• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi dan identifikasi pineapple mealybug wiltassociated virus penyebab penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi dan identifikasi pineapple mealybug wiltassociated virus penyebab penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI

Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus

PENYEBAB

PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA

RENO TRYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple mealybug wilt-associated virus PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2006

(3)

RENO TRYONO. Deteksi dan Identifikasi Pineapple mealybug wilt-associated virus Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Nanas di Indonesia. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SOBIR.

Penyakit layu nanas merupakan penyakit penting yang banyak dilaporkan di banyak negara produsen nanas. Penyakit ini melibatkan adanya partikel virus Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2, keberadaan vektor (Dysmicoccus brevipes), dan keadaan lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit. Meskipun demikian, di Indonesia, penyakit ini relatif baru muncul beberapa tahun terakhir dan belum pernah ada laporan penelitian mengenai virus yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi PMWaV yang berasosiasi dengan penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan laporan pertama mengenai keberadaan PMWaV yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di Indonesia.

Hasil deteksi secara serologi dengan metode Tissue blot immunoassays (TBIA) menggunakan dua antibodi monoklonal spesifik terhadap PMWaV-1 maupun 2 (Agdia Inc., USA) berhasil mendeteksi keberadaan PMWaV-1 dan PMWaV-2 pada jaringan daun tanaman nanas yang menunjukkan maupun dari yang tidak menunjukkan gejala layu. Pendeteksian secara molekuler dengan metode reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan dua primer yang spesifik terhadap PMWaV-1 dan PMWaV-2 berhasil mengamplifikasi gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada kedua virus. Penemuan ini mengindikasikan bahwa PMWaV-1 dan PMWaV-2 berasosiasi dengan penyakit layu nanas yang terjadi di Indonesia. Analisis protein menggunakan sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan adanya sebuah struktural protein besar dengan perkiraan ukuran sebesar 23 kDa. Keberadaan partikel virus berbentuk batang lentur juga teramati pada preparasi mikroskop elektron yang berasal dari tanaman nanas yang terinfeksi virus. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron ini sesuai dengan ciri-ciri virus dari anggota Closterovirus. Analisis parsial genom HSP 70 virus layu nanas isolat Indonesia menunjukkan kisaran homologi sebesar 96 hingga 98% dengan PMWaV-1 dan PMWaV-2. Selain itu, analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat PMWaV Indonesia dan Hawaii merupakan anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu putih, dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Grapevine leafroll-associated virus-3 (GLRaV-3).

(4)

ABSTRACT

RENO TRYONO. Detection and Identification of Pineapple mealybug wilt-associated virus Causing Wilt Disease on Pineapple in Indonesia. Under supervised of GEDE SUASTIKA and SOBIR.

Field surveys on pineapple wilt disease were conducted on pineapple production areas in Subang, West Java, Indonesia. The disease was characterized by severe tip dieback, downward curling, reddening, and wilting of the leaves which can lead to total collapse of the plant.

The objective of the research is to identify the viruses causing wilt disease on pineapple in Indonesia. Tissue blot immunoassays (TBIAs) using two different antibodies specific to either Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) or PMWaV-2 (Agdia Inc., USA) successfully detected the viruses in leaf tissues from both symptomatic and asymptomatic pineapple plants. A reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) assays using oligonucleotide primers specific to HSP 70 gene of PMWaV-1 and PMWaV-2 were also successfully amplified the regions succesfully. These finding indicated that both closteroviruses were associated with wilt disease on pineapple plants in Indonesia. Protein analysis by using sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) revealed that the viruses have a major structural protein with molecular mass of approximately kDa. Flexuous filamentous particles were also observed in electron microscopy preparations from infected plants. These results were in agreement with characteritics of the closteroviruses. Aligments of partial nucleotide sequences of the viral genomes exhibited 96 to 98% homology with that of PMWaV-1 and PMWaV-2 Hawaiian isolates as previously reported by Sether et al. (2001), respectively. Phylogenetic analysis revealed that Indonesian and Hawaiian virus isolates were belong to mealybug-transmitted closterovirus and closely related to Grapevine leafroll-associated virus-3 (GLRaV-3).

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(6)

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI

Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus

PENYEBAB

PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA

RENO TRYONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

associated Virus Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Nanas di Indonesia

Nama : Reno Tryono

NIM : A451040071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. Dr. Ir. Sobir, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Entomologi – Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005 hingga April 2006 ini adalah deteksi virus tanaman, dengan judul “Deteksi dan Identifikasi pineapple mealybug wilt-associated virus pada Tanaman Nanas di Indonesia”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Sobir, M.Si., selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan masukannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Terima kasih juga kepada Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB yang telah mengalokasikan anggaran dana untuk penelitian ini sebagai bentuk kerjasama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tulisan dalam tesis ini. Terima kasih juga kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi IPB atas kesediaan menerima penulis untuk studi di Sekolah Pascasarjana IPB, dan kepada Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB atas izin penggunaan bahan dan peralatan laboratorium yang digunakan selama penelitian.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, kakak, adik-adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Entomologi-Fitopatologi, rekan-rekan mahasiswa di Laboratorium Virologi Tumbuhan Faperta IPB, dan saudari Tuti Legiastuti, S.Si yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Rasa terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada Anna Safarrida, S.Si atas dukungan moril yang selalu menjadi motivasi penulis.

Semoga penelitian ini bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2006

(9)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1982 dari ayah Kaselan dan ibu Titin Sukmawati sebagai putra ketiga dari lima bersaudara.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Gejala Penyakit Layu Nanas ... 4

Kisaran Inang dan Penularan PMWaV ... 5

Distribusi Geografi PMWaV ... 6

Ciri-ciri PMWaV ... 7

Metode Deteksi PMWaV ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

Metode Penelitian ... 10

Bahan Penelitian ... 10

Tissue Blot Immunoassay (TBIA) ... 10

Reverse Transcriptase - Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) 11 Purifikasi Virus ... 12

SDS-PAGE dan Western Blotting ... 13

Mikroskopi Elektron ... 15

Perunutan Nukleotida ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Deteksi PMWaV dengan TBIA ... 16

Pemurnian PMWaV dan Visualisasi Visualisasi Morfologi Partikel PMWaV dengan Mikroskop ... 18

Analisis Protein Selubung PMWaV dengan SDS-PAGE dan Western Blotting ... 21

Deteksi Asam Nukleat PMWaV dengan RT-PCR ... 24

Analisis Runutan dan Hubungan Kekerabatan PMWaV Indonesia dengan Anggota Famili Closterovirus Lainnya ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(11)

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI

Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus

PENYEBAB

PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA

RENO TRYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple mealybug wilt-associated virus PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2006

(13)

RENO TRYONO. Deteksi dan Identifikasi Pineapple mealybug wilt-associated virus Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Nanas di Indonesia. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SOBIR.

Penyakit layu nanas merupakan penyakit penting yang banyak dilaporkan di banyak negara produsen nanas. Penyakit ini melibatkan adanya partikel virus Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2, keberadaan vektor (Dysmicoccus brevipes), dan keadaan lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit. Meskipun demikian, di Indonesia, penyakit ini relatif baru muncul beberapa tahun terakhir dan belum pernah ada laporan penelitian mengenai virus yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi PMWaV yang berasosiasi dengan penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan laporan pertama mengenai keberadaan PMWaV yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di Indonesia.

Hasil deteksi secara serologi dengan metode Tissue blot immunoassays (TBIA) menggunakan dua antibodi monoklonal spesifik terhadap PMWaV-1 maupun 2 (Agdia Inc., USA) berhasil mendeteksi keberadaan PMWaV-1 dan PMWaV-2 pada jaringan daun tanaman nanas yang menunjukkan maupun dari yang tidak menunjukkan gejala layu. Pendeteksian secara molekuler dengan metode reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan dua primer yang spesifik terhadap PMWaV-1 dan PMWaV-2 berhasil mengamplifikasi gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada kedua virus. Penemuan ini mengindikasikan bahwa PMWaV-1 dan PMWaV-2 berasosiasi dengan penyakit layu nanas yang terjadi di Indonesia. Analisis protein menggunakan sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan adanya sebuah struktural protein besar dengan perkiraan ukuran sebesar 23 kDa. Keberadaan partikel virus berbentuk batang lentur juga teramati pada preparasi mikroskop elektron yang berasal dari tanaman nanas yang terinfeksi virus. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron ini sesuai dengan ciri-ciri virus dari anggota Closterovirus. Analisis parsial genom HSP 70 virus layu nanas isolat Indonesia menunjukkan kisaran homologi sebesar 96 hingga 98% dengan PMWaV-1 dan PMWaV-2. Selain itu, analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat PMWaV Indonesia dan Hawaii merupakan anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu putih, dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Grapevine leafroll-associated virus-3 (GLRaV-3).

(14)

ABSTRACT

RENO TRYONO. Detection and Identification of Pineapple mealybug wilt-associated virus Causing Wilt Disease on Pineapple in Indonesia. Under supervised of GEDE SUASTIKA and SOBIR.

Field surveys on pineapple wilt disease were conducted on pineapple production areas in Subang, West Java, Indonesia. The disease was characterized by severe tip dieback, downward curling, reddening, and wilting of the leaves which can lead to total collapse of the plant.

The objective of the research is to identify the viruses causing wilt disease on pineapple in Indonesia. Tissue blot immunoassays (TBIAs) using two different antibodies specific to either Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) or PMWaV-2 (Agdia Inc., USA) successfully detected the viruses in leaf tissues from both symptomatic and asymptomatic pineapple plants. A reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) assays using oligonucleotide primers specific to HSP 70 gene of PMWaV-1 and PMWaV-2 were also successfully amplified the regions succesfully. These finding indicated that both closteroviruses were associated with wilt disease on pineapple plants in Indonesia. Protein analysis by using sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) revealed that the viruses have a major structural protein with molecular mass of approximately kDa. Flexuous filamentous particles were also observed in electron microscopy preparations from infected plants. These results were in agreement with characteritics of the closteroviruses. Aligments of partial nucleotide sequences of the viral genomes exhibited 96 to 98% homology with that of PMWaV-1 and PMWaV-2 Hawaiian isolates as previously reported by Sether et al. (2001), respectively. Phylogenetic analysis revealed that Indonesian and Hawaiian virus isolates were belong to mealybug-transmitted closterovirus and closely related to Grapevine leafroll-associated virus-3 (GLRaV-3).

(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(16)

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI

Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus

PENYEBAB

PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA

RENO TRYONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

associated Virus Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Nanas di Indonesia

Nama : Reno Tryono

NIM : A451040071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. Dr. Ir. Sobir, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Entomologi – Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(18)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005 hingga April 2006 ini adalah deteksi virus tanaman, dengan judul “Deteksi dan Identifikasi pineapple mealybug wilt-associated virus pada Tanaman Nanas di Indonesia”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Sobir, M.Si., selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan masukannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Terima kasih juga kepada Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB yang telah mengalokasikan anggaran dana untuk penelitian ini sebagai bentuk kerjasama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tulisan dalam tesis ini. Terima kasih juga kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi IPB atas kesediaan menerima penulis untuk studi di Sekolah Pascasarjana IPB, dan kepada Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB atas izin penggunaan bahan dan peralatan laboratorium yang digunakan selama penelitian.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, kakak, adik-adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Entomologi-Fitopatologi, rekan-rekan mahasiswa di Laboratorium Virologi Tumbuhan Faperta IPB, dan saudari Tuti Legiastuti, S.Si yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Rasa terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada Anna Safarrida, S.Si atas dukungan moril yang selalu menjadi motivasi penulis.

Semoga penelitian ini bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2006

(19)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1982 dari ayah Kaselan dan ibu Titin Sukmawati sebagai putra ketiga dari lima bersaudara.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Gejala Penyakit Layu Nanas ... 4

Kisaran Inang dan Penularan PMWaV ... 5

Distribusi Geografi PMWaV ... 6

Ciri-ciri PMWaV ... 7

Metode Deteksi PMWaV ... 9

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

Metode Penelitian ... 10

Bahan Penelitian ... 10

Tissue Blot Immunoassay (TBIA) ... 10

Reverse Transcriptase - Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) 11 Purifikasi Virus ... 12

SDS-PAGE dan Western Blotting ... 13

Mikroskopi Elektron ... 15

Perunutan Nukleotida ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Deteksi PMWaV dengan TBIA ... 16

Pemurnian PMWaV dan Visualisasi Visualisasi Morfologi Partikel PMWaV dengan Mikroskop ... 18

Analisis Protein Selubung PMWaV dengan SDS-PAGE dan Western Blotting ... 21

Deteksi Asam Nukleat PMWaV dengan RT-PCR ... 24

Analisis Runutan dan Hubungan Kekerabatan PMWaV Indonesia dengan Anggota Famili Closterovirus Lainnya ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(21)

Halaman

1 Distribusi geografik PMWaV di dunia ... 7

2 Sekuen primer, ukuran produk, dan posisi nukleotida pada gen PMWaV-1 dan PMWaV-2 ... 11

3 Deteksi PMWaVpada Jaringan daun nanas dan beberapa gulma serta tanaman pisang yang tumbuh di sekitar pertanaman nanas di Kabupaten Subang ... 16

4 Visualisasi partikel PMWaV dengan mikroskop elektron hasil dari

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Gejala PMWaV pada tanaman nanas. A. Gejala layu nanas diambil dari CABI (2005). B. Gejala layu nanas di Kabupaten Subang, Jawa Barat; atas: tanaman nanas sehat, bawah: tanaman nanas sakit ... 5

2 Partikel PMWaV pada mikroskop elektron ... 8

3 Tissue blot dari potongan daun nanas. Kiri: daun nanas sehat (1,2), *) reaksi tidak spesifik, daun nanas terinfeksi PMWaV-1 (3). Kanan: daun nanas sehat (1,2,5), daun nanas terinfeksi PMWaV-2 (3,4) ... 18

4 Hasil separasi protein virus dengan SDS-PAGE. Lajur M, low mixture molecular-weight marker; 1, fraksi 1 pemurnian PMWaV; 2, fraksi 2 pemurnian PMWaV; 3, fraksi 3 pemurnian PMWaV; K, kontrol larutan penyangga ... 22

5 Analisis Western Blot terhadap protein selubung PMWaV. Elektroforesis protein yang telah didenaturasi dilakukan pada 10% SDS-PAGE. (A). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-1. (B). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-2. Lajur 1-5 pada gambar A dan B berturut-turut mewakili

fraksi 1 sampai 5 dari hasil pemurnian virus ... 23

6 Deteksi dan diferensiasi PMWaV-1 dan PMWaV-2 menggunakan RT-PCR. Lajur 1, 100 bp DNA ladder; lajur 2, tanaman terinfeksi PMWaV-1; lajur 3, tanaman terinfeksi PMWaV-2, lajur 4, 1 kb plus DNA ladder; lajur 5 dan 6, tanaman sehat ... 24

7 Alignment antara genom HSP 70 PMWaV Indonesia dengan genom PMWaV yang terdapat pada Gen Bank (www.ncbi.nlm.nih.gov). (A)

PMWaV-1, (B) PMWaV-2. ( | ) basa antara kedua sekuen sama, ( )

basa antara kedua sekuen tidak sama, ( - ) delesi/tidak ada basa ... 27

(23)

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nanas di Asia Tenggara.

Produksi nanas Indonesia pada tahun 2002 tercatat mencapai 300.000 ton yang

menempati posisi tertinggi ketiga setelah Thailand dan Filipina (CABI 2005).

Beberapa tahun terakhir, industri nanas di Indonesia dihadapkan pada suatu

permasalahan penting yaitu munculnya penyakit layu pada tanaman nanas yang

belum pernah dilaporankan sebelumnya. Berdasarkan laporan petani nanas,

penyakit layu nanas muncul di beberapa daerah sentra produksi nanas di Indonesia

seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Utara.

Tanaman nanas yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala berupa

warna daun tanaman yang terserang menjadi berwarna kuning sampai kemerahan,

daun menggulung ke bawah, pada ujung daun nekrotik, dan tanaman menjadi

layu. Pada keadaan yang sudah parah, tanaman nanas menjadi kerdil dan dapat

roboh akibat terhambatnya perkembangan perakaran tanaman. Penyakit ini juga

dapat menyebabkan kegagalan dalam menghasilkan buah, atau mampu

menghasilkan buah tetapi berukuran lebih kecil dari yang sehat.

Penyakit layu nanas merupakan salah satu penyakit penting pada industri

nanas di dunia. Gejala penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia mirip

dengan gejala penyakit layu tanaman nanas yang telah banyak dilaporkan di

negara-negara produsen nanas. Tanaman yang terserang penyakit ini

menunjukkan gejala mati pucuk daun yang parah, penggulungan tepi daun ke

bawah, warna daun yang memerah, dan pelayuan daun yang dapat mengarah pada

robohnya seluruh tanaman. Hawaii, sebagai salah satu daerah penghasil nanas

terbesar di dunia, telah banyak mempublikasikan laporan mengenai penyakit layu

pada tanaman nanas, yang dikenal dengan nama mealybug wilt of pineapple

disease (MWP) yang disebabkan oleh pineapple mealybug wilt-associated virus

(PMWaV) (Sether & Hu 2002). Sebelumnya, penyakit layu juga telah menjadi

faktor pembatas penting terhadap produksi nanas di Hawaii pada awal tahun

(24)

Di Malaysia, penyakit layu nanas menyebabkan tanaman yang terinfeksi

menghasilkan buah yang tidak sesuai kriteria pasar dan buah menjadi tidak cocok

untuk dikalengkan. Selain itu, kejadian penyakit layu nanas pada varietas

Masmerah di Malaysia mencapai antara 0,4% sampai 7,6% (Lim 1985). Di

Hawaii, Sether dan Hu (2002) melaporkan kehilangan hasil nanas sebesar 35%

pada tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu nanas yang diketahui

terinfeksi PMWaV-2.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap penyakit ini melaporkan

bahwa penyakit layu nanas merupakan suatu penyakit yang melibatkan adanya

partikel virus, serangga vektor, dan keadaan lingkungan yang mendukung

munculnya gejala pada tanaman. Partikel virus Pineapple mealybug

wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2 dilaporkan berhasil diekstrak dari

tanaman nanas yang menunjukkan maupun yang tidak menunjukan gejala

penyakit layu nanas (Sether et al. 2001). Dua spesies kutu putih yaitu

Dysmicoccus brevipes (pink mealybug) (Hemiptera: Pseudococcidae), dan D.

neobrevipes (grey mealybug) (Hemiptera: Pseudococcidae), dilaporkan berperan

sebagai vektor PMWaV-1 dan PMWaV-2 di lapang (Sether et al. 1998 ).

Penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia merupakan penyakit baru

yang belum pernah dilaporkan dan dikarakterisasi mengenai dugaan keberadaan

partikel virus penyebab penyakit ini di Indonesia. Deteksi dan identifikasi virus

penyebab penyakit layu nanas merupakan hal penting bagi penentuan strategi

pengendalian penyakit layu nanas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian

yang dapat mengungkapkan identitas virus yang berasosiasi dengan penyakit layu

yang banyak ditemukan pada tanaman nanas di Indonesia dengan metode deteksi

(25)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi dan mengidentifikasi

partikel virus yang berasosiasi dengan penyakit layu pada tanaman nanas cv.

Smooth Cayenne di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Indonesia.

Hipotesis

PMWaV-1 dan PMWaV-2 berasosiasi dengan gejala penyakit layu pada

tanaman nanas cv. Smooth Cayenne di Indonesia. Isolat PMWaV Indonesia

memiliki ciri-ciri biomolekuler dan runutan nukleotida yang berkerabat dekat

dengan PMWaV asal Hawaii.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan

informasi mengenai keberadaan PMWaV di Indonesia yang dapat digunakan

sebagai dasar keilmuan bagi Badan Karantina Indonesia untuk menyusun ulang

daftar Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Karantina, sehingga aturan

mengenai lalu lintas bahan tanaman dengan negara lain atau antar daerah di

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Nanas merupakan tanaman tropis yang dapat dibudidayakan di kisaran

wilayah 25° LU sampai 25° LS. Nanas memiliki banyak varietas yang berbeda

dalam ukuran tanaman dan buah, warna dan rasa daging buah, serta pola duri pada

tepi daunnya (CABI 2005).

Dalam prakteknya, budi daya nanas memiliki beberapa kendala yang salah

satunya adalah serangan hama dan penyakit. Dysmicoccus brevipes merupakan

hama tanaman nanas yang paling serius di dunia. Serangga ini sangat umum di

daerah tropis dan berperan dalam menyebabkan gejala layu nanas pada varietas

Smooth Cayenne dan Masmerah, namun varietas Singapore Spanish menunjukkan

sifat tahan terhadap hama ini (CABI 2005). Selain kerusakan akibat aktivitas

makan, serangga ini juga diketahui berperan sebagai vektor PMWaV yang dapat

menyebabkan penyakit layu pada tanaman nanas (Sether et al. 1998). Tanaman

terinfeksi menjadi merah kekuningan hingga merah terang pada ujung daun yang

segera menjalar ke daun lainnya, tanaman menjadi layu, dan buah yang dihasilkan

kecil. Meskipun demikian, timbulnya gejala penyakit merupakan fenomena

kompleks yang melibatkan adanya partikel virus, D. brevipes, dan faktor

lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit (Sether et al. 1998). Penyakit ini

kemudian dikenal dengan nama penyakit layu nanas.

Gejala Penyakit Layu Nanas

Infeksi awal biasanya muncul pada tanaman-tanaman nanas yang berada di

pinggir lahan kemudian menyebar ke tanaman-tanaman di bagian dalam lahan.

Penyakit ini dicirikan dengan adanya gejala mati ujung daun dan kemerahan di

sepanjang daun, diikuti dengan terjadinya perkembangan perubahan warna daun

dari merah ke merah muda, kehilangan kebugaran daun, dan pada akhirnya daun

(27)

Gambar 1 Gejala PMWaV pada tanaman nanas. A. Gejala layu nanas diambil dari CABI (2005). B. Gejala layu nanas di Kabupaten Subang, Jawa Barat; atas: tanaman nanas sehat, bawah: tanaman nanas sakit.

Tanaman yang terinfeksi pada fase awal pertumbuhan tidak membentuk

buah, atau hanya menghasilkan buah yang kecil. Beberapa tanaman, bahkan yang

terlihat sangat layu, dapat pulih selama daun yang bergejala layu pada ujungnya

telah gugur dan daun yang tumbuh baru tumbuh secara normal. Penyakit ini juga

menghambat pertumbuhan akar dan menyebabkan tanaman menjadi layu

(Samson, 1986).

Kisaran Inang dan Penularan PMWaV

Nanas merupakan satu-satunya tanaman yang diketahui sebagai inang

PMWaV. Meskipun demikian, rumput liar yang tumbuh disekitar tanaman nanas

seperti Andropogon insularis dan Paspalum urvillei diduga dapat menjadi inang

alternatif dari PMWaV (Gunasinghe 1989). Penyakit layu nanas dilaporkan dapat

ditularkan melalui perbanyakan vegetatif tanaman nanas dan melalui vektornya

yaitu D. brevipes. Rohrbach et al. (1988) melaporkan bahwa D. brevipes

merupakan hama kosmopolitan pada tanaman nanas dan merupakan vektor bagi

virus penyebab penyakit layu nanas. Selain itu, D. brevipes bersifat polifagus

dengan kisaran inang lebih dari 100 genus dari 53 famili tanaman, termasuk

beberapa gulma yang tumbuh di sekitar tanaman nanas seperti A. insularis dan P.

(28)

Meskipun demikian, hasil berbeda dilaporkan oleh Sether et al. (1998) yang

mendapatkan bahwa tidak ditemukan adanya infeksi PMWaV pada sampel

tanaman yang dikumpulkan dari lapang, yaitu gulma, tumbuhan semak, dan

pohon yang tumbuh disekitar lahan nanas. Sether et al. (1998) juga melaporkan

tidak ada infeksi PMWaV pada Agave, pisang, ketela pohon, Chenopodium,

tembakau, dan rumput-rumputan, dimana tanaman nanasnya sendiri menjadi

terinfeksi setelah diinokulasi dengan D. brevipes yang viruliferous, meskipun

beberapa dari tanaman non-nanas ini dapat dijadikan inang oleh D. brevipes.

Penyakit layu nanas dapat ditularkan oleh dua spesies kutu putih yang

menjadi vektor PMWaV, yaitu D. brevipes (pink mealybug), dan D. neobrevipes

(grey mealybug). Kedua serangga ini mampu menularkan PMWaV secara semi

persisten, meskipun kemampuan menularkannya akan berkurang setelah beberapa

hari setelah akuisisi. Sether et al. (1998) melaporkan adanya korelasi antara

kehadiran semut dengan tingkat penyebaran penyebaran penyakit layu nanas di

lapang. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Lim (1985) yang melaporkan bahwa

populasi D. brevipes biasanya berasosiasi dengan semut. Semut akan melindungi

dan memelihara D. brevipes dari predasi dan memanen embun madu yang

dihasilkan oleh D. brevipes.

Distribusi Geografi PMWaV

Berikut adalah laporan mengenai keberadaan PMWaV yang berhasil

dideteksi penyebarannya di dunia (Tabel 1). Carter (1933) dalam laporannya

menyebutkan keberadaan vektor penyakit layu nanas yaitu D. brevipes di

Indonesia (pulau Jawa) yang telah menyebar luas. Setelah itu, hingga saat ini

belum ada laporan detail yang menyebutkan tentang penyebaran penyakit layu

nanas di Indonesia. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan di lapang,

gejala penyakit layu nanas ditemukan di beberapa daerah sentra produksi nanas di

Indonesia seperti di Kabupaten Subang Jawa Barat, Lampung, Jawa Timur, dan

Sumatera Utara (Arta 2006, Komunikasi pribadi). Diduga penyakit layu nanas

telah menyebar luas di beberapa wilayah di Indonesia, mengingat bibit yang

(29)

sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Di dunia, penyakit layu nanas telah banyak

dilaporkan di berbagai negara sentra produksi nanas (Tabel 1).

Tabel 1 Distribusi geografik PMWaV di dunia*

Benua Negara Propinsi Keterangan

Eropa Spanyol Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

Asia Cina Taiwan Tersebar luas

India Uttar Pradesh Dilaporkan ada, tanpa keterangan detail

Indonesia Jawa Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

Malaysia Semenanjung

Malaysia

Tersebar luas

Sabah Tersebar luas

Sarawak Tersebar luas

Filipina Tersebar luas

Afrika Mauritius Tersebar luas

Afrika Selatan Tersebar luas

Western Hemisphere

Brazil Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

Guatemala Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

Jamaika Tersebar luas

Peru Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

Puerto Rico Tersebar luas

USA Florida Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

Hawaii Tersebar luas

Oseania Australia Queensland Dilaporkan ada, tanpa

keterangan detail

* sumber: CABI (2005)

Ciri-ciri PMWaV

Kepadatan partikel PMWaV dalam caesium sulphate adalah 1,5 g/cm3.

(30)

tunggalnya (single stranded RNA/ssRNA) bersifat linear dalam satu bagian

(monopartit). Ukuran RNA utas gandanya (double stranded RNA/dsRNA) adalah

8,35 x 106 Da (Gunasinghe & German 1989).

Pada tahun 1986, dsRNA berhasil diisolasi dari tanaman nanas terinfeksi di

Hawaii (Gunasinghe & German 1989) dan menyimpulkan bahwa virus dengan

RNA utas tunggal berasosiasi dengan penyakit layu nanas. Pada tahun 1987, suatu

virus berhasil diisolasi dari tanaman terinfeksi. Virus ini berbentuk batang lentur,

tidak beramplop, dan memiliki panjang 1200-1500 nm. Partikel virus, ketika

diwarnai dengan uranyl formate jenuh dalam methanol, menunjukkan suatu

struktur lubang pada sub unit selubung protein yang merupakan karakteristik

[image:30.595.196.439.353.517.2]

closterovirus (Gunasinghe & German 1989) (Gambar 2).

Gambar 2 Partikel PMWaV dibawah Mikroskop Elektron (CABI 2005).

Metode Deteksi PMWaV

Cara terbaik untuk mendeteksi PMWaV adalah dengan mengisolasi

dsRNA yang diikuti dengan seperasi RNA pada gel elektroforesis (Gunasinghe &

German 1989). Metode serologi seperti Enzyme Linked Immunosorbent Assay

(ELISA) atau Serological Specific Electron Microscopy (SSEM) dapat digunakan

jika tersedia antiserum (Gunasinghe dan German 1989), tetapi hasil deteksi

serologi yang lebih baik didapatkan dengan menggunakan metode Tissue Blot

(31)

menggunakan presipitasi polyethyleneglycol (PEG) yang diikuti dengan cesium

sulphate gradient centrifugation menggunakan metode yang digunakan oleh

Gunasinghe dan German (1989). Ullman et al. (1989) berhasil menghasilkan

antiserum terhadap partikel mirip Closterovirus yang berasosiasi dengan penyakit

layu nanas. Hasil positif didapatkan dari tanaman yang terinfeksi virus

menggunnakan deteksi secara serologi dengan uji difusi ganda Ouchterloney,

ELISA, dan Serological Specific Electron Microscopy (SSEM).

Metode pendeteksian secara molekuler dengan reverse transcriptase

polymerase chain reaction (RT-PCR) juga dapat digunakan untuk mendeteksi

PMWaV dari tanaman nanas yang terinfeksi. Amplikon genom HSP 70 dari

PMWaV-1 dan PMWaV-2 berhasil dideteksi dari tanaman nanas yang terinfeksi

oleh PMWaV menggunakan primer yang spesifik terhadap PMWaV-1 dan

(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen

Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan

Agustus 2005 sampai April 2006.

Metode Penelitian Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah sampel daun nanas cv. Smooth

Cayenne yang berasal dari pertanaman nanas di Kabupaten Subang Jawa Barat.

Sampel daun nanas di ambil dari lahan perkebunan nanas secara acak terhadap

tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu nanas, serta sampel tanaman nanas

sehat. Beberapa tumbuhan selain nanas yang tumbuh di sekitar areal penanaman

nanas juga diambil untuk dianalisis.

Tissue Blot Immunoassay (TBIA)

Deteksi PMWaV secara serologi pada tanaman nanas dilakukan dengan

menggunakan metode TBIA seperti yang dilaporkan oleh Hu et al. (1997). Daun

dari tanaman nanas yang menunjukkan gejala maupun yang tidak bergejala layu,

digunakan sebagai sampel yang akan dideteksi. Sampel daun dipotong melintang

pada bagian dasar daun yang masih putih untuk membuat tepi potongan yang rata.

Potongan ini kemudian ditempelkan pada 0,45 µm Nitro ME nitrocelulose

membrane (Amersham Pharmacia Biotech, USA) selama 3-5 detik. Pola jaringan

pembuluh daun akan menempel dan tertinggal pada membran. Membran

kemudian disimpan kering diantara lipatan kertas saring pada suhu ruang sampai

siap dianalisis.

Membran yang telah diblot ditempatkan dalam wadah plastik dan

diblocking dengan 2% (wt/vol) susu skim yang dilarutkan dalam larutan

penyangga tris buffer saline (TBS) (50 mM Tris-HCl, 50 mM NaCl, pH 7,5)

(33)

wadah plastik yang baru atau kantung plastik segel dengan antibodi monoklonal

PMWaV (Agdia Inc., USA) dengan pengenceran 1:10 dalam TBS pada suhu

ruang selama 1-2 jam, atau pada suhu 4°C selama 1 malam. Membran kemudian

dicuci dengan TBST (TBS + 0,5% Tween 20) selama 10 menit sebanyak 3 kali

pada suhu ruang. Setelah pencucian, membran kemudian diinkubasikan dengan

konjugat alkaline phosphatase (Sigma Chemical Co. St. Louise, USA) pada

pengenceran 1:1000 dalam TBS selama 2-3 jam pada suhu ruang. Membran

kemudian dicuci sebagaimana di atas, dan diwarnai dengan substrat

5-bromo-4-chloro-3-Indolyl Phosphate/Nitro Blue Tetrazolium (BCIP/NBT) (Sigma

Chemical Co., USA) menggunakan satu tablet BCIP/NBT yang dilarutkan dalam

10 ml larutan penyangga Alkaline Phosphate (AP). Pewarnaan dilakukan pada

suhu ruang hingga terjadi perubahan warna pada membran. Reaksi pewarnaan

dihentikan dengan mencuci membran dengan air mengalir dan dikeringanginkan.

Reverse Trancriptase - Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Total RNA diekstrak dari 100 mg jaringan daun tanaman nanas

menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA., USA).

Sampel RNA yang telah dimurnikan diresuspensikan dengan 40 µl air bebas

RNase, kemudian disimpan pada suhu -80°C sampai akan digunakan. Amplifikasi

sebagian genom PMWaV-1 dan PMWaV-2 dilakukan menggunakan sepasang

primer 223 dan 224 untuk PMWaV-2 dan 225 dan 226 untuk PMWaV-1 (Tabel

[image:33.595.114.511.617.696.2]

2).

Tabel 2 Sekuen primer, ukuran produk, dan posisi nukleotida pada gen PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Sether et al. 200PMWaV-1)

PMWaV Primer Sekuen Ukuran

produk

Nukleotidax

1 225y 5’-ACAGGAAGGACAACACTCAC-3’ 589 118 1 226z 5’-CGCACAAACTTCAAGCAATC-3’ ... 707 2 224y 5’-CATACGAACTAGACTCATACG-3’ 609 226 2 223z 5’-TCATTGCACTCACTTATCGTTG-3’ ... 835

x

Lokasi primer (posisi nukleotida dari awal) gen homolog HSP70 PMWaV y

Forward primer z

(34)

Reaksi RT dilakukan pada volume 20 µl terdiri dari 3 µl RNA hasil

ekstraksi, 0,75 pmol primer, 500 mM dNTPs, 5 mM MgCl2, 4 µl bufer RT (250

mM Tris-HCl, pH 8,3, 375 mM KC, 15 mM MgCl2, 50 mM DTT), 20 unit

RNAsin Ribonuclease inhibitor (Promega, Madison, WI, USA), dan 65 unit

MMLV reverse transcriptase (Promega, Madison, WI, USA). Reaksi RT

dilakukan pada kondisi 25 °C selama 5 menit, 42 °C selama 60 menit, diikuti

dengan inaktivasi pada 72 °C selama 15 menit.

Reaksi PCR dilakukan pada volume 50 µl terdiri dari 0,75 pmol forward

primer (224 untuk PMWaV-2 dan 226 untuk PMWaV-1) dan reverse primer (223

untuk PMWaV-2 dan 225 untuk PMWaV-1) (Tabel 2), 3 µl bufer reaksi (500 mM

KCl, 100 mM Tris-HCl [pH 9,0 pada 25°C], 1,0% [vol/vol] triton X-100), dan 0,5

µl taq DNA polimerase (Promega, Madison, USA). Kondisi PCR awalnya adalah

denaturasi pada suhu 94°C selama 4 menit, kemudian dilanjutkan dengan 45

siklus pada 94 °C selama 1 menit, 50 °C selama 1 menit, dan 72 °C selama 1

menit, dan diikuti dengan perpanjangan pada 72 °C selama 10 menit pada mesin

PCR (Perkin Elmer 9700 thermocycler).

Separasi DNA produk RT-PCR dilakukan pada gel agarose 1% dalam

larutan penyangga TBE (54 gr Tris base, 27,5 gr Asam Borat, 20 ml EDTA 0,5 M,

pH 8,0 dalam 1000 ml air) pada kondisi 70 V selama 2 jam. Amplicon

divisualisasi dengan 2 µg/ml ethidium bromida dalam larutan penyangga TBE

untuk elektroforesis. Setelah pewarnaan, gel kemudian difoto di atas cahaya ultra

violet (310 nm) menggunakan kamera polaroid Direct Screen DS34 dan film

polaroid FP-3000B SS.

Purifikasi Virus

Seratus gram jaringan tanaman sakit dibekukan dengan nitrogen cair,

ditumbuk hingga halus dengan mortar, dan dicairkan dengan bufer ekstraksi EB

(500 mM Tris-Cl, pH 8,4, 4% Triton-X 100, 0,2% 2-mercaptoethanol) sebanyak 2

ml/g jaringan. Hasil gerusan dihomogenisasi menggunakan pengaduk selama satu

jam pada suhu 4°C dan disaring menggunakan kain kasa, dan hasil saringan

(35)

Supernatan yang didapatkan kemudian disentrifugasi pada 44.500 rpm selama 60

menit pada rotor P70AT, dan peletnya dilarutkan dalam bufer TM (100 mM

Tris-Cl, pH 8,5, dan 10 mM MgCl2) menggunakan 1/8 volume bufer ekstraksi.

Suspensi ini diklarifikasi dengan sentrifugasi pada 7.500 rpm selama 15 menit

pada rotor P70AT, dan supernatan yang didapatkan dilapiskan diatas 5 ml 0,48

molal Cs2SO4 dalam bufer TM dan disentrifugasi pada 46.000 rpm selama 16 jam

dalam rotor P80AT pada suhu 8°C. Pelet yang dihasilkan dilarutkan dalam 200 µl

bufer TM (Gunasinghe & German 1989).

Sodium Dodecyl Sulphate – Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) dan Western Blotting

Berat molekul protein selubung PMWaV dianalisis dengan menggunakan

metode SDS-PAGE. Analisis dilakukan terhadap fraksi-fraksi hasil pemurnian

virus, tanaman terinfeksi virus gemini, dan tanaman terinfeksi TMV sebagai

pembanding. Fraksi hasil pemurnian virus dihomogenisasi dengan 200 µl larutan

penyangga (62 mM Tris-HCl, pH 6,7, 2% SDS, 5% 2-mercaphtoethanol, 10%

glycerol, dan 0.004% bromophenolblue), kemudian dipanaskan sampai mendidih

(100 °C) selama 10 menit, dan disentrifugasi 13.000 rpm (rotor Tomy MRX-151)

selama 10 menit. Supernatan dapat langsung digunakan atau disimpan pada suhu

-20 °C.

Analisis SDS-PAGE membutuhkan dua jenis gel yang berbeda yaitu

separating gel (gel pemisah) dan stacking gel.Gel pemisah dibuat dengan cara

mencampur acrylamide 10% (1,8 ml) dengan bis-acrylamide 0,25% (1,5 ml),

Tris-HCl 0,375 M pH 8,8 (2,5 ml), SDS 0,1% (0,005 ml), TEMED 0,025% (0,006

ml), APS (amonium persulphate) 0,025% (0,17 ml), dan 4 ml air. Setelah

bahan-bahan tercampur rata kemudian dimasukkan ke dalam pelat gelas ukuran 10 x 7,2

cm yang telah dipasang pada gel stand. Permukaan atas gel diratakan dengan

menambah air di atas lapisan gel sekaligus untuk mempercepat pembekuan gel.

Air dapat dibuang setelah terlihat batas tegas antara air dan gel yang membeku.

Stacking gel dibuat dengan cara mencampur acrylamide 3% (0,06 ml) dengan

(36)

ml), TEMED 0,025% (0,006 ml), APS 0,025% (0,1 ml), dan 6,3 ml air.

Campuran tersebut selanjutnya dituang di atas gel pemisah, kemudian dipasang

sisir (comb), dan setelah gel membeku comb dapat dicabut dan gel siap

digunakan.

Sampel selubung protein virus yang berasal dari pemurnian virus,

didenaturasikan dengan cara memanaskan protein selubung virus pada suhu 100

°C selama 10 menit di dalam water bath. Setelah itu, sebanyak 15 µl

masing-masing sampel protein dimasukkan ke dalam lubang gel poliakrilamid 10% yang

dibuat sebagaimana disebutkan di atas, dalam penyangga 10 ml Tris-HCl pH 8,3

yang mengandung 3.2 ml glisin 0,2 M dan 2 ml SDS 10%. Elektroforesis

dilakukan pada suhu ruang (24 °C) pada 80 volt selama 120-180 menit. Selubung

protein PMWaV dibandingkan dengan berat molekul penanda seperti

phosphorilase b (97 kDa), albumin (66 kDa), ovalbumin (45 kDa), carbonic anhydrase (30 kDa), trypsin inhibitor (20,1 kDa), α-lactabumin (14,4 kDa), yang

terdapat dalam satu ladder (Amersham Bioscience, UK).

Setelah dielektroforesis, protein divisualisasi dengan pewarnaan

Coomassie Blue (Bio-Rad Laboratories, USA). Gel direndam dalam asam asetat

glasial 12,5% selama 5 menit kemudian direndam dalam larutan Coomassie blue

0,25% dan diinkubasi selama 12 jam di atas shaker. Gel dicuci menggunakan

larutan penghilang warna yang terdiri atas metanol 50% dan larutan asam asetat

10% sebanyak 3 x 10 menit.

Analisis protein dengan Western Blotting dilakukan untuk mengkonfirmasi

keberadaan protein selubung PMWaV dengan menggunakan metode He et al.

(1997). Protein murni virus dielektroforesis pada 10% gel SDS-PAGE, kemudian

ditransfer ke 0,45 µm Nitro ME nitrocelulose membrane (Amersham Pharmacia

Biotech, USA). Membran kemudian diinkubasi dalam antibodi monoklonal

PMWaV (Agdia Inc., USA) dengan pengenceran 1:10 dalam TBS pada suhu

ruang selama 1-2 jam, atau pada suhu 4°C selama 1 malam. Membran kemudian

dicuci dengan TBST (TBS + 0,5% Tween 20) selama 10 menit sebanyak 3 kali

pada suhu ruang. Setelah pencucian, membran kemudian diinkubasi dalam

(37)

1:1000 dalam TBS selama 2-3 jam pada suhu ruang. Membran kemudian dicuci

sebagaimana di atas, dan diwarnai dengan substrat tablet BCIP/NBT yang

dilarutkan dalam 10 ml larutan penyangga AP per 1 tablet (Sigma Chemical Co.,

USA) pada suhu ruang hingga terjadi perubahan warna. Reaksi pewarnaan

dihentikan dengan mencuci membran dengan air mengalir dan dikeringanginkan.

Analisis Partikel Virus

Partikel virus diamati dibawah mikroskop elektron. Virus hasil pemurnian

dengan gradien cesium sulfat masing-masing fraksi dipisahkan untuk diamati

dengan mikroskop elektron transmisi model JEOL 1010 yang dioperasikan pada

80 kV. Preparat disiapkan dengan mencampur satu tetes sampel dengan satu tetes

amonium persulphate (PTA), kemudian grid berukuran 400 mesh yang telah

dilapisi colodion dan dikarbonisasi ditempelkan pada preparat tersebut selama 1-2

menit. Diharapkan partikel virus yang ada pada preparat sampel akan menempel

pada grid. Pengamatan partikel virus dilakukan dengan pembesaran 15.000 –

30.000 kali.

Perunutan Nukleotida

Perunutan sebagian genom PMWaV dilakukan dengan merunut nukleotida

gen HSP 70 PMWaV dari hasil PCR dengan menggunakan sepasang primer 223

dan 224 untuk PMWaV-2 serta 225 dan 226 untuk PMWaV-1 (Tabel 2).

Perunutan nukleotida dilakukan di Laboratorium Research and Development

Centre PT. Charoen Pokhpand, Jakarta Indonesia dengan menggunakan mesin

sequencer ABI-Prism 3100-Avant Genetic Analyzer (ABI PRISM 3100 version

3.7). Hasil runutan kemudian dianalisis menggunakan software Wu-Blastn

(www.ebi.ac.uk) yang terdapat dalam situs The European Bioinformatic Institute

(EBI). Sekuen DNA untuk Closterovirus lainnya didapatkan dari bank gen

(www.NCBI.nml.nih.gov) dan hubungan filogenetik didapatkan melalui program

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deteksi PMWaV dengan TBIA

Deteksi PMWaV menggunakan TBIA menunjukkan hasil yang beragam

antar sampel tanaman. Dari total 126 sampel daun nanas yang diuji, 86 sampel

menunjukkan reaksi positif terinfeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2. Reaksi positif

lebih banyak didapatkan dari sampel tanaman yang bergejala dibandingkan

dengan yang tidak. Dari sampel tanaman nanas yang bergejala, reaksi positif

tanaman nanas terinfeksi PMWaV-2 lebih banyak dibandingkan dengan yang

[image:38.595.115.509.375.573.2]

terinfeksi oleh PMWaV-1 (Tabel 3).

Tabel 3 Deteksi PMWaV pada jaringan daun nanas dan beberapa gulma dan tanaman pisang yang tumbuh disekitar pertanaman nanas di Kabupaten Subang

PMWaV Jenis Tanaman

Sampel

Total

Sampel 1 2 1+2 *

Bergejala layu Daun muda 21 3 20 3

Daun sedang 19 2 19 2

Daun tua 17 1 11 1

Daun Mahkota

20 3 14 3

Tidak Bergejala Daun muda 11 3 1 0

layu Daun sedang 15 4 2 1

Daun tua 13 0 0 0

Daun Mahkota

10 2 1 0

Gulma Panicum sp. 3 0 0 0

Chloris sp. 3 0 0 0

Musa sp. 3 0 0 0

*) Satu sampel daun nanas ada yang terinfeksi PMWaV-1 sekaligus PMWaV-2, sehingga jumlahnya adalah irisan dari kedua infeksi. Untuk itu, jumlah infeksi dapat melebihi jumlah total sampel yang diuji.

Hasil deteksi TBIA pada sampel tanaman yang bergejala maupun yang tidak

bergejala menunjukkan adanya variasi infeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 di

lapangan. Meskipun demikian, pada sampel yang menunjukkan gejala layu, lebih

(39)

pada sampel yang tidak menunjukkan gejala layu di lapangan, relatif lebih banyak

dideteksi keberadaan PMWaV-1 daripada PMWaV-2. Hal ini menunjukkan

bahwa tanaman yang tidak menunjukkan gejala layu tidak menjamin bahwa

tanaman tersebut bebas dari PMWaV, dan mengindikasikan bahwa PMWaV-1

dapat menyebabkan infeksi dengan gejala laten di lapangan. Hasil ini bersesuaian

dengan penelitian Sether et al. (2001) yang melaporkan bahwa tanaman nanas

yang tidak bergejala layu umumnya terinfeksi oleh PMWaV-1, dan pada nanas

yang bergejala layu umumnya terinfeksi oleh PMWaV-2 (Tabel 3).

Uji serologi TBIA juga dilakukan terhadap tumbuhan yang berada disekitar

pertanaman nanas. Dua jenis gulma berbeda yaitu Panicum sp. dan Chloris sp.,

dan beberapa tanaman pisang (Musa spp.), merupakan tumbuhan-tumbuhan yang

ditemukan berada di sekitar pertanaman nanas di kabupaten Subang. Hasil uji

serologi TBIA terhadap Panicum sp., Chloris sp., dan Musa spp. menunjukkan

hasil yang negatif terhadap adanya infeksi PMWaV. Tidak ditemukan adanya D.

brevipes pada tanaman-tanaman selain nanas ini, diduga ada kaitannya dengan

hasil negatif PMWaV menggunakan uji TBIA. D. brevipes merupakan vektor

penting bagi penyebaran PMWaV di lapang. Keberadaannya dilaporkan

berpengaruh terhadap infeksi PMWaV pada tanaman yang diinfestasinya karena

berperan dalam perkembangan gejala layu tanaman nanas. Inokulasi tanaman

Agave, pisang, Cassia, Chenopodium, tembakau, dan nanas sebagai kontrol,

dengan D. brevipes yang mengandung virus, dilaporkan bahwa hanya tanaman

nanas saja yang posistif terinfeksi PMWaV berdasarkan deteksi secara serologi

dengan TBIA (Sether et al. 2001).

Antibodi monoklonal spesifik PMWaV-1 dan PMWaV-2 yang digunakan

dalam uji TBIA menunjukkan reaksi kuat terhadap antigen PMWaV, dan tidak

terdapat reaksi silang terhadap tanaman sehat pada blot membran. Hasil

pewarnaan dengan BCIP/NBT terhadap antigen yang ditunjukkan dengan warna

ungu, terlihat jelas terletak pada jaringan pembuluh daun tanaman yang terinfeksi

(40)
[image:40.595.133.492.110.320.2]

Gambar 3 Tissue blot dari potongan daun nanas. Kiri: daun nanas sehat (1,2), *) reaksi tidak spesifik, daun nanas terinfeksi PMWaV-1 (3). Kanan: daun nanas sehat (1,2,5), daun nanas terinfeksi PMWaV-2 (3,4).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi PMWaV pada jaringan

tanaman nampaknya terlokalisir pada jaringan tertentu pada tanaman nanas yaitu

jaringan pembuluh. Hasil ini mendukung laporan sebelumnya yang dipublikasikan

oleh Hu et al. (1997) yang melaporkan bahwa antigen PMWaV terdeteksi dengan

TBIA pada daun muda dan daun berumur sedang, sebagaimana juga pada akar,

tetapi tidak pada daun tua. Dalam setiap individu daun yang diuji, virus terdapat

pada green leaf lamina, basal white tissue, dan pertengahan antara kedua jaringan

tersebut. Bagian basal white tissue daun adalah yang paling sering digunakan

untuk uji TBIA terhadap PMWaV. Bagi tanaman yang telah menghasilkan buah,

deteksi PMWaV dengan TBIA lebih baik dengan menggunakan daun dari

mahkota (Hu et al. 1997).

Pemurnian PMWaV dan Visualisasi Morfologi Partikel PMWaV Menggunakan Mikroskop Elektron

Pemurnian PMWaV menggunakan diferensial sentrifugasi yang diikuti

(41)

partikel virus yang bervariasi antar fraksi. Analisis spektrofotometri terhadap hasil

purifikasi PMWaV memberikan nilai Nilai A260/A280 dari setiap lapisan fraksi

pemurnian berkisar antara 0,872 sampai 1,132 (lampiran). Hasil ini lebih kecil

dari hasil yang didapatkan oleh CABI (2003) yang melaporkan data A260/A280

pada hasil purifikasi PMWaV sebesar 1,8 dan sebesasar 1.21 untuk Apple

Mealybug-Transmitted Little Cherry Virus yang juga merupakan anggota dari

Closterovirus (Eastwell & Bernady 2001). Rendahnya hasil nilai A260/A280 yang

didapatkan pada penelitian ini diduga karena rendahnya konsentrasi virus yang

terdapat dalam sampel tanaman dan sulitnya memurnikan virus untuk kelompok

Closterovirus karena umumnya virus ini menginfeksi jenis tanaman “keras”.

Namun demikian, dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa sentrifugasi

diferensial dengan cesium sulfat merupakan metode yang cukup baik digunakan

untuk purifikasi PMWaV dari tanaman nanas, karena hasil purifikasi dapat

terdeteksi secara serologi dan partikel dapat terlihat dibawah mikroskop elektron

(Tabel 4).

Fraksi-fraksi hasil pemurnian dengan gradien cesium sulfat kemudian

divisualisasi dengan mikroskop elektron. Berdasarkan pengamatan menggunakan

mikroskop elektron, partikel PMWaV yang teramati berbentuk batang lentur

dengan ukuran panjang yang tidak seragam. Visualisasi partikel PMWaV secara

utuh tidak didapatkan pada penelitian ini dikarenakan ukuran partikel PMWaV

yang panjang. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat anggota-anggota virus

tanaman yang tergolong dalam famili Closteroviridae termasuk PMWaV,

memiliki ukuran terpanjang diantara anggota-anggota famili dari kelompok virus

tumbuhan lainnya. Hull (2002) mengungkapkan bahwa Beet Yellows Virus (BYV)

yang merupakan salah satu anggota Closterovirus memiliki ukuran panjang

1250-2000 nm, dibandingkan dengan ukuran potato virus Y (PVY) yang tergolong

dalam famili Potyviridae yang memiliki panjang 680-900 nm.

Gunasinghe dan German (1989) berhasil mengisolasi dan memvisualisasi

partikel PMWaV dari tanaman terinfeksi. Secara morfologi, virus ini berbentuk

batang lentur, tidak beramplop, dan memiliki panjang 1200-1500 nm. Partikel

(42)

suatu struktur lubang pada sub unit selubung protein yang merupakan

karakteristik Closterovirus.

Selain kendala ukuran PMWaV yang panjang sehingga sulit untuk

divisualisasi secara utuh, morfologi partikel PMWaV yang panjang juga rentan

terhadap perlakuan fisik yang akan memudahkan partikel-partikel virus ini patah

menjadi beberapa bagian. Banyak faktor yang dapat menyebabkan partikel

Closterovirus menjadi patah, tetapi perlakuan pada saat purifikasi diduga menjadi

faktor yang menentukan untuk dapat menghasilkan partikel PMWaV yang utuh.

Tingginya kecepatan saat sentrifugasi yang mencapai 46000 rpm selama 16 jam

diduga dapat menyebabkan partikel-partikel PMWaV menjadi patah. Sulitnya

mendapatkan partikel utuh Closterovirus untuk divisualisasi dengan mikroskop

elektron, juga sulit dilakukan terhadap pengamatan partikel tomato chlorosis virus

(ToCV) yang infeksinya terbatas pada jaringan phloem sehingga sulit untuk

mengisolasi partikel virus tanpa mematahkan partikel virusnya (Wisler et al.

1998).

Deteksi partikel PMWaV menggunakan mikroskop elektron dari beberapa

fraksi hasil pemurnian virus menunjukkan hasil yang bervariasi. Dari lima fraksi

yang didapatkan dari hasil pemurnian virus, hanya tiga fraksi teratas yang

mengandung partikel virus yaitu fraksi 1, 2, dan fraksi 3, sedangkan dua fraksi

paling bawah (fraksi 4 dan 5) tidak mengandung partikel virus (Tabel 4 dan

Lampiran). Hasil positif yang didapatkan pada fraksi 1 sampai 3 dan hasil negatif

pada fraksi 4 dan 5, diduga disebabkan oleh adanya gaya perbedaan berat massa

antara partikel virus dengan lapisan cesium sulfat saat dilakukan sentrifugasi

kecepatan tinggi dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan partikel yang

memiliki berat massa lebih tinggi akan mampu menembus lapisan cesium sulfat

dan akan mengendap di lapisan bawah.

Secara umum, partikel virus berada pada fraksi ketiga, sedangkan sisa-sisa

jaringan tanaman yang masih terikut saat proses fraksinasi virus memiliki berat

massa yang lebih besar daripada partikel virus sehingga mampu menembus

cesium sulfat dan menjadi pelet pada akhir sentrifugasi. Namun dalam penelitian

(43)

bahwa pada fraksi 1 dan 2 kemungkinan merupakan “patahan” partikel PMWaV

dengan berat masa yang lebih ringan. Steere (1964) menyatakan bahwa jika

sampel larutan virus disentrifugasi dengan gradien Cs2SO4, molekul garam

berukuran berat akan bergerak ke arah dasar tabung dan kerapatan akan menjadi

stabil selama sentrifugasi. Partikel dalam larutan dengan kerapatan lebih besar

dan lebih kecil akan mengapung pada kerapatan yang sesuai dengan kondisi

[image:43.595.112.495.313.482.2]

kerapatan fraksi.

Tabel 4 Visualisasi partikel PMWaV dengan mikroskop elektron hasil dari fraksi-fraksi pemurnian virus

Lapisan A260/A280 Visualisasi Mikroskop

Elektron

I (atas) 1.132 +

II (tengah) 1.043 +

III (bawah) 0.987 +

IV (dasar) 0.937 -

V (pelet) 0.872 -

+) partikel PMWaV terlihat dengan mikroskop elektron -) partikel PMWaV tidak terlihat dengan mikroskop elektron

Analisis Protein Selubung PMWaV dengan SDS-PAGE dan Western Blotting

Protein selubung PMWaV dianalisis menggunakan metode SDS-PAGE.

Hasil analisis menunjukkan adanya sebuah protein dari sampel hasil pemurnian

virus nanas berukuran sekitar 23 kDa (Gambar 4). Hasil ini sama dengan hasil

yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Gunasinghe dan German (1989) pada

(44)

[image:44.595.196.444.122.346.2]

Gambar 4 Hasil separasi protein virus dengan SDS-PAGE. Lajur M, low mixture molecular-weight marker; 1, fraksi 1 pemurnian PMWaV; 2, fraksi 2 pemurnian PMWaV; 3, fraksi 3 pemurnian PMWaV; K, kontrol larutan penyangga.

Gunasinghe dan German (1989) melaporkan bahwa adanya sebagian

preparasi murnian virus terdapat satu protein besar dan beberapa protein yang

memiliki komponen berat molekul yang lebih rendah dalam virus murni. Analisis

elektroforesis fraksi dari hasil purifikasi dimulai dengan sampel yang tidak

terinfeksi menunjukkan sejumlah protein minor dengan berat molekul yang

beragam tetapi tanpa pita yang dominan. Pita protein yang dominan ditunjukkan

pada gambar 4 lajur 1, 2, dan 43, sedangkan lajur K merupakan kontrol larutan

penyangga sebagai pembanding. Analisis regresi log berat molekuler terhadap

mobilitas digunakan untuk mendapatkan persamaan yang dapat digunakan untuk

memperkirakan berat molekul protein selubung PMWaV yaitu sebesar 23,8 kDa.

Protein dengan ukuran sebesar ini konsisten dengan protein selubung

partikel virus dari famili Closterovirus yang berkisar antara 20-35 kDa. Eastwell

dan Bernardy (2001) melaporkan ukuran protein selubung Little cherry virus yang

juga merupakan anggota Closterovirus adalah sebesar 21,6 kDa. Ukuran protein

M 1 2 3 K

14,4 kDa 20,1 kDa

30 kDa

◄23 kDa 45 kDa

66 kDa 97 kDa

(45)

selubung sebesar 35 kDa dilaporkan oleh Ling et al. (1998) yang bekerja dengan

protein selubung Grapevine Leafroll-associated Virus -3.

Hasil separasi protein dengan SDS-PAGE kemudian dikonfirmasi dengan

menganalisis protein menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk

PMWaV-1 dan PMWaV-2 dengan metode Western Blotting. Hasil analisis menunjukkan

adanya pita tunggal pada lajur sampel fraksi pemurnian virus. Antibodi

monoklonal PMWaV-1 mampu mendeteksi protein selubung dari sampel

pemurnian virus yang mengandung PMWaV-1 (Gambar 5A). Hasil serupa juga

didapatkan pada PMWaV-2 yang dapat mendeteksi protein selubung PMWaV-2

pada analisis Western Blot (Gambar 5B). Hasil ini menunjukkan bahwa bahan

tanaman yang digunakan untuk pemurnia virus telah terinfeksi ganda oleh

[image:45.595.127.533.383.568.2]

PMWaV-1 dan PMWaV-2.

Gambar 5 Analisis Western Blotting terhadap protein selubung PMWaV. Elektroforesis protein yang telah didenaturasi dilakukan pada 10% SDS-PAGE. (A). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-1. (B). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-2. Lajur 1-5 pada gambar A dan B berturut-turut mewakili fraksi 1 sampai 5 dari hasil pemurnian virus.

1 2 3 4 5

23 kDa 23 kDa

1 2 3 4 5

(46)

Deteksi Asam Nukleat PMWaV dengan RT-PCR

Deteksi asam nukleat PMWaV dilakukan dengan RT-PCR menggunakan

primer spesifik PMWaV-1 (225 dan 226) dan PMWaV-2 (223 dan 224) dari

genom HSP 70, menghasilkan ukuran amplikon yang berbeda antara PMWaV-1

dan PMWaV-2. Produk DNA RT-PCR diseparasi pada 1,2% gel agarose TBE

menunjukkan amplikon berukuran 589 bp yang dihasilkan oleh sepasang primer

225 (forward) dan 226 (reverse) yang dapat mendeteksi keberadaan PMWaV-1,

dan Amplikon RT-PCR sebesar >609 bp dihasilkan oleh sepasang primer 223

[image:46.595.208.386.321.541.2]

(forward) dan 224 (reverse) yang mendeteksi PMWaV-2 (Gambar 6).

Gambar 6 Deteksi dan diferensiasi PMWaV-1 dan PMWaV-2 menggunakan RT-PCR. Lajur 1, 100 bp DNA ladder; lajur 2, tanaman terinfeksi PMWaV-1; lajur 3, tanaman terinfeksi PMWaV-2, lajur 4, 1 kb plus DNA ladder; lajur 5 dan 6, tanaman sehat.

Penggunaan primer spesifik PMWaV 223/224 dan 225/226 mampu

membedakan infeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Sether et al. 2001). Amplikon

berukuran 589 bp yang diproduksi oleh pasangan primer spesifik 225/226

(PMWaV-1) mampu mendeteksi infeksi tunggal PMWaV-1 dan infeksi ganda

PMWaV-1 dan PMWaV-2 secara bersamaan. Hasil yang sama juga didapatkan

pada deteksi dengan RT-PCR menggunakan pasangan primer spesifik 223/224

600 bp 500 bp

(47)

yang mampu mendeteksi infeksi PMWaV-2 baik infeksi tunggal maupun infeksi

ganda dengan PMWaV-1. Sether et al. (2001) juga mampu mendeteksi PMWaV

dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik tersebut pada organ bunga nanas.

Organ bunga yang merupakan bagian yang sulit dideteksi PMWaV bila hanya

menggunakan uji TBIA.

Analisis Runutan dan Hubungan Kekerabatan PMWaV Indonesia dengan Anggota Famili Closterovirus Lainnya

Perunutan DNA PMWaV hasil RT-PCR menggunakan sepasang primer

223 dan 224 untuk PMWaV-2 serta 225 dan 226 untuk PMWaV-1 dianalisis

menggunakan software Wu-Blastn (www.ebi.ac.uk). Hasil perunutan menunjukkan

homologi yang tinggi antara PMWaV isolat Indonesia dengan yang ada pada Gen

Bank. Runutan nukleotida PMWaV-1 Indonesia memiliki homologi sebesar 96%

dengan runutan nukleotida PMWaV-1 yang ada pada Gen Bank (accession

number AF414119). PMWaV-2 Indonesia memiliki homologi sebesar 98%

dengan runutan nukleotida PMWaV-2 yang ada pada Gene Bank (accession

number AF283103).

Melzer et al. (2001) melaporkan organisasi genom PMWaV-2 secara

keseluruhan dan mengungkapkan bahwa PMWaV-2 memiliki 10 open reading

frame (ORF) yaitu ORF 1a mengkode Helicase, 1b mengkode RNA-dependent

RNA polymerase (RdRp), ORF 2 mengkode protein p5, ORF 3 mengkode Heat

Shock Protein 70 homologue (HSP 70), ORF 4 mengkode p46, ORF 5 mengkode

protein selubung, ORF 6 mengkode duplikat protein selubung, ORF 7 mengkode

protein p20, ORF 8 mengkode protein p22, dan ORF 9 mengkode protein p6.

Runutan nukleotida PMWaV-1 Indonesia dengan PMWaV-1 Hawaii

memperlihatkan adanya 9 basa yang tidak sama (mismatch), 1 basa yang tidak ada

(delesi), dan 3 basa yang bertambah (insersi). Urutan basa yang tidak sama yaitu

T6112C, T6115C, A6149C, A6151C, A6242G, T6316C, T6374A, A6389G,

T6414C, sedangkan basa delesi yaitu A6229-, dan basa-basa insersi yaitu -6427A,

(48)

Runutan nukleotida PMWaV-2 Indonesia dengan PMWaV-2 Hawaii

memperlihatkan adanya 6 basa yang tidak sama (mismatch), dan 1 basa yang tidak

ada (delesi). Basa-basa yang tidak sama yaitu C8197A, A8378C, G8391A,

A8647G, A8772T, C8789G, sedangkan basa-basa yang tidak ada yaitu C8509-,

A8654-, dan G8855- (Gambar 7).

(A)

PMWaV1_Ina: 1 ACAGGAAGGACAACACTCACGCCATAGGTTTGGGGGCACTGTTGGAAAAAGACTTAGAGG 60 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 5958 ACAGGAAGGACAACACTCACGCCATAGGTTTGGGGGCACTGTTGGAAAAAGACTTAGAGG 6017

PMWaV1_Ina: 61 TTTATCGTGATATAAAAAGGTATTTCGGACTCAACAAGTTCAACAAAGATGTGTATCTCG 120 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6018 TTTATCGTGATATAAAAAGGTATTTCGGACTCAACAAGTTCAACAAAGATGTGTATCTCG 6077

PMWaV1_Ina: 121 ATAAATTGAAACCCACAATCGAGGTAGTGATTGATGATTGGGGTTGTCCTATAGGACCAG 180 |||||||||||||||||||||||||||||||||| || |||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6078 ATAAATTGAAACCCACAATCGAGGTAGTGATTGACGACTGGGGTTGTCCTATAGGACCAG 6137

PMWaV1_Ina: 181 TAGACGGTGCGAGAGGGAAAGCCAAATCAGTTCTCACTTTAGCCTCTGATTTTATAACGG 240 ||||||||||| | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6138 TAGACGGTGCGCGCGGGAAAGCCAAATCAGTTCTCACTTTAGCCTCTGATTTTATAACGG 6197

PMWaV1_Ina: 241 GATTGGTACAACTAGCGATCA-GATGACGAATCAACAAGTATCTGTATCTGTTTGTTCAG 299 ||||||||||||||||||||| |||||||||||||||||||||||| ||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6198 GATTGGTACAACTAGCGATCAAGATGACGAATCAACAAGTATCTGTGTCTGTTTGTTCAG 6257

PMWaV1_Ina: 300 TACCAGCAGCTTACAATTCTTATCAAAGGGGTTTTATTTTTGAAAGTTGTAAGTTGAGTT 359 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| | PMWaV1_Haw: 6258 TACCAGCAGCTTACAATTCTTATCAAAGGGGTTTTATTTTTGAAAGTTGTAAGTTGAGCT 6317

PMWaV1_Ina: 360 CTATAGATGTGCAGGCGGTAGTAAACGAACCGACCGCAGCTGGATTGAGTGCTTTCTTAA 419 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||| PMWaV1_Haw: 6318 CTATAGATGTGCAGGCGGTAGTAAACGAACCGACCGCAGCTGGATTGAGTGCTTTCATAA 6377

PMWaV1_Ina: 420 CTACCCCGAAAACTTCTGTGAATTATTTGTTAGTCTATGATTTCGGAGGAAGGCACTTTT 479 ||||||||||| ||||||||||||||||||||||||| |||||||||||| ||||||||| PMWaV1_Haw: 6378 CTACCCCGAAAGCTTCTGTGAATTATTTGTTAGTCTACGATTTCGGAGGA-GGCACTTTT 6436

PMWaV1_Ina: 480 GATAGTTCCTTACTCGTGGTTGGGGGTGCGTTACGTGGGGAGTACTGGATTCGATGGGAG 539 ||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||| |||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6437 GATAGTTCCTTACTCGTGGTTGGGGGTGCGT-ACGTGGG-AGTACTGGATTCGATGGGAG 6494

PMWaV1_Ina: 540 ATAACTATCTGGGAGGCAGGGACGTAGATAACAGATTGCTTGAAGTTTGTGCG 592 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6495 ATAACTATCTGGGAGGCAGGGACGTAGATAACAGATTGCTTGAAGTTTGTGCG 6547

(B)

PMWaV2_Ina 1 CATACGAACTAGACTCATACGTGCTAAAATTAAAACCAGTGCGCAGAGTG 50 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||||

PMWaV2_Haw 8155 CATACGAACTAGACTCATACGTGCTAAAATTAAAACCAGTGCACAGAGTG 8204

PMWaV2_Ina 51 GAAGTGTTCAAGGACGGGTCGGTAATGCTAGGGGGTATTGGTGAAGGCCC 100 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

(49)

PMWaV2_Ina 101 TGATAGGACGGTCTCTGTAACGGATATCATATCCCTTGTTTCTAAAGGAC 150 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||||| ||

PMWaV2_Haw 8255 TGATAGGACGGTCTCTGTAACGGATATCATATCCCTTTTTTCTAAAGCAC 8304

PMWaV2_Ina 151 TTATAAAGGAAGCGGAACAGTCTACTGGACTACGCGTAACGGGTGCGGTG 200 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8305 TTATAAAGGAAGCGGAACAGTCTACTGGACTACGCGTAACGGGTGCGGTG 8354

PMWaV2_Ina 201 GTAACGGTACCAGCCGACTACAAATCTTTTAAACGTGGTTTTATAACTAA 250 ||||||||||||||||||||||| |||||||||||| |||||||||||||

PMWaV2_Haw 8355 GTAACGGTACCAGCCGACTACAACTCTTTTAAACGTAGTTTTATAACTAA 8404

PMWaV2_Ina 251 CTGCATGAAAGACTTGGGTATTCCAGTAAGGGCTATAGTAAATGAACCGA 300 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8405 CTGCATGAAAGACTTGGGTATTCCAGTAAGGGCTATAGTAAATGAACCGA 8454

PMWaV2_Ina 301 CCCCGGCAGCGTTATATTCTTTATCTATATTACAAGAAAAGGATTTATTT 350 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8455 CCCCGGCAGCGTTATATTCTTTATCTATATTACAAGAAAAGGATTTATTT 8504

PMWaV2_Ina 351 CTGT-GGCTTTTGACTTTGGTGGAGGGACGTTTGATGTGTCTTTTGTTAG 400 |||| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8505 CTGTCGGCTTTTGACTTTGGTGGAGGGACGTTTGATGTGTCTTTTGTTAG 8554

PMWaV2_Ina 401 AAAACTCGG-GATGTGGTATGCGTACTGCTTAGCGTTGGCGATAACTTTT 449 ||||||||| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8555 AAAACTCGGAGATGTGGTATGCGTACTGCTTAGCGTTGGCGATAACTTTT 8604

PMWaV2_Ina 450 TAGGGGCAAGGGATATCGACAGGGCGGTAGCAGCTGAGGTGAAAGCAAGA 499 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||

PMWaV2_Haw 8605 TAGGGGCAAGGGATATCGACAGGGCGGTAGCAGCTGAGGTGAAGGCAAGA 8654

PMWaV2_Ina 500 GTGGGCGAATCTATCGATACAGCTACATTGTCATTATTTGCAGCGTCTAT 549 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8655 GTGGGCGAATCTATCGATACAGCTACATTGTCATTATTTGCAGCGTCTAT 8704

PMWaV2_Ina 550 TAAAGAGGAGGTAACTAATGAGCCGAGGGCAAAGACGCACGTAGTAAAAT 599 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8705 TAAAGAGGAGGTAACTAATGAGCCGAGGGCAAAGACGCACGTAGTAAAAT 8754

PMWaV2_Ina 600 TGGTGGATGGCGTGAAACATATAACTTTCACGTCTCAAGACTTAAATGAT 649 |||||||||||||||||| |||||||||||||||| ||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8755 TGGTGGATGGCGTGAAACTTATAACTTTCACGTCTGAAGACTTAAATGAT 8804

PMWaV2_Ina 650 ATAGTTCGTCCGTTTGCCGCTAGGGCGCTACACATATATGAGCAGGCGGC 699 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

PMWaV2_Haw 8805 ATAGTTCGTCCGTTTGCCGCTAGGGCGCTACACATATATGAGCAGGCGGC 8854

PMWaV2_Ina 700 -CAACGATACCATCCTGAAACGT 722 ||||||||||||||||||||||

[image:49.595.115.504.113.642.2]

PMWAV2_Haw 8855 GCAACGATACCATCCTGAAACGT 8877

Gambar 7 Alignment antara genom HSP 70 PMWaV Indonesia dengan genom PMWaV yang terdapat pada Gen Bank (www.ncbi.nlm.nih.gov). (A)

(50)

Hasil alignment antara isolat PMWaV Indonesia dengan isolat PMWaV

Hawaii yang menunju

Gambar

Gambar 1  Gejala PMWaV pada tanaman nanas. A. Gejala layu nanas diambil dari CABI (2005)
Tabel 1  Distribusi geografik PMWaV di dunia*
Gambar 2  Partikel PMWaV dibawah Mikroskop Elektron (CABI 2005).
Tabel 2  Sekuen primer, ukuran produk, dan posisi nukleotida pada gen PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Sether et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan jumlah sampel tanaman wortel bergejala daun merah yang terinfeksi PeVYV, diduga bahwa virus ini lebih awal masuk dan menyebar di daerah Cikajang

Hasil identifikasi molekuler virus penyebab daun keriting pada tanaman melon dalam penelitian ini menunjukkan bahwa virus tersebut berkerabat dekat dengan PYLCIDV (AB267834)

Hasil ini menunjuk- kan bahwa virus penyebab penyakit kuning ungu pada tanaman tomat asal Magelang merupakan spesies yang sama dengan isolat dari luar negeri yaitu

Identifikasi Tomato infectious chlorosis virus penyebab penyakit klorosis pada tanaman tomat di Cipanas Jawa Barat melalui perunutan nukleotida gen protein selubung utama..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jamur penyebab penyakit layu pada tanaman kentang dan mengisolasi antagonisnya dari daerah rhizosphere tanaman tersebut yang dibudidayakan

Penyakit belang pada tanaman lada pada awalnya diduga disebabkan oleh mikoplasma, namun hasil penelitian di beberapa negara menunjukka n bahwa penyakit ini disebabkan oleh dua