• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik individu yang diamati dalam penelitian ini adalah : umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman bertani-beternak, tingkat interaksi kelompok dan lama keanggotaan-kepemimpinan. Individu pada penelitian ini terdiri dari anggota dan ketua. Sebaran responden menurut karakteristik anggota disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Anggota (n = 45 orang) No Karakteristik Anggota Kategori Responden Persentase

(%) 1. Umur (tahun) Muda (24-39)

Sedang (40-55) Tua (56-70) 23 19 3 51 42 7 2. Jumlah tanggungan keluarga (orang) Kecil (1-3) Besar (4-6) 24 16 64 36 3. Tingkat pendapatan tani

ternak (Rp/bulan) Rendah (Rp.100.000-Rp.270.000) Sedang (Rp.271.000-Rp.441.000) Tinggi (Rp.442.000-Rp.600.000) 25 14 6 56 31 13 4. Pendidikan formal Rendah (Tidak sekolah-Tamat SD)

Sedang (Tamat SLTP)

Tinggi (Tamat SLTA-Tamat PT)

36 5 4 80 11 9 5. Pendidikan non formal Tidak pernah

Pernah 41 4 91 9 6. Pengalaman bertani- beternak (tahun) Sedang (1-16) Berpengalaman (17-31) 36 9 80 20 7. Tingkat interaksi kelompok (kali/bulan) Jarang (1-2 kali) Sering (3-4 kali) 31 14 69 31 8. Lama keanggotaan (tahun) Baru (1-5) Lama (6-10) 40 5 89 11 Keterangan : n = 45

Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Ketua (n = 5 orang) No Karakteristik Ketua Kategori Responden

Persentase (%) 1. Umur (tahun) Muda (40-49)

Sedang (50-59) Tua (60-67) 3 - 2 60 - 40 2. Jumlah tanggungan keluarga (orang) Kecil (2-3) Besar (4) 4 1 80 20 3. Tingkat pendapatan tani-

ternak (Rp/bulan) Rendah (Rp.200.000-Rp.630.000) Sedang (Rp.631.000-Rp.1.061.000) Tinggi (Rp.1.062.000-Rp.1.500.000) 2 2 1 40 40 20 4. Pendidikan formal Rendah (Tidak sekolah-Tamat SD)

Sedang (Tamat SLTP)

Tinggi (Tamat SLTA-Tamat PT)

3 - 2 60 - 40 5. Pendidikan non formal Tidak pernah

Pernah 1 4 20 80 6. Pengalaman bertani- beternak (tahun) Sedang (6-18) Berpengalaman (19-31) 4 1 80 20 7. Tingkat interaksi kelompok (kali/bulan) Jarang (1-2 kali) Sering (3-4 kali) 4 1 80 20 8. Lama kepemimpinan (tahun) Baru (1-7) Lama (8-14) 4 1 80 20 Keterangan : n = 5

Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Anggota dan ketua (n = 50 orang)

No. Karakteristik Anggota-Ketua Kategori Responden

Persentase (%) Ketua-Anggota

(n = 50)

1. Umur (tahun) Muda (24-39)

Sedang (40-55) Tua (56-70) 26 19 5 52 38 10 2. Jumlah tanggungan keluarga (orang) Kecil (1-3)

Besar (4-6)

33 17

66 34 3. Tingkat pendapatan tani ternak

(Rp/bulan) Rendah (Rp.100.000-Rp.570.000) Sedang (Rp.571.000-Rp.1.041.000) Tinggi (Rp.1.042.000-Rp.1.500.000) 47 2 1 94 4 2

4. Pendidikan formal Rendah (Tidak sekolah-Tamat SD)

Sedang (Tamat SLTP) Tinggi (Tamat SLTA-Tamat PT)

39 5 6 78 10 12

5. Pendidikan non formal Tidak pernah

Pernah

42 8

84 16 6. Pengalaman beternak (tahun) Sedang (1-16)

Berpengalaman (17-31)

40 10

80 20 7. Tingkat interaksi kelompok

(kali/bulan) Jarang (1-2 kali) Sering (3-4 kali) 35 15 70 30 8. Lama keanggotaan-kepemimpinan (tahun) Baru (1-7) Lama (8-14) 47 3 94 6 Keterangan : n = 50 Umur

Tabel 1 menunjukkan dari 50 petani-peternak berkategori muda (52%) berusia antara 24-39 tahun dengan rata-rata berusia 30 tahun, 38% berkategori sedang berusia antara 40-55 tahun dan 10% berkategori tua berusia antara 56-70 tahun. Secara umum tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petani-peternak termasuk ke dalam kelompok berusia muda. Umumnya 60 % ketua berusia sedang (40-55 tahun) adalah orang yang sudah dikenal dan dihormati di lingkungan sekitarnya. Sedangkan kebanyakan anggota 51 % berusia muda (24-39 tahun). ketua diharapkan dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki anggota yang berusia muda agar dapat memberikan kontribusi dalam produktivitas kelompok. Umur dapat menggambarkan produktivitas dan pengalaman seseorang dalam kehidupan sehingga terdapat keragaman sikap dan perilaku berdasarkan umur yang dimilikinya (Lumentha, 1997). Mengacu pada pendapat tersebut, petani-peternak berusia muda menggambarkan produktivitas yang lebih dibanding dengan petani-peternak berusia

sedang dan petani-peternak berusia tua sehingga dapat dikatakan berpotensi besar dalam mengembangkan suatu kelompok.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab. Sebagian besar tanggungan keluarga petani-peternak (66%) tergolong kecil antara 1-3 orang, sisanya 34% tergolong besar antara 4-6 orang. Umumnya petani-peternak yang memiliki jumlah tanggungan keluarga kecil dalam melakukan usaha tani ternaknya hanya mencukupi kebutuhan keluarga (anak, istri) yang masih tergolong kecil. Walaupun demikian dalam membiayai seluruh anggota keluarga petani-peternak masih tidak cukup jika hanya mengandalkan hasil dari usaha tani ternak sehingga banyak petani-peternak yang membuka usaha tambahan di sekitar tempat tinggal.

Tingkat Pendapatan usaha tani-ternak

Mayoritas tingkat pendapatan usaha tani-ternak petani-peternak rendah (94%) antara Rp.100.000-Rp.570.000. Sisanya tingkat pendapatan sedang (4%) dengan tingkat pendapatan sekitar Rp.5700.000-Rp.1.041.000 dan pendapatan tinggi (2%) antara Rp.1.042.000-Rp.1.500.000. Umumnya petani-peternak memiliki luas lahan garapan yang terbatas atau sedikit. Kebanyakan petani-peternak hanya sebagai buruh tani atau dengan kata lain tidak memiliki lahan sendiri untuk bertani-beternak sehingga pendapatannya masih rendah.

Pendidikan Formal

Hasil penelitian terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan formal petani- peternak umumnya tergolong rendah (78%) yaitu dari tidak sekolah atau buta huruf sampai tamat SD, 10% tergolong sedang yaitu tamat SLTP, sisanya 12% tergolong tinggi yaitu tamat SLTA sampai tamat Perguruan Tinggi. Rendahnya pendidikan petani-peternak akan mempengaruhi tingkat pemahaman tentang sesuatu hal yang akan dipelajarinya dan apa yang akan dikerjakan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, bahwa para petani-peternak mendapatkan keterampilan dalam bertani- berternak berbekal informasi seadanya dari orang tua dan petani-peternak lain. Namun para petani-peternak yakin mereka mampu melakukannya. Latar belakang

pendidikan formal petani-peternak umumnya tidak bisa baca tulis. Hal ini tentunya menghambat dalam mengembangkan dan membina sumberdaya kelompok.

Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal kelompok tani-ternak merupakan kursus/pelatihan dalam bidang pertanian/peternakan yang diikuti petani-peternak. Umumnya sebagian besar anggota kelompok (84%) tidak pernah mengikuti pendidikan non formal, sisanya (16%) pernah mengikuti pendidikan non formal. Dengan demikian mayoritas petani-peternak sangat kurang pengalaman dalam mengikuti pelatihan tani-ternak. Pelatihan sangat diperlukan untuk menunjang usahanya. Sebagian besar ketua (80%) pernah mengikuti pelatihan tani-ternak, di antaranya kegiatan pelatihan agribisnis ayam buras dan pelatihan tani dewasa. Namun sangat disayangkan sebagian besar ketua tidak mengaplikasikan pengetahuan dan informasi yang didapat kepada seluruh anggotanya. Sehingga pelatihan tani ternak yang seharusnya dapat menunjang kemampuan petani-peternak dalam bertani dan beternak, kenyataannya tidak terjadi dalam kelompok tani-ternak.

Pengalaman Bertani-beternak

Pengalaman bertani-beternak sebagian besar petani-peternak (80%) berkategori sedang dengan rata-rata pengalaman bertani-beternak selama 1-16 tahun, sedangkan pengalaman bertani-beternak berkategori berpengalaman sebesar 20% antara 17-31 tahun. Umumnya petani-peternak berkategori sedang karena dalam memulai bertani-beternak untuk meneruskan usaha keluarga yang mereka peroleh dari tradisi keluarga secara turun-temurun. Jadi petani-peternak sedang mendapatkan pengetahuan melalui petani-peternak yang sudah berpengalaman. Pengalaman yang didapat tentunya akan membantu para petani-peternak dalam mengambil segala keputusan yang berhubungan dengan usaha tani-ternak. Petani-peternak yang memiliki pengalaman bisa dengan cepat mencari solusi permasalahan yang dihadapi dibanding dengan petani-peternak dengan pengalaman yang rendah.

Tingkat Interaksi Kelompok

Sebanyak 70% anggota-ketua kelompok menyatakan bahwa tingkat interaksi kelompok berkategori jarang yaitu 1-2 kali pertemuan/bulan dan sisanya 30% tingkat interaksi kelompok berkategori sering yaitu 3-4 kali pertemuan/bulan. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar anggota kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan dalam kelompok. Hal ini dikarenakan sebagian besar anggota kelompok kecewa terhadap ketua dalam memberikan pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan usaha tani-ternak dalam kelompok.

Lama Keanggotaan

Mayoritas lama keanggotaan petani-peternak berkategori baru sebesar 94% antara 1-7 tahun dan petani-peternak lama sebesar 6% yaitu antara 8-14 tahun. Hal ini memperlihatkan banyak petani-peternak baru yang menginginkan pengetahuan atau informasi lebih mengenai pertanian atau peternakan dengan berperan serta dalam kelompok tani-ternak.

Keefektivan Kepemimpinan

Keefektivan Kepemimpinan adalah penilaian pelaksanaan fungsi pemimpin pada suatu kelompok yang diukur berdasarkan persepsi responden tentang perilaku- perilaku kepemimpinan dalam kelompok (Gibson, 1979 dalam Suwarto, 1999). Keefektivan kepemimpinan dalam penelitian ini terdiri dari tiga unsur yaitu: 1) keterampilan teknis, 2) keterampilan interaksi sosial dan 3) keterampilan konseptual. Persepsi ketua terhadap keefektivan kepemimpinan disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Skor Persepsi Ketua Tentang Keefektivan Kepemimpinan.

No. Indikator Keterampilan

Rataan skor*

Ketua Anggota Total (n=5) (n=45) (n=50)

1. Teknis 3,45 2,57 2,66

2. Interaksi Sosial 3,77 2,85 3,22

3. Konseptual 3,15 2,56 2,87

Keefektivan kepemimpinan 3,45 2,66 2,92

* : 1 = tidak mampu, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 =mampu

Secara umum ada perbedaan antara persepsi ketua-anggota tentang keefektivan kepemimpinan. ketua merasa bahwa keefektivan kepemimpinan sudah lebih dari cukup. Sementara menurut anggota masih kurang dari cukup. Keterampilan interaksi sosial pada persepsi ketua dan anggota lebih menonjol

dibanding dengan keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Hal ini disebabkan ketua memiliki ikatan kedekatan (rasa kekeluargaan) yang sudah terbentuk antara ketua dengan anggota sehingga kedua belah pihak mampu menciptakan hubungan yang harmonis dalam kelompok serta ketua selalu berusaha untuk menutupi kekurangannya dan menonjolkan kelebihannya sebagai ketua kelompok.

Keterampilan Teknis

Secara umum ada perbedaan persepsi antara ketua dan anggota tentang keterampilan teknis. Ketua merasa sudah memiliki lebih dari cukup keterampilan teknis. Sementara menurut anggota masih kurang dari cukup. Aspek memberi pendapat dan penggunaan media komunikasi memiliki kesamaan antara persepsi ketua dan anggota dibanding sembilan aspek lainnya.

Aspek keterampilan teknis pada persepsi ketua dan anggota yang masih dinilai kurang mampu adalah penggunaan media komunikasi dan mencoba teknologi baru. Hal ini disebabkan ketua sangat terbatas menggunakan media komunikasi dalam rapat seperti, penggunaan pengeras suara, selebaran dan white board. Hanya sebagian kecil ketua yang bisa menggunakannya. Serta kurangnya kegiatan-kegiatan yang dapat mengikutsertakan anggota kelompok di dalam maupun di luar kelompok. Kemampuan teknis ketua kelompok tidak lepas dari keikutsertaan ketua dalam mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai peternakan yang dapat meningkatkan kemampuan teknis. Adapun dalam pelatihan tersebut hanya diikuti oleh ketua karena alasan kurangnya dana. Sebagian besar ketua tidak mencoba cara-cara/teknologi baru di dalam kelompok dikarenakan ketua kelompok kurang mengaplikasikan pelatihan- pelatihan yang pernah didapat kepada anggotanya.

Aspek keterampilan teknis menurut persepsi ketua seperti, memberi pengarahan, memberi pengetahuan/informasi, memimpin rapat, mengambil keputusan, menerima pendapat anggota dan memberi kesempatan berperan serta dianggap ketua yang paling mampu. Hal ini dikarenakan kemampuan teknis ketua kelompok tidak lepas dari keikutsertaan ketua dalam mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai peternakan yang dapat meningkatkan kemampuan teknis serta sebagian besar ketua kelompok yang lebih menonjolkan kelebihan daripada kelemahan sebagai seorang ketua.

Aspek keterampilan teknis seperti memberi pendapat dan penggunaan media komunikasi memiliki kesamaan persepsi antara ketua dengan anggota. Ini berarti bahwa ketua memiliki cukup kemampuan dalam memberi pendapat sedangkan dalam menggunakan media komunikasi ketua kelompok dinilai masih kurang. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Skor Persepsi Ketua-Anggota Tentang Keefektivan Kepemimpinan Berdasarkan Keterampilan Teknis.

No. Aspek Keterampilan Teknis Rataan Skor*

Ketua Anggota 1. Memberi pendapat untuk mengatasi

masalah 2,80 2,73

2. Penggunaan media komunikasi 1,80 1,71 3. Memberi pengarahan 4,00 2,67 4. Memberi pengetahuan/informasi 4,00 2,64 5. Memimpin rapat 4,00 3,07 6. Menyelesaikan masalah kelompok 3,40 2,82 7. Mengarahkan pengambilan keputusan 3,60 2,53 8. Menilai hasil kerja anggota 3,20 2,49 9. Mencoba cara-cara/teknologi baru 2,20 1,62 10. Menerima secara terbuka pendapat

anggota

4,00 3,20 11. Memberi kesempatan berperan serta 4,00 2,98

Total Rataan Skor 3,45 2,57

* : 1 = tidak mampu, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 =mampu Keterampilan Interaksi Sosial

Secara umum ada perbedaan persepsi antara ketua dan anggota tentang keterampilan interaksi sosial. Ketua merasa mampu dalam keterampilan interaksi sosial, sementara anggota menganggap cukup. Persepsi ketua sangat mendominasi ketujuh aspek dibandingkan dengan persepsi anggota. Aspek menghidupkan suasana memiliki kesamaan antara persepsi ketua dan anggota dibanding 6 aspek lainnya.

Aspek keterampilan interaksi sosial pada persepsi anggota yang masih dinilai kurang dibanding aspek lain adalah memberi penghargaan atau pujian. Hal ini

dikarenakan sebagian besar ketua kelompok kurang memberikan apresiasi terhadap penghargaan atau pujian kepada anggota yang berprestasi sehingga tidak dapat memberikan motivasi kepada anggota untuk lebih meningkatkan kinerja dalam kelompok.

Sebagian besar aspek keterampilan interaksi sosial pada persepsi ketua dan anggota yang dinilai mampu seperti, memberi semangat, memberi penghargaan/pujian, menunjukkan sikap akrab, menangani perselisihan, menawarkan jalan tengah suatu masalah dan menunjukkan sikap netral/adil. Hal ini dikarenakan adanya ikatan kedekatan (rasa kekeluargaan) yang sudah terbentuk antara ketua dengan anggota sehingga kedua belah pihak mampu menciptakan hubungan yang harmonis di dalam kelompok serta ketua kelompok selalu berusaha untuk menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihan sebagai ketua.

Aspek keterampilan interaksi sosial seperti menghidupkan suasana memiliki kesamaan persepsi antara ketua dan anggota. Ini berarti bahwa ketua memiliki cukup kemampuan dalam menghidupkan suasana kelompok. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Skor Persepsi Ketua-Anggota Tentang Keefektivan Kepemimpinan Berdasarkan Keterampilan Interaksi Sosial.

No. Aspek Keterampilan Interaksi Sosial Rataan Skor*

Ketua Anggota 1. Memberi semangat 4,00 2,82 2. Memberi penghargaan atau pujian 3,80 2,49 3. Menunjukkan sikap akrab 4,00 3,13 4. Menangani perselisihan 3,80 2,89 5. Menghidupkan suasana seperti, lelucon 3,00 2,89 6. Menawarkan jalan tengah suatu masalah 4,00 2,87 7. Menunjukkan sikap netral/adil dalam menghadapi

kelompok.

3,80 2,87

Total Rataan Skor 3,77 2,85

Keterampilan Konseptual

Secara umum ada perbedaan persepsi antara ketua dan anggota tentang keterampilan konseptual. Ketua merasa sudah memiliki lebih dari cukup keterampilan konseptual, sementara menurut anggota masih kurang dari cukup. Aspek menyusun jadwal kegiatan kelompok dan merancang aktivitas kelompok memiliki kesamaan antara persepsi ketua dan anggota dibanding 6 aspek lain. Aspek keterampilan konseptual pada persepsi ketua dan anggota yang masih dinilai kurang mampu yaitu dalam menyusun jadwal kegiatan dan merancang aktivitas kelompok. Hal ini dikarenakan sebagian besar ketua kelompok kurang dalam menerapkan kedisiplinan terutama pada pelaksanaan jadwal kegiatan dan perancangan aktivitas kelompok. Jadwal kegiatan dan rancangan aktivitas kelompok hanya bersifat tertulis. Kenyataannya kegiatan tersebut hampir tidak pernah direalisasikan oleh ketua kelompok. Namun, ada sebagian kecil ketua kelompok dapat menerapkan jadwal kegiatan dan mampu merancang aktivitas kelompok.

Aspek keterampilan konseptual pada persepsi ketua dan anggota yang dinilai cukup mampu seperti memberikan gagasan/ide, menganalisis masalah, mencari penyelesaian masalah dan lain-lain. Hal ini dikarenakan sebagian besar ketua memiliki pendidikan yang lebih tinggi dan pengalaman yang cukup banyak dalam beberapa pelatihan yang diikuti, sehingga ketua lebih mampu dalam menciptakan gagasan/ide dalam kelompok. Sedangkan sebagian besar anggota memiliki pendidikan yang rendah dan pengalaman dalam berorganisasi dan pelatihan yang sangat kurang sehingga dominasi ketua sangat kuat. Hal tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Skor Persepsi Ketua-Anggota Tentang Keefektivan Kepemimpinan Berdasarkan Keterampilan Konseptual.

No. Aspek Keterampilan Konseptual Rataan Skor*

Ketua Anggota 1. Mencetuskan gagasan atau ide untuk memulai suatu

pekerjaan

3,80 2,84 2. Menganalisis masalah yang berkembang 3,40 2,60 3. Mencari penyelesaian terhadap masalah yang

dihadapi

3,40 2,82 4. Menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai

kelompok.

3,40 2,73 5. Menetapkan kriteria keberhasilan dalam kelompok 3,20 2,56 6. Menyusun jadwal kegiatan kelompok 1,80 2,04 7. Merancang aktivitas kelompok 2,40 2,47 8. Menilai kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok 2,80 2,42

Total Rataan Skor 3,15 2,56

* : 1 = tidak mampu, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 =mampu

Konvergensi (Titik Temu) Persepsi Ketua dan Anggota

Konvergensi merupakan kecenderungan dua atau lebih individu untuk beraktivitas menuju ke arah satu tujuan atau menyatukan pengertian dalam satu pandangan atau fokus. konvergensi ini membandingkan dua persepsi antara ketua dan anggota, bagaimana titik temu persepsi kedua mengenai keefektivan kepemimpinan.

Konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota mengenai keefektivan kepemimpinan dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pengujian yaitu uji rank Spearman dan uji T dua sampel satu sisi bawah. Pada uji rank Sperman menguji jenjang atau prioritas fungsi kepemimpinan sedangkan pada uji T menguji kualitas dari fungsi kepemimpinan.

Kesesuaian Prioritas Fungsi Kepemimpinan

Meskipun ketiga aspek keterampilan kepemimpinan berbeda antara persepsi ketua dengan anggota, namun secara statistik tidak semua menunjukkan hubungan yang nyata. Hanya aspek keterampilan interaksi sosial yang terbukti tidak ada konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota. Perbandingan dua persepsi antara

ketua dan anggota tentang keefektivan kepemimpinan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman yang dapat disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Konvergensi (titik temu) Persepsi Ketua dengan Anggota Tentang Keefektivan Kepemimpinan.

No. Aspek Keterampilan Nilai rs Konvergensi atau titik temu

1. Keterampilan teknis 0,72 Ada

2. Keterampilan interaksi sosial 0,03 Tidak ada

3. Keterampilan konseptual 0,95 Ada

Keterangan: melalui pengujian konvergensi persepsi ketua dan anggota.

Keterampilan teknis dan konseptual sudah sesuai dengan harapan anggota kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa ketua kelompok memiliki banyak kelebihan yang dapat digunakan sebagai modal kepemimpinan. Namun keterampilan interaksi sosial tidak sesuai dengan harapan anggota kelompok, sehingga ketua kelompok harus mengembangkan keterampilan interaksi sosial. Hal ini disebabkan ketua kelompok kurang memanfaatkan waktu dan aktivitas yang dapat melibatkan interaksi antara ketua dengan anggota.

Keterampilan teknis memiliki titik temu atau konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota. Prioritas aspek keterampilan antara ketua dengan anggota yang tidak berbeda dan total rataan skor ketua dan anggota yang masih tergolong cukup, menjadi faktor tercapainya konvergensi atau titik temu.

Keterampilan interaksi sosial tidak terdapat titik temu antara persepsi ketua dan anggota. Prioritas aspek keterampilan antara ketua dengan anggota yang cukup berbeda dan total rataan skor ketua dan anggota yang berbeda (mampu dan cukup mampu) menjadi faktor tidak terdapatnya konvergensi atau titik temu. Hal ini dikarenakan bahwa ketua kelompok selalu berusaha untuk menutupi kekurangan dan menonjolkan kelebihan sebagai ketua. Sehingga tidak terdapat kesamaan persepsi antara ketua dengan anggota.

Keterampilan konseptual memiliki titik temu atau konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota. Prioritas aspek keterampilan antara ketua dengan anggota yang tidak berbeda dan total rataan skor ketua dan anggota yang masih tergolong cukup, menjadi faktor tercapainya konvergensi atau titik temu. Hal ini

menunjukkan bahwa ketua kelompok memiliki kesamaan dalam hal kemampuan berpikir untuk perencanaan kerja dalam kelompok.

Kesesuaian Kualitas Fungsi Kepemimpinan

Konvergensi dua persepsi antara persepsi anggota dengan ketua mengenai keefektivan kepemimpinan dapat dilakukan dengan menggunakan Uji T dua sampel satu sisi bawah seperti sebagai berikut:

Hipotesis:

• Ho : Terdapat konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota. • H1 : Tidak terdapat konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota.

Pengambilan keputusan:

• Jika Pvalue > 0,05 maka Ho diterima, dengan asumsi kedua varian sama besar

(equal variances assumed).

• Jika Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak, dengan asumsi kedua varian tidak sama besar

(equal variances not assumed). Keputusan:

• Keterampilan Teknis Fhitung = 19.893

Pvalue = 0,000

Pvalue < 0,05 Sehingga Ho ditolak, dengan kata lain asumsi kedua varian sama

besar tidak terpenuhi maka kita menggunakan asumsi varian tidak sama (equal variances not assumed).

• t = -5,761 • df = 20,946

Pvalue = 0 , =

2

Pvalue

0 dimana Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak atau H1 diterima.

Jadi, tidak terdapat konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota pada keterampilan teknis.

• Keterampilan Interaksi Sosial Fhitung = 6.182

Pvalue < 0,05 Sehingga Ho ditolak, dengan kata lain asumsi kedua varian sama

besar tidak terpenuhi maka kita menggunakan asumsi varian tidak sama (equal variances not assumed).

• t = -5,272 • df = 11,673

Pvalue = 0 , =

2 Pvalue

0 dimana Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak atau H1 diterima.

Jadi, tidak terdapat konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota pada keterampilan interaksi sosial.

• Keterampilan Konseptual Fhitung = 5.287

Pvalue = 0,026

Pvalue < 0,05 Sehingga Ho ditolak, dengan kata lain asumsi kedua varian sama

besar tidak terpenuhi maka kita menggunakan asumsi varian tidak sama (equal variances not assumed).

• t = -2.091 • df = 6.614

Pvalue = 0,077 , =

2 Pvalue

0,0385 dimana Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak.

Jadi, tidak terdapat konvergensi antara persepsi ketua dengan anggota pada keterampilan konseptual.

Secara umum hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat konvergensi atau titik temu antara persepsi ketua dengan anggota pada keterampilan teknis, interaksi sosial dan konseptual. Hal ini dikarenakan pada uji t lebih menjelaskan bagaimana perbedaan kualitas fungsi kepemimpinan dan total rataan skor antara persepsi ketua dengan anggota berbeda pada setiap aspek keterampilan.

Faktor Situasi yang Berhubungan dengan Keefektivan Kepemimpinan Faktor situasi merupakan aspek-aspek situasional yang berpotensi mempengaruhi kelompok dan kepemimpinan kelompok. Faktor situasi terdiri dari kondisi kerja, tanggung jawab dan peraturan. Faktor situasi dalam kelompok tani- ternak dapat dijelaskan dan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Faktor Situasi dalam Kelompok Tani-Ternak.

No. Faktor situasi Rataan Skor*

1. Kondisi kerja 2,65

2. Tanggung jawab 2,32

3. Peraturan 1,80

Total Rataan Skor 2,26

* : 1 = buruk, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik

Faktor situasi kelompok tani-ternak dianggap masih kurang dengan total rataan skor sebesar 2,26. Kondisi kerja kelompok seperti sarana pendukung, kelengkapan kerja, kenyamanan dan keamanan dalam lingkungan kelompok dinilai masih tidak mencukupi faktor situasi dalam kelompok. Hal ini dikarenakan sistem kekeluargaan yang masih kuat, mayoritas pendidikan petani-peternak yang masih rendah dan kedisiplinan sebagian besar petani-peternak masih kurang untuk mendukung kegiatan dalam kelompok tani-ternak sehingga peraturan-peraturan yang ada dalam kelompok melemah. Faktor situasi yang berhubungan situasi dengan keefektivan kepemimpinan dapat disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Faktor yang Berhubungan dengan Keefektivan Kepemimpinan.

No. Faktor Situasi

Koefisien Korelasi rank Spearman

Persepsi terhadap Keefektivan Kepemimpinan

Teknis Interaksi Sosial Konseptual

1. Kondisi Kerja 0,502** 0,542** 0,522**

2. Tanggung Jawab 0,472** 0,436** 0,507**

3. Peraturan 0,224 0,220 0,260

Keterangan : hasil analisis uji rank Spearman (rs)

** = berhubungan sangat nyata pada taraf ∝ 0,01 * = berhubungan nyata pada taraf ∝ 0,05

Kondisi Kerja

Hasil analisis korelasi rank Spearman menunjukkan kondisi kerja mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif (α 0,01) dengan keterampilan teknis. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kondisi kerja dalam kelompok maka keterampilan teknis ketua kelompok akan meningkat. Artinya bahwa ketua akan lebih banyak melakukan keterampilan teknis apabila didukung dengan kondisi kerja yang

memadai. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa dengan kondisi kerja yang cukup baik meliputi, tersedianya sarana pendukung, kelengkapan kerja, kenyamanan dan keamanan lingkungan kelompok akan mendukung dan meningkatkan kemampuan ketua kelompok dalam menerapkan keterampilan teknis yang sangat berhubungan dengan sarana.

Kondisi kerja mempunyai hubungan yang sangat nyata dan positif (α 0,01) dengan persepsi terhadap keefektivan kepemimpinan mengenai keterampilan interaksi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kondisi kerja dalam kelompok maka keterampilan interaksi sosial ketua akan meningkat. Artinya bahwa ketua akan lebih menerapkan keterampilan interaksi sosial apabila didukung dengan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja khususnya kenyamanan yang baik akan

Dokumen terkait