DETEKSI DAN IDENTIFIKASI
Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus
PENYEBAB
PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA
RENO TRYONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple mealybug wilt-associated virus PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2006
ABSTRAK
RENO TRYONO. Deteksi dan Identifikasi Pineapple mealybug wilt-associated virus Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Nanas di Indonesia. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan SOBIR.
Penyakit layu nanas merupakan penyakit penting yang banyak dilaporkan di banyak negara produsen nanas. Penyakit ini melibatkan adanya partikel virus Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2, keberadaan vektor (Dysmicoccus brevipes), dan keadaan lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit. Meskipun demikian, di Indonesia, penyakit ini relatif baru muncul beberapa tahun terakhir dan belum pernah ada laporan penelitian mengenai virus yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi PMWaV yang berasosiasi dengan penyakit layu pada tanaman nanas di Indonesia. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan laporan pertama mengenai keberadaan PMWaV yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas di Indonesia.
Hasil deteksi secara serologi dengan metode Tissue blot immunoassays (TBIA) menggunakan dua antibodi monoklonal spesifik terhadap PMWaV-1 maupun 2 (Agdia Inc., USA) berhasil mendeteksi keberadaan PMWaV-1 dan PMWaV-2 pada jaringan daun tanaman nanas yang menunjukkan maupun dari yang tidak menunjukkan gejala layu. Pendeteksian secara molekuler dengan metode reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan dua primer yang spesifik terhadap PMWaV-1 dan PMWaV-2 berhasil mengamplifikasi gen Heat Shock Protein 70 (HSP 70) pada kedua virus. Penemuan ini mengindikasikan bahwa PMWaV-1 dan PMWaV-2 berasosiasi dengan penyakit layu nanas yang terjadi di Indonesia. Analisis protein menggunakan sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan adanya sebuah struktural protein besar dengan perkiraan ukuran sebesar 23 kDa. Keberadaan partikel virus berbentuk batang lentur juga teramati pada preparasi mikroskop elektron yang berasal dari tanaman nanas yang terinfeksi virus. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron ini sesuai dengan ciri-ciri virus dari anggota Closterovirus. Analisis parsial genom HSP 70 virus layu nanas isolat Indonesia menunjukkan kisaran homologi sebesar 96 hingga 98% dengan PMWaV-1 dan PMWaV-2. Selain itu, analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat PMWaV Indonesia dan Hawaii merupakan anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu putih, dan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan Grapevine leafroll-associated virus-3(GLRaV-3).
ABSTRACT
RENO TRYONO. Detection and Identification of Pineapple mealybug wilt-associated virus Causing Wilt Disease on Pineapple in Indonesia. Under supervised of GEDE SUASTIKA and SOBIR.
Field surveys on pineapple wilt disease were conducted on pineapple production areas in Subang, West Java, Indonesia. The disease was characterized by severe tip dieback, downward curling, reddening, and wilting of the leaves which can lead to total collapse of the plant.
The objective of the research is to identify the viruses causing wilt disease on pineapple in Indonesia. Tissue blot immunoassays (TBIAs) using two different antibodies specific to either Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) or PMWaV-2 (Agdia Inc., USA) successfully detected the viruses in leaf tissues from both symptomatic and asymptomatic pineapple plants. A reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) assays using oligonucleotide primers specific to HSP 70 gene of PMWaV-1 and PMWaV-2 were also successfully amplified the regions succesfully. These finding indicated that both closteroviruses were associated with wilt disease on pineapple plants in Indonesia. Protein analysis by using sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) revealed that the viruses have a major structural protein with molecular mass of approximately kDa. Flexuous filamentous particles were also observed in electron microscopy preparations from infected plants. These results were in agreement with characteritics of the closteroviruses. Aligments of partial nucleotide sequences of the viral genomes exhibited 96 to 98% homology with that of PMWaV-1 and PMWaV-2 Hawaiian isolates as previously reported by Sether et al. (2001), respectively. Phylogenetic analysis revealed that Indonesian and Hawaiian virus isolates were belong to mealybug-transmitted closterovirus and closely related to Grapevine leafroll-associated virus-3(GLRaV-3).
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI
Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus
PENYEBAB
PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA
RENO TRYONO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi-Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Deteksi dan Identifikasi Pineapple Mealybug Wilt- associated Virus Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Nanas di Indonesia
Nama : Reno Tryono NIM : A451040071
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. Dr. Ir. Sobir, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi – Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2005 hingga April 2006 ini adalah deteksi virus tanaman, dengan judul “Deteksi dan Identifikasi pineapple mealybug wilt-associated virus pada Tanaman Nanas di Indonesia”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Sobir, M.Si., selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, dan masukannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Terima kasih juga kepada Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB yang telah mengalokasikan anggaran dana untuk penelitian ini sebagai bentuk kerjasama penelitian. Terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tulisan dalam tesis ini. Terima kasih juga kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi IPB atas kesediaan menerima penulis untuk studi di Sekolah Pascasarjana IPB, dan kepada Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Faperta IPB atas izin penggunaan bahan dan peralatan laboratorium yang digunakan selama penelitian.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ayah, Ibu, kakak, adik-adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Entomologi-Fitopatologi, rekan-rekan mahasiswa di Laboratorium Virologi Tumbuhan Faperta IPB, dan saudari Tuti Legiastuti, S.Si yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. Rasa terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada Anna Safarrida, S.Si atas dukungan moril yang selalu menjadi motivasi penulis.
Semoga penelitian ini bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1982 dari ayah Kaselan dan ibu Titin Sukmawati sebagai putra ketiga dari lima bersaudara.
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Distribusi geografik PMWaV di dunia ... 7
2 Sekuen primer, ukuran produk, dan posisi nukleotida pada gen PMWaV-1 dan PMWaV-2 ... 11
3 Deteksi PMWaVpada Jaringan daun nanas dan beberapa gulma serta tanaman pisang yang tumbuh di sekitar pertanaman nanas di Kabupaten Subang ... 16
4 Visualisasi partikel PMWaV dengan mikroskop elektron hasil dari
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Gejala PMWaV pada tanaman nanas. A. Gejala layu nanas diambil
dari CABI (2005). B. Gejala layu nanas di Kabupaten Subang, Jawa Barat; atas: tanaman nanas sehat, bawah: tanaman nanas sakit ... 5
2 Partikel PMWaV pada mikroskop elektron ... 8
3 Tissue blot dari potongan daun nanas. Kiri: daun nanas sehat (1,2), *) reaksi tidak spesifik, daun nanas terinfeksi PMWaV-1 (3). Kanan: daun nanas sehat (1,2,5), daun nanas terinfeksi PMWaV-2 (3,4) ... 18
4 Hasil separasi protein virus dengan SDS-PAGE. Lajur M, low mixture molecular-weight marker; 1, fraksi 1 pemurnian PMWaV; 2, fraksi 2 pemurnian PMWaV; 3, fraksi 3 pemurnian PMWaV; K, kontrol larutan penyangga ... 22
5 Analisis Western Blot terhadap protein selubung PMWaV. Elektroforesis protein yang telah didenaturasi dilakukan pada 10% SDS-PAGE. (A). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-1. (B). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-2. Lajur 1-5 pada gambar A dan B berturut-turut mewakili
fraksi 1 sampai 5 dari hasil pemurnian virus ... 23
6 Deteksi dan diferensiasi PMWaV-1 dan PMWaV-2 menggunakan RT-PCR. Lajur 1, 100 bp DNA ladder; lajur 2, tanaman terinfeksi PMWaV-1; lajur 3, tanaman terinfeksi PMWaV-2, lajur 4, 1 kb plus DNA ladder; lajur 5 dan 6, tanaman sehat ... 24
7 Alignment antara genom HSP 70 PMWaV Indonesia dengan genom PMWaV yang terdapat pada Gen Bank (www.ncbi.nlm.nih.gov). (A) PMWaV-1, (B) PMWaV-2. ( | ) basa antara kedua sekuen sama, ( )
basa antara kedua sekuen tidak sama, ( - ) delesi/tidak ada basa ... 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil nanas di Asia Tenggara. Produksi nanas Indonesia pada tahun 2002 tercatat mencapai 300.000 ton yang menempati posisi tertinggi ketiga setelah Thailand dan Filipina (CABI 2005). Beberapa tahun terakhir, industri nanas di Indonesia dihadapkan pada suatu permasalahan penting yaitu munculnya penyakit layu pada tanaman nanas yang belum pernah dilaporankan sebelumnya. Berdasarkan laporan petani nanas, penyakit layu nanas muncul di beberapa daerah sentra produksi nanas di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Utara.
Tanaman nanas yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala berupa warna daun tanaman yang terserang menjadi berwarna kuning sampai kemerahan, daun menggulung ke bawah, pada ujung daun nekrotik, dan tanaman menjadi layu. Pada keadaan yang sudah parah, tanaman nanas menjadi kerdil dan dapat roboh akibat terhambatnya perkembangan perakaran tanaman. Penyakit ini juga dapat menyebabkan kegagalan dalam menghasilkan buah, atau mampu menghasilkan buah tetapi berukuran lebih kecil dari yang sehat.
14 Di Malaysia, penyakit layu nanas menyebabkan tanaman yang terinfeksi menghasilkan buah yang tidak sesuai kriteria pasar dan buah menjadi tidak cocok untuk dikalengkan. Selain itu, kejadian penyakit layu nanas pada varietas Masmerah di Malaysia mencapai antara 0,4% sampai 7,6% (Lim 1985). Di Hawaii, Sether dan Hu (2002) melaporkan kehilangan hasil nanas sebesar 35% pada tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu nanas yang diketahui terinfeksi PMWaV-2.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap penyakit ini melaporkan bahwa penyakit layu nanas merupakan suatu penyakit yang melibatkan adanya partikel virus, serangga vektor, dan keadaan lingkungan yang mendukung munculnya gejala pada tanaman. Partikel virus Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2 dilaporkan berhasil diekstrak dari tanaman nanas yang menunjukkan maupun yang tidak menunjukan gejala penyakit layu nanas (Sether et al. 2001). Dua spesies kutu putih yaitu Dysmicoccus brevipes (pink mealybug) (Hemiptera: Pseudococcidae), dan D. neobrevipes (grey mealybug) (Hemiptera: Pseudococcidae), dilaporkan berperan sebagai vektor PMWaV-1 dan PMWaV-2 di lapang (Sether et al. 1998 ).
15 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi dan mengidentifikasi partikel virus yang berasosiasi dengan penyakit layu pada tanaman nanas cv. Smooth Cayenne di Kabupaten Subang, Jawa Barat, Indonesia.
Hipotesis
PMWaV-1 dan PMWaV-2 berasosiasi dengan gejala penyakit layu pada tanaman nanas cv. Smooth Cayenne di Indonesia. Isolat PMWaV Indonesia memiliki ciri-ciri biomolekuler dan runutan nukleotida yang berkerabat dekat dengan PMWaV asal Hawaii.
Manfaat Penelitian
16 TINJAUAN PUSTAKA
Nanas merupakan tanaman tropis yang dapat dibudidayakan di kisaran wilayah 25° LU sampai 25° LS. Nanas memiliki banyak varietas yang berbeda dalam ukuran tanaman dan buah, warna dan rasa daging buah, serta pola duri pada tepi daunnya (CABI 2005).
Dalam prakteknya, budi daya nanas memiliki beberapa kendala yang salah satunya adalah serangan hama dan penyakit. Dysmicoccus brevipes merupakan hama tanaman nanas yang paling serius di dunia. Serangga ini sangat umum di daerah tropis dan berperan dalam menyebabkan gejala layu nanas pada varietas Smooth Cayenne dan Masmerah, namun varietas Singapore Spanish menunjukkan sifat tahan terhadap hama ini (CABI 2005). Selain kerusakan akibat aktivitas makan, serangga ini juga diketahui berperan sebagai vektor PMWaV yang dapat menyebabkan penyakit layu pada tanaman nanas (Sether et al. 1998). Tanaman terinfeksi menjadi merah kekuningan hingga merah terang pada ujung daun yang segera menjalar ke daun lainnya, tanaman menjadi layu, dan buah yang dihasilkan kecil. Meskipun demikian, timbulnya gejala penyakit merupakan fenomena kompleks yang melibatkan adanya partikel virus, D. brevipes, dan faktor lingkungan yang mendukung terjadinya penyakit (Sether et al. 1998). Penyakit ini kemudian dikenal dengan nama penyakit layu nanas.
Gejala Penyakit Layu Nanas
17
Gambar 1 Gejala PMWaV pada tanaman nanas. A. Gejala layu nanas diambil dari CABI (2005). B. Gejala layu nanas di Kabupaten Subang, Jawa Barat; atas: tanaman nanas sehat, bawah: tanaman nanas sakit.
Tanaman yang terinfeksi pada fase awal pertumbuhan tidak membentuk buah, atau hanya menghasilkan buah yang kecil. Beberapa tanaman, bahkan yang terlihat sangat layu, dapat pulih selama daun yang bergejala layu pada ujungnya telah gugur dan daun yang tumbuh baru tumbuh secara normal. Penyakit ini juga menghambat pertumbuhan akar dan menyebabkan tanaman menjadi layu (Samson, 1986).
Kisaran Inang dan Penularan PMWaV
18 Meskipun demikian, hasil berbeda dilaporkan oleh Sether et al. (1998) yang mendapatkan bahwa tidak ditemukan adanya infeksi PMWaV pada sampel tanaman yang dikumpulkan dari lapang, yaitu gulma, tumbuhan semak, dan pohon yang tumbuh disekitar lahan nanas. Sether et al. (1998) juga melaporkan tidak ada infeksi PMWaV pada Agave, pisang, ketela pohon, Chenopodium, tembakau, dan rumput-rumputan, dimana tanaman nanasnya sendiri menjadi terinfeksi setelah diinokulasi dengan D. brevipes yang viruliferous, meskipun beberapa dari tanaman non-nanas ini dapat dijadikan inang oleh D. brevipes.
Penyakit layu nanas dapat ditularkan oleh dua spesies kutu putih yang menjadi vektor PMWaV, yaitu D. brevipes (pink mealybug), dan D. neobrevipes (grey mealybug). Kedua serangga ini mampu menularkan PMWaV secara semi persisten, meskipun kemampuan menularkannya akan berkurang setelah beberapa hari setelah akuisisi. Sether et al. (1998) melaporkan adanya korelasi antara kehadiran semut dengan tingkat penyebaran penyebaran penyakit layu nanas di lapang. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Lim (1985) yang melaporkan bahwa populasi D. brevipes biasanya berasosiasi dengan semut. Semut akan melindungi dan memelihara D. brevipes dari predasi dan memanen embun madu yang dihasilkan oleh D. brevipes.
Distribusi Geografi PMWaV
19 sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Di dunia, penyakit layu nanas telah banyak dilaporkan di berbagai negara sentra produksi nanas (Tabel 1).
Tabel 1 Distribusi geografik PMWaV di dunia*
Benua Negara Propinsi Keterangan Eropa Spanyol Dilaporkan ada, tanpa
keterangan detail
Asia Cina Taiwan Tersebar luas India Uttar Pradesh Dilaporkan ada, tanpa
keterangan detail
Afrika Mauritius Tersebar luas Afrika Selatan Tersebar luas
Western
Puerto Rico Tersebar luas
USA Florida Dilaporkan ada, tanpa keterangan detail
Hawaii Tersebar luas
Oseania Australia Queensland Dilaporkan ada, tanpa keterangan detail
* sumber: CABI (2005)
Ciri-ciri PMWaV
20 tunggalnya (single stranded RNA/ssRNA) bersifat linear dalam satu bagian (monopartit). Ukuran RNA utas gandanya (double stranded RNA/dsRNA) adalah 8,35 x 106 Da (Gunasinghe & German 1989).
Pada tahun 1986, dsRNA berhasil diisolasi dari tanaman nanas terinfeksi di Hawaii (Gunasinghe & German 1989) dan menyimpulkan bahwa virus dengan RNA utas tunggal berasosiasi dengan penyakit layu nanas. Pada tahun 1987, suatu virus berhasil diisolasi dari tanaman terinfeksi. Virus ini berbentuk batang lentur, tidak beramplop, dan memiliki panjang 1200-1500 nm. Partikel virus, ketika diwarnai dengan uranyl formate jenuh dalam methanol, menunjukkan suatu struktur lubang pada sub unit selubung protein yang merupakan karakteristik closterovirus (Gunasinghe & German 1989) (Gambar 2).
Gambar 2 Partikel PMWaV dibawah Mikroskop Elektron (CABI 2005).
Metode Deteksi PMWaV
21 menggunakan presipitasi polyethyleneglycol (PEG) yang diikuti dengan cesium sulphate gradient centrifugation menggunakan metode yang digunakan oleh Gunasinghe dan German (1989). Ullman et al. (1989) berhasil menghasilkan antiserum terhadap partikel mirip Closterovirus yang berasosiasi dengan penyakit layu nanas. Hasil positif didapatkan dari tanaman yang terinfeksi virus menggunnakan deteksi secara serologi dengan uji difusi ganda Ouchterloney, ELISA, dan Serological Specific Electron Microscopy (SSEM).
22 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Agustus 2005 sampai April 2006.
Metode Penelitian Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah sampel daun nanas cv. Smooth Cayenne yang berasal dari pertanaman nanas di Kabupaten Subang Jawa Barat. Sampel daun nanas di ambil dari lahan perkebunan nanas secara acak terhadap tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu nanas, serta sampel tanaman nanas sehat. Beberapa tumbuhan selain nanas yang tumbuh di sekitar areal penanaman nanas juga diambil untuk dianalisis.
Tissue Blot Immunoassay (TBIA)
Deteksi PMWaV secara serologi pada tanaman nanas dilakukan dengan menggunakan metode TBIA seperti yang dilaporkan oleh Hu et al. (1997). Daun dari tanaman nanas yang menunjukkan gejala maupun yang tidak bergejala layu, digunakan sebagai sampel yang akan dideteksi. Sampel daun dipotong melintang pada bagian dasar daun yang masih putih untuk membuat tepi potongan yang rata. Potongan ini kemudian ditempelkan pada 0,45 µm Nitro ME nitrocelulose membrane (Amersham Pharmacia Biotech, USA) selama 3-5 detik. Pola jaringan pembuluh daun akan menempel dan tertinggal pada membran. Membran kemudian disimpan kering diantara lipatan kertas saring pada suhu ruang sampai siap dianalisis.
23 wadah plastik yang baru atau kantung plastik segel dengan antibodi monoklonal PMWaV (Agdia Inc., USA) dengan pengenceran 1:10 dalam TBS pada suhu ruang selama 1-2 jam, atau pada suhu 4°C selama 1 malam. Membran kemudian dicuci dengan TBST (TBS + 0,5% Tween 20) selama 10 menit sebanyak 3 kali pada suhu ruang. Setelah pencucian, membran kemudian diinkubasikan dengan konjugat alkaline phosphatase (Sigma Chemical Co. St. Louise, USA) pada pengenceran 1:1000 dalam TBS selama 2-3 jam pada suhu ruang. Membran kemudian dicuci sebagaimana di atas, dan diwarnai dengan substrat 5-bromo-4-chloro-3-Indolyl Phosphate/Nitro Blue Tetrazolium (BCIP/NBT) (Sigma Chemical Co., USA) menggunakan satu tablet BCIP/NBT yang dilarutkan dalam 10 ml larutan penyangga Alkaline Phosphate (AP). Pewarnaan dilakukan pada suhu ruang hingga terjadi perubahan warna pada membran. Reaksi pewarnaan dihentikan dengan mencuci membran dengan air mengalir dan dikeringanginkan.
Reverse Trancriptase - Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Total RNA diekstrak dari 100 mg jaringan daun tanaman nanas menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA., USA). Sampel RNA yang telah dimurnikan diresuspensikan dengan 40 µl air bebas RNase, kemudian disimpan pada suhu -80°C sampai akan digunakan. Amplifikasi sebagian genom PMWaV-1 dan PMWaV-2 dilakukan menggunakan sepasang primer 223 dan 224 untuk PMWaV-2 dan 225 dan 226 untuk PMWaV-1 (Tabel 2).
Tabel 2 Sekuen primer, ukuran produk, dan posisi nukleotida pada gen PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Sether et al. 2001)
PMWaV Primer Sekuen Ukuran
produk
Nukleotidax
1 225y 5’-ACAGGAAGGACAACACTCAC-3’ 589 118
1 226z 5’-CGCACAAACTTCAAGCAATC-3’ ... 707
2 224y 5’-CATACGAACTAGACTCATACG-3’ 609 226
2 223z 5’-TCATTGCACTCACTTATCGTTG-3’ ... 835
x
Lokasi primer (posisi nukleotida dari awal) gen homolog HSP70 PMWaV
y
Forward primer
z
24 Reaksi RT dilakukan pada volume 20 µl terdiri dari 3 µl RNA hasil ekstraksi, 0,75 pmol primer, 500 mM dNTPs, 5 mM MgCl2, 4 µl bufer RT (250 mM Tris-HCl, pH 8,3, 375 mM KC, 15 mM MgCl2, 50 mM DTT), 20 unit RNAsin Ribonuclease inhibitor (Promega, Madison, WI, USA), dan 65 unit MMLV reverse transcriptase (Promega, Madison, WI, USA). Reaksi RT dilakukan pada kondisi 25 °C selama 5 menit, 42 °C selama 60 menit, diikuti dengan inaktivasi pada 72 °C selama 15 menit.
Reaksi PCR dilakukan pada volume 50 µl terdiri dari 0,75 pmol forward primer (224 untuk PMWaV-2 dan 226 untuk PMWaV-1) dan reverse primer (223 untuk PMWaV-2 dan 225 untuk PMWaV-1) (Tabel 2), 3 µl bufer reaksi (500 mM KCl, 100 mM Tris-HCl [pH 9,0 pada 25°C], 1,0% [vol/vol] triton X-100), dan 0,5 µl taq DNA polimerase (Promega, Madison, USA). Kondisi PCR awalnya adalah denaturasi pada suhu 94°C selama 4 menit, kemudian dilanjutkan dengan 45 siklus pada 94 °C selama 1 menit, 50 °C selama 1 menit, dan 72 °C selama 1 menit, dan diikuti dengan perpanjangan pada 72 °C selama 10 menit pada mesin PCR (Perkin Elmer 9700 thermocycler).
Separasi DNA produk RT-PCR dilakukan pada gel agarose 1% dalam larutan penyangga TBE (54 gr Tris base, 27,5 gr Asam Borat, 20 ml EDTA 0,5 M, pH 8,0 dalam 1000 ml air) pada kondisi 70 V selama 2 jam. Amplicon divisualisasi dengan 2 µg/ml ethidium bromida dalam larutan penyangga TBE untuk elektroforesis. Setelah pewarnaan, gel kemudian difoto di atas cahaya ultra violet (310 nm) menggunakan kamera polaroid Direct Screen DS34 dan film polaroid FP-3000B SS.
Purifikasi Virus
25 Supernatan yang didapatkan kemudian disentrifugasi pada 44.500 rpm selama 60 menit pada rotor P70AT, dan peletnya dilarutkan dalam bufer TM (100 mM Tris-Cl, pH 8,5, dan 10 mM MgCl2) menggunakan 1/8 volume bufer ekstraksi. Suspensi ini diklarifikasi dengan sentrifugasi pada 7.500 rpm selama 15 menit pada rotor P70AT, dan supernatan yang didapatkan dilapiskan diatas 5 ml 0,48 molal Cs2SO4 dalam bufer TM dan disentrifugasi pada 46.000 rpm selama 16 jam dalam rotor P80AT pada suhu 8°C. Pelet yang dihasilkan dilarutkan dalam 200 µl bufer TM (Gunasinghe & German 1989).
Sodium Dodecyl Sulphate – Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) dan Western Blotting
Berat molekul protein selubung PMWaV dianalisis dengan menggunakan metode SDS-PAGE. Analisis dilakukan terhadap fraksi-fraksi hasil pemurnian virus, tanaman terinfeksi virus gemini, dan tanaman terinfeksi TMV sebagai pembanding. Fraksi hasil pemurnian virus dihomogenisasi dengan 200 µl larutan penyangga (62 mM Tris-HCl, pH 6,7, 2% SDS, 5% 2-mercaphtoethanol, 10% glycerol, dan 0.004% bromophenolblue), kemudian dipanaskan sampai mendidih (100 °C) selama 10 menit, dan disentrifugasi 13.000 rpm (rotor Tomy MRX-151) selama 10 menit. Supernatan dapat langsung digunakan atau disimpan pada suhu -20 °C.
26 ml), TEMED 0,025% (0,006 ml), APS 0,025% (0,1 ml), dan 6,3 ml air. Campuran tersebut selanjutnya dituang di atas gel pemisah, kemudian dipasang sisir (comb), dan setelah gel membeku comb dapat dicabut dan gel siap digunakan.
Sampel selubung protein virus yang berasal dari pemurnian virus, didenaturasikan dengan cara memanaskan protein selubung virus pada suhu 100 °C selama 10 menit di dalam water bath. Setelah itu, sebanyak 15 µl masing-masing sampel protein dimasukkan ke dalam lubang gel poliakrilamid 10% yang dibuat sebagaimana disebutkan di atas, dalam penyangga 10 ml Tris-HCl pH 8,3 yang mengandung 3.2 ml glisin 0,2 M dan 2 ml SDS 10%. Elektroforesis dilakukan pada suhu ruang (24 °C) pada 80 volt selama 120-180 menit. Selubung protein PMWaV dibandingkan dengan berat molekul penanda seperti phosphorilase b (97 kDa), albumin (66 kDa), ovalbumin (45 kDa), carbonic anhydrase (30 kDa), trypsin inhibitor (20,1 kDa),
α
-lactabumin (14,4 kDa), yang terdapat dalam satu ladder (Amersham Bioscience, UK).Setelah dielektroforesis, protein divisualisasi dengan pewarnaan Coomassie Blue (Bio-Rad Laboratories, USA). Gel direndam dalam asam asetat glasial 12,5% selama 5 menit kemudian direndam dalam larutan Coomassie blue 0,25% dan diinkubasi selama 12 jam di atas shaker. Gel dicuci menggunakan larutan penghilang warna yang terdiri atas metanol 50% dan larutan asam asetat 10% sebanyak 3 x 10 menit.
27 1:1000 dalam TBS selama 2-3 jam pada suhu ruang. Membran kemudian dicuci sebagaimana di atas, dan diwarnai dengan substrat tablet BCIP/NBT yang dilarutkan dalam 10 ml larutan penyangga AP per 1 tablet (Sigma Chemical Co., USA) pada suhu ruang hingga terjadi perubahan warna. Reaksi pewarnaan dihentikan dengan mencuci membran dengan air mengalir dan dikeringanginkan.
Analisis Partikel Virus
Partikel virus diamati dibawah mikroskop elektron. Virus hasil pemurnian dengan gradien cesium sulfat masing-masing fraksi dipisahkan untuk diamati dengan mikroskop elektron transmisi model JEOL 1010 yang dioperasikan pada 80 kV. Preparat disiapkan dengan mencampur satu tetes sampel dengan satu tetes amonium persulphate (PTA), kemudian grid berukuran 400 mesh yang telah dilapisi colodion dan dikarbonisasi ditempelkan pada preparat tersebut selama 1-2 menit. Diharapkan partikel virus yang ada pada preparat sampel akan menempel pada grid. Pengamatan partikel virus dilakukan dengan pembesaran 15.000 – 30.000 kali.
Perunutan Nukleotida
28 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deteksi PMWaV dengan TBIA
Deteksi PMWaV menggunakan TBIA menunjukkan hasil yang beragam antar sampel tanaman. Dari total 126 sampel daun nanas yang diuji, 86 sampel menunjukkan reaksi positif terinfeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2. Reaksi positif lebih banyak didapatkan dari sampel tanaman yang bergejala dibandingkan dengan yang tidak. Dari sampel tanaman nanas yang bergejala, reaksi positif tanaman nanas terinfeksi PMWaV-2 lebih banyak dibandingkan dengan yang terinfeksi oleh PMWaV-1 (Tabel 3).
Tabel 3 Deteksi PMWaV pada jaringan daun nanas dan beberapa gulma dan tanaman pisang yang tumbuh disekitar pertanaman nanas di Kabupaten Subang
*) Satu sampel daun nanas ada yang terinfeksi PMWaV-1 sekaligus PMWaV-2, sehingga jumlahnya adalah irisan dari kedua infeksi. Untuk itu, jumlah infeksi dapat melebihi jumlah total sampel yang diuji.
29 pada sampel yang tidak menunjukkan gejala layu di lapangan, relatif lebih banyak dideteksi keberadaan PMWaV-1 daripada PMWaV-2. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang tidak menunjukkan gejala layu tidak menjamin bahwa tanaman tersebut bebas dari PMWaV, dan mengindikasikan bahwa PMWaV-1 dapat menyebabkan infeksi dengan gejala laten di lapangan. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian Sether et al. (2001) yang melaporkan bahwa tanaman nanas yang tidak bergejala layu umumnya terinfeksi oleh PMWaV-1, dan pada nanas yang bergejala layu umumnya terinfeksi oleh PMWaV-2 (Tabel 3).
Uji serologi TBIA juga dilakukan terhadap tumbuhan yang berada disekitar pertanaman nanas. Dua jenis gulma berbeda yaitu Panicum sp. dan Chloris sp., dan beberapa tanaman pisang (Musa spp.), merupakan tumbuhan-tumbuhan yang ditemukan berada di sekitar pertanaman nanas di kabupaten Subang. Hasil uji serologi TBIA terhadap Panicum sp., Chloris sp., dan Musa spp. menunjukkan hasil yang negatif terhadap adanya infeksi PMWaV. Tidak ditemukan adanya D. brevipes pada tanaman-tanaman selain nanas ini, diduga ada kaitannya dengan hasil negatif PMWaV menggunakan uji TBIA. D. brevipes merupakan vektor penting bagi penyebaran PMWaV di lapang. Keberadaannya dilaporkan berpengaruh terhadap infeksi PMWaV pada tanaman yang diinfestasinya karena berperan dalam perkembangan gejala layu tanaman nanas. Inokulasi tanaman Agave, pisang, Cassia, Chenopodium, tembakau, dan nanas sebagai kontrol, dengan D. brevipes yang mengandung virus, dilaporkan bahwa hanya tanaman nanas saja yang posistif terinfeksi PMWaV berdasarkan deteksi secara serologi dengan TBIA (Sether et al. 2001).
30
Gambar 3 Tissue blot dari potongan daun nanas. Kiri: daun nanas sehat (1,2), *) reaksi tidak spesifik, daun nanas terinfeksi PMWaV-1 (3). Kanan: daun nanas sehat (1,2,5), daun nanas terinfeksi PMWaV-2 (3,4).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi PMWaV pada jaringan tanaman nampaknya terlokalisir pada jaringan tertentu pada tanaman nanas yaitu jaringan pembuluh. Hasil ini mendukung laporan sebelumnya yang dipublikasikan oleh Hu et al. (1997) yang melaporkan bahwa antigen PMWaV terdeteksi dengan TBIA pada daun muda dan daun berumur sedang, sebagaimana juga pada akar, tetapi tidak pada daun tua. Dalam setiap individu daun yang diuji, virus terdapat pada green leaf lamina, basal white tissue, dan pertengahan antara kedua jaringan tersebut. Bagian basal white tissue daun adalah yang paling sering digunakan untuk uji TBIA terhadap PMWaV. Bagi tanaman yang telah menghasilkan buah, deteksi PMWaV dengan TBIA lebih baik dengan menggunakan daun dari mahkota (Hu et al. 1997).
Pemurnian PMWaV dan Visualisasi Morfologi Partikel PMWaV Menggunakan Mikroskop Elektron
31 partikel virus yang bervariasi antar fraksi. Analisis spektrofotometri terhadap hasil purifikasi PMWaV memberikan nilai Nilai A260/A280 dari setiap lapisan fraksi pemurnian berkisar antara 0,872 sampai 1,132 (lampiran). Hasil ini lebih kecil dari hasil yang didapatkan oleh CABI (2003) yang melaporkan data A260/A280 pada hasil purifikasi PMWaV sebesar 1,8 dan sebesasar 1.21 untuk Apple Mealybug-Transmitted Little Cherry Virus yang juga merupakan anggota dari Closterovirus (Eastwell & Bernady 2001). Rendahnya hasil nilai A260/A280 yang didapatkan pada penelitian ini diduga karena rendahnya konsentrasi virus yang terdapat dalam sampel tanaman dan sulitnya memurnikan virus untuk kelompok Closterovirus karena umumnya virus ini menginfeksi jenis tanaman “keras”. Namun demikian, dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa sentrifugasi diferensial dengan cesium sulfat merupakan metode yang cukup baik digunakan untuk purifikasi PMWaV dari tanaman nanas, karena hasil purifikasi dapat terdeteksi secara serologi dan partikel dapat terlihat dibawah mikroskop elektron (Tabel 4).
Fraksi-fraksi hasil pemurnian dengan gradien cesium sulfat kemudian divisualisasi dengan mikroskop elektron. Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop elektron, partikel PMWaV yang teramati berbentuk batang lentur dengan ukuran panjang yang tidak seragam. Visualisasi partikel PMWaV secara utuh tidak didapatkan pada penelitian ini dikarenakan ukuran partikel PMWaV yang panjang. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat anggota-anggota virus tanaman yang tergolong dalam famili Closteroviridae termasuk PMWaV, memiliki ukuran terpanjang diantara anggota-anggota famili dari kelompok virus tumbuhan lainnya. Hull (2002) mengungkapkan bahwa Beet Yellows Virus (BYV) yang merupakan salah satu anggota Closterovirus memiliki ukuran panjang 1250-2000 nm, dibandingkan dengan ukuran potato virus Y (PVY) yang tergolong dalam famili Potyviridae yang memiliki panjang 680-900 nm.
32 suatu struktur lubang pada sub unit selubung protein yang merupakan karakteristik Closterovirus.
Selain kendala ukuran PMWaV yang panjang sehingga sulit untuk divisualisasi secara utuh, morfologi partikel PMWaV yang panjang juga rentan terhadap perlakuan fisik yang akan memudahkan partikel-partikel virus ini patah menjadi beberapa bagian. Banyak faktor yang dapat menyebabkan partikel Closterovirus menjadi patah, tetapi perlakuan pada saat purifikasi diduga menjadi faktor yang menentukan untuk dapat menghasilkan partikel PMWaV yang utuh. Tingginya kecepatan saat sentrifugasi yang mencapai 46000 rpm selama 16 jam diduga dapat menyebabkan partikel-partikel PMWaV menjadi patah. Sulitnya mendapatkan partikel utuh Closterovirus untuk divisualisasi dengan mikroskop elektron, juga sulit dilakukan terhadap pengamatan partikel tomato chlorosis virus (ToCV) yang infeksinya terbatas pada jaringan phloem sehingga sulit untuk mengisolasi partikel virus tanpa mematahkan partikel virusnya (Wisler et al. 1998).
Deteksi partikel PMWaV menggunakan mikroskop elektron dari beberapa fraksi hasil pemurnian virus menunjukkan hasil yang bervariasi. Dari lima fraksi yang didapatkan dari hasil pemurnian virus, hanya tiga fraksi teratas yang mengandung partikel virus yaitu fraksi 1, 2, dan fraksi 3, sedangkan dua fraksi paling bawah (fraksi 4 dan 5) tidak mengandung partikel virus (Tabel 4 dan Lampiran). Hasil positif yang didapatkan pada fraksi 1 sampai 3 dan hasil negatif pada fraksi 4 dan 5, diduga disebabkan oleh adanya gaya perbedaan berat massa antara partikel virus dengan lapisan cesium sulfat saat dilakukan sentrifugasi kecepatan tinggi dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan partikel yang memiliki berat massa lebih tinggi akan mampu menembus lapisan cesium sulfat dan akan mengendap di lapisan bawah.
33 bahwa pada fraksi 1 dan 2 kemungkinan merupakan “patahan” partikel PMWaV dengan berat masa yang lebih ringan. Steere (1964) menyatakan bahwa jika sampel larutan virus disentrifugasi dengan gradien Cs2SO4, molekul garam berukuran berat akan bergerak ke arah dasar tabung dan kerapatan akan menjadi stabil selama sentrifugasi. Partikel dalam larutan dengan kerapatan lebih besar dan lebih kecil akan mengapung pada kerapatan yang sesuai dengan kondisi kerapatan fraksi.
Tabel 4 Visualisasi partikel PMWaV dengan mikroskop elektron hasil dari fraksi-fraksi pemurnian virus
Lapisan A260/A280 Visualisasi Mikroskop Elektron
I (atas) 1.132 +
II (tengah) 1.043 +
III (bawah) 0.987 +
IV (dasar) 0.937 -
V (pelet) 0.872 -
+) partikel PMWaV terlihat dengan mikroskop elektron -) partikel PMWaV tidak terlihat dengan mikroskop elektron
Analisis Protein Selubung PMWaV dengan SDS-PAGE dan Western Blotting
34
Gambar 4 Hasil separasi protein virus dengan SDS-PAGE. Lajur M, low mixture molecular-weight marker; 1, fraksi 1 pemurnian PMWaV; 2, fraksi 2 pemurnian PMWaV; 3, fraksi 3 pemurnian PMWaV; K, kontrol larutan penyangga.
Gunasinghe dan German (1989) melaporkan bahwa adanya sebagian preparasi murnian virus terdapat satu protein besar dan beberapa protein yang memiliki komponen berat molekul yang lebih rendah dalam virus murni. Analisis elektroforesis fraksi dari hasil purifikasi dimulai dengan sampel yang tidak terinfeksi menunjukkan sejumlah protein minor dengan berat molekul yang beragam tetapi tanpa pita yang dominan. Pita protein yang dominan ditunjukkan pada gambar 4 lajur 1, 2, dan 43, sedangkan lajur K merupakan kontrol larutan penyangga sebagai pembanding. Analisis regresi log berat molekuler terhadap mobilitas digunakan untuk mendapatkan persamaan yang dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul protein selubung PMWaV yaitu sebesar 23,8 kDa.
Protein dengan ukuran sebesar ini konsisten dengan protein selubung partikel virus dari famili Closterovirus yang berkisar antara 20-35 kDa. Eastwell dan Bernardy (2001) melaporkan ukuran protein selubung Little cherry virus yang juga merupakan anggota Closterovirus adalah sebesar 21,6 kDa. Ukuran protein
M 1 2 3 K
14,4 kDa 20,1 kDa
30 kDa
◄23 kDa 45 kDa
66 kDa 97 kDa
35 selubung sebesar 35 kDa dilaporkan oleh Ling et al. (1998) yang bekerja dengan protein selubung Grapevine Leafroll-associated Virus -3.
Hasil separasi protein dengan SDS-PAGE kemudian dikonfirmasi dengan menganalisis protein menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk PMWaV-1 dan PMWaV-2 dengan metode Western Blotting. Hasil analisis menunjukkan adanya pita tunggal pada lajur sampel fraksi pemurnian virus. Antibodi monoklonal PMWaV-1 mampu mendeteksi protein selubung dari sampel pemurnian virus yang mengandung PMWaV-1 (Gambar 5A). Hasil serupa juga didapatkan pada PMWaV-2 yang dapat mendeteksi protein selubung PMWaV-2 pada analisis Western Blot (Gambar 5B). Hasil ini menunjukkan bahwa bahan tanaman yang digunakan untuk pemurnia virus telah terinfeksi ganda oleh PMWaV-1 dan PMWaV-2.
Gambar 5 Analisis Western Blotting terhadap protein selubung PMWaV. Elektroforesis protein yang telah didenaturasi dilakukan pada 10% SDS-PAGE. (A). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-1. (B). Pita protein yang terdeteksi dengan antibodi PMWaV-2. Lajur 1-5 pada gambar A dan B berturut-turut mewakili fraksi 1 sampai 5 dari hasil pemurnian virus.
1 2 3 4 5
23 kDa ► ◄ 23 kDa
1 2 3 4 5
36 Deteksi Asam Nukleat PMWaV dengan RT-PCR
Deteksi asam nukleat PMWaV dilakukan dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik PMWaV-1 (225 dan 226) dan PMWaV-2 (223 dan 224) dari genom HSP 70, menghasilkan ukuran amplikon yang berbeda antara PMWaV-1 dan PMWaV-2. Produk DNA RT-PCR diseparasi pada 1,2% gel agarose TBE menunjukkan amplikon berukuran 589 bp yang dihasilkan oleh sepasang primer 225 (forward) dan 226 (reverse) yang dapat mendeteksi keberadaan PMWaV-1, dan Amplikon RT-PCR sebesar >609 bp dihasilkan oleh sepasang primer 223 (forward) dan 224 (reverse) yang mendeteksi PMWaV-2 (Gambar 6).
Gambar 6 Deteksi dan diferensiasi PMWaV-1 dan PMWaV-2 menggunakan RT-PCR. Lajur 1, 100 bp DNA ladder; lajur 2, tanaman terinfeksi PMWaV-1; lajur 3, tanaman terinfeksi PMWaV-2, lajur 4, 1 kb plus DNA ladder; lajur 5 dan 6, tanaman sehat.
Penggunaan primer spesifik PMWaV 223/224 dan 225/226 mampu membedakan infeksi PMWaV-1 dan PMWaV-2 (Sether et al. 2001). Amplikon berukuran 589 bp yang diproduksi oleh pasangan primer spesifik 225/226 (PMWaV-1) mampu mendeteksi infeksi tunggal PMWaV-1 dan infeksi ganda PMWaV-1 dan PMWaV-2 secara bersamaan. Hasil yang sama juga didapatkan pada deteksi dengan RT-PCR menggunakan pasangan primer spesifik 223/224
600 bp 500 bp
37 yang mampu mendeteksi infeksi PMWaV-2 baik infeksi tunggal maupun infeksi ganda dengan PMWaV-1. Sether et al. (2001) juga mampu mendeteksi PMWaV dengan RT-PCR menggunakan primer spesifik tersebut pada organ bunga nanas. Organ bunga yang merupakan bagian yang sulit dideteksi PMWaV bila hanya menggunakan uji TBIA.
Analisis Runutan dan Hubungan Kekerabatan PMWaV Indonesia dengan Anggota Famili Closterovirus Lainnya
Perunutan DNA PMWaV hasil RT-PCR menggunakan sepasang primer 223 dan 224 untuk PMWaV-2 serta 225 dan 226 untuk PMWaV-1 dianalisis menggunakan software Wu-Blastn (www.ebi.ac.uk). Hasil perunutan menunjukkan homologi yang tinggi antara PMWaV isolat Indonesia dengan yang ada pada Gen Bank. Runutan nukleotida PMWaV-1 Indonesia memiliki homologi sebesar 96% dengan runutan nukleotida PMWaV-1 yang ada pada Gen Bank (accession number AF414119). PMWaV-2 Indonesia memiliki homologi sebesar 98% dengan runutan nukleotida PMWaV-2 yang ada pada Gene Bank (accession number AF283103).
Melzer et al. (2001) melaporkan organisasi genom PMWaV-2 secara keseluruhan dan mengungkapkan bahwa PMWaV-2 memiliki 10 open reading frame (ORF) yaitu ORF 1a mengkode Helicase, 1b mengkode RNA-dependent RNA polymerase (RdRp), ORF 2 mengkode protein p5, ORF 3 mengkode Heat Shock Protein 70 homologue (HSP 70), ORF 4 mengkode p46, ORF 5 mengkode protein selubung, ORF 6 mengkode duplikat protein selubung, ORF 7 mengkode protein p20, ORF 8 mengkode protein p22, dan ORF 9 mengkode protein p6.
38 Runutan nukleotida PMWaV-2 Indonesia dengan PMWaV-2 Hawaii memperlihatkan adanya 6 basa yang tidak sama (mismatch), dan 1 basa yang tidak ada (delesi). Basa-basa yang tidak sama yaitu C8197A, A8378C, G8391A, A8647G, A8772T, C8789G, sedangkan basa-basa yang tidak ada yaitu C8509-, A8654-, dan G8855- (Gambar 7).
(A)
PMWaV1_Ina: 1 ACAGGAAGGACAACACTCACGCCATAGGTTTGGGGGCACTGTTGGAAAAAGACTTAGAGG 60 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 5958 ACAGGAAGGACAACACTCACGCCATAGGTTTGGGGGCACTGTTGGAAAAAGACTTAGAGG 6017
PMWaV1_Ina: 61 TTTATCGTGATATAAAAAGGTATTTCGGACTCAACAAGTTCAACAAAGATGTGTATCTCG 120 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6018 TTTATCGTGATATAAAAAGGTATTTCGGACTCAACAAGTTCAACAAAGATGTGTATCTCG 6077
PMWaV1_Ina: 121 ATAAATTGAAACCCACAATCGAGGTAGTGATTGATGATTGGGGTTGTCCTATAGGACCAG 180 |||||||||||||||||||||||||||||||||| || |||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6078 ATAAATTGAAACCCACAATCGAGGTAGTGATTGACGACTGGGGTTGTCCTATAGGACCAG 6137
PMWaV1_Ina: 181 TAGACGGTGCGAGAGGGAAAGCCAAATCAGTTCTCACTTTAGCCTCTGATTTTATAACGG 240 ||||||||||| | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6138 TAGACGGTGCGCGCGGGAAAGCCAAATCAGTTCTCACTTTAGCCTCTGATTTTATAACGG 6197
PMWaV1_Ina: 241 GATTGGTACAACTAGCGATCA-GATGACGAATCAACAAGTATCTGTATCTGTTTGTTCAG 299 ||||||||||||||||||||| |||||||||||||||||||||||| ||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6198 GATTGGTACAACTAGCGATCAAGATGACGAATCAACAAGTATCTGTGTCTGTTTGTTCAG 6257
PMWaV1_Ina: 300 TACCAGCAGCTTACAATTCTTATCAAAGGGGTTTTATTTTTGAAAGTTGTAAGTTGAGTT 359 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| | PMWaV1_Haw: 6258 TACCAGCAGCTTACAATTCTTATCAAAGGGGTTTTATTTTTGAAAGTTGTAAGTTGAGCT 6317
PMWaV1_Ina: 360 CTATAGATGTGCAGGCGGTAGTAAACGAACCGACCGCAGCTGGATTGAGTGCTTTCTTAA 419 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||| PMWaV1_Haw: 6318 CTATAGATGTGCAGGCGGTAGTAAACGAACCGACCGCAGCTGGATTGAGTGCTTTCATAA 6377
PMWaV1_Ina: 420 CTACCCCGAAAACTTCTGTGAATTATTTGTTAGTCTATGATTTCGGAGGAAGGCACTTTT 479 ||||||||||| ||||||||||||||||||||||||| |||||||||||| ||||||||| PMWaV1_Haw: 6378 CTACCCCGAAAGCTTCTGTGAATTATTTGTTAGTCTACGATTTCGGAGGA-GGCACTTTT 6436
PMWaV1_Ina: 480 GATAGTTCCTTACTCGTGGTTGGGGGTGCGTTACGTGGGGAGTACTGGATTCGATGGGAG 539 ||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||| |||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6437 GATAGTTCCTTACTCGTGGTTGGGGGTGCGT-ACGTGGG-AGTACTGGATTCGATGGGAG 6494
PMWaV1_Ina: 540 ATAACTATCTGGGAGGCAGGGACGTAGATAACAGATTGCTTGAAGTTTGTGCG 592 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| PMWaV1_Haw: 6495 ATAACTATCTGGGAGGCAGGGACGTAGATAACAGATTGCTTGAAGTTTGTGCG 6547
(B)
PMWaV2_Ina 1 CATACGAACTAGACTCATACGTGCTAAAATTAAAACCAGTGCGCAGAGTG 50 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||||
PMWaV2_Haw 8155 CATACGAACTAGACTCATACGTGCTAAAATTAAAACCAGTGCACAGAGTG 8204
PMWaV2_Ina 51 GAAGTGTTCAAGGACGGGTCGGTAATGCTAGGGGGTATTGGTGAAGGCCC 100 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
39
PMWaV2_Ina 101 TGATAGGACGGTCTCTGTAACGGATATCATATCCCTTGTTTCTAAAGGAC 150 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||||| ||
PMWaV2_Haw 8255 TGATAGGACGGTCTCTGTAACGGATATCATATCCCTTTTTTCTAAAGCAC 8304
PMWaV2_Ina 151 TTATAAAGGAAGCGGAACAGTCTACTGGACTACGCGTAACGGGTGCGGTG 200 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8305 TTATAAAGGAAGCGGAACAGTCTACTGGACTACGCGTAACGGGTGCGGTG 8354
PMWaV2_Ina 201 GTAACGGTACCAGCCGACTACAAATCTTTTAAACGTGGTTTTATAACTAA 250 ||||||||||||||||||||||| |||||||||||| |||||||||||||
PMWaV2_Haw 8355 GTAACGGTACCAGCCGACTACAACTCTTTTAAACGTAGTTTTATAACTAA 8404
PMWaV2_Ina 251 CTGCATGAAAGACTTGGGTATTCCAGTAAGGGCTATAGTAAATGAACCGA 300 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8405 CTGCATGAAAGACTTGGGTATTCCAGTAAGGGCTATAGTAAATGAACCGA 8454
PMWaV2_Ina 301 CCCCGGCAGCGTTATATTCTTTATCTATATTACAAGAAAAGGATTTATTT 350 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8455 CCCCGGCAGCGTTATATTCTTTATCTATATTACAAGAAAAGGATTTATTT 8504
PMWaV2_Ina 351 CTGT-GGCTTTTGACTTTGGTGGAGGGACGTTTGATGTGTCTTTTGTTAG 400 |||| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8505 CTGTCGGCTTTTGACTTTGGTGGAGGGACGTTTGATGTGTCTTTTGTTAG 8554
PMWaV2_Ina 401 AAAACTCGG-GATGTGGTATGCGTACTGCTTAGCGTTGGCGATAACTTTT 449 ||||||||| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8555 AAAACTCGGAGATGTGGTATGCGTACTGCTTAGCGTTGGCGATAACTTTT 8604
PMWaV2_Ina 450 TAGGGGCAAGGGATATCGACAGGGCGGTAGCAGCTGAGGTGAAAGCAAGA 499 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||
PMWaV2_Haw 8605 TAGGGGCAAGGGATATCGACAGGGCGGTAGCAGCTGAGGTGAAGGCAAGA 8654
PMWaV2_Ina 500 GTGGGCGAATCTATCGATACAGCTACATTGTCATTATTTGCAGCGTCTAT 549 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8655 GTGGGCGAATCTATCGATACAGCTACATTGTCATTATTTGCAGCGTCTAT 8704
PMWaV2_Ina 550 TAAAGAGGAGGTAACTAATGAGCCGAGGGCAAAGACGCACGTAGTAAAAT 599 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8705 TAAAGAGGAGGTAACTAATGAGCCGAGGGCAAAGACGCACGTAGTAAAAT 8754
PMWaV2_Ina 600 TGGTGGATGGCGTGAAACATATAACTTTCACGTCTCAAGACTTAAATGAT 649 |||||||||||||||||| |||||||||||||||| ||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8755 TGGTGGATGGCGTGAAACTTATAACTTTCACGTCTGAAGACTTAAATGAT 8804
PMWaV2_Ina 650 ATAGTTCGTCCGTTTGCCGCTAGGGCGCTACACATATATGAGCAGGCGGC 699 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PMWaV2_Haw 8805 ATAGTTCGTCCGTTTGCCGCTAGGGCGCTACACATATATGAGCAGGCGGC 8854
PMWaV2_Ina 700 -CAACGATACCATCCTGAAACGT 722 ||||||||||||||||||||||
PMWAV2_Haw 8855 GCAACGATACCATCCTGAAACGT 8877
40 Hasil alignment antara isolat PMWaV Indonesia dengan isolat PMWaV Hawaii yang menunjukkan homologi sebesar 96-98% menunjukkan bahwa PMWaV Indonesia masih merupakan satu spesies dengan PMWaV Hawaii. Meskipun demikian, terdapat beberapa nukleotida PMWaV Indonesia yang mengalami perubahan dengan PMWaV Hawaii. Hal ini diduga disebabkan karena PMWaV Indonesia telah beradaptasi dengan keadaan lingkungan di Indonesia, sesuai dengan adaptasi tanaman nanas di Indonesia sebagai inangnya. Tanaman nanas juga telah beradaptasi dengan lingkungan di Indonesia karena nanas bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan tanaman introduksi yang berasal dari daerah Amerika Latin yang secara geografis memiliki sedikit perbedaan dengan Indonesia. Perbedaan strain virus akibat perbedaan wilayah geografis juga dilaporkan terhadap Bean common mosaic virus (BCMV) yang diisolasi dari Cina dan Indonesia yang menunjukkan perbedaan sebesar 3,5-7,3% pada hasil runutan nukleotida gen protein selubungnya (Higgins et al. 1999).
Hull (2002) melaporkan bahwa terdapat beberapa penyebab terjadinya variasi genetik pada virus tanaman, yaitu terjadinya mutasi, rekombinasi, dan re-arrangement nukleotida. Mutasi merupakan perubahan yang terjadi pada satu nukleotida atau lebih yang terjadi akibat eksposi terhadap bahan kimia maupun radiasi ultra violet. Rekombinasi terjadi jika pada satu tanaman terinfeksi oleh dua strain virus berbeda, dan masing-masing bahan genetik virus bersatu membentuk strain virus baru dengan sifat yang berbeda dari masing-masing induk virusnya. Variasi genetik virus melalui re-arrangement nukleotida terjadi pada virus-virus yang multipartite dan satelite RNA maupun subgenomik RNA (sgRNA). Perubahan nukleotida ini akan mengarah pada perubahan susunan asam amino sekaligus produk proteinnya.
41 Analisis filogenetik dari beberapa virus yang termasuk dalam Closterovirus menunjukkan bahwa PMWaV termasuk ke dalam kelompok Closterovirus. Isolat PMWaV Indonesia dan Hawaii menjadi satu kelompok dengan Gravepine Leafroll-associated Virus-3 (GLRaV-3), yang merupakan anggota-anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu putih. Kelompok tersebut terpisah dari kelompok Beet yellow virus (BYV) dan Citrus tristeza virus (CTV) yang ditularkan oleh aphid, dan kelompok Sweet potato chlorosis stunt virus (SPCSV) dan Little cherry virus (LChV) yang merupakan anggota Closterovirus yang ditularkan oleh kutu kebul (whitefly) (Gambar 8).
Gambar 8 Dendogram pohon filogenetik antara isolat PMWaV Indonesia dengan beberapa anggota Closterovirus. Analisis dilakukan menggunakan software Clustal W.
Hasil penelitian ini bersesuaian dengan hasil analisis filogenetik yang dilaporkan oleh Melzer et al. (2001) yang mengungkapkan bahwa PMWaV-2 memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan GLRaV-1 dan GLRaV-3. Karasev (2000) juga melaporkan bahwa PMWaV-2 lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan GLRaV-3 dan GLRaV-4, daripada hubungan kekerabatannya dengan CTV dan BYV yang ditularkan oleh kutu daun, maupun dengan SPCSV dan Lettuce infectious yellow virus (LIYV) yang ditularkan oleh kutu kebul.
Kutu Daun
Kutu Putih
Kutu Kebul
43 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penyakit layu pada tanaman nanas di Kabupaten Subang Jawa Barat berasosiasi dengan PMWaV-1 dan PMWaV-2 berdasarkan uji serologi, deteksi molekuler genom virus dengan RT-PCR, dan analisis ukuran protein selubung virus.
2. Tanaman nanas bergejala layu lebih banyak terinfeksi oleh PMWaV-2, sedangkan tanaman nanas yang tidak bergejala layu lebih banyak terinfeksi oleh PMWaV-1.
3. Analisis hubungan kekerabatan menunjukkan bahwa PMWaV Indonesia termasuk ke dalam kelompok Closterovirus yang ditularkan oleh kutu putih bersama-sama dengan GLRaV-3.
Saran
44 DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Edisi ke-4. San Diego: Academic Press.
Albiach-Marti M, Mawassi M, Gowda S. 2000. Sequences of Citrus tristeza virus separated in time and space are essentially identical. Virology 71: 6856-6865.
CABI. 2005. Plant protection compendium. CAB Internasional. Wallingford. United Kingdom.
Carter W. 1933. The pineapple mealybug, Pseudococcus brevipes, and wilt of pineapple. Phytopathology 23: 207-242.
Eastwell KC, Bernardy MG. 2001. Partial characterization of a closterovirus associated with apple mealybug-transmitted little chery disease in north America. Phytopathology 91: 268-273.
Gunasinghe UB, 1989. Characterization of new virus isolated from pineapple. PhD thesis, University of Hawaii, Honolulu.
Gunasinghe UB, German TL. 1989. Purification and partial characterization of a virus from pineaplle. Phytopathology 79: 1337-1341.
He X-H, Rao ALN, Creamer R. 1997. Characterization of beet yellows closterovirus-spesific RNAs in infected plants and protoplast. Phytopathology 87: 347-352.
Higgins CM, Dietzgen RG, Akin HM, Sudarsono, Chen K, Xu Z. 1999. Biological and molecular variability of Peanut stripe potyvirus. Curr Topics Virol. 1: 1-26.
Hu JS, Sether DM, Liu XP, Wang M. 1997. Use of tissue blotting immunoassay to examine the distribution of pineapple closterovirus in Hawaii. Phytopathology 81: 1150-1154.
Hull R. 2002. Matthews’ Plant Virology. Edisi ke-4. San Diego: Academic Press.
Karasev AV. 2000. Genetic diversity and evolution of closteroviruses. Ann. Rev. of Phytopathology 38: 293-324.
45
Ling KS, Zhu HY, Drong RF, Slightom JL, McFerson JR, Gonzalves D. 1998. Nucleotide sequence of the 3’-terminal two third of the grapevine leafroll-associated virus-3 genome reveals a typical monopartite Closterovirus. J. Gen. Virol. 79: 1299-1307.
Melzer MJ, Karasev AV, Sether DM, Hu JS. 2001. Nucleotide sequence, genome organization, and phylogenetic analysis of pineapple mealybug wilt-associated virus-2. J. Gen. Virol. 82: 1-7.
Rohrbach KG, Beardsley JW, German TL, Reimer NJ, Sanford WG. 1988. Mealybug wilt, mealybug, and ants of pineapple. Plant Disease 72: 558-565.
Samson JA. 1986. Tropical Fruits. London, UK: Longman Press.
Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt-associated virus by two species of mealybug (Dysmicoccus spp.). Phytopathology 88: 1224 – 1230.
Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Busto JL, Hu JS. 2001. Differentiation, distribution, and elimination of two different pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant Disease 85: 856-864.
Sether DM, Hu JS. 2002. Yield impact and spread of pineapple mealybug wilt-associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease 86: 867-874.
Stere RL. 1964. Purification. Di dalam: Corbett MK, Sisler HD, editor. Plant Virology. Gainesville: University of Florida Press. Hal. 211-234.
Ullman DE, German TL, Gunasinghe UB, Ebesu RH. 1989. Serology of a closteroviruslike particle associated with mealybug wilt of pineapple. Phytopathology 79: 1341-1345
46
Lampiran
Tabel Analisis spektrofotometri hasil pemurnian PMWaV
Lapisan Konsentrasi Panjang Gelombang (nm) Absorbansi A260/A280
I (atas) 1:400 230.3 (puncak) 0.355
260 0.215
280 0.19 1.132
II (tengah) 1:400 229.5 (puncak) 0.215
260 0.096
280 0.092 1.043
III
(bawah)
1:400 229.6 (puncak) 0.509
260 0.299
280 0.303 0.987
IV (dasar) 1:400 230,2 (puncak) 0.705
260 0.354
280 0.378 0.937
V (pelet) 1:400 231.2 (puncak) 0.329
260 0.273