PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI
ZAT GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT
(KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI
Oleh : SUCI PUJIYANTI
A54104040
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRAK
Suci Pujiyanti. PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI ZAT GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI. Dibawah bimbingan ALI KHOMSAN.
Pemberian air susu ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan kartu menuju sehat (KMS) sangat penting untuk mendukung pertumbuhan anak. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian Air Susu Ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) terhadap status gizi bayi. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Contoh adalah bayi berusia 4-12 bulan sebanyak 50 contoh yang diberikan ASI dan memiliki KMS. Penarikan contoh dengan cara simple random sampling. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson, uji korelasi
Spearman dan uji regresi linier metode backward.
Uji regresi linier menunjukkan bahwa lama pemberian ASI saja (p<0,01) dan tingkat kecukupan protein (p<0,01) berpengaruh terhadap status gizi contoh. Tingkat kecukupan energi contoh tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap status gizi contoh. Uji regresi linier menunjukkan bahwa kelengkapan penimbangan, kelengkapan imunisasi (imunisasi hepatitis B, imunisasi DPT, dan imunisasi campak), dan pemberian vitamin A berpengaruh terhadap status gizi contoh. Keyword: breastfeeding, nutrient consumption, road to health card
ABSTRACT
Suci Pujiyanti: The effect of breastfeeding, nutrition consumption, and completeness of healthy card on infant nutrition status. Under supervision of ALI KHOMSAN.
Breastfeeding, nutrition consumption, and completeness of healthy card (KMS) are very crucial to support infant development. The objective of this research is to analyze the effect of breastfeeding, nutrition consumption, and completeness of healthy card to the nutritional status. Sample of babies who breastfed and having KMS were taken from 50 babies whose age around 4-12 months using a simple random sampling method. Pearson corelation, Spearman corelation, and backward linear regression were used to analyze data.
Linear regression analysis between the length of breastfeeding (p<0.01) and sufficiency of protein level (p<0.01) showed impact significantly to the infant nutritional status. The level energy sufficiency did not affect (p>0.05) the infant nutritional status. The analysis also showed effect of the weighing, immunisation, and giving vitamin A to infant nutritional status.
PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI
ZAT GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT
(KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI
Skripsi
Sebagai syarat untuk menjadi Sarjana (S1) pada Program Studi
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh : SUCI PUJIYANTI
A54104040
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI ZAT GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI
Nama Mahasiswa : Suci Pujiyanti Nomor Pokok : A54104040
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS NIP 131 404 218
Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019
RINGKASAN
Suci Pujiyanti (A54104040). Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu (ASI), Konsumsi Zat Gizi, dan Kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) terhadap Status Gizi Bayi (di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.).
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian Air Susu Ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan Kartu Menuju
Sehat (KMS) terhadap status gizi bayi. Tujuan khususnya adalah (1) mengidentifikasi karakteristik ibu, karakteristik bayi, pengetahuan gizi ibu,
pola asuh kesehatan (pemberian ASI, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan KMS (kelengkapan penimbangan, imunisasi, dan pemberian vitamin A)) dan status gizi bayi, (2) menganalisis hubungan karakteristik ibu dan bayi, pengetahuan gizi ibu, dengan pola asuh kesehatan (lama pemberian ASI saja, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan penimbangan), (3) menganalisis pengaruh lama pemberian ASI saja dan konsumsi zat gizi terhadap status gizi bayi, dan (4) menganalisis pengaruh kelengkapan KMS terhadap status gizi bayi.
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kencana Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dari bulan September 2007 sampai dengan Januari 2008. Contoh adalah bayi berusia 4-12 bulan sebanyak 50 contoh yang diberikan ASI dan memiliki KMS. Penarikan contoh dengan cara simple random sampling. Data primer terdiri dari (1) karakteristik ibu, (2) karakteristik bayi, (3) status gizi bayi, (4) pengetahuan gizi ibu, dan (5) lama pemberian ASI saja (6) konsumsi zat gizi. Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden (ibu dari contoh) dan melalui wawancara oleh peneliti. Data sekunder terdiri dari kelengkapan KMS dan data orang tua serta data bayi di posyandu. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan bantuan software Microsoft Excell 2003 dan program SPSS for windows versi 13.0. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Pearson, uji korelasi Spearman dan uji regresi linier metode backward.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden berkisar antara 18 tahun sampai dengan 40 tahun dengan rata-rata 27 tahun. Sejumlah 58% keluarga memiliki jumlah anggota > 4 orang (keluarga besar). Sebesar 40% pendidikan responden tergolong tinggi. Sebagian besar (90%) pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga dan lainnya sebagai pegawai negeri sipil (6%), buruh (2%), dan wiraswasta (2%). Sebesar 72% keluarga contoh memiliki tingkat ekonomi yang tergolong miskin (kategori Bank Dunia 2002) dan berdasarkan kategori BPS kota Bogor (2006) menunjukkan bahwa 34% keluarga contoh termasuk kategori miskin. Sebesar 8% responden memiliki pengetahuan gizi yang baik, sedangkan yang memiliki pengetahuan gizi cukup dan kurang masing-masing sebesar 46%.
Contoh terdiri dari kelompok usia ≤ 6 bulan (laki-laki 48% dan perempuan 52%), dan kelompok usia > 6 bulan (laki-laki 67%, perempuan 33%). Contoh sebagian besar (43% perempuan dan 57% laki-laki) memiliki status gizi (BB/U) yang baik. Data riwayat kelahiran menunjukkan bahwa 76% contoh lahir cukup bulan (9 bulan), berat lahir contoh sebagian besar (96%) normal (≥ 2,5 kg). Sebesar 46% contoh dilahirkan di petugas kesehatan dan paling banyak (52%) menggunakan jasa bidan untuk membantu kelahirannya. Pemberian ASI eksklusif (6 bulan ASI saja) hanya dilakukan pada 34% contoh. Sebagian besar contoh (98%) memiliki tingkat kecukupan energi > 70% dan 76% contoh memiliki tingkat kecukupan protein (TKP) > 70%.
Kelengkapan KMS terdiri dari kelengkapan penimbangan (dilihat dari frekuensinya penimbangan), kelengkapan imunisasi (dilihat dari frekuensi imunisasinya) dan pemberian vitamin A (dilihat dari frekuensi pemberiannya). Kelompok contoh usia ≤ 6 bulan frekuensi penimbangannya lebih lengkap dibandingkan dengan kelompok contoh usia > 6 bulan (berturut-turut sebanyak 52% dan 48% contoh yang penimbangannya kontinyu berdasarkan kelompok usia). Sebanyak 100% contoh telah diimunisasi BCG dengan lengkap. Sebanyak 87% contoh usia ≤ 6 bulan dan 81% contoh usia > 6 bulan telah diimunisasi hepatitis B dengan lengkap. Sebanyak 52% contoh usia ≤ 6 bulan dan sebanyak 59% contoh usia > 6 bulan telah mendapatkan imunisasi polio sebanyak 4 kali. Sebanyak 57% contoh usia ≤ 6 bulan dan sebanyak 63% contoh > 6 bulan telah mendapatkan imunisasi DPT sebanyak 3 kali. Sebanyak 26% contoh usia > 6 bulan telah mendapatkan 1 kali imunisasi campak. Pemberian vitamin A pada contoh yang > 6 bulan baru sebanyak 44%.
Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa usia, pendidikan, pengetahuan gizi, dan pendapatan perkapita perbulan responden tidak berhubungan (p>0,05) dengan lama pemberian ASI saja dan kelengkapan penimbangan. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa usia, pendidikan, pengetahuan gizi responden tidak berhubungan (p>0,05) dengan tingkat kecukupan energi dan protein contoh. Pendapatan perkapita perbulan responden berhubungan positif dengan tingkat kecukupan energi (p<0,05) dan protein (p<0,05) contoh.
Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa pekerjaan responden tidak berhubungan (p>0,05) dengan lama pemberian ASI saja dan kelengkapan penimbangan. Pekerjaan responden berhubungan positif dengan tingkat kecukupan energi (p<0,05) dan tidak berhubungan dengan tingkat kecukupan protein (p>0,05) contoh.
Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa usia contoh tidak berhubungan (p>0,05) dengan lama pemberian ASI saja dan kelengkapan penimbangan. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa usia contoh berhubungan positif dengan tingkat kecukupan protein (p<0,05), tetapi tidak berhubungan dengan tingkat kecukupan energi (p>0,05).
Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa kelahiran cukup bulan, tempat, dan pembantu kelahiran contoh tidak berhubungan (p>0,05) dengan lama pemberian ASI saja, kelengkapan penimbangan, dan tingkat kecukupan protein dan energi.
Uji regresi linier menunjukkan bahwa lama pemberian ASI saja (p<0,01) dan tingkat kecukupan protein (p<0,01) berpengaruh terhadap status gizi contoh. Tingkat kecukupan energi contoh tidak berpengaruh (p>0,05) terhadap status gizi contoh. Uji regresi linier menunjukkan bahwa kelengkapan penimbangan, kelengkapan imunisasi (imunisasi hepatitis B, imunisasi DPT, dan imunisasi campak), dan pemberian vitamin A berpengaruh terhadap status gizi contoh.
Saran dari penelitian ini adalah agar penelitian yang akan datang menyertakan variabel infeksi, sanitasi, kehigienisan dan aktifitas sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan memperbesar rentang usia contoh hingga usia lima tahun agar kelengkapan KMS dapat terlihat dengan jelas. Kader dan petugas kesehatan diharapkan mengoptimalkan fungsi KMS untuk menjadi alat penyuluhan dan sumber informasi bagi ibu balita. Kader juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran ibu untuk membawa bayinya ke posyandu hingga genap lima tahun dan mengikuti setiap kegiatan posyandu. Pemberian pralaktal sebaiknya dihindari, bayi yang baru lahir hendaknya diberikan kolostrum. Pemberian ASI saja tetap diberikan hingga bayi berusia 6 bulan, MPASI setelah usia bayi 6 bulan sampai dengan 24 bulan, dan PASI sejak bayi disapih (24 bulan).
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulilah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan petunjuk sepanjang perjalanan hidup ini, menerangi setiap kegelapan dengan cahaya-Nya dan menghapus dahaga dengan kesejukan-Nya. Kasih sayang-Nya yang tiada batas selalu memberikan jalan kebahagiaan dalam setiap detik kehidupan. Hingga saat ini karena-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu (ASI), Konsumsi Zat Gizi, dan Kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) terhadap Status Gizi Bayi disusun sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dengan rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan nasihat kepada penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada:
1. Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Dr. Ir. Evy Damayanthi beserta para dosen pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS. sebagai dosen penguji, Katrin Roosita, SP. Msi sebagai dosen pemandu dan para pembahas (Angelica Gabriel, Arina Rizkiana, Henny Rochany, Novita Nining) yang telah ikut serta mencurahkan ide dan saran untuk perbaikan penulisan hasil penelitian. 3. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSC dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes yang
telah membantu di dalam mengarahkan pengolahan data.
4. Khairunnisa, SP, seluruh staf Tata Usaha, Ibu Popon, Bapak Rena, Bapak Ugan, Bapak Gandhi.
5. Seluruh staf Kelurahan Kencana, Ibu Nina, dan Bapak Ias yang membukakan jalan untuk penulis turun lapang.
6. Kader-kader posyandu yang selalu membantu selama penulis turun lapang (Ibu Maesaroh, Ibu Maman, Ibu Utu, dan Ibu Kumbang).
7. Keluargaku, kedua orangtuaku yang memberikan doa sepanjang sujudnya, memberikan dukungan finansial dan spiritual bagi penulis. Terima kasih untuk adikku yang menginspirasi penulis untuk selalu optimis.
8. Sahabat-sahabatku (Rena, Kiki, Lia R, Prita, Devi R, Mba Rima dan Mba Atit Censi).
9. Teman-teman Gamasakers 41, kakak kelas GMSK 39 dan 40, Kakak Kuswan 40, Ipan PMGC, seluruh Ponytailers, dan Censi
10. Dede Abdulrachman, SSi. yang senantiasa memberikan semangat perjuangannya.
Tanpa mengurangi rasa hormat, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga amal ibadahnya mendapatkan kebaikan dari Allah SWT. Amin.
Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan maupun penambah wawasan bagi semua pembaca.
Bogor, Mei 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 19 Oktober 1986. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Abdurochim, S.P dan Ibu Isah Aisah dan memiliki satu saudara kandung perempuan bernama Ashri Pujiastuti.
Pendidikan Sekolah Dasar Negeri Pasirpeuteuy Ciamis ditempuh pada tahun 1993-1998. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Ciamis pada tahun 1998-2001, kemudian penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Ciamis pada tahun 2001- 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan sekolah program sarjana melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan diterima pada program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan Badan Konsultasi Gizi (BKG) sebagai seksi informasi dan komunikasi (INFOKOM) pada periode 2006-2008. Penulis juga ikut serta dalam Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) sebagai bendahara periode 2006- 2007.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... i
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR LAMPIRAN... iii
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Hipotesis ... 4 Kegunaan Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA Tumbuh Kembang Bayi... 5
Pralaktal ... 5
Air Susu Ibu (ASI) ... 6
Cara Pemberian ASI ... 8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI... 8
Macam-macam ASI berdasarkan Waktu Keluarnya ... 9
Makanan Pendamping ASI (MPASI)... 10
Pengganti ASI (PASI)... 11
Konsumsi ... 11
KMS ... 13
Status Gizi... 15
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Kesehatan ... 16
KERANGKA PEMIKIRAN... 18
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu... 20
Penarikan Contoh ... 20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20
Pengolahan dan Analisis Data... 20
Definisi Operasional... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Tempat Penelitian ... 24
Karakteristik Keluarga Contoh ... 25
Karakteristik Contoh... 30
Pola Asuh Kesehatan... 32
Pelayanan Kesehatan... 44
Kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) ... 56
Hubungan Berbagai Variabel dengan Pola Asuh Kesehatan ... 65
Hubungan Karakteristik Responden dengan Pola Asuh Kesehatan... 65
Hubungan Karakteristik Contoh dengan Pola Asuh Kesehatan... 67
Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Konsumsi Zat Gizi terhadap Status Gizi Contoh ... 69
Pengaruh Kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) terhadap Status Gizi... 69
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan ... 71
Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 74
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi Air Susu Ibu (ASI) ... 7
2. Pola pemberian ASI dan MPASI menurut golongan usia... 10
3. Jadwal pemberian MPASI menurut usia bayi, jenis makanan, dan frekuensi pemberian... 17
4. Pembagian kategori dan kriteria variabel-variabel dalam penelitian ... 21
5. Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua ... 25
6. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 26
7. Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan ... 27
8. Sebaran orang tua berdasarkan jenis pekerjaan... 28
9. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat ekonomi ... 29
10. Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ... 30
11. Sebaran contoh berdasarkan usia dan jenis kelaminnya ... 31
12. Sebaran contoh berdasarkan status gizinya ... 31
13. Sebaran contoh berdasarkan riwayat kelahirannya ... 32
14. Sebaran contoh berdasarkan pemberian pralaktal... 33
15. Sebaran contoh berdasarkan pemberian kolostrum... 34
16. Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI ... 35
17. Sebaran contoh berdasarkan rencana responden untuk menyusui ... 36
18. Sebaran contoh berdasarkan pemberian MPASI ... 37
19. Sebaran contoh berdasarkan penyajian MPASI... 38
20. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi MPASI ... 40
21. Sebaran contoh berdasarkan pemberian PASI ... 41
22. Sebaran contoh berdasarkan pemberian jenis PASI... 42
23. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan proteinnya... 43
24. Sebaran contoh berdasarkan masalah makannya (untuk MPASI dan PASI) ... 43
25. Sebaran responden berdasarkan kunjungannya ke PUSKESMAS ... 45
26. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai kualitas pelayanan di PUSKESMAS... 46
27. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai jadwal jam buka PUSKESMAS ... 47
28. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai antrian di PUSKESMAS ... 48
29. Sebaran responden berdasarkan biaya pelayanan di PUSKESMAS.... 49
30. Sebaran contoh berdasarkan kunjungan ke POSYANDU... 50
31. Sebaran niat responden membawa contoh ke POSYANDU sampai lima tahun berdasarkan pendapatnya tentang peran POSYANDU... 51
32. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai ketersediaan timbangan balita di POSYANDU ... 52
33. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai penyelenggaraan penyuluhan di POSYANDU ... 54
34. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai pemberian makanan tambahan di POSYANDU... 55
35. Sebaran responden berdasarkan opini mengenai kecukupan jumlah kader di POSYANDU... 55
36. Sebaran responden berdasarkan biaya pelayanan di POSYANDU... 56
37. Sebaran contoh berdasarkan kelengkapan penimbangannya ... 57
38. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi imunisasi hepatitis B... 59
39. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi imunisasi polio... 60
40. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi imunisasi DPT ... 61
41. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi imunisasi campak ... 63
42. Sebaran contoh berdasarkan frekuensi pemberian vitamin A... 64
43. Analisis korelasi antara karakteristik responden dengan pola asuh kesehatan... 67
44. Analisis korelasi antara karakteristik contoh dengan pola asuh kesehatan... 68
45. Analisis regresi linier antara variabel pola asuh kesehatan dengan status gizi contoh... 70
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pengaruh pola asuh kesehatan terhadap status gizi bayi... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuesioner penelitian... 78
PENDAHULUAN
Latar BelakangSebuah keluarga yang lengkap adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak sebagai buah hati dari sebuah pernikahan. Kelahiran seorang bayi merupakan anugerah sekaligus amanah bagi sepasang suami istri. Anak sebagai amanah tentunya harus dijaga, dirawat, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut sangat penting agar anak tumbuh sehat jasmani rohani, cerdas, berguna bagi agama, bangsa, dan negaranya. Berkaitan dengan hal tersebut seorang ibu harus selalu siap siaga baik itu ketika hamil, saat hamil, mendekati masa persalinan, setelah persalinan, dan saat menyusui. Ibu yang mendisiplinkan diri mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan rajin memeriksakan kehamilan dapat mendukung kesempurnaan pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kesiapan seorang ibu tentunya memerlukan dukungan dari orang-orang di sekelilingnya terutama suami.
Zat gizi memiliki peranan yang sangat penting bagi kelangsungan tumbuh kembang anak dan kesehatannya. Zat gizi yang terbaik dan paling lengkap untuk bayi di kehidupan pertamanya adalah Air Susu Ibu (ASI). Komposisi ASI terdiri dari zat-zat gizi yang struktur dan kualitasnya sangat cocok untuk bayi dan mudah diserap oleh bayi. ASI juga mengandung zat antibodi yang berguna untuk melindungi bayi dari infeksi. Zat antibodi tersebut dinamakan kolostrum. Kolostrum adalah air susu ibu yang pertama kali dikeluarkan yang warnanya putih kekuningan (Ramaiah 2006). Selain itu, ASI juga mengandung faktor yang membantu pertumbuhan, menolong perkembangan normal, dan pematangan saluran pencernaan.
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak ibu-ibu menyusui melupakan keuntungan ASI. Mereka membiarkan bayinya menyusu dari alat pengganti dan membiarkan bayinya mengonsumsi susu formula sebelum 6 bulan. Apabila hal yang demikian terus berlangsung, tentunya akan menjadi ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dan peningkatan penggunaan ASI serta mengancam kualitas generasi yang akan datang dari bahaya penyakit (Siregar 2004).
Begitu pentingnya ASI pada awal kehidupan seorang anak, maka pemerintah menggalakan program pemberian ASI eksklusif. Program ini menganjurkan seorang ibu memberikan air susunya saja kepada bayi usia 0-6 bulan tanpa memberikan MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu) apalagi
memberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). MPASI misalnya makanan atau minuman yang diberikan bersamaan dengan ASI, sedangkan PASI adalah pengganti ASI yang berperan menggantikan sebagian atau seluruh ASI.
Usia bayi yang lebih dari 6 bulan dapat diberikan MPASI secara bertahap mulai dari makanan yang lumat halus, lumat, lunak sampai dengan makanan padat. Saat disapih (usia 24 bulan) anak tersebut benar-benar bisa lepas dari konsumsi air susu ibunya dan digantikan dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang gizinya seimbang untuk persiapan tumbuh kembang selanjutnya. Konsumsi yang seimbang terdiri dari makanan dan minuman yang di dalamnya mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serta jumlahnya mencukupi kebutuhan tubuh individu.
Karbohidrat menurut Muchtadi (2002) akan menghasilkan sebagian besar energi yang dibutuhkan. Apabila konsumsi energi berlebih pada bayi maka akan menimbulkan resiko tinggi menderita obesitas di masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa. Begitu juga dengan kelebihan protein dan lemak.
Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan pokok, misalnya nasi, jagung, kentang, singkong, roti, dan sagu. Sumber protein dan lemak dapat diperoleh dari nabati dan hewani. Protein dan lemak nabati, misalnya, tahu, tempe, dan susu kedelai. Protein dan lemak hewani dapat diperoleh dari ikan, daging sapi, daging ayam, dan telur.
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) vitamin berdasarkan sifat kelarutannya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Selain vitamin, tubuh juga memerlukan mineral yang peran utamanya sebagai zat pengatur melalui komponen pembentukkan enzim dan antibodi, juga sebagai zat pembangun (pembentukkan tulang dan hormon). Mineral dibagi dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro.
ASI eksklusif, makanan serta minuman lain dengan gizi seimbang yang dikonsumsi oleh seseorang memegang peranan penting dalam pembangunan generasi mendatang yang sehat. Akan tetapi peran Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) tidak kalah pentingnya. Menurut Sembiring (2004), posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan KB (Keluarga Berencana) dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Pelayanan posyandu dibantu secara teknis oleh petugas kesehatan yang memiliki nilai strategis untuk pengembangan sumberdaya manusia sejak dini.
Posyandu melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak melalui grafik berat badan dan mencatatnya pada KMS (Kartu Menuju Sehat). KMS juga berfungsi sebagai alat penyuluhan gizi kepada ibu-ibu yang memiliki anak balita (bawah lima tahun). KMS sebagai alat penyuluhan gizi menurut Mudjianto (2001) belum efektif. Ketidakefektifan ini terjadi karena masih rendahnya pemahaman kader posyandu dan ibu balita terhadap arti dari grafik pertumbuhan anak. Rendahnya pengetahuan kader untuk memberikan nasihat gizi kepada ibu balita ikut berpengaruh juga terhadap kekurangefektifan KMS. Selain itu, pesan-pesan gizi yang ada di dalam KMS seringkali tidak dimanfaatkan oleh ibu balita karena seringkali KMS disimpan pada kader dengan alasan takut hilang.
KMS yang diisi lengkap oleh kader bisa dijadikan indikator bahwa anak rajin dibawa ke posyandu. Semakin rajin anak dibawa ke posyandu maka keadaan tumbuh kembangnya semakin terkontrol dan lebih cepat dilakukan penanggulangan apabila tumbuh kembang anak terhambat. Beberapa hal yang dapat menghambat tumbuh kembang anak di antaranya dikarenakan kurang gizi atau penyakit tertentu pada anak.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh pemberian Air Susu Ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) terhadap status gizi bayi.
Tujuan Penelitian Tujuan Umum
Menganalisis pengaruh pemberian Air Susu Ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS) terhadap status gizi bayi.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik ibu, karakteristik bayi, pengetahuan gizi ibu, pola asuh kesehatan (pemberian ASI, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan KMS (kelengkapan penimbangan, imunisasi, dan pemberian vitamin A)) dan status gizi bayi.
2. Menganalisis hubungan karakteristik ibu dan bayi, pengetahuan gizi ibu, dengan pola asuh kesehatan (lama pemberian ASI saja, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan penimbangan).
3. Menganalisis pengaruh lama pemberian ASI saja dan konsumsi zat gizi terhadap status gizi bayi.
4. Menganalisis pengaruh kelengkapan KMS terhadap status gizi bayi. Hipotesis
1. Karakteristik ibu dan bayi, pengetahuan gizi ibu, tidak berhubungan dengan pola asuh kesehatan (lama pemberian ASI saja, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan KMS).
2. Status gizi bayi yang diberikan ASI eksklusif sama dengan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif.
3. Lama pemberian ASI saja dan konsumsi zat gizi tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi.
4. Kelengkapan KMS tidak berpengaruh terhadap status gizi bayi. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi tentang pengaruh pemberian ASI, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan KMS terhadap status gizi bayi. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadikan orangtua mengetahui apa yang penting dan perlu diberikan serta perlu dilakukan sejak dini untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anaknya di masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan BayiMenurut Hardinsyah dan Martianto (1992) pertumbuhan bayi pada masa 0-1 tahun berlangsung sangat cepat. Pertumbuhan anak meliputi tahap hiperplasia (peningkatan jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofi (meningkatnya jumlah, besar, dan kematangan sel), dan hipertrofi (sel mengalami pematangan dan pembesaran lebih lanjut).
Menurut Widjaja (2001), kekurangan gizi pada usia 0-1 tahun akan mengganggu pertumbuhan saraf-saraf pada otak, anak yang terganggu sistem sarafnya akan mengalami keterlambatan perkembangan otak dengan gejala gagap dan bingung, sering sakit kepala, bahkan kejang-kejang. Selain itu, jika makanan yang diberikan tidak memenuhi standar gizi, anak mudah terserang penyakit infeksi (diare atau cacingan). Jika terserang penyakit ini anak akan menjadi kurus, kurang bersemangat, cengeng, cenderung lamban, dan bodoh. Supaya hal-hal tersebut dapat dihindari, maka pemenuhan kebutuhan gizi anak harus semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya. Penyajiannya sedapat mungkin bervariasi dan lengkap, yang memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Pralaktal
Pralaktal adalah makanan atau minuman selain Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan untuk memberi pralaktal kepada bayi berbeda sesuai nilai budaya masyarakatnya masing-masing. Alasan yang paling sering dikemukakan adalah diperlukan untuk hidup, menghilangkan rasa haus, menghilangkan rasa sakit (dari sakit perut atau sakit telinga), mencegah dan mengobati pilek dan sembelit, menenangkan bayi atau membuat bayi tidak rewel (Linkages 2002).
Pemberian pralaktal ketika bayi baru lahir di Rumah Sakit dapat dicegah dengan adanya rawat inap gabung antara ibu dan bayi. Hal ini akan memudahkan ibu memberikan respon yang segera kepada bayi ketika menangis karena lapar. Pralaktal yang diberikan kepada bayi walaupun dalam jumlah yang sedikit akan mudah mengenyangkan bayi sehingga konsumsi ASI pada bayi berkurang (Sentra Laktasi indonesia 2008).
Air Susu Ibu (ASI)
Menurut Muchtadi (2002) ASI harus merupakan makanan satu-satunya yang eksklusif bagi bayi di tahun pertama kehidupannya. ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis. Pertumbuhan, pembentukan psikomotor, dan akulturasi terjadi sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung.
ASI yang sangat mudah dicerna dan diserap oleh bayi akan membantu mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Sebisa mungkin ASI diberikan paling lambat 20-30 menit dari waktu lahir. Hal tersebut dianjurkan karena refleks isap bayi mencapai puncak pada saat 20-30 menit pertama, bila terlambat maka refleks isapnya berkurang dan tidak akan kuat lagi sampai beberapa jam berikutnya (Roesli 2001).
ASI memiliki banyak keuntungan bagi bayi, seperti yang disebutkan oleh Ramaiah (2006) bahwa di dalam ASI terdapat zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi sehingga mengurangi resiko berbagai jenis kekurangan zat gizi. Selain steril dan mudah diberikan, ASI juga selalu berada pada suhu yang paling cocok bagi bayi karenanya tidak memerlukan persiapan apapun bila dibutuhkan segera oleh bayi. ASI memiliki faktor pematangan usus yang melapisi bagian dalam saluran pencernaan dan mencegah kuman penyakit serta protein berat untuk terserap ke dalam tubuh. ASI juga menolong pertumbuhan bakteri sehat dalam usus yang disebut Lactobacillus bifidus yang dapat mencegah bakteri penyakit lainnya sehingga mencegah diare. Laktoferin yang dikombinasikan dengan zat besi di dalam ASI dapat mencegah pertumbuhan kuman penyakit. Penelitian Chantry, Howard, dan Auinger (2006) menyebutkan juga bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif selama enam bulan penuh memiliki resiko lebih kecil terkena penyakit pnemonia dibandingkan bayi yang diberi ASI kurang dari enam bulan.
Menurut penelitian Jakobsen, Sodemann, Nyle´n, Bale, Nielsen, Lisse, dan Aaby (2003) pada bayi usia 9-35 bulan di Guinea-Bissau, menunjukkan bahwa bayi yang telah disapih mengalami enam kali lebih tinggi angka kematiannya selama tiga bulan pertama perang disana daripada bayi yang masih disusui. Hal ini membuktikan bahwa efek perlindungan ASI merupakan hal yang utama melawan infeksi dalam keadaan darurat.
Disebutkan pula oleh Ramaiah (2006) pemberian ASI (menyusui) bermanfaat bagi ibu bayi untuk menolong rahim mengerut lebih cepat mencapai
ukuran normalnya dalam waktu singkat. Selain mengurangi banyaknya perdarahan setelah persalinan sehingga mencegah anemia, menyusui juga mengurangi resiko kehamilan sampai enam bulan setelah persalinan. Diungkapkan juga pada penelitian Kendall dan Tackett (2007) bahwa ibu yang menyusui bayinya akan terhindar dari resiko stres tinggi setelah melahirkan. Hal ini karena menyusui dapat menurunkan proinflammantory cytokines pada ibu yang merupakan pemicu stres atau depresi setelah melahirkan.
Komposisi ASI di berbagai negara biasanya tidak jauh berbeda. Meskipun ibu yang menyusui tersebut kurang gizi, akan tetapi ASI yang dihasilkan cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa ASI yang dikeluarkan oleh ibu masih dapat dijaga standar komposisinya meskipun harus mengorbankan badan ibu sendiri (Winarno 1995).
Tabel 1 Komposisi Air Susu Ibu (ASI) Komposisi ASI Jumlah
Total lemak (%) 12,50 Energy (Kilokalori) 70 Protein (%) 1,03 Lemak (%) 4,38 Karbohidrat (%) 6,89 Abu (%) 0,20 Kalsium (mg) 32 Besi (mg) 0,03 Magnesium (mg) 3 Fosfor (mg) 14 Potasium (mg) 51 Sodium (mg) 17 Seng (mg) 0,17 Asam askorbat (mg) 5 Tiamin (mg) 20 Riboflavin (mg) 0,036 Niasin (mg) 0,177 Asam pantotenat(mg) 0,223 Vitamin B6 (mg) 10 Folat (mg) 5 Vitamin B12 (mg) 0,045 Vitamin A (mg) 58 Vitamin D (mg) 0,04 Vitamin E (mg) 0,34 Vitamin C (mg) 4 Sumber: www.DairyforAll.com (2007)
Cara Pemberian ASI
Menyusui adalah sesuatu yang alamiah yang diberikan kepada bayi di awal masa hidupnya dan biasanya berlangsung hingga berusia dua tahun (Roesli 2000). Menurut Ramaiah (2006) pelaksanaan menyusui ada beberapa macam yaitu menyusui secara eksklusif, menyusui secara dominan, menyusui secara parsial, dan menyusui kadang kala.
Menyusui secara eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan makanan atau minuman apapun termasuk empeng (Ramaiah 2006). Menyusui secara eksklusif telah dianjurkan oleh pemerintah untuk dilakukan selama enam bulan dari kehidupan awal bayi (Roesli 2000) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/Menkes/SK/IV/2004 (Kurniadi 2006). Sedangkan menyusui secara dominan adalah pemberian ASI kepada bayi dengan porsi terbesar dan masih diberikan MPASI dalam jumlah sedikit. Ada juga cara pemberian makanan dan minuman selain ASI yang porsinya hampir sama dengan pemberian ASI kepada bayi secara teratur sesuai jadwal, ini dinamakan menyusui secara parsial dan biasanya dilakukan pada bayi yang akan disapih. Menyusui kadang kala adalah pemberian ASI tidak diutamakan, bayi diprioritaskan untuk mengonsumsi makanan padat dan minuman selain ASI (Ramaiah 2006).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Penelitian menurut Arora, McJunkin, Wehrer, dan Kuhn (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi ibu untuk menyusui bayinya bisa datang dari luar maupun dari dalam. Faktor yang datang dari luar bisa berasal dari suami atau orang-orang terdekat seperti orang tua maupun mertua. Selain itu, informasi dari kelas pra-melahirkan, televisi, majalah, buku, dan media komunikasi lainnya dapat mempengaruhi keputusan untuk menyusui.
Selanjutnya dinyatakan pula dalam penelitian menurut Arora et al (2000), di Pennsylvania keputusan untuk memberikan ASI atau susu botol seringkali dibuat sebelum masa kehamilan atau trimester pertama kehamilan. Alasan yang paling banyak diambil untuk memutuskan memberi ASI di antaranya adalah banyaknya keuntungan ASI untuk kesehatan bayi, sifat alami ASI, dan emotional bonding ibu dan bayi. Sedangkan alasan untuk memberikan susu botol di antaranya karena persepsi ibu terhadap sikap ayah (payudara ibu tidak kencang
lagi sehingga takut ayah tidak suka), ragu kuantitas ASI tidak mengenyangkan bayinya, dan ibu kembali bekerja sehingga kekurangan waktu untuk menyusui.
Berdasarkan penelitian Forster, McLachlan, dan Lumley (2006) pada para ibu di Australia, cara pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dipengaruhi oleh beberapa faktor positif dan faktor negatif. Faktor positif tersebut di antaranya adalah keinginan yang kuat untuk menyusui, kebiasaan menyusui bayi yang turun temurun, ibu menyusui yang berasal dari negara-negara di benua Asia, dan ibu menyusui yang usianya sudah tua. Sedangkan faktor-faktor negatifnya adalah ibu tidak berniat untuk menyusui, bayi diberi susu formula di rumah sakit, merokok dua puluh batang atau lebih perhari sebelum masa kehamilan, tidak memperhatikan pendidikan perawatan bayi baru lahir, ibu kegemukan, dan ibu yang menderita depresi.
Macam-macam ASI Berdasarkan Waktu Keluarnya
Menurut Ramaiah (2006) macam-macam ASI berdasarkan waktu keluarnya adalah kolostrum, ASI transisi, ASI matang , ASI prematur, dan ASI purnawaktu.
Kolostrum
Kolostrum adalah susu yang pertama kali dikeluarkan oleh ibu setelah melahirkan hingga kurang lebih satu minggu (Hardinsyah dan Martianto, 1992). Kolostrum ini mengandung sejumlah antibodi yang dapat membentuk daya tahan tubuh bayi untuk melindunginya dari serangan infeksi. Vitamin A dan K pada kolostrum lebih tinggi dibandingkan susu yang dikeluarkan setelahnya, dan dapat sebagai pencahar ringan yang merangsang dikeluarkannya tinja pertama yang berwarna gelap (mekonium) dari tubuh bayi (Ramaiah 2006).
ASI Transisi
ASI transisi merupakan susu yang keluarnya selama kurang lebih dua minggu setelah kolostrum habis (Ramaiah 2006). Kadar protein dan antibodinya sudah menurun dari kadar semula, akan tetapi volume ASI, kadar lemak dan gulanya meningkat (Roesli 2000).
ASI Matang
ASI matang adalah susu yang dikeluarkan sekitar dua minggu pertama dan seterusnya (Roesli 2000). Menurut Ramaiah (2006) teksturnya lebih cair, mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan bayi, komposisinya bisa berubah
dari fore milk menjadi hind milk dalam suatu proses menyusui. Fore milk dikeluarkan di awal menyusui, sangat encer, berwarna kebiru-biruan, kaya vitamin, laktosa, protein, mineral, dan air. Hind milk keluar menjelang akhir menyusui, encer, putih, dan kaya lemak. Perubahan fore milk ke hind milk tidak secara tiba-tiba tapi secara bertahap.
ASI Prematur dan ASI Purnawaktu
ASI prematur menurut Ramaiah (2006) adalah susu yang dikeluarkan oleh ibu yang melahirkan bayi prematur. ASI purnawaktu adalah susu yang dikeluarkan oleh ibu yang melahirkan bayi setelah sembilan bulan di dalam kandungan.
Makanan Pendamping ASI (MPASI)
MPASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah pemberian ASI eksklusif (4-6 bulan, diutamakan sampai usia 6 bulan) sampai bayi berusia 24 bulan. Sebagian bayi dapat tumbuh memuaskan sampai usia enam bulan dengan hanya diberi ASI saja. Sebagian lagi ada yang lebih memerlukan energi dan zat-zat gizi lain daripada yang terdapat dalam ASI, dengan memberikan tanda kelaparan atau pertambahan berat badan yang lambat pada usia enam bulan atau kurang. Akan tetapi bagaimanapun harus diusahakan agar makanan tambahan (pendamping ASI) diberikan setelah bayi berusia enam bulan (Muchtadi 2002). Disebutkan juga bahwa pemberian MPASI ini sebagai komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein, dan zat-zat gizi lainnya (vitamin dan mineral) untuk tumbuh kembang anak secara normal. Pemberian ASI dan MPASI yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pola pemberian ASI dan MPASI menurut golongan usia
Pola Pemberian ASI / MPASI Usia
(bulan) ASI Lumat Halus Makanan Makanan Lumat Makanan Lunak Makanan Biasa
0-4 √
4-6 √ √
6-9 √ √
9-12 √ √
12-24 √ √
Keterangan :
Makanan lumat halus adalah makanan yang terbuat dari tepung dan dihancurkan sampai homogen. Misalnya, bubur susu, bubur sumsum, biskuit yang ditambah air, pepaya saring, pisang saring, dan sebagainya. Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan atau disaring tetapi
tidak sampai homogen. Misalnya, pepaya dihaluskan dengan sendok, pisang dikerik sendok, nasi tim saring, bubur kacang hijau saring, dan kentang pure.
Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak air. Misalnya, bubur nasi, bubur ayam, dan bubur kacang hijau.
Makanan padat adalah makanan lunak akan tetapi tidak berair. Misalnya, lontong, nasi tim, kentang rebus, dan biskuit.
Pengganti ASI (PASI)
PASI menurut WHO diacu dalam Departemen Kesehatan (1994) adalah susu formula, produk lain dari susu, makanan dan minuman lainnya, termasuk makanan pelengkap yang diberikan dengan botol, yang dipasarkan untuk mengganti sebagian atau seluruh ASI. Pemakaian susu formula yang tidak tepat pada akhirnya akan menimbulkan ancaman bagi kesehatan bahkan kematian.
Masalah kesehatan dapat timbul apabila orang tua tidak membaca petunjuk yang tertulis pada kemasan, misalnya agar susu kaleng lebih irit, maka diberikannya sedikit. Hal ini akan menyebabkan susu yang dibuat lebih encer dan bayi memiliki resiko kekurangan gizi, namun jika pemberiannya berlebihan maka akan menyebabkan obesitas serta beban bagi kerja ginjal dan pencernaan (Departemen Kesehatan 1994).
Konsumsi
Konsumsi yang seimbang adalah konsumsi yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Selain itu, makanan yang dikonsumsi dapat memenuhi kriteria 3B yaitu bergizi, berimbang, dan beragam. Konsumsi yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna dan 3B dapat meningkatkan kesehatan setiap individu karena zat gizi yang diperlukan tubuh dapat terpenuhi.
Kebiasaan mengonsumsi makanan yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna dan 3B ini harus diterapkan sejak dini, yaitu sejak anak menginjak usia 6 bulan (tepatnya setelah mengonsumsi ASI eksklusif). Agar penerapan konsumsi makanan sesuai dengan kriteria yang diharapkan dan zat-zat gizi makanan terserap optimal ke dalam tubuh, maka kebersihan makanan menjadi unsur penting ketika mengonsumsi makanan.
Karbohidrat
Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan pokok, misalnya, nasi, jagung, kentang, singkong, roti, dan sagu. Karbohidrat menurut Muchtadi (2002) akan menghasilkan sebagian besar energi yang dibutuhkan. Kebutuhan energi berbeda-beda, bayi yang pendiam hanya membutuhkan energi 71 kkal/kg berat badan, sedangkan bayi yang aktif membutuhkan sampai 133 kkal/kg berat badan. Apabila konsumsi energi berlebih, maka kecepatan naiknya berat badan meningkat, hal ini tidak diinginkan pada bayi karena bayi yang kelebihan berat badan akan beresiko tinggi menderita obesitas di masa kanak-kanak, remaja, atau dewasanya.
Protein dan Lemak
Sumber protein dan lemak dapat diperoleh dari nabati dan hewani. Protein dan lemak nabati, misalnya, tahu, tempe, dan susu kedelai. Protein dan lemak hewani dapat diperoleh dari ikan, daging sapi, daging ayam, dan telur. Kelebihan protein maupun lemak yang pada akhirnya akan diubah menjadi energi dapat menimbulkan obesitas (Muchtadi 2002).
Vitamin
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) vitamin berdasarkan sifat kelarutannya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin yang larut lemak adalah vitamin A (retinol), D (kalsiferol), E, dan K (anti dikumarol atau menadion). Vitamin yang larut air adalah vitamin C (askorbat), B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B6 (pirodoksin), B12 (sianokobalamin), niasin, asam folat, asam pantotenat, dan vitamin H (biotin). Mineral
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), mineral memiliki peranan utama sebagai zat pengatur melalui komponen pembentukkan enzim dan antibodi, juga sebagai zat pembangun (pembentukkan tulang dan hormon). Mineral dibagi dua kelompok yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro meliputi Kalsium (Ca), Posfor (P), Magnesium (Mg), Natrium atau Sodium (Na), dan Kalsium atau Potassium (K). Mineral mikro meliputi Besi (Fe), Seng (Zn), Iodium (I), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Flour (F), Kobalt (Co), Silikon (Si), Chlor (Cl), Arsen (As), Nikel (Ni), Selenium (Se), dan Molybdenum (Mo).
Penilaian Konsumsi Pangan
Menurut Riyadi (2001), penilaian terhadap konsumsi pangan dapat dilakukan untuk mengetahui kecukupan pangan yang dikonsumsi. Pengukuran kecukupan konsumsi pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode-metode untuk mengetahui konsumsi pangan secara kuantitatif pada dasarnya ada empat yaitu metode inventaris, metode pendaftaran, metode mengingat-ingat, dan metode penimbangan.
Menurut Riyadi (2001), metode inventaris dilakukan dengan cara mencatat semua perolehan dan perubahan pangan yang ada di rumah tangga, minimal dilakukan selama tujuh hari. Metode pendaftaran hampir sama dengan metode inventaris tetapi tidak dilakukan penimbangan langsung oleh pengukur. Metode mengingat-ingat (metode recall) dilakukan dengan cara mencatat pangan yang dikonsumsi baik jumlah maupun jenisnya pada waktu yang lalu (biasanya 2 X 24 jam). Metode penimbangan dilakukan dengan menghitung mentah, masak, dan sisa makanan yang tidak terkonsumsi. Metode yang paling murah dan tidak memerlukan banyak waktu adalah metode recall.
Kartu Menuju Sehat (KMS)
Kesehatan seorang anak dapat dilihat dari beberapa hal, khususnya untuk anak usia 0-5 tahun kesehatannya dapat dilihat dari berat badan setiap bulan melalui KMS (Kartu Menuju Sehat). Menurut Suhardjo (1992), KMS adalah alat yang digunakan untuk mencatat dan mengamati kesehatan anak melalui berat badannya dari bulan ke bulan khususnya anak usia 0-5 tahun. Selain itu, di dalamnya berisi juga penyuluhan tentang penggunaan oralit sebagai pertolongan pertama pada anak yang menderita mencret-mencret atau diare, berisi makanan anak sesuai usianya, pemberian kapsul vitamin A, dan imunisasi. Menurut Depatemen Kesehatan (2000), KMS adalah alat yang sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Istilah KMS adalah pengganti istilah Kartu Jalan Kesehatan yang dianjurkan pada tahun 1975 oleh seminar antropometri. Tujuan utama dibuatnya KMS di antaranya:
1. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap meliputi pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan, pemberian ASI eksklusif, dan makanan pendamping ASI.
2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak. 3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas
kesehatan untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
Kurva yang ada di dalam KMS ditetapkan berdasarkan berat badan menurut usia. Hal ini dikarenakan berat badan merupakan indikator yang sensitif terhadap pengaruh infeksi dibandingkan dengan ukuran-ukuran antropometri lainnya. Anak yang sehat dan dikatakan normal akan menunjukkan kenaikan berat badan seiring dengan kenaikan usianya (Suhardjo 1992).
KMS sebagai alat penyuluhan gizi menurut Mudjianto (2001) belum efektif. Ketidakefektifan ini terjadi karena masih rendahnya pemahaman kader Posyandu dan ibu balita terhadap arti dari grafik pertumbuhan anak. Rendahnya pengetahuan kader untuk memberikan nasihat gizi kepada ibu balita ikut berpengaruh juga terhadap kekurangefektifan KMS. Selain itu, pesan-pesan gizi yang ada di dalam KMS seringkali tidak dimanfaatkan oleh ibu balita karena seringkali KMS disimpan pada kader dengan alasan takut hilang.
Menurut hasil penelitian Tarwa dan De Villiers (2007) pada tiga klinik kesehatan di Limpopo (soshanguve III clinic, jubilee hospital, ga-rankuwa hospital) bahwa sejumlah besar ibu (53%, 20%, 33% berturut-turut pada tiga klinik kesehatan) menganggap road to health card (RTHC) tidak penting untuk dibawa ketika akan konsultasi pada klinik masing-masing, mereka hanya menganggap bahwa RTHC digunakan ketika anak akan diimunisasi dan ditimbang berat badannya. Selain alasan diatas, beberapa bagian kecil memiliki alasan lain untuk tidak membawa RTHC ke klinik yaitu karena hilang, lupa, tidak mengetahui adanya RTHC, tidak memiliki, terbakar, dan karena tidak ada keharusan membawa RTHC ketika berkunjung ke klinik tersebut.
KMS yang diisi lengkap oleh kader bisa dijadikan indikator bahwa anak rajin dibawa ke posyandu. Semakin rajin anak dibawa ke posyandu maka keadaan tumbuh kembangnya semakin terkontrol dan lebih cepat dilakukan penanggulangan apabila tumbuh kembang anak terhambat. Beberapa hal yang dapat menghambat tumbuh kembang anak di antaranya dikarenakan kurang gizi atau penyakit tertentu pada anak.
Status Gizi
Status gizi menggambarkan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai dampak dari konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan (Riyadi 2001). Menurut Departemen Kesehatan (2000) pengertian dari status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi untuk seseorang yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badannya, juga merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi.
Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur status gizi menurut Riyadi (2001) misalnya tinggi badan, berat badan, dan usia. Penggunaan variabel-variabel tersebut dikombinasikan menjadi pengukuran menurut tinggi badan menurut usia (TB/U), berat badan menurut usia (BB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks antropometri yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak adalah berat badan menurut usia (BB/U).
Selanjutnya disebutkan pula oleh Riyadi (2001) bahwa BB/U digunakan untuk mengetahui status gizi masa sekarang karena berat badan sangat labil terhadap perubahan keadaan mendadak (sakit atau kurang nafsu makan). Hal yang sama diungkapkan pula oleh Piwoz, Romania, Kanashiro, Black, dan Brown (1994) bahwa kenaikan berat badan yang rendah bisa terjadi pada anak yang diberikan non ASI sebelum empat bulan dan kurang nafsu makan pada usia tiga sampai dua belas bulan, sehingga akibatnya anak pada usia satu tahun mengalami status gizi yang rendah (underweight). Pengukuran BB/U sensitif terhadap perubahan status gizi jangka pendek, dapat mendeteksi overweight atau underweight, pengukurannya bersifat objektif, mudah, teliti, dan hemat waktu.
Perbandingan antara data status gizi aktual dengan status gizi standar adalah cara untuk melakukan penilaian status gizi, misalnya standar Harvard atau standar WHO-NCHS. Penilaian yang dilakukan ada dua cara yaitu bisa dengan persen median atau z-score. Status gizi ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati (Riyadi 2001).
Menurut Alvarado, Zunzunegui, Delisle, dan Osorno (2005) pemberian ASI dan kesehatan pada bayi mempengaruhi pertumbuhannya (pertambahan berat dan tinggi) yang merupakan bagian dari pengukuran status gizi. Disebutkan bahwa anak yang diberikan ASI, memiliki angka pertumbuhan yang lebih tinggi daripada yang tidak diberikan ASI. Tingginya angka berat badan
berhubungan positif dengan pemberian ASI dan jumlah hari sehat pada anak dan berhubungan negatif dengan kejadian demam dan batuk pada anak (kondisi sakit pada anak). Sedangkan untuk bayi yang tidak diberikan ASI akan tetapi diberikan makanan yang lengkap dan beranekaragam memiliki efek positif juga pada kenaikan berat badan walaupun kenaikannya lebih rendah daripada yang diberikan ASI.
Anak juga mengalami perkembangan di dalam hidupnya yang erat kaitannya dengan pertumbuhan dan status gizi, salah satunya ditentukan oleh konsumsi makanan dan minuman. Berdasarkan penelitian Bouwstra, Boersma, Boehm, Brower, Muskiet, dan Algra (2003) kualitas pergerakan yang umum dan berkaitan dengan peningkatan fungsi neurologi pada sampel bayi usia tiga bulan berhubungan positif dengan lamanya pemberian ASI.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Kesehatan Karakteristik Ibu
Usia ibu. Berdasarkan penelitian Pascale, Laure, dan Enyong (2007) yang dilakukan terhadap para ibu (variasi usia ibu 17-42 tahun) yang memiliki bayi, menunjukkan bahwa terjadinya malnutrisi ringan (9,09%) terjadi pada bayi yang ibunya berusia antara 35-45 tahun. Sedangkan bayi yang mengalami malnutrisi sedang (28,57%) terjadi pada bayi yang ibunya berusia 15-25 tahun. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa bayi yang mengalami malnutrisi lebih banyak dan lebih berat adalah bayi yang ibunya berusia lebih muda dibandingkan dengan usia ibu lainnya yang lebih tua.
Pendidikan ibu. Pendidikan adalah suatu cara atau usaha untuk mengubah perilaku. Pengetahuan dan pendidikan formal serta keikutsertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting menentukan status kesehatan, fertilitas, dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan program Keluarga Berencana (KB) (Sukarni 1989).
Pekerjaan ibu. Wanita khususnya ibu yang bekerja di luar rumah, di luar bidang pertanian, dan aktifitas di luar keluarga, akan meningkatkan nilai sosialnya dan menurunkan beban biaya anak. Pada saat yang sama, seorang ibu yang bekerja, lebih sedikit memiliki waktu di rumah mengasuh anak-anaknya sehingga lebih besar kemungkinan menurunnya kesehatan dan status gizi anak apalagi dengan tidak adanya tempat penitipan anak yang layak (Sukarni 1989).
Cara pemberian makanan pada bayi. Menurut Pascale et al (2007) dalam penelitiannya terhadap bayi usia 0-1 tahun sebanyak 171 bayi, menunjukkan bahwa bayi yang diberikan makanan campuran lebih sering daripada ASI mengalami malnutrisi sebesar 18,52%. Sebaliknya, malnutrisi yang terjadi pada bayi yang diberikan ASI lebih banyak daripada makanan campuran sebesar 14,61%. Perbedaan cara pemberian makan dengan porsi berbeda antara makanan campuran dan ASI berhubungan dengan pengetahuan gizi ibu. Ibu yang tingkat pengetahuan gizinya tinggi memberikan bayinya ASI selama 4-6 bulan sehingga bayinya lebih memiliki status gizi yang baik daripada ibu yang pengetahuan gizinya rendah (Pascale et al 2007).
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ASI dan MPASI harus seimbang, adapun jadwal pemberian antara keduanya menurut Krisnatuti dan Yenrina (2000) yaitu:
Tabel 3 Jadwal pemberian MPASI menurut usia bayi, jenis makanan, dan frekuensi pemberian
Usia Bayi Jenis Makanan Frekuensi Pemberian
0-4/6 bulan - ASI - 10-12 kali sehari
- ASI - Kapan diminta
± 6 bulan
- Buah lunak/sari buah
- Bubur tepung beras merah - 1-2 kali sehari
- ASI - Kapan diminta
± 7 bulan
- Buah-buahan
- Hati ayam/kacang-kacangan - Beras merah/ubi
- 3-4 kali sehari
- ASI - Kapan diminta
± 9 bulan
- Buah-buahan
- Bubur/roti/beras merah/kentang/jagung - Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan - Minyak/santan/alpukat
- Sari buah tanpa gula
- 4-6 kali sehari
- ASI - Kapan diminta
≥ 12 bulan
- Makanan dewasa - 4-6 kali sehari Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan ibu terhadap gizi dan permasalahannya sangat mempengaruhi keadaan gizi keluarga (Suhardjo 1996). Pengetahuan gizi bisa diukur dengan memberikan pertanyaan berganda (multiple choice). Bentuk pertanyaan ini dapat mengukur pengetahuan gizi secara signifikan karena dapat mengurangi penebakan di dalam menjawabnya. Penyajiannya dalam bentuk pertanyaan atau melanjutkan pernyataan yang belum selesai (Khomsan 2000).
KERANGKA PEMIKIRAN
Status gizi bayi ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat langsung dan tidak langsung. Faktor yang sifatnya langsung di antaranya adalah faktor konsumsi, kesehatan, aktifitas, higienis dan sanitasi lingkungan serta pola asuh. Faktor yang sifatnya tidak langsung terhadap status gizi dan bersifat mempengaruhi langsung pada pola asuh di antaranya karakteristik ibu, karakteristik bayi, dan pengetahuan gizi ibu.
Konsumsi bayi akan mempengaruhi tingkat kesukaannya pada makanan dan metabolisme di dalam tubuhnya. Konsumsi makanan yang semakin beragam dan seimbang sesuai dengan kebutuhan bayi akan memperlancar tumbuh kembangnya. Konsumsi pada bayi harus ditingkatkan seiring dengan pertambahan usianya karena semakin bertambah usianya, semakin besar kebutuhan terhadap asupan zat gizi. Zat-zat gizi yang masuk ke dalam tubuh merupakan salah satu hal penting yang dapat menentukan keadaan status gizi.
Kesehatan bayi juga tidak kalah pentingnya dalam menentukan status gizi. Bayi yang sehat akan dapat mencerna dan menyerap zat-zat gizi yang masuk ke tubuhnya dan memanfaatkan zat gizi tersebut secara optimal, sehingga berguna bagi tubuhnya. Selain itu, pola asuh orang tua akan sangat mendukung terhadap kesehatan dan asupan gizi pada bayi. Pola asuh sesuai kondisi bayi, dalam hal ini pemberian ASI, konsumsi gizi serta keberhasilan ibu mengefektifkan daya guna Kartu Menuju Sehat (KMS) akan menjadi dukungan terhadap keadaaan status gizi bayi.
Tingkat pendidikan formal ibu diduga memiliki peranan besar dalam menentukan pola asuh terhadap bayinya. Hal itu disebabkan karena tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi ibu di antaranya adalah makanan dan gizi, makanan bayi, pertumbuhan bayi, dan kesehatan bayi. Selain pendidikan, faktor pekerjaan juga berpengaruh terhadap alokasi waktu ibu untuk melakukan pola asuhnya. Cara-cara pelaksanaan pola asuh harus disesuaikan dengan kondisi atau karakteristik bayi agar penanganan terhadap bayi lebih mudah.
Karakteristik Ibu - Usia - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan Karakteristik Bayi - Usia - Jenis kelamin - Urutan bayi - Riwayat kelahiran
Pola Asuh Kesehatan
- Konsumsi gizi (ASI,
MPASI, PASI)
- Kelengkapan KMS
Pengetahuan Gizi Ibu
Status Gizi bayi Z-Skor (BB/U)
Higiene dan sanitasi lingkungan
Riwayat Kesehatan dan Aktifitas Bayi
Pola Asuh Lain - Pendidikan - Keterampilan
Keterangan:
: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti
: hubungan atau pengaruh yang diteliti : hubungan atau pengaruh yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu PenelitianDesain penelitian ini adalah cross sectional study (sebab akibat diteliti dalam satu waktu). Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kencana Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Waktu penelitian (pengumpulan informasi dan data dari tempat penelitian) berlangsung selama 4 bulan dari bulan September 2007 sampai dengan Desember 2007. Sedangkan waktu keseluruhan penelitian berlangsung selama 5 bulan dari bulan September 2007 sampai dengan Januari 2008.
Penarikan Contoh
Penarikan contoh didasarkan pada usia bayi 4-12 bulan sebanyak 50 contoh yang diberikan ASI dan memiliki KMS di Kelurahan Kencana Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Penarikan contoh dengan cara simple random sampling (semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan di dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi 1) karakteristik responden, 2) karakteristik contoh, 3) status gizi contoh, 4) pengetahuan gizi responden, 5) lama pemberian ASI saja, dan 6) konsumsi contoh dari Makanan Pendamping ASI (MPASI) dan Pengganti ASI (PASI). Data primer diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden (ibu dari contoh) dan melalui wawancara oleh peneliti. Data sekunder meliputi kelengkapan KMS dan data orang tua serta data contoh di Posyandu.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensia dengan bantuan program Microsoft Excell dan SPSS for windows versi 13.0. Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik korelasi Pearson, uji statistik korelasi Spearman, dan uji statistik regresi linier metode backward (Wahana Komputer 2006). Uji statistik Pearson untuk melihat ada atau tidaknya hubungan yang erat antara usia, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi responden, dan usia contoh, dengan pola asuh kesehatan (lama pemberian ASI saja, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan penimbangan). Uji statistik korelasi Spearman untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara pekerjaan responden, riwayat
kelahiran contoh (lahir cukup bulan, tempat dan pembantu kelahiran) dengan pola asuh kesehatan (lama pemberian ASI saja, konsumsi zat gizi, dan kelengkapan penimbangan). Uji statistik regresi linier metode backward digunakan untuk melihat pengaruh lama pemberian ASI saja, konsumsi zat gizi contoh (dilihat dari tingkat kecukupan energi dan protein), dan kelengkapan KMS (dilihat dari kelengkapan penimbangan, kelengkapan imunisasi, dan pemberian vitamin A) terhadap status gizi contoh.
Tabel 4 Pembagian kategori dan kriteria variabel-variabel dalam penelitian.
No Variabel Kategori Kriteria
1. Pendidikan
responden 1. Rendah 2. Tinggi ≤ 9 tahun > 9 tahun 2. Pengetahuan gizi
responden 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang > 80% jawaban benar 60-80% jawaban benar < 60% jawaban benar (Khomsan 2000) 3. Pendapatan
perkapita per bulan (tingkat ekonomi) 1. Miskin 2. Tidak miskin 1. Miskin 2. Tidak miskin ≤ US $ 30 perkapita/bulan > US $ 30 perkapita/bulan (Bank Dunia 2002) Rp. 183.067,00 perkapita/bulan Rp. 183.067,00 perkapita/bulan (BPS kota Bogor 2006)
4. Usia responden - 1. 15-25 tahun 2. 25-35 tahun 3. 35-45 tahun (Pascale et all 2007) 5. Kategori keluarga 1. Kecil
2. Besar ≤> 4 orang anggota keluarga 4 orang anggota keluarga (BKKBN, 1997)
6. Usia contoh - 1. ≤6 bulan 2. > 6 bulan 7. Status gizi contoh
(BB/U) 1. Normal 2. Underweight
3. Underweight berat z-score ≥ -2,0 SD z-score < -2,0 SD z-score < -3,0 SD (Riyadi 2001)
1. Eksklusif ≤ 6 bulan masih diberikan ASI saja
8. Pemberian ASI
2. Non eksklusif ≤ 6 bulan sudah diberikan makanan, minuman selain ASI 9. Tingkat Kecukupan
Energi 1. Baik 2. Kurang ≤> 70% (Latief, 2002) 70% 10. Tingkat Kecukupan
Soal pengetahuan gizi diberikan dalam bentuk pertanyaan correct answer multiple choice (Khomsan 2000) sebanyak 19 pertanyaan, setiap pertanyaan bernilai 1 jika benar dan 0 jika salah atau tidak tahu. Nilai yang benar ditotalkan kemudian dibagi dengan angka 19, dikalikan 100% selanjutnya dikelompokkan ke dalam masing-masing kategori tingkat pengetahuan gizinya (Tabel 4). Status gizi contoh diukur dengan menggunakan indeks BB/U dengan cara z-score dan diperoleh dua interpretasi (Tabel 4).
Konsumsi anak melalui recall (Riyadi 2001) 2 X 24 jam meliputi jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi dalam Ukuran Rumah Tangga (URT) atau dalam satuan gram (disamakan dalam satuan gram). Jumlah konsumsi pangan dihitung kandungan gizinya menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) dan label makanan bersangkutan (untuk makanan yang belum ada di DKBM).
Data konsumsi dari recall 2 x 24 jam diolah dengan menggunakan rumus yang terdapat dalam Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM), yaitu :
Kgij=∑(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
atau untuk menghitung gizi makanan jajanan (DKGJ) menggunakan rumus: Kgij=∑(Bj/Bs) x Gij
Keterangan: Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan atau pangan j yang dikonsumsi.
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Bs = Berat bahan makanan standar (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan
Rumus di atas digunakan untuk mengetahui total zat gizi yang dikonsumsi. Angka kecukupan gizi anak dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
AKGJ=(Ba/Bs) x AKGi
Keterangan: AKGJ = Angka kecukupan energi atau protein Ba = Berat badan aktual (kg)
Bs = Berat badan rata-rata (kg)
AKGi = Kecukupan energi atau protein yang dianjurkan
Hasil yang didapat dari perhitungan tersebut kemudian dibandingkan dengan konsumsi gizi aktual (AKGaktual / AKGJ * 100 %), kemudian hasilnya
dikategorikan menjadi tingkat kecukupan gizi (energi dan protein) baik dan kurang seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Kelengkapan KMS dilihat dari kurva berat badan (penimbangan contoh), kelengkapan imunisasi, dan pemberian kapsul vitamin A. Kelengkapan penimbangan dilihat dari frekuensi contoh ditimbang dibandingkan dengan usianya. Kelengkapan imunisasi dilihat dari masing-masing imunisasi yang dianjurkan dibandingkan dengan usianya. Sedangkan pemberian vitamin A dilihat dari ketepatan pemberiannya sesuai dengan usia contoh.
Definisi Operasional
Contoh: bayi usia 4-12 bulan yang diberikan ASI dan memiliki KMS.
Karateristik contoh: ciri-ciri yang dimiliki oleh contoh seperti usia, jenis kelamin, urutan anak, dan riwayat kelahiran.
Responden: ibu dari contoh.
Karakteristik responden: ciri-ciri yang dimiliki oleh responden seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
Pendidikan responden: pendidikan formal yang telah diikuti oleh responden berdasarkan lamanya menempuh pendidikan.
Pengetahuan gizi responden: sejumlah fakta yang diketahui dan dipahami oleh responden terutama tentang pola asuh kesehatan.
Pola asuh kesehatan: kebiasaan atau cara-cara praktek perawatan terhadap contoh termasuk pemberian Air Susu Ibu (ASI), konsumsi zat gizi, dan kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS).
Pralaktal: makanan atau minuman yang pertama kali dioleskan ke bibir contoh ketika baru lahir dan contoh belum diberikan apapun.
Konsumsi zat gizi contoh: makanan dan minuman yang dikonsumsi contoh dalam bentuk MPASI maupun PASI (dilihat dari persentase tingkat kecukupan energi dan protein).
Kelengkapan Kartu Menuju Sehat (KMS): kelengkapan isi dari atribut-atribut Kartu Menuju Sehat (KMS), dalam penelitian ini dilihat dari kelengkapan penimbangan (dilihat dari frekuensi penimbangan), kelengkapan imunisasi (dilihat dari frekuensi imunisasi), dan pemberian kapsul vitamin A (dilihat dari frekuensi pemberian vitamin A).
Status gizi: keadaan kesehatan tubuh yang diakibatkan oleh pola asuh kesehatan (dilihat dari BB/U).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Tempat Penelitian Letak GeografisLuas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 hektar. Secara administratif Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima di antaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, dan 2.712 RT. Batas wilayah administratifnya adalah:
• Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
• Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
• Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
Ketinggian wilayah Kota Bogor minimum 190 m dan maksimum 330 m dari permukaan laut. Suhu rata-rata tiap bulan 260C dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi 30,40C. Kelembaban udaranya mencapai 70% dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500-4.000 mm/tahun dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari.
Tempat penelitian yang dipilih oleh penulis adalah Kecamatan Tanah Sareal Kelurahan Kencana Kota Bogor. Secara geografis Kelurahan Kencana dibatasi oleh Desa Waringin Jaya sebelah utara, Kelurahan Suka Damai sebelah selatan, Kelurahan Mekarwangi sebelah barat, dan Desa Cilebut Barat sebelah timur. Luas wilayahnya 227,727 hektar, terdiri dari 9 Rukun Warga (RW) dan 44 Rukun Tetangga (RT). Kondisi wilayah Kelurahan Kencana datar dan berbukit dengan ketinggian 350 m di atas permukaan laut dan suhu rata-rata 210C-320C serta curah hujan rata-rata 3.500-4.000 mm/tahun.
Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2006 sebanyak 750.250 jiwa dengan proporsi laki-laki 379.446 jiwa dan perempuan 370.804 jiwa. Penduduk di Kelurahan Kencana terdiri dari 2.312 kepala keluarga dengan jumlah penduduk seluruhnya 10.576 jiwa dengan proporsi 5.524 jiwa laki-laki dan 5.024 jiwa
perempuan. Jumlah penduduk paling banyak, tersebar pada kelompok usia antara 30-34 tahun yaitu sebanyak 18%, kedua pada kelompok usia 0-4 tahun sebanyak 15%, dan ketiga pada kelompok usia 5-9 tahun sebanyak 11%.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Kencana antara lain sarana dan prasarana di bidang kesehatan, pendidikan, peribadatan, perhubungan, dan perekonomian. Sarana kesehatan terdiri dari satu posbindu, satu puskesmas, dan 9 posyandu. Posyandu yang diteliti terdiri dari 3 posyandu yaitu Posyandu Palem RT 04 RW 01, Posyandu Mahoni RT 01 RW 03, dan Posyandu Kenanga RT 04 RW 07.
Karakteristik Keluarga Contoh Usia Orang tua
Usia ayah contoh berkisar antara 21 tahun sampai dengan 40 tahun dengan rata-rata 32 tahun, sedangkan usia ibu berkisar antara 18 tahun sampai dengan 40 tahun dengan rata-rata 27 tahun. Menurut kelompok usianya (Tabel 5), usia ayah sebanyak 59% berada pada kelompok usia antara 25-35 tahun, 31% pada kelompok usia 35-45 tahun, dan sisanya (10%) pada kelompok usia 15-25 tahun. Kelompok usia ibu yang terbesar (50%) pada kelompok usia antara 25-35 tahun, 42% pada kelompok usia antara 15-25 tahun, dan 8% pada kelompok usia 35-40 tahun.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua Ayah Ibu Kategori usia (tahun)
n % n %
15-25 6 12 21 42
25-35 29 58 25 50
35-45 15 30 4 8
Total 50 100 50 100
Dilihat dari keduanya, maka persentase terbesar ayah dan ibu menurut kelompok usianya termasuk ke dalam kelompok usia dewasa awal (21-40 tahun) yaitu kelompok usia yang masih produktif (Hurlock 2000). Menurut Amelia (2004), pada umumnya usia ibu yang lebih muda memiliki pengetahuan gizi yang masih kurang, apalagi jika dilihat dari pengalamannya dalam mengasuh anak