• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kependudukan Kelurahan Kebon Kelapa

Kelurahan Kebon Kelapa adalah salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor. Luas wilayah Kelurahan Kebon Kelapa adalah -/+ 57,81 Ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 17.419 jiwa yang tersebar di 10 RW dan 45 RT. Kelurahan Kebon Kelapa berbatasan wilayah dengan Kelurahan Menteng di sebelah utara, berbatasan dengan Kelurahan Ciwaringin di sebelah timur, berbatasan dengan Kelurahan Gunung Batu di sebelah barat, dan berbatasan dengan Kelurahan Panaragan di sebelah selatan.

Kelurahan Kebon Kelapa terletak di tengah-tengah kota Bogor. Kantor Kelurahan Kebon Kelapa berada tepat di pinggir jalan yang merupakan pertigaan jalan mawar. Jalur pertama ke arah utara jalan menjadi jalur menuju pusat perbelanjaan kota Bogor seperti PGB, taman topi, atau yang lebih dikenal dengan nama taman Ade Irma Suryani, deptstore matahari, stasiun kereta api Bogor, pusat perdagangan kaki lima jembatan merah, Balai Kota Bogor, hingga pusat pertokoan Suka Sari. Jalur kedua ke arah selatan adalah jalur menuju arah padang golf Bogor, rumah sakit Karya Bakti dan rumah sakit Marjuki Mahdi, serta merupakan jalan terusan ke Parung dan ke kota Jakarta. Jalur ketiga adalah ke arah timur menuju gelanggang olahraga kota Bogor, serta menuju pusat perbelanjaan Jambu Dua, dan arah menuju Cibinong.

Letak Kelurahan Kebon Kelapa sendiri berhadapan dengan di pisah satu bidang jalan dengan dua area perdagangan kaki lima. Jajaran pedagang kaki lima pun terdapat di sebelah kiri Kelurahan Kebon Kelapa. Kondisi ini menjadikan kelurahan Kebon Kelapa dapat memantau kegiatan warga di sekelilingnya di satu sisi, namun menjadikannya berhadapan langsung dengan segala permasalahan perkotaan di sisi lain. Seperti kemacetan jalan raya, berbagai problem kaki lima, berbagai kejahatan di jalan raya, berbagai kecelakaan jalan serta banyak lagi masalah lainnya yang merupakan problem khas perkotaan.

Kelurahan Kebon Kelapa juga berdekatan dengan pasar rakyat kota Bogor yaitu pasar Anyar dengan jarak satu kilometer. Pada malam hari di seluruh jalan menuju pasar dan di tengah jalan yang menjadi muara dari jalan-jalan yang berbentuk pertigaan tersebut menjadi pasar ilegal. Hal ini membuat wilayahnya

terus ramai selama 24 jam. Sejak dari pukul satu dini hari, badan jalan ini di padati oleh para pedagang yang menjual barang dagangannya di sepanjang jalan yang menghubungkan berbagai tempat sebagaimana disebutkan di atas. Aktivitas perdagangan ini sebenarnya merupakan kegiatan ilegal karena berada di lokasi- lokasi ilegal, mengingat tempat yang digunakan tersebut merupakan badan jalan raya, namun dikarenakan kemanfaatan yang didapat dari adanya para pedagang tersebut, seperti memudahkan para penjual makanan jadi untuk berbelanja ke tempat yag lebih dekat dan dengan harga yang lebih murah serta bahan bahan makanan yang masih segar, maka fenomena tersebut dibiarkan oleh pemerintah setempat, dengan ketentuan bahwa pasar harus sudah bubar pada pukul setengah lima pagi untuk menghindari permasalahan bagi pengguna jalan seperti kemacetan lalu lintas yang mulai ramai sejak pukul lima pagi tersebut.

Para pedagang yang datang untuk berjualan di pasar dini hari itu terdiri dari para petani dan para pedagang yang tidak memiliki tempat berjualan di pasar legal, sehingga harus menjual sendiri hasil taninya, dengan tanpa melalui mata rantai perdagangan pasar yang legal. Jika kemudian barang-barang dagangan tersebut tidak habis terjual, maka para pedagang pasar ilegal itu akan menjualnya kepada para pedagang pasar legal. Barang-barang tersebut kemudian dijual pada pagi harinya oleh para pedagang pasar legal tersebut dengan harga mencapai dua kali lipat dari harga beli. Adapun para pembeli adalah mereka yang merupakan para pedagang makanan jadi. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru kota Bogor, termasuk para pedagang dari RT 04. Mereka sangat senang dengan adanya pasar ilegal tersebut, karena di samping tempatnya yang relatif lebih dekat dengan tempat tinggal mereka, juga karena di pasar ilegal tersebut mereka bisa mendapatkan bahan-bahan yang masih segar dengan harga yang cukup murah. Para pedagang makanan ini memulai aktivitasnya sejak pukul tiga dini hari sehingga olahan makanan segera dapat mereka jual untuk keperluan sarapan bagi mereka yang menjadi konsumen dagangannya.

Pada awalnya, keberadaan pasar ilegal tersebut dilarang dan sering kali di bubarkan oleh pemerintah setempat, dengan alasan menggunakan tempat yang tidak semestinya, serta menyebabkan kotornya jalan raya oleh sampah dagangan. Namun setelah melihat manfaatnya baik bagi para warga yang menjadi pembeli

dan juga bagi para petani yang penjadi penjual di pasar ilegal tersebut, maka pemerintah kota Bogor membuat kesepakatan tidak tertulis dengan para pelaku pasar ilegal tersebut. Perjanjian yang dimaksud yaitu kegiatan pasar hanya boleh dimulai dari pukul dua dini hari dan sudah harus berakhir ketika pukul setengah lima pagi. Juga dengan catatan jalan yang menjadi area pedagangan harus bersih tanpa meninggalkan sampah sisa dagangan. Selama para pelaku pasar mampu untuk memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan itu, maka selama itu pula mereka di perbolehkan melakukan aktivitas ilegal tersebut.

Bagi warga RT 04, keberadaan pasar ilegal tersebut semakin membuka peluang dalam mengembangkan berbagai usaha mereka terutama dalam hal penjualan makanan jadi dan juga kreativitas-kreativitas lainnya. Bahkan sebagian warga RT 04 memanfaatkan pasar ilegal tersebut untuk menjual jasa angkutan dan juga jasa tenaganya.

Kelurahan Kebon Kelapa juga berdekatan dengan lokasi-lokasi penting yang ada di kota Bogor, yaitu jarak 5 kilometer dari jalan utama yang menghubungkan kota Bogor dengan kota-kota di sekitarnya seperti Jakarta, Banten, dan Bandung, 1 kilometer jarak menuju kebon raya Bogor, dan 2 kilometer menuju pasar dan pusat-pusat perdagangan kota bogor. Kedekatan pada berbagai lokasi penting ini berdampak pada kemudahan akses menuju lokasi- lokasi tersebut sehingga memungkinkan roda perekonomian berbasis perdagangan berkembang di sekitar wilayah kelurahan Kebon kelapa ini.

Tabel 1. Profil Kelurahan Kebon Kelapa Bogor Tahun 2011 No Profil Jumlah 1. 2. 3. 4.

Luas Kelurahan Kebun Kelapa Formasi Kelurahan : RT RW Batas wilayah : Utara Timur Barat Selatan Keadaan demografi : Penduduk -Laki-laki -Perempuan Kepala Keluarga -/+ 57,81 Ha 45 RT 10 RW Kelurahan Menteng Kelurahan Ciwaringin

Kelurahan Gunung Batu Kelurahan Panaragan

16.460 jiwa 8.471 jiwa 7.998 jiwa 4.654 KK

Sumber : Profil kelurahan Kebon Kelapa Kota Bogor Tahun 2011.

AdapunRT 04 RW 10 merupakan salah satu dari 45 RT dari 10 RW yang berada dalam lingkungan Kelurahan Kebon Kelapa. Letak RT 04 RW 10 berada di sebelah kanan dari kelurahannya, yaitu kelurahan Kebon Kelapa, oleh karena itu, RT 04 RW 10 pun berada di pusat kota Bogor, dengan jarak sejauh 500 meter ke Kelurahan, jarak 2 kilometer ke kecamatan dan jarak yang cukup dekat yaitu sekitar satu kilometer untuk ke berbagai pusat perdagangan dan perbelanjaan yang banyak terdapat di kota Bogor. Keadaan ini memungkinkan berkembangnya usaha perdagangan dan berbagai kreativitas usaha dan jasa. Kebanyakan warga RT 04 bergerak dibidang ini sehingga perekonomiannya di dominasi perdagangan, wiraswasta dan penyedia jasa. Sebagian yang lain berprofesi sebagai karyawan swasta atau negeri, atau sebagai tenaga pengajar.

Wilayah RT 04 terdiri dari beberapa area pemukiman. Sebagai area utama adalah area yang disebut area pinggir jalan, yaitu sebuah lokasi pemukiman dimana posisi rumah-rumah warga saling berhadapan dengan dipisahkan jalan kecil yang hanya dapat dilalui satu mobil. Area ini selain sebagai area pemukiman, karena letaknya yang terpisah oleh sebuah ruas jalan, juga

merupakan pusat kegiatan ekonomi yang berada di RT 04. Di sana terdapat enam buah warung sembako besar dan kecil, tujuh buah warung makan, satu buah toko material, satu buah bengkel motor, dua buah pangkalan becak, dua buah warnet, satu buah warung bakso dan mie ayam dan satu buah warung soto. Selanjutnya adalah area pemukiman pinggir kali, dinamakan demikian karena letaknya yang berada di sepanjang aliran sungai Cidepit. Area ini terletak di pangkal jalan area pinggir jalan, disana terdapat pula tiga buah warung makan, empat buah warung sembako kecil, dua buah counter handphone dan satu buah warnet. Selanjutnya area gang kuburan. Area ini adalah sebuah gang yang dipisah oleh tembok yang tinggi yang berfungsi sebagai pembatas area ini dengan pekuburan umum yang terdapat di wilayah Kebon Kelapa. Posisi area ini berada di ujung jalan area pinggir jalan. Di pangkal jalan menuju area ini terdapat dua buah counter handphone sebagai tempat usaha milik warga setempat serta satu buah warung sembako dan satu buah home industri kacang kemasan. Keseluruhan wilayah yang masuk ke dalam RT 04 ini adalah seluas 20 hektar. Lokasi pemukiman yang digunakan juga untuk berbagai kegiatan perekonomian ini menjadikan RT 04 RW 10 ini relatif padat.

Banyaknya kegiatan perdagangan yang terjadi di RT 04 ini tidak terlepas dari kedekatannya kepada berbagai akses di sekitarnya sebagaimana Kelurahannya. Ketersediaan berbagai kebutuhan yang mudah didapat pun menjadi faktor lain yang menghidupkan berbagai usaha di RT 04. Adapun para pembeli dari barang-barang dagangan yang ditawarkan di sepanjang jalan di RT 04 adalah para warga sendiri dan siswa sekoalah yang terdapat di sekitar area pemukiman RT 04. Terdapat beberapa lembaga pendidikan yang mengelilingi RT 04. Salah satunya adalah yayasan pendidikan Islam Alghazali. Yayasan pendidikan ini memiliki jenjang pendidikan dari SD, SMP dan SMA sebagai lembaga pendidikan umum, juga terdapat jenjang pendidikan Diniyah, Tsanawiyah dan Aliyah, sebagai pendidikan keagamaan. Ada juga SD impres yang terdiri dari SD 1, SD 2, SD 3, dan SD 4, yang berada dekat dengan wilayah RT 04 yang memungkinkan murid-murid di sana bermain dan berbelanja ke RT 04. Di dekat SD impres tersebut terdapat juga sekolah tingkat menengah bernama SMK Bina Bangsa. Lokasi jalan di RT 04 yang berfungsi sebagai jalan tembus ke berbagai tempat

seperti pemukiman rumah di Gunung Batu, pemukiman rumah Lebak, pemukiman rumah Kebon Kopi, memungkinkan area ini dapat menghidupkan berbagai jenis usaha.

Hal ini membuat kemampuan berkreativitas mengelola potensi-potensi yang ada sangat dibutuhkan, karena di sisi lain, dampak perkotaan adalah kesulitan lapangan pekerjaan yang berakibat pada tingginya angka pengangguran bagi mereka yang berdaya kreatif rendah. Kedua hal tersebut terjadi di RT 04, yaitu bagi orang-orang yang memiliki daya kreativitas yang tinggi maka akan mampu untuk memperoleh penghidupan yang layak bahkan berlebih. Adapun mereka yang kurang kreatif akan menjadi korban persaingan hidup dan cenderung menjadi pengangguran.

Orang-orang yang memiliki daya kreatif inilah selanjutnya yang menjadi kunci kesuksesan perekonomian RT 04. Mereka mengadakan kerjasama- kerjasama bisnis di antara sesama RT 04. Kegiatan ini selain bertujuan membesarkan usaha-usaha yang mereka rintis, juga bertujuan membangun ekonomi bersama, yaitu mereka yang kurang beruntung direkrut untuk bekerjasama baik sebagai pegawai, sebagai partner dalam kegiatan ekonomi mereka, hingga peminjaman modal usaha.

Luas wilayah RT 04 adalah 20 kilometer. Lahan ini terbagi menjadi tiga area pemukiman dan digunakan pula sebagai tempat berbagai usaha dan perekonomian. Ketersediaan lahan yang sempit dengan penduduk sebanyak 180 KK ini menjadikan RT 04 hanya memiliki fasilitas umum berupa satu buah masjid, satu buah puskesmas, satu buah lapangan futsal, satu buah tempat pemandian umum, satu buah mushola, dan satu ruas jalan sepanjang 500 meter.

Tabel 2. Profil Usaha Warga RT 04 RW 10 Area

No Bentuk Usaha Pinggir Jalan Pinggir Kali Gang Kuburan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Warung sembako (besar dan kecil)

Warung makan Warung bakso Warung mie ayam Warung soto Warnet Konter handphone Toko material Shworoom motor Home industri Pangkalan becak 6 buah (besar dan kecil) 7 buah 1 buah 2 buah 1 buah 2 buah - 1 buah 1 buah - 2 buah 4 buah (kecil) 3 buah - - - 1 buah 2 buah - - - 1 buah (kecil) - - - - - 2 buah - - 1 buah (kacang kemasan) -

Sumber : Profil RT 04 RT 10 Tahun 2011

Dipilihnya wilayah ini sebagai tempat penelitian, karena hanya di RT 04 lah komunitas Madura paling banyak terdapat, di antara wilayah lainnya di kecamatan Kebon Kelapa. Jumlah mereka yang sebanyak 35% dari total penduduk RT 04 menyamai jumlah suku Sunda yang tinggal bersama mereka sebagai warga RT 04 yaitu sebanyak 40% .

Diketiga area yang masuk ke dalam wilayah RT 04 tersebut, suku Sunda dan suku Madura hidup berdampingan dan berbaur. Keberbauran tersebut dapat dilihat dari posisi rumah orang yang berasal dari suku Sunda yang bersebelahan, ataupun berhadapan dengan rumah orang yang berasal dari suku Madura. Kondisi rumah yang berdekatan satu sama lainnya ini memungkinkan mereka untuk bertemu dan bertegur sapa disetiap kesempatan. Di area pinggir jalan, pembauran antar suku lebih jelas terlihat, yaitu warga dari suku Sunda berdampingan rumah dengan tetangganya yang bersuku Madura. Terdapat 60 KK di area pinggir jalan, dan dari 60 KK yang ada tersebut terdiri dari suku Sunda sebanyak 28 KK, suku

Madura 22 KK, sedangkan sisanya terdiri dari suku Jawa, suku Padang dan suku Batak. Dari ketiga area yang termasuk dalam wilayah RT 04, suku Batak, suku Jawa dan suku Padang hanya terdapat di area pinggir jalan ini. Berbagai kondisi yang telah dijelaskan, menjadikan area ini merupakan pusat segala problematika sekaligus penyelesaiannya di RT 04. Pusat perdagangan di area RT 04 juga terdapat di sini. Masjid RT 04 juga terdapat di area ini. Berbagai kejadian konflik juga selalu berawal dari area ini. Demikian juga berbagai penyelesaiannya selalu merupakan inisiatif warga yang berada di area pinggir jalan ini. Para informan yang diambil dalam penelitian ini sebagian besarnya adalah warga RT 04 yang berada di area pinggir jalan ini. Seperti Pak Agus dan Pak Syamsudin dan juga beberapa informan yang kemudian masuk dalam kategori generasi ketiga. Lokasi- lokasi yang kemudian menjadi arena interaksi di lingkungan dalam wilayah tinggal juga terdapat di sini. Hal ini dikarenakan bentuk pemukiman yang terbentuk di sepanjang jalan RT 04 memungkinkan terjadinya beragam kegiatan di sana. Melalui jalan ini pulalah para penduduk RT 04 datang dan pergi. Para pedagang yang termasuk jajaran orang kaya RT 04 baik yang terdiri dari suku Sunda maupun yang terdiri dari suku Madura tinggal di area pinggir jalan ini. Di jalan ini juga lah beberapa isu berkembang dan kemudian menjadi konflik di antara suku Sunda dan suku Madura.

Hal ini mengindikasikan bahwa selain jumlah kedua suku yang diteliti yaitu suku Sunda dan suku Madura di area yang pertama ini dapat dikatakan sepadan, juga bahwa di area inilah yang menjadi titik sentral bagi perkembangan hubungan kedua suku yang di teliti ini.

Selanjutnya di area pinggir kali, warga yang tinggal di sana didominasi suku Madura, sebanyak 20 KK, sedangkan suku Sunda sebanyak 11 KK. Area ini masih merupakan bantaran kali Cidepit ketika suku Madura gelombang yang selanjutnya itu datang ke RT 04. Tidak terdapat perumahan penduduk di sana, sehingga orang Madura lah yang menjadi pemukim pertama di sepanjang pinggiran sungai Cidepit itu. Maka dari itu sangat wajar ketika kemudian penduduk yang berasal dari suku Madura jumlahnya lebih banyak dari penduduk yang berasal dari suku Sunda yang tinggal disana. Hal ini juga di sebabkan karena suku Sunda yang bertempat tinggal di area pinggir kali ini merupakan para

pendatang dari luar RT 04 yang kedatangannya terjadi setelah komunitas Madura di sana cukup banyak. Di area ini kehidupan antar suku relatif lebih tenang dibandingkan percampuran suku yang terjadi di area pinggir jalan maupun di area gang kuburan yang terkadang di warnai beberapa konflik. Di area ini tidak pernah terjadi konflik di antara suku Sunda dan suku Madura. Namun sisi negatif dari kondisi yang relatif tenang itu adalah tidak adanya perkembangan hubungan yang terjadi di sana. Kedua suku ini tetaplah merupakan dua suku yang terpisah satu sama lain. Masing-masing hanya peduli pada kehidupannya sendiri saja. Jika bukan karena hubungan yang semakin akrab antara suku Sunda dan suku Madura di area pinggir jalan pasca berbagai konflik yang mereka lalui, di area pinggir kali tidak akan terjalin keakraban antar suku. Hanya karena mengikuti pola interaksi warga pinggir jalan, dimana hal tersebut mereka lihat saat di masjid, maka area pinggir kali pun selanjutnya mengembangkan hubungan yang lebih akrab di antara suku Sunda dan suku Madura yang terdapat di sana

Area penelitian yang ketiga adalah area gang kuburan. Di area gang kuburan suku Sunda sebanyak 32 KK, sedangkan suku Madura hanya 11 KK. Area gang kuburan adalah area pemukiman yang pertama ada di wilayah RT 04. Sejak awal, memang area inilah yang menjadi lingkungan tinggal warga yang pada awalnya semuanya terdiri dari suku Sunda. Di area inilah para tokoh utama suku Sunda berada. Di area ini pula komunitas Sunda memang merupakan penduduk asli RT 04. Di area ini pula warga sering berkumpul terutama ketika konflik-konflik terjadi, karena ketua RT 04 selalu merupakan warga yang berasal dari tempat ini, bertempat tinggal di sini dan bersama orang-orang yang merupakan komunitas penting suku Sunda. Orang Madura terutama para anak muda sering berkunjung ke tempat ini. Mereka akan memulai tradisi silaturahminya dari tempat ini. Serta sering kali menjadikan salah satu rumah warga di sana sebagai tempat merencanakan pertemuan antar suku ketika konflik mulai tercium. Walaupun pada akhirnya pertemuan-pertemuan besar di antara mereka selalu terjadi di area pinggir jalan, baik di masjid maupun di rumah salah satu warga Madura, karena alasan ruang yang luas yang cukup untuk menampung banyak orang seperti TPA milik Pak Syamsudin. Hanya terdapat sedikit suku Madura yang tinggal di area ini. Hal ini karena lokasi tinggal di area ini sudah

padat sejak semula sehingga hanya dapat menampung sedikit tambahan saja. Tidak terdapat suku lain selain suku Sunda dan suku Madura di area gang kuburan ini. Hal itu justru membuat keakraban antar suku menjadi lebih mudah terjadi. Sebelas keluarga suku madura yang tinggal di sana tidak kesulitan untuk berbaur dengan komunitas Sunda yang dominan di area tinggalnya. Hal ini dikarenakan pada dasarnya suku Sunda memang merupakan suku yang ramah, ditambah kondisi suku Madura yang tinggal di sana tidak terlalu berbeda secara ekonomi dengan mereka, sehingga tidak terdapat kesenjangan di antara kedua suku yang tinggal berdampingan tersebut.

Dari data ini terlihat bahwa terdapat pembauran dari segi posisi area rumah tinggal di seluruh wilayah RT 04, yang berdampak pula pada pergaulan dan interaksi keseharian warga setempat.

Tabel 3. Wilayah dan jumlah warga RT 04 RW 10 Kelurahan Kebonkelapa Kota Bogor

No

Suku Wilayah pinggir jalan Wilayah pinggir kali Wilayah gang kuburan Sunda 28 KK 11 KK 32 KK Madura 22 KK 20 KK 11 KK

Sumber: Profil RT 04 RT 10 Tahun 2011.

Sejarah kedatangan suku Madura dan berbagai tanggapannya

Menurut keterangan dari informan, bahwa pendatang yang tinggal di RT 04 bukan saja dari suku Madura yang datang sejak tahun 70-an, tetapi dari suku Sunda pun ada sebagian yang merupakan pendatang, dimana asal mereka adalah dari kota Garut dan kota Banten. Ada pun kedatangan suku Madura ke RT 04 yang paling awal yaitu pada tahun 1970 disebut sebagai pendatang pertama. Suku Sunda pendatang berada di RT 04 sejak tahun 1978. Selain mereka adalah suku Sunda pribumi. Namun suku Sunda pribumi menganggap suku Sunda yang datang dari Garut dan Banten sebagai pribumi sebagaimana mereka, sedangkan pada orang Madura, tetap dianggap sebagai pendatang. Oleh karena itu, tetap terdapat dua kategori penghuni RT 04, pribumi yaitu suku Sunda dan pendatang yaitu suku Madura.

Saya juga sebenernya lahirnya di daerah Bantar Kambing sana, bukan disini, tapi keluarga banyak di sini, pak Odih kan masih

saudara saya, ada juga pak Ukuy dari banten, ya sama aja sesama Sunda ya pribumi lah kita ini (Agus, Sunda generasi 2)

Kedatangan suku Madura yang pertama kalinya, yaitu pak Munara, menempati area pinggir jalan. Dalam pengakuan informan yang merupakan suku Sunda pribumi, digambarkan sebagai orang yang tidak banyak bicara, raut wajahnya terkesan galak, dan berperilaku mudah marah dan mudah pula mengeluarkan senjata cluritnya. Hal ini mengakibatkan suku Sunda enggan menyapa ataupun berbincang dengan Pak Munara dan keluarganya, informasi ini dibenarkan oleh beberapa orang suku Sunda lainnya, bahkan orang-orang dari suku Madura pun membenarkan cerita tersebut.

Selanjutnya terjadi perubahan sikap pada pendatang yang datang kemudian yaitu pada tahun 1973. Mereka yang datang kemudian itu adalah Pak

Dokumen terkait