

Rataan± SD (orang) 5,4 ± 1,6 5,6 ± 1,0 5,5 ± 1,1

p-value 0,495

Pendapatan Keluarga

(48)

34

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan Pendapatan keluarga

Min-maks (Rp) 1.000.000-8.000.000 800.000-2.600.000 800.000-8.000.000 Rataan (Rp) ± SD 2.394.400±1.679.482 1.936.667±408.937,5 2.144.727±1.181.670

p-value 0,195

Tabel 9 menunjukkan bahwa dalam keluarga nelayan, dominasi suami dalam hal pendapatan masih tinggi. Suami berkontribusi sebesar 85,9 persen sementara istri hanya berkontribusi sebesar 14,1 persen. Hal ini dikarenakan hanya terdapat sedikit istri yang bekerja di luar rumah untuk menghasilkan pendapatan tambahan. Pendapatan istri nelayan pemilik relatif lebih tinggi daripada istri nelayan buruh. Hal ini menunjukkan bahwa istri nelayan buruh yang bekerja di luar rumah dituntut oleh tekanan ekonomi yang membuatnya harus mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil pengamatan di lapangan juga mendukung hal ini. Istri buruh nelayan bekerja tidak semata-mata untuk mengaktualisasikan diri, tapi cenderung karena dituntut tekanan ekonomi.

Tabel 9 Sebaran rataan pendapatan keluarga berdasarkan sumber

Sumber Pemilik Buruh Total

(49)

hampir miskin, dengan perincian lebih dari tiga perempat keluarga buruh nelayan (76,7%), dan hampir separuh keluarga nelayan pemilik (36,7%) terkategori hampir miskin dengan rentang antara Rp160.000,00/kapita/bulan sampai Rp7.666.666,66/kapita/bulan dan rata-rata sebesar Rp638.392,62/kapita/bulan. Lebih dari seperempat keluarga contoh (26,7%) berada pada kategori miskin yaitu kurang dari Rp306.108,00/kapita/bulan (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita Pendapatan perkapita

Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95%

Aset dan Status Kepemilikan Aset Keluarga

Aset dalam penelitian ini adalah sumberdaya materi milik keluarga yang mempunyai nilai ekonomi. Aset yang dimiliki keluarga nelayan terdiri dari alat transportasi, alat tangkap, barang berharga, barang elektronik, dan tabungan (Tabel 11). Status kepemilikan aset keluarga dikategorikan menjadi milik istri, milik suami, dan milik bersama (Tabel 12).

Hanya nelayan pemilik yang memiliki alat transportasi sendiri untuk melaut. Sebanyak 6,7 persen nelayan mempunyai kapal motor ukuran sedang atau disebut sebagai kapal tonda untuk melaut. Nelayan dengan kapal jenis ini melaut sebanyak dua trip dalam satu bulan. Satu trip melaut memerlukan waktu dua minggu untuk musim banyak ikan. Beberapa hari istirahat di darat, lalu minggu berikutnya melayar lagi selama dua minggu. Apabila dalam kondisi musim biasa, nelayan dengan kapal tonda hanya melaut satu trip dalam sebulan. Apabila musim paceklik atau hujan badai yang parah, nelayan memilih untuk tidak melaut dengan kapal tonda.

(50)

36

navigator. Oleh sebab itu, nelayan pemilik membutuhkan nelayan buruh sebagai pekerja ABK di kapal tonda. Pembagian hasil dalam pelayaran ini adalah satu bagian untuk buruh, dua bagian untuk kapten (pemilik kapal) dan dua bagian untuk navigator. Jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan armada ini biasanya ikan-ikan besar seperti tuna, cakalang, tongkol, kakap, tenggiri, layur, dan sisik yang diburu hingga Kepulauan Mentawai.

Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset

(51)

Sementara itu, hampir separuh (43,3%) nelayan melaut dengan menggunakan perahu motor robin dengan mesin tempel milik sendiri. Perahu motor jenis ini berukuran kecil, hanya seukuran sampan tradisional yang hanya mampu membawa dua sampai tiga orang. Perahu ditempeli mesin robin di bagian buritan dengan sebuah tali untuk menghidupkan mesin dan sebuah pedal untuk mengarahkan jalannya perahu.

Nelayan dengan perahu motor robin ini melaut dengan frekuensi trip harian. Nelayan berangkat pukul empat pagi dan kembali lagi pukul delapan pagi untuk menjual hasil tangkapan. Nelayan dengan armada jenis ini tidak membutuhkan bantuan ABK, sehingga nelayan hanya melaut sendiri, berdua dengan anak laki-laki, atau berdua dengan saudara laki-lakinya. Nelayan dengan armada perahu motor robin ini didominasi oleh laki-laki yang berumur dewasa madya hingga dewasa tua. Hal ini diduga karena nelayan yang berumur lebih muda cenderung untuk memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

Separuh dari nelayan (50,0%) tidak memiliki armada alat transportasi apapun untuk melaut. Nelayan jenis ini lebih memilih untuk menjadi ABK di kapal-kapal yang berukuran sedang dan besar atau disebut juga sebagai nelayan buruh. Adapun kepemilikan alat transportasi melaut ini hampir sepenuhnya dipegang oleh suami sebagai kepala keluarga dan pengguna utama armada tersebut.

Hampir tiga perempat nelayan (71,7%) memiliki motor sebagai alat transportasi darat. Sebanyak 41,9 persen dari kepemilikan motor nelayan tersebut dimiliki oleh istri. Sedangkan kepemilikan motor yang dimiliki oleh suami dan bersama berturut-turut sebesar 25,6 persen dan 32,6 persen.

(52)

38

Seluruh barang elektronik dan tabungan yang dimiliki oleh keluarga nelayan dipandang sebagai harta bersama yang dimiliki bersama pula oleh suami dan istri. Adapun barang elektronik yang paling banyak dimiliki oleh sebagian besar nelayan (96,7%) adalah televisi. Sebagian besar nelayan (80,0%) memiliki magic jar untuk alat bantu memasak nasi. Sementara itu, hampir tiga perempat nelayan memiliki kulkas (61,7%), telepon genggam (70,0%), pemutar VCD/DVD (66,7%), kipas angin (73,3%), dispenser (68,3%), dan perangkat suara (60,0%). Kurang dari separuh nelayan (46,7%) memiliki blender. Status kepemilikan aset selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga

(53)

Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga

Persepsi Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga

Sistem matrilineal merupakan sistem kehidupan tradisional masyarakat Minangkabau dari zaman dahulu. Adanya sistem matrilineal ini telah menjadi landasan bagi hampir seluruh tata kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, mulai dari hal yang sederhana dalam lingkup keluarga hingga hal yang kompleks dalam lingkup nagari atau daerah. Seiring dengan perkembangan zaman, penerapan sistem ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau telah mengalami pergeseran makna dan realita. Untuk mengukur pergeseran makna budaya Matrilineal tersebut, dilakukan uji beda antara persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dengan praktik pengelolaan sumberdaya keluarga yang dilaksanakan sehari-hari.

Tabel 13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga

No. Pernyataan

1. Istri memiliki hak atas kepemilikan aset tetap (seperti rumah, tanah, kendaraan, dll).

59 98,3 1 1,7

2. Istri secara sadar meminta atau diberikan wewenang agar aset tertentu didaftarkan atas namanya agar dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga.

45 75,0 15 25,0

3. Istri berhak untuk berunding bersama suami ataupun keluarga besar untuk pengeluaran yang sifatnya besar atau pembayarannya jangka panjang.

55 91,7 5 8,3

4. Istri berhak atas seluruh pendapatan suami 55 91,7 5 8,3 5. Istri memiliki hak penuh atas pendapatannya sendiri 58 96,7 2 3,3 6. Istri bertindak sebagai pengelola utama keuangan

keluarga

60 100,0 0 0,0

Min-maks 3,0-6,0

Rataan persepsi±SD (skor) 5,5±0,6

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................         29
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 1 Jenis dan skala data
Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peran pengawasan pembiayaan terhadap UMKM penerima pembiayaan antara USP UD Subur dan BMT Nur Rahmah; tidak

Membimbing peserta didik mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan

Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, yang menyatakan di bidang pidana, kejaksaan memiliki tugas dan

Kemuian yang keempat, dalam penelitian ini menemukan bahwa perempuan mengalami reprsentasi negatif secara seksual yang mengarah pada eksplotasi ganda yakni dalam ruang

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara adanya gangguan organ dengan prognosis (p = 0,03), pasien malaria falciparum berat dengan gangguan organ

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu banyak perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2017 tidak memiliki data terkait dengan variabel

x Kesepadanan struktur Kalimat tersebut tidak mempunyai subjek karena dalam kalimat tersebut terdapat kata maka, agar menjadi kalimat yang efektif lebih baik kata maka

Metode yang digunakan dalam penelitian ada- lah analisis perubahan penggunaan lahan dari citra landsat 7 ETM+ tahun 2001 dan 2011 untuk memprediksi penggunaan lahan di tahun 2015