• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kisaran Inang dan Penularan PMWa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deteksi PMWaV dengan TBIA

Deteksi PMWaV menggunakan TBIA menunjukkan hasil yang beragam antar sampel tanaman. Dari total 126 sampel daun nanas yang diuji, 86 sampel menunjukkan reaksi positif terinfeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2. Reaksi positif lebih banyak didapatkan dari sampel tanaman yang bergejala dibandingkan dengan yang tidak. Dari sampel tanaman nanas yang bergejala, reaksi positif tanaman nanas terinfeksi PMWaV-2 lebih banyak dibandingkan dengan yang terinfeksi oleh PMWaV-1 (Tabel 3).

Tabel 3 Deteksi PMWaV pada jaringan daun nanas dan beberapa gulma dan tanaman pisang yang tumbuh disekitar pertanaman nanas di Kabupaten Subang PMWaV Jenis Tanaman Sampel Total Sampel 1 2 1+2 *

Bergejala layu Daun muda 21 3 20 3

Daun sedang 19 2 19 2

Daun tua 17 1 11 1

Daun Mahkota

20 3 14 3 Tidak Bergejala Daun muda 11 3 1 0

layu Daun sedang 15 4 2 1

Daun tua 13 0 0 0 Daun Mahkota 10 2 1 0 Gulma Panicum sp. 3 0 0 0 Chloris sp. 3 0 0 0 Musa sp. 3 0 0 0

*) Satu sampel daun nanas ada yang terinfeksi PMWaV-1 sekaligus PMWaV-2, sehingga jumlahnya adalah irisan dari kedua infeksi. Untuk itu, jumlah infeksi dapat melebihi jumlah total sampel yang diuji.

Hasil deteksi TBIA pada sampel tanaman yang bergejala maupun yang tidak bergejala menunjukkan adanya variasi infeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 di lapangan. Meskipun demikian, pada sampel yang menunjukkan gejala layu, lebih banyak dideteksi keberadaan PMWaV-2 daripada PMWaV-1, sedangkan

pada sampel yang tidak menunjukkan gejala layu di lapangan, relatif lebih banyak dideteksi keberadaan PMWaV-1 daripada PMWaV-2. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang tidak menunjukkan gejala layu tidak menjamin bahwa tanaman tersebut bebas dari PMWaV, dan mengindikasikan bahwa PMWaV-1 dapat menyebabkan infeksi dengan gejala laten di lapangan. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian Sether et al. (2001) yang melaporkan bahwa tanaman nanas yang tidak bergejala layu umumnya terinfeksi oleh PMWaV-1, dan pada nanas yang bergejala layu umumnya terinfeksi oleh PMWaV-2 (Tabel 3).

Uji serologi TBIA juga dilakukan terhadap tumbuhan yang berada disekitar pertanaman nanas. Dua jenis gulma berbeda yaitu Panicum sp. dan Chloris sp., dan beberapa tanaman pisang (Musa spp.), merupakan tumbuhan-tumbuhan yang ditemukan berada di sekitar pertanaman nanas di kabupaten Subang. Hasil uji serologi TBIA terhadap Panicum sp., Chloris sp., dan Musa spp. menunjukkan hasil yang negatif terhadap adanya infeksi PMWaV. Tidak ditemukan adanya D. brevipes pada tanaman-tanaman selain nanas ini, diduga ada kaitannya dengan hasil negatif PMWaV menggunakan uji TBIA. D. brevipes merupakan vektor penting bagi penyebaran PMWaV di lapang. Keberadaannya dilaporkan berpengaruh terhadap infeksi PMWaV pada tanaman yang diinfestasinya karena berperan dalam perkembangan gejala layu tanaman nanas. Inokulasi tanaman Agave, pisang, Cassia, Chenopodium, tembakau, dan nanas sebagai kontrol, dengan D. brevipes yang mengandung virus, dilaporkan bahwa hanya tanaman nanas saja yang posistif terinfeksi PMWaV berdasarkan deteksi secara serologi dengan TBIA (Sether et al. 2001).

Antibodi monoklonal spesifik PMWaV-1 dan PMWaV-2 yang digunakan dalam uji TBIA menunjukkan reaksi kuat terhadap antigen PMWaV, dan tidak terdapat reaksi silang terhadap tanaman sehat pada blot membran. Hasil pewarnaan dengan BCIP/NBT terhadap antigen yang ditunjukkan dengan warna ungu, terlihat jelas terletak pada jaringan pembuluh daun tanaman yang terinfeksi (Gambar 3).

Gambar 3 Tissue blot dari potongan daun nanas. Kiri: daun nanas sehat (1,2), *) reaksi tidak spesifik, daun nanas terinfeksi PMWaV-1 (3). Kanan: daun nanas sehat (1,2,5), daun nanas terinfeksi PMWaV-2 (3,4).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi PMWaV pada jaringan tanaman nampaknya terlokalisir pada jaringan tertentu pada tanaman nanas yaitu jaringan pembuluh. Hasil ini mendukung laporan sebelumnya yang dipublikasikan oleh Hu et al. (1997) yang melaporkan bahwa antigen PMWaV terdeteksi dengan TBIA pada daun muda dan daun berumur sedang, sebagaimana juga pada akar, tetapi tidak pada daun tua. Dalam setiap individu daun yang diuji, virus terdapat pada green leaf lamina, basal white tissue, dan pertengahan antara kedua jaringan tersebut. Bagian basal white tissue daun adalah yang paling sering digunakan untuk uji TBIA terhadap PMWaV. Bagi tanaman yang telah menghasilkan buah, deteksi PMWaV dengan TBIA lebih baik dengan menggunakan daun dari mahkota (Hu et al. 1997).

Pemurnian PMWaV dan Visualisasi Morfologi Partikel PMWaV Menggunakan Mikroskop Elektron

Pemurnian PMWaV menggunakan diferensial sentrifugasi yang diikuti dengan pemisahan fraksi menggunakan cesium sulfat (Cs2SO4) menghasilkan

partikel virus yang bervariasi antar fraksi. Analisis spektrofotometri terhadap hasil purifikasi PMWaV memberikan nilai Nilai A260/A280 dari setiap lapisan fraksi pemurnian berkisar antara 0,872 sampai 1,132 (lampiran). Hasil ini lebih kecil dari hasil yang didapatkan oleh CABI (2003) yang melaporkan data A260/A280 pada hasil purifikasi PMWaV sebesar 1,8 dan sebesasar 1.21 untuk Apple Mealybug-Transmitted Little Cherry Virus yang juga merupakan anggota dari Closterovirus (Eastwell & Bernady 2001). Rendahnya hasil nilai A260/A280 yang didapatkan pada penelitian ini diduga karena rendahnya konsentrasi virus yang terdapat dalam sampel tanaman dan sulitnya memurnikan virus untuk kelompok Closterovirus karena umumnya virus ini menginfeksi jenis tanaman “keras”. Namun demikian, dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa sentrifugasi diferensial dengan cesium sulfat merupakan metode yang cukup baik digunakan untuk purifikasi PMWaV dari tanaman nanas, karena hasil purifikasi dapat terdeteksi secara serologi dan partikel dapat terlihat dibawah mikroskop elektron (Tabel 4).

Fraksi-fraksi hasil pemurnian dengan gradien cesium sulfat kemudian divisualisasi dengan mikroskop elektron. Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop elektron, partikel PMWaV yang teramati berbentuk batang lentur dengan ukuran panjang yang tidak seragam. Visualisasi partikel PMWaV secara utuh tidak didapatkan pada penelitian ini dikarenakan ukuran partikel PMWaV yang panjang. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat anggota-anggota virus tanaman yang tergolong dalam famili Closteroviridae termasuk PMWaV, memiliki ukuran terpanjang diantara anggota-anggota famili dari kelompok virus tumbuhan lainnya. Hull (2002) mengungkapkan bahwa Beet Yellows Virus (BYV) yang merupakan salah satu anggota Closterovirus memiliki ukuran panjang 1250- 2000 nm, dibandingkan dengan ukuran potato virus Y (PVY) yang tergolong dalam famili Potyviridae yang memiliki panjang 680-900 nm.

Gunasinghe dan German (1989) berhasil mengisolasi dan memvisualisasi partikel PMWaV dari tanaman terinfeksi. Secara morfologi, virus ini berbentuk batang lentur, tidak beramplop, dan memiliki panjang 1200-1500 nm. Partikel virus, ketika diwarnai dengan uranyl formate jenuh dalam methanol, menunjukkan

suatu struktur lubang pada sub unit selubung protein yang merupakan karakteristik Closterovirus.

Selain kendala ukuran PMWaV yang panjang sehingga sulit untuk divisualisasi secara utuh, morfologi partikel PMWaV yang panjang juga rentan terhadap perlakuan fisik yang akan memudahkan partikel-partikel virus ini patah menjadi beberapa bagian. Banyak faktor yang dapat menyebabkan partikel Closterovirus menjadi patah, tetapi perlakuan pada saat purifikasi diduga menjadi faktor yang menentukan untuk dapat menghasilkan partikel PMWaV yang utuh. Tingginya kecepatan saat sentrifugasi yang mencapai 46000 rpm selama 16 jam diduga dapat menyebabkan partikel-partikel PMWaV menjadi patah. Sulitnya mendapatkan partikel utuh Closterovirus untuk divisualisasi dengan mikroskop elektron, juga sulit dilakukan terhadap pengamatan partikel tomato chlorosis virus (ToCV) yang infeksinya terbatas pada jaringan phloem sehingga sulit untuk mengisolasi partikel virus tanpa mematahkan partikel virusnya (Wisler et al. 1998).

Deteksi partikel PMWaV menggunakan mikroskop elektron dari beberapa fraksi hasil pemurnian virus menunjukkan hasil yang bervariasi. Dari lima fraksi yang didapatkan dari hasil pemurnian virus, hanya tiga fraksi teratas yang mengandung partikel virus yaitu fraksi 1, 2, dan fraksi 3, sedangkan dua fraksi paling bawah (fraksi 4 dan 5) tidak mengandung partikel virus (Tabel 4 dan Lampiran). Hasil positif yang didapatkan pada fraksi 1 sampai 3 dan hasil negatif pada fraksi 4 dan 5, diduga disebabkan oleh adanya gaya perbedaan berat massa antara partikel virus dengan lapisan cesium sulfat saat dilakukan sentrifugasi kecepatan tinggi dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan partikel yang memiliki berat massa lebih tinggi akan mampu menembus lapisan cesium sulfat dan akan mengendap di lapisan bawah.

Secara umum, partikel virus berada pada fraksi ketiga, sedangkan sisa-sisa jaringan tanaman yang masih terikut saat proses fraksinasi virus memiliki berat massa yang lebih besar daripada partikel virus sehingga mampu menembus cesium sulfat dan menjadi pelet pada akhir sentrifugasi. Namun dalam penelitian ini, partikel virus terlihat pada fraksi 1, 2, dan 3 (Tabel 4), yang menunjukkan

bahwa pada fraksi 1 dan 2 kemungkinan merupakan “patahan” partikel PMWaV dengan berat masa yang lebih ringan. Steere (1964) menyatakan bahwa jika sampel larutan virus disentrifugasi dengan gradien Cs2SO4, molekul garam

berukuran berat akan bergerak ke arah dasar tabung dan kerapatan akan menjadi stabil selama sentrifugasi. Partikel dalam larutan dengan kerapatan lebih besar dan lebih kecil akan mengapung pada kerapatan yang sesuai dengan kondisi kerapatan fraksi.

Tabel 4 Visualisasi partikel PMWaV dengan mikroskop elektron hasil dari fraksi- fraksi pemurnian virus

Lapisan A260/A280 Visualisasi Mikroskop

Elektron I (atas) 1.132 + II (tengah) 1.043 + III (bawah) 0.987 + IV (dasar) 0.937 - V (pelet) 0.872 -

+) partikel PMWaV terlihat dengan mikroskop elektron -) partikel PMWaV tidak terlihat dengan mikroskop elektron

Analisis Protein Selubung PMWaV dengan SDS-PAGE dan Western Blotting

Protein selubung PMWaV dianalisis menggunakan metode SDS-PAGE. Hasil analisis menunjukkan adanya sebuah protein dari sampel hasil pemurnian virus nanas berukuran sekitar 23 kDa (Gambar 4). Hasil ini sama dengan hasil yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Gunasinghe dan German (1989) pada PMWaV isolat Hawaii.

Gambar 4 Hasil separasi protein virus dengan SDS-PAGE. Lajur M, low mixture molecular-weight marker; 1, fraksi 1 pemurnian PMWaV; 2, fraksi 2 pemurnian PMWaV; 3, fraksi 3 pemurnian PMWaV; K, kontrol larutan penyangga.

Gunasinghe dan German (1989) melaporkan bahwa adanya sebagian preparasi murnian virus terdapat satu protein besar dan beberapa protein yang memiliki komponen berat molekul yang lebih rendah dalam virus murni. Analisis elektroforesis fraksi dari hasil purifikasi dimulai dengan sampel yang tidak terinfeksi menunjukkan sejumlah protein minor dengan berat molekul yang beragam tetapi tanpa pita yang dominan. Pita protein yang dominan ditunjukkan pada gambar 4 lajur 1, 2, dan 43, sedangkan lajur K merupakan kontrol larutan penyangga sebagai pembanding. Analisis regresi log berat molekuler terhadap mobilitas digunakan untuk mendapatkan persamaan yang dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul protein selubung PMWaV yaitu sebesar 23,8 kDa.

Protein dengan ukuran sebesar ini konsisten dengan protein selubung partikel virus dari famili Closterovirus yang berkisar antara 20-35 kDa. Eastwell dan Bernardy (2001) melaporkan ukuran protein selubung Little cherry virus yang juga merupakan anggota Closterovirus adalah sebesar 21,6 kDa. Ukuran protein

M 1 2 3 K 14,4 kDa 20,1 kDa 30 kDa ◄23 kDa 45 kDa 66 kDa 97 kDa Fraksi Pemurnian

selubung sebesar 35 kDa dilaporkan oleh Ling et al. (1998) yang bekerja dengan protein selubung Grapevine Leafroll-associated Virus -3.

Hasil separasi protein dengan SDS-PAGE kemudian dikonfirmasi dengan menganalisis protein menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk PMWaV- 1 dan PMWaV-2 dengan metode Western Blotting. Hasil analisis menunjukkan adanya pita tunggal pada lajur sampel fraksi pemurnian virus. Antibodi monoklonal PMWaV-1 mampu mendeteksi protein selubung dari sampel pemurnian virus yang mengandung PMWaV-1 (Gambar 5A). Hasil serupa juga didapatkan pada PMWaV-2 yang dapat mendeteksi protein selubung PMWaV-2 pada analisis Western Blot (Gambar 5B). Hasil ini menunjukkan bahwa bahan tanaman yang digunakan untuk pemurnia virus telah terinfeksi ganda oleh PMWaV-1 dan PMWaV-2.

Gambar 5 Analisis Western Blotting terhadap protein selubung PMWaV. Elektroforesis protein yang telah didenaturasi dilakukan pada 10% SDS-PAGE. (A). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-1. (B). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-2. Lajur 1-5 pada gambar A dan B berturut-turut mewakili fraksi 1 sampai 5 dari hasil pemurnian virus.

1 2 3 4 5

23 kDa 23 kDa

1 2 3 4 5

Deteksi Asam Nukleat PMWaV dengan RT-PCR

Deteksi asam nukleat PMWaV dilakukan dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik PMWaV-1 (225 dan 226) dan PMWaV-2 (223 dan 224) dari genom HSP 70, menghasilkan ukuran amplikon yang berbeda antara PMWaV-1 dan PMWaV-2. Produk DNA RT-PCR diseparasi pada 1,2% gel agarose TBE menunjukkan amplikon berukuran 589 bp yang dihasilkan oleh sepasang primer 225 (forward) dan 226 (reverse) yang dapat mendeteksi keberadaan PMWaV-1, dan Amplikon RT-PCR sebesar >609 bp dihasilkan oleh sepasang primer 223 (forward) dan 224 (reverse) yang mendeteksi PMWaV-2 (Gambar 6).

Gambar 6 Deteksi dan diferensiasi PMWaV-1 dan PMWaV-2 menggunakan RT- PCR. Lajur 1, 100 bp DNA ladder; lajur 2, tanaman terinfeksi PMWaV-1; lajur 3, tanaman terinfeksi PMWaV-2, lajur 4, 1 kb plus DNA ladder; lajur 5 dan 6, tanaman sehat.

Penggunaan primer spesifik PMWaV 223/224 dan 225/226 mampu membedakan infeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Sether et al. 2001). Amplikon berukuran 589 bp yang diproduksi oleh pasangan primer spesifik 225/226 (PMWaV-1) mampu mendeteksi infeksi tunggal PMWaV-1 dan infeksi ganda PMWaV-1 dan PMWaV-2 secara bersamaan. Hasil yang sama juga didapatkan pada deteksi dengan RT-PCR menggunakan pasangan primer spesifik 223/224

600 bp 500 bp

yang mampu mendeteksi infeksi PMWaV-2 baik infeksi tunggal maupun infeksi ganda dengan PMWaV-1. Sether et al. (2001) juga mampu mendeteksi PMWaV dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik tersebut pada organ bunga nanas. Organ bunga yang merupakan bagian yang sulit dideteksi PMWaV bila hanya menggunakan uji TBIA.

Analisis Runutan dan Hubungan Kekerabatan PMWaV Indonesia dengan Anggota Famili Closterovirus Lainnya

Perunutan DNA PMWaV hasil RT-PCR menggunakan sepasang primer 223 dan 224 untuk PMWaV-2 serta 225 dan 226 untuk PMWaV-1 dianalisis menggunakan software Wu-Blastn (www.ebi.ac.uk). Hasil perunutan menunjukkan

homologi yang tinggi antara PMWaV isolat Indonesia dengan yang ada pada Gen Bank. Runutan nukleotida PMWaV-1 Indonesia memiliki homologi sebesar 96% dengan runutan nukleotida PMWaV-1 yang ada pada Gen Bank (accession number AF414119). PMWaV-2 Indonesia memiliki homologi sebesar 98% dengan runutan nukleotida PMWaV-2 yang ada pada Gene Bank (accession number AF283103).

Melzer et al. (2001) melaporkan organisasi genom PMWaV-2 secara keseluruhan dan mengungkapkan bahwa PMWaV-2 memiliki 10 open reading frame (ORF) yaitu ORF 1a mengkode Helicase, 1b mengkode RNA-dependent RNA polymerase (RdRp), ORF 2 mengkode protein p5, ORF 3 mengkode Heat Shock Protein 70 homologue (HSP 70), ORF 4 mengkode p46, ORF 5 mengkode protein selubung, ORF 6 mengkode duplikat protein selubung, ORF 7 mengkode protein p20, ORF 8 mengkode protein p22, dan ORF 9 mengkode protein p6.

Runutan nukleotida PMWaV-1 Indonesia dengan PMWaV-1 Hawaii memperlihatkan adanya 9 basa yang tidak sama (mismatch), 1 basa yang tidak ada (delesi), dan 3 basa yang bertambah (insersi). Urutan basa yang tidak sama yaitu T6112C, T6115C, A6149C, A6151C, A6242G, T6316C, T6374A, A6389G, T6414C, sedangkan basa delesi yaitu A6229-, dan basa-basa insersi yaitu -6427A, -6468T, dan -6476G.

Runutan nukleotida PMWaV-2 Indonesia dengan PMWaV-2 Hawaii memperlihatkan adanya 6 basa yang tidak sama (mismatch), dan 1 basa yang tidak ada (delesi). Basa-basa yang tidak sama yaitu C8197A, A8378C, G8391A, A8647G, A8772T, C8789G, sedangkan basa-basa yang tidak ada yaitu C8509-, A8654-, dan G8855- (Gambar 7).

(A)

PMWaV1_Ina: 1 ACAGGAAGGACAACACTCACGCCATAGGTTTGGGGGCACTGTTGGAAAAAGACTTAGAGG 60 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 5958 ACAGGAAGGACAACACTCACGCCATAGGTTTGGGGGCACTGTTGGAAAAAGACTTAGAGG 6017 PMWaV1_Ina: 61 TTTATCGTGATATAAAAAGGTATTTCGGACTCAACAAGTTCAACAAAGATGTGTATCTCG 120 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6018 TTTATCGTGATATAAAAAGGTATTTCGGACTCAACAAGTTCAACAAAGATGTGTATCTCG 6077 PMWaV1_Ina: 121 ATAAATTGAAACCCACAATCGAGGTAGTGATTGATGATTGGGGTTGTCCTATAGGACCAG 180 |||||||||||||||||||||||||||||||||| || |||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6078 ATAAATTGAAACCCACAATCGAGGTAGTGATTGACGACTGGGGTTGTCCTATAGGACCAG 6137 PMWaV1_Ina: 181 TAGACGGTGCGAGAGGGAAAGCCAAATCAGTTCTCACTTTAGCCTCTGATTTTATAACGG 240 ||||||||||| | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6138 TAGACGGTGCGCGCGGGAAAGCCAAATCAGTTCTCACTTTAGCCTCTGATTTTATAACGG 6197 PMWaV1_Ina: 241 GATTGGTACAACTAGCGATCA-GATGACGAATCAACAAGTATCTGTATCTGTTTGTTCAG 299 ||||||||||||||||||||| |||||||||||||||||||||||| ||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6198 GATTGGTACAACTAGCGATCAAGATGACGAATCAACAAGTATCTGTGTCTGTTTGTTCAG 6257 PMWaV1_Ina: 300 TACCAGCAGCTTACAATTCTTATCAAAGGGGTTTTATTTTTGAAAGTTGTAAGTTGAGTT 359 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| | PMWaV1_Haw: 6258 TACCAGCAGCTTACAATTCTTATCAAAGGGGTTTTATTTTTGAAAGTTGTAAGTTGAGCT 6317 PMWaV1_Ina: 360 CTATAGATGTGCAGGCGGTAGTAAACGAACCGACCGCAGCTGGATTGAGTGCTTTCTTAA 419 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||| PMWaV1_Haw: 6318 CTATAGATGTGCAGGCGGTAGTAAACGAACCGACCGCAGCTGGATTGAGTGCTTTCATAA 6377 PMWaV1_Ina: 420 CTACCCCGAAAACTTCTGTGAATTATTTGTTAGTCTATGATTTCGGAGGAAGGCACTTTT 479 ||||||||||| ||||||||||||||||||||||||| |||||||||||| ||||||||| PMWaV1_Haw: 6378 CTACCCCGAAAGCTTCTGTGAATTATTTGTTAGTCTACGATTTCGGAGGA-GGCACTTTT 6436 PMWaV1_Ina: 480 GATAGTTCCTTACTCGTGGTTGGGGGTGCGTTACGTGGGGAGTACTGGATTCGATGGGAG 539 ||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||| |||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6437 GATAGTTCCTTACTCGTGGTTGGGGGTGCGT-ACGTGGG-AGTACTGGATTCGATGGGAG 6494 PMWaV1_Ina: 540 ATAACTATCTGGGAGGCAGGGACGTAGATAACAGATTGCTTGAAGTTTGTGCG 592 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6495 ATAACTATCTGGGAGGCAGGGACGTAGATAACAGATTGCTTGAAGTTTGTGCG 6547

(B)

PMWaV2_Ina 1 CATACGAACTAGACTCATACGTGCTAAAATTAAAACCAGTGCGCAGAGTG 50 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||| PMWaV2_Haw 8155 CATACGAACTAGACTCATACGTGCTAAAATTAAAACCAGTGCACAGAGTG 8204 PMWaV2_Ina 51 GAAGTGTTCAAGGACGGGTCGGTAATGCTAGGGGGTATTGGTGAAGGCCC 100 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8205 GAAGTGTTCAAGGACGGGTCGGTAATGCTAGGGGGTATTGGTGAAGGCCC 8254

PMWaV2_Ina 101 TGATAGGACGGTCTCTGTAACGGATATCATATCCCTTGTTTCTAAAGGAC 150 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||||| || PMWaV2_Haw 8255 TGATAGGACGGTCTCTGTAACGGATATCATATCCCTTTTTTCTAAAGCAC 8304 PMWaV2_Ina 151 TTATAAAGGAAGCGGAACAGTCTACTGGACTACGCGTAACGGGTGCGGTG 200 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8305 TTATAAAGGAAGCGGAACAGTCTACTGGACTACGCGTAACGGGTGCGGTG 8354 PMWaV2_Ina 201 GTAACGGTACCAGCCGACTACAAATCTTTTAAACGTGGTTTTATAACTAA 250 ||||||||||||||||||||||| |||||||||||| ||||||||||||| PMWaV2_Haw 8355 GTAACGGTACCAGCCGACTACAACTCTTTTAAACGTAGTTTTATAACTAA 8404 PMWaV2_Ina 251 CTGCATGAAAGACTTGGGTATTCCAGTAAGGGCTATAGTAAATGAACCGA 300 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8405 CTGCATGAAAGACTTGGGTATTCCAGTAAGGGCTATAGTAAATGAACCGA 8454 PMWaV2_Ina 301 CCCCGGCAGCGTTATATTCTTTATCTATATTACAAGAAAAGGATTTATTT 350 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8455 CCCCGGCAGCGTTATATTCTTTATCTATATTACAAGAAAAGGATTTATTT 8504 PMWaV2_Ina 351 CTGT-GGCTTTTGACTTTGGTGGAGGGACGTTTGATGTGTCTTTTGTTAG 400 |||| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8505 CTGTCGGCTTTTGACTTTGGTGGAGGGACGTTTGATGTGTCTTTTGTTAG 8554 PMWaV2_Ina 401 AAAACTCGG-GATGTGGTATGCGTACTGCTTAGCGTTGGCGATAACTTTT 449 ||||||||| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8555 AAAACTCGGAGATGTGGTATGCGTACTGCTTAGCGTTGGCGATAACTTTT 8604 PMWaV2_Ina 450 TAGGGGCAAGGGATATCGACAGGGCGGTAGCAGCTGAGGTGAAAGCAAGA 499 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||| PMWaV2_Haw 8605 TAGGGGCAAGGGATATCGACAGGGCGGTAGCAGCTGAGGTGAAGGCAAGA 8654 PMWaV2_Ina 500 GTGGGCGAATCTATCGATACAGCTACATTGTCATTATTTGCAGCGTCTAT 549 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8655 GTGGGCGAATCTATCGATACAGCTACATTGTCATTATTTGCAGCGTCTAT 8704 PMWaV2_Ina 550 TAAAGAGGAGGTAACTAATGAGCCGAGGGCAAAGACGCACGTAGTAAAAT 599 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8705 TAAAGAGGAGGTAACTAATGAGCCGAGGGCAAAGACGCACGTAGTAAAAT 8754 PMWaV2_Ina 600 TGGTGGATGGCGTGAAACATATAACTTTCACGTCTCAAGACTTAAATGAT 649 |||||||||||||||||| |||||||||||||||| |||||||||||||| PMWaV2_Haw 8755 TGGTGGATGGCGTGAAACTTATAACTTTCACGTCTGAAGACTTAAATGAT 8804 PMWaV2_Ina 650 ATAGTTCGTCCGTTTGCCGCTAGGGCGCTACACATATATGAGCAGGCGGC 699 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV2_Haw 8805 ATAGTTCGTCCGTTTGCCGCTAGGGCGCTACACATATATGAGCAGGCGGC 8854 PMWaV2_Ina 700 -CAACGATACCATCCTGAAACGT 722 |||||||||||||||||||||| PMWAV2_Haw 8855 GCAACGATACCATCCTGAAACGT 8877

Gambar 7 Alignment antara genom HSP 70 PMWaV Indonesia dengan genom PMWaV yang terdapat pada Gen Bank (www.ncbi.nlm.nih.gov). (A)

PMWaV-1, (B) PMWaV-2. ( | ) basa antara kedua sekuen sama, ( ) basa antara kedua sekuen tidak sama, ( - ) delesi/tidak ada basa.

Hasil alignment antara isolat PMWaV Indonesia dengan isolat PMWaV Hawaii yang menunjukkan homologi sebesar 96-98% menunjukkan bahwa PMWaV Indonesia masih merupakan satu spesies dengan PMWaV Hawaii. Meskipun demikian, terdapat beberapa nukleotida PMWaV Indonesia yang mengalami perubahan dengan PMWaV Hawaii. Hal ini diduga disebabkan karena PMWaV Indonesia telah beradaptasi dengan keadaan lingkungan di Indonesia, sesuai dengan adaptasi tanaman nanas di Indonesia sebagai inangnya. Tanaman nanas juga telah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia karena nanas bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan tanaman introduksi yang berasal dari daerah Amerika Latin yang secara geografis memiliki sedikit perbedaan dengan Indonesia. Perbedaan strain virus akibat perbedaan wilayah geografis juga dilaporkan terhadap Bean common mosaic virus (BCMV) yang diisolasi dari Cina dan Indonesia yang menunjukkan perbedaan sebesar 3,5-7,3% pada hasil runutan nukleotida gen protein selubungnya (Higgins et al. 1999).

Hull (2002) melaporkan bahwa terdapat beberapa penyebab terjadinya variasi genetik pada virus tanaman, yaitu terjadinya mutasi, rekombinasi, dan re- arrangement nukleotida. Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada satu nukleotida atau lebih yang terjadi akibat eksposi terhadap bahan kimia maupun radiasi ultra violet. Rekombinasi terjadi jika pada satu tanaman terinfeksi oleh dua strain virus berbeda, dan masing-masing bahan genetik virus bersatu membentuk strain virus baru dengan sifat yang berbeda dari masing-masing induk virusnya. Variasi genetik virus melalui re-arrangement nukleotida terjadi pada virus-virus yang multipartite dan satelite RNA maupun subgenomik RNA (sgRNA). Perubahan nukleotida ini akan mengarah pada perubahan susunan asam amino sekaligus produk proteinnya.

Agrios (1997) menyatakan bahwa variasi genetik dan terjadinya mutan pada virus-virus patogen tanaman umumnya terjadi melalui rekombinasi. Strain virus yang baru terbentuk melalui rekombinasi dapat memiliki sifat lebih virulen terhadap inangnya atau justru sebaliknya memperlemah virulensi strain virus yang baru tersebut.

Analisis filogenetik dari beberapa virus yang termasuk dalam Closterovirus menunjukkan bahwa PMWaV termasuk ke dalam kelompok Closterovirus. Isolat PMWaV Indonesia dan Hawaii menjadi satu kelompok dengan Gravepine Leafroll-associated Virus-3 (GLRaV-3), yang merupakan anggota-anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu putih. Kelompok tersebut terpisah dari kelompok Beet yellow virus (BYV) dan Citrus tristeza virus (CTV) yang ditularkan oleh aphid, dan kelompok Sweet potato chlorosis stunt virus (SPCSV) dan Little cherry virus (LChV) yang merupakan anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu kebul (whitefly) (Gambar 8).

Gambar 8 Dendogram pohon filogenetik antara isolat PMWaV Indonesia dengan beberapa anggota Closterovirus. Analisis dilakukan menggunakan software Clustal W.

Hasil penelitian ini bersesuaian dengan hasil analisis filogenetik yang dilaporkan oleh Melzer et al. (2001) yang mengungkapkan bahwa PMWaV-2 memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan GLRaV-1 dan GLRaV-3. Karasev (2000) juga melaporkan bahwa PMWaV-2 lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan GLRaV-3 dan GLRaV-4, daripada hubungan kekerabatannya dengan CTV dan BYV yang ditularkan oleh kutu daun, maupun dengan SPCSV dan Lettuce infectious yellow virus (LIYV) yang ditularkan oleh kutu kebul.

Kutu Daun

Kutu Putih

Kutu Kebul Diluar grup

Albiach-Marti et al. (2000) melaporkan bahwa analisis multi spesies pada RNA-RNA Citrus tristeza virus (CTV) yang rusak menunjukkan bahwa RNA- RNA ini muncul akibat rekombinasi yang terjadi diantara subgenomik RNA (sgRNA) dengan jarak yang jauh dari ujung 5’ genom CTV. Hal ini menyarankan bahwa Closterovirus mampu menggunakan sgRNA dan atau signal promoternya untuk terjadinya mutasi atau re-arrangement genomnya. Meskipun demikian, hasil survey isolat CTV dari beberapa wilayah geografis berbeda (Spanyol, Taiwan, Colombia, Florida, dan California) dan diisolasi dari waktu yang berbeda, masih menunjukkan homologi runutan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat evolusi CTV berjalan lambat.

Dokumen terkait