Letak Geografis
Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 hektar. Secara administratif Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima di antaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, dan 2.712 RT. Batas wilayah administratifnya adalah:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
Ketinggian wilayah Kota Bogor minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udaranya mencapai 70% dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500-4.000 mm/tahun dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.
Tempat penelitian yang dipilih oleh penulis adalah Kecamatan Tanah Sareal Kelurahan Kencana Kota Bogor. Secara geografis Kelurahan Kencana dibatasi oleh Desa Waringin Jaya sebelah utara, Kelurahan Suka Damai sebelah selatan, Kelurahan Mekarwangi sebelah barat, dan Desa Cilebut Barat sebelah timur. Luas wilayahnya 227,727 hektar, terdiri dari 9 Rukun Warga (RW) dan 44 Rukun Tetangga (RT). Kondisi wilayah Kelurahan Kencana datar dan berbukit dengan ketinggian 350 m di atas permukaan laut dan suhu rata-rata 210C-320C serta curah hujan rata-rata 3.500-4.000 mm/tahun.
Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2006 sebanyak 750.250 jiwa dengan proporsi laki-laki 379.446 jiwa dan perempuan 370.804 jiwa. Penduduk di Kelurahan Kencana terdiri dari 2.312 kepala keluarga dengan jumlah penduduk seluruhnya 10.576 jiwa dengan proporsi 5.524 jiwa laki-laki dan 5.024 jiwa
perempuan. Jumlah penduduk paling banyak, tersebar pada kelompok usia antara 30-34 tahun yaitu sebanyak 18%, kedua pada kelompok usia 0-4 tahun sebanyak 15%, dan ketiga pada kelompok usia 5-9 tahun sebanyak 11%.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Kencana antara lain sarana dan prasarana di bidang kesehatan, pendidikan, peribadatan, perhubungan, dan perekonomian. Sarana kesehatan terdiri dari satu posbindu, satu puskesmas, dan 9 posyandu. Posyandu yang diteliti terdiri dari 3 posyandu yaitu Posyandu Palem RT 04 RW 01, Posyandu Mahoni RT 01 RW 03, dan Posyandu Kenanga RT 04 RW 07.
Karakteristik Keluarga Contoh Usia Orang tua
Usia ayah contoh berkisar antara 21 tahun sampai dengan 40 tahun dengan rata-rata 32 tahun, sedangkan usia ibu berkisar antara 18 tahun sampai dengan 40 tahun dengan rata-rata 27 tahun. Menurut kelompok usianya (Tabel 5), usia ayah sebanyak 59% berada pada kelompok usia antara 25-35 tahun, 31% pada kelompok usia 35-45 tahun, dan sisanya (10%) pada kelompok usia 15-25 tahun. Kelompok usia ibu yang terbesar (50%) pada kelompok usia antara 25-35 tahun, 42% pada kelompok usia antara 15-25 tahun, dan 8% pada kelompok usia 35-40 tahun.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua Ayah Ibu Kategori usia (tahun)
n % n %
15-25 6 12 21 42
25-35 29 58 25 50
35-45 15 30 4 8
Total 50 100 50 100
Dilihat dari keduanya, maka persentase terbesar ayah dan ibu menurut kelompok usianya termasuk ke dalam kelompok usia dewasa awal (21-40 tahun) yaitu kelompok usia yang masih produktif (Hurlock 2000). Menurut Amelia (2004), pada umumnya usia ibu yang lebih muda memiliki pengetahuan gizi yang masih kurang, apalagi jika dilihat dari pengalamannya dalam mengasuh anak
(bisa dikatakan sedang menghadapi hal-hal yang baru di dalam hidupnya). Ibu-ibu muda ini biasanya menerapkan cara pengasuhan kepada anaknya sesuai dengan yang diajarkan orang tuanya. Pengajaran yang didapat tersebut sebenarnya belum tentu sesuai dengan yang dibutuhkan anaknya. Maka dari itu dibutuhkan eksplorasi lebih jauh tentang pengasuhan anak jika ingin menjadi orang tua yang berhasil mendukung pertumbuhan dan perkembangan anaknya dengan baik.
Besar Keluarga
Besar keluarga dapat dikategorikan menjadi keluarga kecil (anggotanya kurang dari atau sama dengan 4 orang) dan keluarga besar (anggotanya lebih dari 4 orang) (BKKBN 1997). Sebanyak 58% keluarga contoh adalah keluarga besar (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori besar keluarga n %
Keluarga Kecil 21 42
Keluarga Besar 29 58
Total 50 100
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang memiliki potensi besar bagi pembangunan bangsa dan negara yang salah satunya adalah pembangunan di bidang gizi. Keluarga yang sejahtera akan mewujudkan negara yang sejahtera, untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah telah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) yang menghimbau kepada masyarakat untuk menggalakan keluarga kecil bahagia dan sejahtera melalui slogan ”Dua Anak Lebih Baik”. Tujuan dari Keluarga Berencana (KB) adalah menekan angka laju pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah kesejahteraan di bidang gizi yang didukung oleh perekonomian yang stabil. Menurut Sukarni (1989), besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Konsumsi keluarga juga dapat dipengaruhi oleh besar keluarga. Misalnya, jarak antara anak pertama dengan anak kedua sangat dekat, secara otomatis perhatian ibu akan tertumpah kepada anak yang baru lahir sedangkan perhatian untuk anak pertamanya menjadi berkurang.
Tingkat Pendidikan Orang tua
Identifikasi pendidikan orang tua contoh yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah pendidikan orang tua yang bersifat formal yang dikelompokkan menjadi pendidikan rendah (< 9 tahun) dan pendidikan tinggi (> 9 tahun). Berdasarkan data yang didapat (Tabel 7), ayah lebih banyak (52%) berada pada kelompok yang pendidikannya tinggi dibandingkan dengan ibu (40%). Lamanya pendidikan yang dikategorikan tinggi adalah pendidikan yang ditempuh hingga setara kelas 1 SLTA atau lebih tinggi, sedangkan kategori pendidikan rendah setara dengan lulusan kelas 3 SLTP atau lebih rendah. Kategori pendidikan yang rendah sesuai dengan anjuran wajib belajar pemerintah.
Tabel 7 Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan
Tingkat Pendidikan n % Ayah Rendah 24 48 Tinggi 26 52 Total 50 100 Ibu Rendah 30 60 Tinggi 20 40 Total 50 100
Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan setiap individu dalam pembentukan menjadi manusia seutuhnya. Seutuhnya dalam hal mental, emosional, sosial, dan etika. Secara harfiah dijelaskan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) mengenai arti dari istilah pendidikan yaitu suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam rangka mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan dibagi menjadi tiga jenis yaitu pendidikan informal, nonformal, dan pendidikan formal. Pendidikan informal dan nonformal lebih banyak bersifat praktis, dapat dilakukan di luar atau di dalam sekolah, dan tidak mengenal persyaratan akademis maupun dasar usia di dalam penerimaannya. Sebaliknya, pendidikan formal yang sebagian besar bersifat teoritis, dilakukan di sekolah, dan mengenal persyaratan tertentu untuk bergabung di dalamnya.
Pekerjaan Orang tua
Tabel 8 menunjukkan bahwa pekerjaan ayah yang paling banyak (38%) adalah sebagai pekerja swasta, kedua adalah buruh (36%), dan lainnya bekerja pada bidang wiraswasta (22%), pegawai negeri sipil (2%), dan belum bekerja (2%). Ibu sebagian besar (90%) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan lainnya sebagai pegawai negeri sipil (6%), buruh (2%), dan wiraswasta (2%). Berdasarkan hal di atas bisa diperkirakan bahwa porsi terbesar pendapatan diperoleh dari ayah untuk menghidupi keluarga.
Tabel 8 Sebaran orang tua berdasarkan jenis pekerjaan Jenis pekerjaan n % Ayah Swasta 19 38 Buruh 18 36 Lainnya 13 26 Total 50 100 Ibu
Ibu rumah tangga 45 90
Lainnya 5 10
Total 50 100
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu penghargaan berupa materi maupun penghargaan yang lebih dari materi saja. Umumnya pekerjaan dilakukan untuk mendapatkan suatu penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai individu dan memenuhi kebutuhan keluarga. Pekerjaan ada yang tetap dan ada yang tidak tetap, pekerjaan yang tetap pendapatannya bisa diketahui dengan pasti, sebaliknya pekerjaan yang tidak tetap pendapatannya tidak bisa diketahui dengan pasti.
Pekerjaan sangat berhubungan dengan faktor kesehatan dan gizi keluarga, hal ini disebabkan karena pekerjaan ada hubungannya dengan pendidikan dan pendapatan (Sukarni 1989). Berdasarkan uji korelasi Spearman terdapat hubungan positif antara pekerjaan dengan pendidikan (rs=0,324*, p=0,022), artinya semakin tinggi pendidikan seseorang maka pekerjaan yang didapatkan lebih baik. Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan dengan pendapatan (rs=0,433**, p=0,002), artinya semakin baik pekerjaan yang didapat maka lebih baik pula pendapatannya.
Tingkat Ekonomi Keluarga
Pendapatan perkapita perbulan adalah jumlah seluruh pendapatan keluarga selama satu bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang
menjadi tanggungan dari pendapatan tersebut. Tingkat ekonomi keluarga contoh yang dikategorikan berdasarkan Bank Dunia (2002) menunjukkan bahwa 72% keluarga termasuk ke dalam tingkat ekonomi kategori miskin dan berdasarkan kategori BPS kota Bogor (2006) menunjukkan bahwa 34% keluarga contoh termasuk kategori miskin (Tabel 9). Tingkat ekonomi keluarga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pendidikan, pekerjaan, dan besar keluarga (Sukarni 1989).
Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan tingkat ekonomi Kategori Bank Dunia Kategori BPS Tingkat ekonomi n % n % Miskin 36 72 17 34 Tidak miskin 14 28 33 66 Total 50 100 50 100
Menurut Sukarni (1989), pendapatan keluarga hanya menggambarkan sebagian dari sumberdaya yang ada di dalam keluarga untuk mengukur tingkat ekonomi keluarga dengan lebih spesifik. Uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang negatif antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat ekonomi keluarga yang dilihat dari besarnya pendapatan perkapita perbulan (rp=-0,312*, p=0,028), artinya semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pendapatan perkapita perbulan (tingkat ekonominya) semakin rendah dan sebaliknya semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka pendapatan perkapita perbulan (tingkat ekonominya) semakin tinggi. Hal ini diduga karena semakin banyak anggota keluarga maka pendapatan tiap anggota porsinya semakin kecil karena tanggungannya semakin banyak.
Pengetahuan Gizi Responden
Pengetahuan gizi responden yang dinilai meliputi pengetahuan tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI), Makanan Pendamping ASI (MPASI), Pengganti ASI (PASI), mengenai kegunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan hal-hal yang terdapat di dalamnya, dan mengenai zat-zat gizi makanan. Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi responden kategori cukup dan kurang memiliki persentase yang sama yaitu 46%, sedangkan tingkat pengetahuan gizi responden kategori baik hanya 8%.
Berdasarkan uji korelasi Pearson terdapat hubungan positif antara pengetahuan gizi responden dengan usianya (rp=0,312*, p=0,027). Semakin tua usia responden, semakin banyak informasi gizi yang didapat dari pengalamannya. Selain itu, ada hubungan positif antara pengetahuan gizi responden dengan pendidikan responden (rp=0,426**, p=0,002). Semakin tinggi pendidikannya maka semakin tinggi pula pengetahuan gizi yang dimilikinya.
Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi Tingkat pengetahuan gizi responden n %
Baik (> 80% jawaban benar) 4 8
Cukup (60-80% jawaban benar) 23 46
Kurang (< 60% jawaban benar) 23 46
Total 50 100
Pengetahuan gizi yang tinggi didukung oleh pendidikan formal yang tinggi, maka dari itu semakin tinggi pendidikan formalnya akan semakin tinggi pula pengetahuan gizinya (Sukarni 1989). Pengetahuan gizi ibu yang rendah akan menyulitkan pemilihan, pengolahan, dan penyajian makanan yang baik. Jika hal tersebut terjadi, maka makanan yang dikonsumsi akan sia-sia karena sebaik apapun kandungan gizi di dalam makanan, bila pengolahannya tidak sesuai, kemungkinan zat gizi tersebut akan rusak dan tidak bisa dimanfaatkan oleh tubuh.
Sebenarnya, pendidikan formal bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi. Cara lain yang ditempuh untuk meningkatkan pengetahuan gizi di antaranya adalah dengan cara diadakannya penyuluhan gizi. Dengan adanya penyuluhan gizi diharapkan para ibu dapat memahami pentingnya peranan gizi dan dapat mengaplikasikannya di dalam keluarga (Pranadji, Retnaningsih, dan Ruwiyah, 2001).
Karakteristik Contoh Usia dan Jenis Kelamin
Contoh pada penelitian ini proporsinya hampir sama diantara yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yaitu 58% dan 42% berturut-turut (jumlah contoh laki-laki sebanyak 29 orang dan perempuan sebanyak 21 orang). Usia contoh yang ≤ 6 bulan seimbang antara dua jenis kelamin tersebut (laki-laki=11 orang dan perempuan=12 orang), sedangkan jumlah contoh yang
usianya > 6 bulan, jumlah contoh laki-laki sebanyak dua kali lipat dari jumlah contoh perempuan (laki-laki=18 orang dan perempuan=9 orang) (Tabel 11).
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan usianya
Laki-laki Perempuan Kategori usia (bulan)
n % n %
≤ 6 11 48 12 52
> 6 18 67 9 33
Status Gizi
Berdasarkan penelitian ini (Tabel 12), sebanyak 93% contoh yang berjenis kelamin laki-laki dan 95% contoh berjenis kelamin perempuan memiliki status gizi baik. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi atau terinfeksi penyakit parasit (Muchtadi 2002).
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan status gizinya Laki-laki Perempuan Status Gizi
n % n %
Underweight 2 67 1 33
Normal 27 57 20 43
Variabel-variabel yang berhubungan dengan pertumbuhan sering dipakai sebagai indeks keadaan status gizi anak-anak. Berat badan menurut Riyadi (2001), merupakan ukuran ekonomis dan paling peka untuk digunakan karena berat badan sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada kejadian gizi, sehingga berat badan akan turun dengan turunnya keadaan gizi. Riwayat Kelahiran
Data yang diperoleh menunjukkan sebanyak 76% contoh dilahirkan cukup bulan (Tabel 13). Contoh yang dilahirkan cukup bulan adalah bayi yang lahir setelah usia kandungan ibunya 9 bulan dan contoh yang dilahirkan tidak cukup bulan terdiri dari contoh yang dilahirkan ketika usia kandungan ibunya kurang dari atau lebih dari 9 bulan (Hurlock 2000). Sebanyak 96% contoh dilahirkan dengan berat badan normal (≥ 2,5 kilogram) dan 4% contoh lahir dengan berat badan < 2,5 kilogram (Tabel 13).
Sebanyak 46% contoh dilahirkan di tempat petugas kesehatan dan dibantu oleh bidan, 38% contoh dilahirkan di rumah sendiri dengan bantuan bidan dan dukun atau paraji, dan 16% contoh dilahirkan di rumah sakit dengan bantuan dokter (Tabel 13). Besarnya persentase bidan sebagai pembantu kelahiran, menunjukkan bahwa bidan lebih mendapat kepercayaan dari ibu-ibu untuk memperlancar persalinannya.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kelahirannya Kelahiran cukup bulan n %
Ya 38 76
Tidak 12 24
Total 50 100
Berat badan lahir n %
< 2,5 kilogram 2 4 ≥ 2,5 kilogram 48 96 Total 50 100 Tempat kelahiran n % Rumah sendiri 19 38 Petugas kesehatan 23 46 Rumah Sakit 8 16 Total 50 100 Pembantu kelahiran n % Dukun/Paraji 16 32 Bidan 26 52 Dokter 8 16 Total 50 100
Dilihat dari banyaknya contoh yang lahir cukup bulan dan berat badan lahirnya normal dapat dikatakan kesehatan contoh cukup baik. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang ibu menjaga dan memelihara calon bayinya sejak di dalam kandungan. Kemudahan akses untuk menjangkau fasilitas kesehatan juga mendukung di dalam mewujudkan kesehatan ibu dan bayi, sehingga angka kematian ibu dan bayi dapat diturunkan.
Pola Asuh Kesehatan Pemberian Pralaktal
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 42% contoh diberi pralaktal. Pralaktal yang diberikan biasanya berupa madu, air putih, gula, dan kopi. Sebagian besar (95%) pralaktal yang diberikan adalah madu (Tabel 14). Pemberian pralaktal pada contoh memiliki berbagai alasan, sebanyak 33% responden menganggap pemberian pralaktal adalah suatu kebiasaan, 19% responden memberikan pralaktal supaya bibir contoh tidak pecah-pecah atau
kering, 19% beralasan supaya kotoran contoh (mekonium) cepat keluar, dan 29% memiliki alasan lainnya (ASI belum keluar, ibu tidak sadarkan diri, dan untuk merangsang menyusu pada ibu) (Tabel 14).
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pemberian pralaktal Pemberian pralaktal n % Ya 21 42 Tidak 29 58 Total 50 100 Jenis pralaktal n % Madu 20 95 Air putih 1 5 Total 21 100
Alasan pemberian pralaktal n %
Kebiasaan 7 33
Tidak kering bibir 4 19
Supaya keluar kotoran 4 19
Lainnya 6 29
Total 21 100
Pralaktal adalah makanan atau minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi yang baru lahir, biasanya makanan pralaktal ini diberikan dengan cara dioleskan di bibir bayi atau diteteskan sedikit-sedikit pada mulut bayi. Pemberian pralaktal yang lebih awal daripada pemberian kolostrum sebagai asupan makanan untuk bayi berakibat bayi lebih mungkin terkena infeksi seperti diare, septikemia dan meningitis. Bayi juga lebih mungkin mengembangkan ketidaktoleranan terhadap protein yang ada pada susu formula (Sentra Laktasi Indonesia 2008).
Pemberian pralaktal sebenarnya akan membuat bayi tidak mau menyusui kepada ibunya karena bayi sudah merasa kenyang. Seharusnya sebisa mungkin ASI diberikan paling lambat 20-30 menit dari waktu lahir dan selama ASI belum diberikan tidak perlu diberi makanan pralaktal. Hal tersebut dianjurkan karena refleks isap bayi mencapai puncak pada saat 20-30 menit pertama, bila terlambat maka refleks isapnya berkurang dan tidak akan kuat lagi sampai beberapa jam berikutnya (Roesli 2001).
Pemberian Kolostrum
Berdasarkan Tabel 15 sebagian besar contoh (90%) telah diberikan kolostrum, akan tetapi 5% responden yang tidak mengetahui adanya manfaat besar dari kolostrum, tidak memberikan kolostrum kepada contoh ketika baru lahir, mereka memiliki berbagai alasan untuk tidak memberikan kolostrum
tersebut. Alasan-alasan itu di antaranya adalah warna cairan tersebut keruh, ada yang melarang pemberiannya, dan ada yang beralasan bahwa ketika bayinya lahir ibu tidak sadarkan diri.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pemberian kolostrum Pemberian kolostrum n %
Tidak diberikan 5 10
Ya diberikan 45 90
Total 50 100
ASI pertama yang berwarna putih kekuningan harus menjadi “rasa” pertama bagi bayi baru lahir. Sebelum menyusui, jangan berikan bayi makanan lain apapun seperti air putih, cairan lain, atau makanan umum lainnya. Hal ini akan menghambat pemberian kolostrum, uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan negatif antara pemberian pralaktal dengan pemberian kolostrum (rp=-0,392**, p=0,005). Hasil ini menunjukkan bahwa contoh yang diberikan pralaktal, tidak diberikan kolostrum. Kolostrum mengandung antibodi dalam kadar tinggi, vitamin A, dan zat-zat pelindung lainnya, sehingga kolostrum seringkali disebut sebagai imunisasi pertama bayi. Kolostrum baik untuk diberikan kepada bayi pada awal kelahirannya karena di dalamnya mengandung lebih banyak protein, lebih banyak imunoglobulin A dan laktoferin dan juga sel-sel darah putih yang berperan penting dalam mencegah timbulnya infeksi penyakit (Roesli 2000).
Pemberian ASI
Berdasarkan Tabel 16, sebanyak 88% contoh masih diberikan ASI (ASI saja dan ASI yang didampingi MPASI). Dari 88% contoh yang masih diberikan ASI, hanya sebanyak 34% yang mendapatkan ASI eksklusif. Sebanyak 12% contoh sudah tidak diberikan ASI melainkan diberikan PASI (makanan atau minuman pengganti ASI) (Tabel 16). Jadwal pemberian ASI berbeda-beda pada setiap responden, 73% responden memberikan ASI jika anak menangis, 20% responden memberikan ASI jika anak meminta, dan 7% responden memberikan ASI setiap saat (Tabel 16).
Lama waktu satu kali menyusu contoh berkisar antara satu menit sampai dengan satu jam dengan rata-rata menyusui 15-16 menit. Berdasarkan Tabel 16
sebanyak 73% contoh menyusu selama ≤ 15 menit, dan sebanyak 27% contoh menyusu selama > 15 menit.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI Pemberian ASI n %
Tidak diberikan lagi 6 12
Ya, masih diberikan 44 88
Total 50 100
Jadwal pemberian ASI n %
Tiap menangis 32 73
Tiap meminta 9 20
Tiap saat 3 7
Total 44 100
Lama waktu menyusui n %
≤ 15 menit/satu kali menyusu 32 73
> 15 menit/satu kali menyusu 12 27
Total 44 100
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Linkages 2002).
ASI adalah sumber kehidupan bayi yang menyediakan zat-zat gizi sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi. Selain itu, menurut Soetjiningsih (1997), ASI memiliki banyak keuntungan yaitu steril (aman dari pencemaran kuman), tersedia dengan suhu optimal (sesuai dengan suhu yang dibutuhkan bayi untuk menyesuaikan suhunya dengan lingkungan, misalnya lingkungan dingin maka ASI nya menyediakan banyak kandungan lemak), dan tidak ada bahaya alergi.
Menurut Amelia (2004), cara pemberian ASI yang baik adalah bayi disusui dengan segera ketika menangis dan ASI diberikan sampai bayi merasa tenang dan puas (kenyang). Akan lebih baik lagi jika pemberian ASI terjadwal, hal ini dimaksudkan agar bayi terbiasa makan secara teratur. Lamanya menyusu pada hari-hari pertama bayi baru lahir biasanya selama 4-5 menit karena ASI belum banyak yang keluar. Menyusu pada hari-hari pertama kelahiran dimaksudkan untuk merangsang produksi ASI dan membiasakan puting susu dihisap oleh bayi. Bayi boleh disusukan selama 10 menit setelah bayi berusia
4-5 hari, dan setelah ASI yang diproduksi banyak, bayi dapat disusukan selama 15 menit (Soetjiningsih 1997).
Salah satu faktor keberhasilan menyusui adalah keinginan ibu yang kuat dan rasa percaya diri ibu yang tinggi untuk bisa menyusui anaknya. Maka dari itu perencanaan untuk menyusui anaknya perlu dipikirkan jauh hari sebelum melahirkan, supaya ibu memiliki kesiapan mental untuk menyusui. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebanyak 75% responden akan menyusui contoh hingga berusia 24 bulan dan 16% responden akan menyusui sampai usia contoh 12 bulan (Tabel 17). Besarnya persentase rencana responden yang akan menyusui sampai usia 24 bulan, menunjukkan bahwa pada umumnya ibu sudah mengetahui cara penyusuan yang baik sesuai dengan agama maupun kesehatan yang dianjurkan (tentang usia penyapihan sampai dengan usia dua tahun).
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan rencana responden untuk menyusui
Rencana responden menyusui n %
12 bulan 7 16 13 bulan 1 2 18 bulan 3 7 24 bulan 33 75 Total 44 100 Pemberian MPASI
Sebanyak 38 orang (86%) contoh sudah diberikan MPASI dan 6 orang (14%) contoh diberikan ASI saja (Tabel 18). Pemberian ASI saja dilakukan pada contoh yang usianya ≤ 6 bulan, sedangkan yang diberikan MPASI sebagian besar (24 orang) dari kelompok usia > 6 bulan dan sebanyak 14 orang dari kelompok usia ≤ 6 bulan. Angka pemberian MPASI pada kelompok usia ≤ 6 bulan menunjukkan rendahnya kesadaran responden untuk memberikan ASI eksklusif.
Pemberian MPASI sebelum waktunya dilakukan responden karena berbagai alasan, di antaranya adalah karena responden merasa ASI saja tidak cukup memenuhi kebutuhan gizi contoh sehingga MPASI diberikan dengan alasan untuk tambahan gizi (39%). Responden juga memberikan MPASI karena tidak tega melihat contoh menginginkan suatu makanan (11%), padahal mungkin contoh hanya tertarik pada bentuk makanan tersebut bukan ingin
mengonsumsinya. Kekhawatiran responden yang merasa contoh takut masih lapar (21%) jika diberikan ASI saja juga termasuk alasan pemberian MPASI dan alasan-alasan lainnya (29%) adalah produksi ASI responden kurang, anjuran dokter atau bidan yang membantu kelahiran, membiasakan contoh makan makanan padat, responden merasa sudah waktunya memberikan MPASI kepada contoh, contoh sering ditinggal bekerja, dan supaya contoh gemuk (berat badannya bertambah) (Tabel 18).
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan pemberian MPASI Pemberian MPASI n %
Tidak 6 14
Ya 38 86
Total 44 100
Alasan tidak atau belum diberikan MPASI n %
Belum waktunya 2 33
Sudah dicoba, contoh tak mau 4 67
Total 6 100
Alasan pemberian MPASI n %
Tambahan 15 39
Contoh ingin 4 11
Takut lapar 8 21
Lainnya 11 29
Total 38 100
Setelah usia 6 bulan, bayi umumnya tidak lagi mendapat cukup energi dan zat gizi dari ASI saja sedangkan bayi harus bertumbuh sampai dua kali atau