• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi Sosial Kehidupan Masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan penelitian tentang “Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi” memuat tentang: (1) Gambaran Umum Daerah Penelitian, (2) Karakteristik Keluarga Contoh.

(3) Artikel I: Pengaruh Faktor Sosio-demografi, Manajemen Sumberdaya Keluarga, dan Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Objektif Keluarga Berdasarkan Wilayah Agroekologi yang terdiri dari: (a) Abstrak, (b) Abstract, (c) Pendahuluan, (d) Metode Penelitian, (e) Hasil dan Pembahasan: Sosio-demografi Keluarga (tingkat pendidikan suami, keterampilan suami, dan beban ketergantungan); Manajemen Sumberdaya Keluarga (Manajemen Waktu, Manajemen Anggota Keluarga, dan Manajemen Keuangan); Modal Sosial (Asosiasi Lokal dan Karakter Masyarakat); dan Kesejahteraan Ekonomi Objektif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengeluaran Keluarga, dan Disparitas Kesejahteraan ekonomi keluarga, (f) Kesimpulan dan Saran.

(4) Artikel II: Pengaruh Faktor Sosio-demografi, Manajemen Sumberdaya Keluarga, dan Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Ekonomi Subjektif Keluarga di Daerah Perdesaan Provinsi Jambi yang terdiri dari: (a) Abstrak, (b) Abstract, (c) Pendahuluan, (d) Metode Penelitian, (e) Hasil dan Pembahasan: Sosio- demografi Keluarga (tingkat pendidikan suami, keterampilan suami, dan beban ketergantungan); Manajemen Sumberdaya Keluarga (Manajemen Waktu, Manajemen Anggota Keluarga, dan Manajemen Keuangan); Modal Sosial (Asosiasi Lokal dan Karakter Masyarakat); dan Kesejahteraan Ekonomi Objektif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengeluaran Keluarga, dan Disparitas Kesejahteraan ekonomi keluarga, (f) Kesimpulan dan Saran.

(5) Artikel III: Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan ekonomi keluarga di Wilayah Perdesaan Provinsi Jambi yang terdiri dari: (a) Abstrak, (b) Abstract, (c) Pendahuluan, (d) Metode Penelitian, (e) Hasil dan Pembahasan: Modal Sosial (Asosiasi Lokal dan Karakter Masyarakat), Kesejahteraan ekonomi keluarga (Kesejahteraan Ekonomi Objektif, dan Kesejahteraan Ekonomi Subjektif), dan Pengaruh Modal Sosial terhadap Kesejahteraan ekonomi keluarga, dan (f) Kesimpulan dan Saran.

Gambaran Umum Daerah Penelitian

K

Koonnddiissii Geografis Daerah

Provinsi Jambi mempunyai luas wilayah sekitar 53.435,38 Km2 dan terletak antara 00 45’ – 20 45’ Lintang Selatan serta 1010 0’ – 1040 55’ Bujur Timur, membujur di pantai timur pulau Sumatera, berbatasan: sebelah utara dengan Provinsi Riau, sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah timur dengan Selat Berhala, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat.

Provinsi Jambi seperti halnya dengan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia beriklim tropis yang dipengaruhi oleh sistem angin Muson. Curah hujan cukup tinggi, selama periode 2000-2004 hujan mencapai sekitar 107 - 312 mm dengan suhu udara minimum dan maksimum rata-rata 22,20 C dan 32,80 C serta kelembaban udara rata-rata 84 persen. Dengan iklim seperti di atas, Provinsi Jambi memiliki hutan tropis yang cukup luas yang terdiri Hutan Suaka Alam (602.900 Ha), Hutan Lindung (181.200 Ha), Hutan Produksi (1.436.200 Ha), dan Hutan Konversi seluas 726.900 Ha. Sebagian kawasan Hutan Lindung dan Hutan Suaka Alam seluas 588.462 Ha telah ditetapkan sebagai Kawasan Hutan Nasional Kerinci Seblat.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi (2005), Provinsi Jambi memiliki daerah dataran rendah dengan ketinggiaan 0-100 m dpl (di atas permukaan laut) mencakup areal seluas 31800 km2 atau kira-kira 60 persen dari seluruh luas wilayah yang ada dan luas wilayah ini termasuk daerah pesisir pantai atau daerah pasang surut. Dari jumlah tersebut hampir separo (± 11.400 km2) berupa daerah rawa-rawa terutama di sepanjang pantai dan tepi sungai Batang Hari sampai pada muara sungai Batang Hari (Tanjung Jabung Timur). Wilayah lainnya adalah dataran tinggi dan pegunungan. Daerah dataran tinggi dicirikan dengan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian antara 100-500 m dpl terdapat di sebagian wilayah Tebo, Bungo, Merangin, dan sebagian termasuk di Kabupaten Sarolangun dengan luas wilayah diperkirakan 12.470 km2 atau sekitar 23 persen dari seluruh luas wilayah. Terakhir yaitu daerah pegunungan dengan

ketinggian antara 500 – 3800 m dpl terdapat di kabupaten Kerinci, sebagian Merangin dengan luas wilayah 9.165 km2 atau sekitar 17 persen.

Penduduk

Provinsi Jambi dihuni oleh 2.657.536 jiwa, atau sekitar 1,19 persen dari seluruh penduduk Indonesia (BPS Provinsi Jambi, 2006). Apabila dibandingkan dengan luas wilayah, Provinsi Jambi memiliki kepadatan penduduk sebesar 50 orang/km2. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki- laki sebanyak 1.336.924 jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 1.320.612 jiwa dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 101. Artinya terdapat sebanyak 101 orang penduduk laki- laki dalam 100 penduduk perempuan. Hal ini me ngindikasikan bahwa rasio jenis kelamin penduduk Provinsi Jambi hampir berimbang antara penduduk laki- laki dan penduduk perempuan. Apabila dikelompokkan, distribusi penduduk berumur (0-14) tahun sebesar 30,90 persen, penduduk berumur (15-64) tahun sebesar 65,97 persen, sedangkan penduduk berumur (65 keatas) tahun hanya sebesar 3,13 persen dengan beban ketergantungan (dependency ratio) sebesar 52. Artinya, dalam 100 orang penduduk produktif menanggung beban bagi penduduk belum dan tidak produktif untuk kebutuhan konsumtif sebanyak 52 orang.

Selama dua dasa warsa terakhir, pola persebaran penduduk di Provinsi Jambi di masing- masing kabupaten/kota tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Kota Jambi merupakan daerah terpadat yaitu mencapai 2.246 orang per km2, dan daerah terpadat kedua terdapat di Kabupaten Kerinci dengan kepadatan 73 orang per km2, sedangkan daerah paling jarang penduduk yaitu terdapat di Kabupaten Sarolangun dengan kepadatan 31 orang/km2. Terkonsentrasinya penduduk di Kota Jambi karena daerah ini merupakan ibukota Provinsi dengan berbagai fasilitas yang dimiliki sehingga mempunyai daya tarik tersendiri bagi penduduk di daerah sekitarnya untuk bermigrasi. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Lampung yang kepadatan penduduknya di atas 100 orang per km2 serta Provinsi di Pulau Jawa yang mempunyai kepadatan lebih dari 700 orang per km2, maka kepadatan penduduk Provinsi Jambi masih tergolong jarang. Melihat kondisi seperti ini, penduduk Provinsi Jambi masih bisa ditambah dengan cara mengatur arus migrasi, tingkat

kelahiran dan kematian. Hal terpenting pertambahan penduduk bisa menyebar ke seluruh kabupaten yang ada dan dikelola dengan baik.

Selama dua dasawarsa ini penduduk Provinsi Jambi telah bertambah 962.690 orang. Pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun selama periode 1980- 1990 sebesar 3,40 persen, sedangkan pertumbuhan untuk periode 1990-2005 hanya 1,98 persen per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut, penduduk Provinsi Jambi diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2038. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Sumatera dan Indonesia, laju pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi tergolong tinggi karena dipengaruhi oleh arus transmigrasi baik reguler yang diatur oleh pemerintah maupun migrasi spontan. Kemudian, berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Jambi selama dua dekade terakhir pertumbuhan penduduknya cukup tinggi. Selama periode 1990-2005 hanya Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kerinci yang mempunyai laju pertumbuha n penduduk relatif rendah, yaitu masing- masing 1,22 persen dan 1,52 persen, sedangkan laju pertumbuhan kabupaten/kota lainnya mencapai lebih dari 2 persen per tahun, bahkan Kabupaten Merangin mencapai 6 persen per tahun.

Sosial Budaya

Penduduk Provinsi Jambi terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Secara etnis penduduk asli Jambi termasuk dalam ras melayu yang dibedakan menjadi Melayu Muda (Deutron Melayu) dan Melayu Tua (Porto Melayu). Adapun yang termasuk dalam kategori Deutron Melayu adalah orang Melayu Jambi, orang Penghulu, dan Suku Bidah, sedangkan Suku Bajau, Kerinci, dan orang Batin termasuk dalam Ras Porto Melayu (Depdikbud, 1985:27). Penduduk pendatang yang tinggal di Provinsi Jambi antara lain berasal dari Jawa, Minangkabau, Bugis, Palembang, Banjar, Batak, dan Sunda. Hasil Sensus Penduduk 2000 menunjukkan bahwa 5 suku terbesar yang menghuni Provinsi Jambi adalah Suku Melayu Jambi (34,7 persen), Jawa (27,6 persen), Kerinci (10,6 persen), Minang (5,5 persen), dan Melayu lainnya (5,2 persen), sedangkan 16,4 persen sisanya Batak, Sunda, Bugis, Cina, dan lain- lain.

Provinsi Jambi memiliki potensi kebudayaan yang cukup banyak, seperti peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, seni budaya dan kerajinan tradisional. Provinsi Jambi memiliki 123 situs peninggalan sejarah, dengan rincian di Kota Jambi 5 situs, Kabupaten Batang Hari dan Muaro Jambi 31 situs, Kabupaten Tebo dan Bungo sebanyak 16 situs, di Kabupaten Merangin dan Sarolangun 16 situs, Kabupaten Kerinci 49 situs, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat sebanyak 6 situs (Bappeda Provinsi Jambi, buku 2, 1989 : 231).

Angka Kemampuan Membaca dan Menulis Huruf Latin

Tingkat pencapaian program pembangunan pendidikan dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat secara umum biasa perubahan dan perkembangan tingkat pendidikan masyarakat yang berhasil dicapai pada periode waktu tertentu. Hasil pembangunan bidang pendidikan dapat dilihat melalui beberapa indikator, antara lain kemampuan membaca (angka buta huruf), rata-rata lama sekolah dan tingkat atau jenjang pendidikan yang ditamatkan.

Penduduk buta huruf adalah penduduk yang tidak dapat membaca dan menulis huruf latin yang masing- masing merupakan keterampilan dasar yang diajarkan di kelas-kelas awal jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD). Indikator yang biasa digunakan untuk melihat penduduk buta huruf adalah proporsi jumlah penduduk buta huruf terhadap seluruh penduduk. Angka buta huruf merupakan indikator dasar yang merefleksikan taraf pendidikan penduduk. Semakin tinggi angka buta huruf menunjukkan semakin rendahnya taraf pendidikan penduduk sehingga pada gilirannya semakin rendah pula kualitas sumberdaya masyarakat dan sebalinya.

Secara rasional, pendidikan selalu dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan. Salah satu indikator kesejahteraan yang terpenting adalah tingkat buta huruf. Tingkat buta huruf seringkali digunakan untuk melihat kualitas hidup suatu masyarakat dan merupakan kebalikan dari keadaan mampu membaca dan menulis (melek huruf). Kemampuan itu merupakan syarat minimal penduduk untuk dapat berperan secara maksimal dalam membina keluarga dan menjalani kehidupan sosial. Karena dari kemampuan baca tulis atau melek huruf

merupakan indikator penting bagi seseorang dapat tidaknya menerima pesan tertulis dan bisa berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan atau tidak. Disamping itu, secara optimal bisa tidaknya menikmati hasil- hasil pembangunan. Rata-rata penduduk Provinsi Jambi berumur 10 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan baca tulis berkisar antara 93-97 persen (Tabel 11) dengan perincian persentase anak laki- laki selalu lebih besar dibandingkan dengan perempuan baik pada tahun 2002, 2003 maupun pada tahun 2004, demikian juga pada setiap kabupaten.

Tabel 11 Penduduk Berumur 10 tahun Ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Kepandaian Membaca/Menulis, Provinsi Jambi, 2002-2004 (%)

2002 2003 2004 No Kabupaten/Kota Laki- laki Perem puan Laki- laki Perem puan Laki- laki Perem Puan 01 Kerinci 95.43 92.40 97.21 92.12 97.94 94.77 02 Merangin 98.08 94.28 99.45 94.37 99.34 95.09 03 Sarolangun 95.23 88.26 97.44 91.28 97.07 91.63 04 Batanghari 99.26 95.14 98.35 94.88 97.94 96.48 05 Muaro Jambi 97.54 90.42 97.34 92.22 96.69 91.50 06 Tanjab Timur 95.61 93.82 95.51 89.45 96.03 90.37 07 Tanjab Barat 98.48 94.46 99.26 96.65 98.99 97.21 08 Tebo 96.71 88.82 97.46 93.29 98.13 92.97 09 Bungo 98.36 92.41 96.42 92.56 98.00 94.37 10 Kota Jambi 99.43 96.83 99.01 95.49 99.18 96.16 - Provinsi Jambi 97.56 93.08 97.87 93.43 98.06 94.31 Sumber: BPS,Susenas Provinsi Jambi 2003 -2005.

Secara keseluruhan, di Provinsi Jambi terdapat sekitar 4 persen penduduk yang tidak dapat baca tulis atau buta huruf. Apabila dibedakan berdasarkan kabupaten/kota, ternyata presentase penduduk tersebut cukup bervaritaif. Seperti pada tahun 2002, persentase terbesar terdapat di Kabupaten Sarolangun baik laki- laki maupun perempuan, sedangkan pada tahun 2003 dan 2004, persentase terbesar terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Fasilitas Pendidikan

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia untuk menge mbangkan kepribadian melalui sekolah atau cara yang lain. Agar pendidikan dapat dimiliki dan dinikmati oleh seluruh penduduk sesuai kemampuan masing- masing, maka pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama masing- masing individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Penyelenggaraan pendidikan bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan sekaligus meningkatkan kualitas penduduk. Upaya mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari tersedianya sarana dan prasarana pendidikan. Disamping prasarana pendidikan, seperti alat-alat pendidikan dan buku pelajaran, tercukupinya jumlah sekolah dan guru sangat penting bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang baik. Dengan demikian sekolah, guru, dan murid merupakan tiga komponen dasar sistim pendidikan.

Seperti tertera pada Tabel 12, jumlah sekolah, murid, dan guru untuk masing- masing tingkat pendidikan kabupaten/kota di provinsi Jambi cukup bervariasi. Secara umum, Kota Jambi dan Kabupaten Kerinci mempunyai jumlah sekolah dan guru lebih banyak dibanding dengan kabupaten lain. Hal ini menyebabkan penduduk di kedua daerah tersebut mempunyai rata-rata tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat pendidikan penduduk kabupaten lain (Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jambi, 2002). Berdasarkan rasio guru dan murid, tampaknya cukup rasional karena rata-rata rasio guru dan murid di Provinsi Jambi antara 17-20. Seperti terlihat pada Tabel 12 bahwa rasio guru dan murid untuk sekolah dasar (SD) 20 : 1. Artinya, terdapat 1 orang guru dalam 20 orang siswa. Rasio murid dan guru pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA masing- masing 17 : 1, dan 20 : 1.

Tabel 12 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru SD, SLTP, SLTA Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2000

SD SLTP SLTA

Kabupaten/

Kota Seko

lah Murid Guru Seko

lah Murid Guru

Seko

lah Murid Guru (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) Kerinci 309 38531 2426 44 12731 846 15 8462 449 Merangin 297 41892 2272 28 6988 379 13 3957 277 Sarolangun 210 29272 1466 20 4679 204 9 758 144 Batanghari 185 28910 1424 24 5307 328 12 2468 278 Muaro Jambi 221 37485 1720 26 6810 415 10 2077 173 Tanjab Timur 220 28692 1574 18 5115 246 5 1157 73 Tanjab Barat 184 32070 1411 15 4170 260 8 2252 114 Tebo 224 34248 1562 27 7505 474 10 2300 216 Bungo 226 37418 1936 34 8379 527 13 4464 322 Kota Jmbi 243 54825 2467 56 19224 1165 61 23624 571 Jumlah 2319 363343 18258 292 80908 4844 156 51519 2617

Sumber : Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jambi, 2002

Perekonomian Daerah

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan bidang ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita dan laju pertumbuhan pendapatan tersebut. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi Tahun 2005 mencapai 5,57 persen dan jauh lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2000 yaitu hanya 2,20 persen. Selama periode 2000-2005, pendapatan perkapita meningkat dari Rp.1.759.430 pada tahun 2000 menjadi Rp.3.373.222 pada tahun 2005, sedangkan berdasarkan harga konstan 1993 pendapatan perkapita Provinsi Jambi pada tahun 2000 sebesar Rp. 1.372.119 dan pada tahun 2005 turun menjadi Rp. 1.248.614, atau mengalami perlambatan pertumbuhan rata-rata 2,25 persen pertahun. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi ternyata sampai tahun 2005, sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB (28,8%).

Berdasarkan indikator makro ekonomi, perkembangan ekonomi daerah dapat dilihat dari sisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara absolut berdasarkan harga berlaku bahwa PDRB Provinsi Jambi bergerak naik secara kontinu dari tahun 2004-2005, yaitu sebesar Rp.18.487.943 juta pada tahun 2004, dan naik menjadi Rp.22.487.011 juta tahun 2005 atau terjadi peningkatn sebesar 21,6 persen.

Berdasarkan harga konstan tahun 1993, PDRB Provinsi Jambi juga menunjukkan perkembangan yang cukup berarti walaupun tingkat peningkatannya tidak setajam PDRB berdasarkan angka absolut. Seperti pada tahun 2004, PDRB Provinsi Jambi sebesar Rp. 11.953.885 juta, dan meningkat menjadi Rp.12.619.972 juta pada tahun 2005 atau terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen (BPS, Provinsi Jambi 2006).

Berdasarkan indikator PDRB, kinerja pemerintah Provinsi Jambi secara keseluruhan cukup baik, karena pertumbuhan perekonomian daerah dalam masa krisis ekonomi dan otonomi daerah menunjukkan perbaikan walaupun secara sektoral masih terdapat kesulitan untuk memperbaiki kinerjanya. Transformasi struktural yang diharapkan untuk menggeser kinerja daerah yang hanya bertumpu kepada produk-produk primer sudah mulai terjadi hanya saja cukup lambat sehingga nilai tambah sektoral masih terus mengalir keluar atau dinikmati oleh provinsi atau daerah lain. Perubahan paradigma kebijakan pembangunan adalah salah satu kunci perbaikan ke depan untuk mempercepat pertumbuhan daerah dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Aksesibilitas

Dari sisi potensi perekonomian Provinsi jambi termasuk dalam kawasan segi tiga pertumbuhah Indonesia – Malaysia - Singapura (IMS-GT). Jarak tempuh Jambi ke Singapura jalur laut melalui Batam dengan menggunakan kapal cepat Jet-foil sekitar 5 jam. Secara lokasi Jambi termasuk dalam kawasan imbas segitiga pertumbuhan ekonomi yang meningkat akibat spill over effect dari SIBAJO dan IMS-GT.

Aksesibiltas di Provinsi Jambi cukup tinggi hal ini dikarenakan oleh adanya sarana transportasi baik darat, udara dan perairan. Jaringan jalan darat di Provinsi Jambi yang telah dibangun sampai tahun 1996, sepanjang 7.886,887 km yang terdiri dari : jalan negara sepanjang 855.397 km, jalan provinsi sepanjang 1.153.397 km, dan jalan kabupaten sepanjang 5.878,342 km. Jalan negara merupakan jalan lintas Sumatera yang memanjang dari utara ke selatan. Jalan darat ini memiliki beberapa terminal yang teletak di semua kota atau kabupaten: yaitu (1) Kota Jambi: terminal Simpang Rimbo, dan terminal Rawa Sari, (2) Kabupaten

Batanghari: terminal Muara Bulian, dan terminal Muara Tembesi, (3) Kabupaten Bungo : terminal Muara Bungo, dan terminal Muara Tebo, (4) Kabupaten Tebo: terminal Muara Tebo, (5) Kabupaten Marangin: terminal Bangko, (6) Kabupaten Sarolangun: terminal Sarolangun Bangko, dan terminal Singkut, (7) Kabupaten Kerinci: terminal Kumun (Sungai Penuh), (8) Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar): terminal Pembengis (Kuala Tungkal), dan (9) Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim): terminal Muara Sabak.

Dilihat dari transportasi air (sungai dan laut), Provinsi Jambi memiliki cukup banyak pelabuhan terutama pelabuhan sungai, seperti pelabuhan BOM Baru (Kota Jambi), Muara Bulian, Muara Tembesi, Suak Kandis (Kabupaten Batanghari), Sungai Bengkal, Muara Tebo (Kabupaten Bungo-Tebo), Pauh, Sarolangun (Kabupaten Sarolangun Bangko), Puding, Rantau Rasau, Nipah Panjang, Sungai Lokan, Mendahara dan Kampung Laut (Kabupaten Tanjung Jabung Timur), sedangkan pelabuhan laut ada lima darmaga, yakni: Talang Duku (Kota Jambi), Muara Sabak, Kuala Tungkal, Nipah Panjang dan Mendahara. Dari segi perhubungan udara, Provinsi Jambi memiliki 2 bandara yaitu bandara Sultan Thaha (Kota Jambi) dan Bandara perintis Depati Parbo (Kabupaten Kerinci).

Distribusi dan Pemanfaatan Lahan

Seperti tertera pada kondisi geografis bahwa Provinsi Jambi mempunyai luas wilayah sekitar 53.435,38 Km2. Dari luas wilayah tersebut lahan yang tersisa untuk pertanian, pemukiman, perindustrian dan pertambangan hanya 2.538.153 ha. Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk per luasan lahan pertanian atau kepadatan penduduk agraris sekitar 0.9 jiwa /ha atau 90 jiwa/Km2. Angka ini lebih besar dari Provinsi Sumatera Selatan, Riau. Jika lahan tersebut dikurangi dengan untuk fasilitas umum, pemukiman, perkantoran, industri, waduk, danau dan konsesi pertambangan yang diasumsikan sekitar 30 persen maka lahan pertanian yang tersisa hanya 1.776.707 ha. Lahan pertanian yang tersedia terdapat lahan kritis seluas 17.015 ha dan semi kritis seluas 584.584 ha serta potensial kritis seluas 378.702 ha. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini sangat rentan bila tidak dilakukan usaha pengelolaan yang lebih baik di masa akan

datang. Keprihatinan ini telah terbukti dengan menurunnya produktivitas lahan pertanian (pangan) dari tahun ke tahun.

Karakteristik Keluarga Contoh Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak

Pola dan distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dapat menggambarkan taraf pendidikan penduduk secara keseluruhan. Semakin tinggi persentase pend uduk yang menamatkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi menunjukkan kondisi pendidikan penduduk yang semakin membaik. Tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh seorang penduduk merupakan salah satu parameter kualitas sumberdaya manusia sehingga pendidikan merupakan hal yang sangat mutlak diperlukan apalagi pada masa millennium ini.

Menurut Ananta dan Hatmadji (Suandi, dan Ernawati, 2005), tingkat pendidikan merupakan salah satu tolok ukur yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu daerah atau masyarakat. Pendidikan tidak hanya mencerdaskan kehidupan masyarakat yang bersangkutan, melainkan juga meningkatkan mutu masyarakat tersebut. Dengan mutu yang tinggi dan baik, jumlah penduduk tidak lagi merupakan beban atau tanggungan masyarakat melainkan sebagai modal atau aset pembangunan. Disisi lain, Sumitro (Suandi, dan Ernawati, 2005) melihat bahwa tingkat pendidikan dapat berpengaruh dalam keterampilan teknis dan kecerdasan akademis untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, rumahtangga dan bahkan masyarakat luas baik untuk keperluan pangan, penciptaan lapangan kerja baru yang produktif serta dapat mengembangkan dan mengelola sumberdaya manusia itu sendiri.

Hasil analisis dari penelitian ini bahwa proporsi anak-anak keluarga contoh yang tamat pada jenjang pendidikan SLTP kebawah masih tergolong relatif besar yaitu mencapai lebih dari 40 persen (Tabel 13). Apalagi dibedakan berdasarkan wilayah penelitian bahwa anak-anak keluarga contoh yang berdomisili di wilayah Pesisir pantai memperoleh rata-rata pendidikan SLTP kebawah mencapai 57,6 persen (Gambar 8).

Tabel 13 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak, Tahun 2006

Sebaran Keluarga Contoh (orang) Wilayah pegunungan Wilayah Pesisir pantai T o t a l No Tingkat pendidikan

Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 < Sekolah Dasar 37 21.3 55 36.4 92 28.3

02 SLTP 40 23.0 32 21.2 72 22.2

03 SLTA 58 33.3 52 34.4 110 33.8

04 Diploma dan Sarjana 39 22.4 12 7.9 51 15.7

- T o t a l 174 100.0 151 100.0 325 100.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 <SD SLTP SLTA PT W.Gunung W.Pesisir Total

Gambar 8 Sebaran Contoh Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tertinggi Anak, Tahun 2006

Padahal mengacu kepada peraturan pemerintah bahwa minimal pendidikan anak yaitu tamat pada jenjang pendidikan SLTP (pendidikan dasar 9 tahun). Hasil observasi dan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat setempat diperoleh informasi bahwa rendahnya tingkat pendidikan anak-anak di lokasi penelitian (kasus di Kecamatan Mendahara Ilir) disamping kemauan dan kemampuan orang tua dan anak didik ya ng rendah juga dipengaruhi oleh faktor aksesibilitas sekolah terutama transportasi yang terbatas. Hasil observasi menunjukkan bahwa alat transportasi yang digunakan masyarakat di lokasi penelitian adalah alat

transportasi sungai dengan biaya relatif mahal dan frekuensi yang terbatas apalagi pada musim air pasang tinggi maka mobilitas transportasi berkurang.

Status Kepemilikan Rumah

Status rumah keluarga contoh di daerah penelitian berupa: hak milik, sewa, dan numpang. Adapun yang dimaksud dengan hak milik yaitu hak kepemilikan rumah tersebut dikuasai langsung oleh keluarga contoh sendiri tanpa dapat diganggu gugat oleh siapapun yang ditunjukkan oleh tanda bukti dari adat atau kelompok kalbu, berupa tanda batas bangunan. Status kepemilikan sewa yaitu mendiami rumah orang lain dengan konpensasi membayar uang atau biaya ataupun bentuk lainnya untuk perbaikan atau pemeliharaan rumah tersebut, sedangkan status kepemilikan numpang yaitu mendiami rumah orang lain, orang tua ataupun mendiami rumah keluarga lainnya tanpa ada perjanjian pembayaran uang atau biaya kompensasi.

Status kepemilikan rumah (Tabel 14) merupakan salah satu variabel yang menjadi indikator kesejahteraan ekonomi keluarga. Artinya, semakin baik status kepemilikan rumah keluarga contoh maka diasumsikan bahwa kondisi kesejahteraan ekonomi keluarga tersebut tergolong sejahtera, dan sebaliknya. Berkenaan dengan itu, data lapangan menunjukkan bahwa status kepemilikan rumah keluarga contoh di daerah penelitian sebesar 80 persen lebih merupakan hak milik.

Tabel 14 Sebaran Contoh Berdasarkan Status Kepemilikan Rumah, 2006 Sebaran Contoh Wilayah pegunungan Wilayah Pesisir pantai T o t a l No Status Pemilikan

Rumah Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen

01 Hak Milik 139 79.9 149 98.6 288 88.6

02 Sewa 2 1.1 1 0.7 3 0.9

03 Numpang 33 19.0 1 0.7 34 10.5

Apabila dibedakan berdasarkan wilayah penelitian, ternyata status kepemilikan yang berupa hak milik paling besar terdapat di wilayah pesisir pantai yaitu mencapai 98 persen atau hampir mendekati 100 persen, sedangkan di wilayah pegunungan hanya 79,9 persen (Tabel 14). Hal ini mengindikasikan bahwa status kepemilikan rumah keluarga contoh di daerah penelitian cukup baik, dan ini merupakan salah satu modal sebagai aset kekayaan keluarga. Namun demikian, status kepemilikan ini belum tentu bisa digunakan sebagai tolok ukur kekayaan suatu rumahtangga karena belum dihubungkan dengan tipe rumah termasuk luas dan jenis bahan bangunan yang digunakan. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan, tampaknya masyarakat di daerah penelitian

Dokumen terkait