• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL AMPAS KURMA BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Tempat Penelitian

Kandang Integrated Farming System Cibinong Science Center – LIPI berada di atas lahan seluas 2000 m2 dan dikelilingi oleh sawah dan perkebunan seperti cabai, pepaya, timun dan sebagainya. Luas kandang domba yaitu 120 m2 terdiri atas kandang individu 100 cm x 40 cm x 95 cm untuk penggemukan domba jantan dan terdapat kandang koloni domba betina. Kandang individu untuk ternak dengan bobot badan 10-30 kg terdapat empat blok dengan kapasitas tampung 14 ekor per blok, Kandang domba yang digunakan merupakan kandang panggung berlantai bambu dan beratap genteng.

Keadaan cuaca pada saat penelitian sangat berfluktuasi, hujan sering terjadi pada awal penelitian yaitu bulan Januari 2011, curah hujan menurun pada bulan Februari dan Maret 2011. Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian pada pagi, siang dan sore hari dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan

Waktu (WIB) Suhu (°C) Kelembaban (%)

06.00 25,08 90,23

12.00 31,22 68,78

18.00 27,08 85,42

Suhu selama penelitian berada diatas suhu optimal domba. Menurut Yousef (1982) suhu optimal domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 4-24°C dengan kelembaban di bawah 75%. Suhu yang tinggi selama penelitian dapat mengakibatkan menurunnya konsumsi pakan pada domba. Anggorodi (1990) mengemukakan bahwa iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak.

Kondisi Pakan

Pakan yang digunakan pada saat penelitian adalah konsentrat komersial, ampas kurma dan rumput lapang. Rumput lapang diperoleh dari kebun sekitar kandang dengan kualitas yang kurang baik dan ketersediaan yang terbatas.

20 Konsentrat komersial yang digunakan mengandung protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar lebih dari 18%. Sehingga konsentrat komersial yang digunakan diduga banyak mengandung bahan sumber energi. Kandungan protein kasar konsentrat adalah 16,06% dan serat kasar 20,91% (Tabel 1). Ampas kurma diperoleh dari industri sari kurma Al-Jazira, Ciapus – Bogor. Ampas kurma bersifat semi kering, karena kandungan air yang cukup tinggi serta tekstur yang halus. Setiap harinya ampas kurma dapat diperoleh sebanyak 380 kg dan belum termanfaatkan, sehingga menjadi limbah di industri tersebut. Oleh sebab itu ampas kurma dimanfaatkan sebagai pakan untuk domba.

Penggunaan ampas kurma pada penelitian ini dicampurkan dengan konsentrat komersial. Kemudian dilakukan analisa terhadap campuran tersebut pada masing- masing perlakuan. Hasil analisa ini digunakan untuk menghitung nilai konsumsi nutrien dari setiap perlakuan. Analisa dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI Cibinong Science Center. Komposisi nutrien ampas kurma + konsentrat dan rumput lapang untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Hasil Analisa (100% Bahan Kering) Nutrien P1 P2 P3 BK 43,83 38,72 41,28 Abu 8,49 8,69 6,60 PK 9,24 9,68 8,89 LK 2,74 2,94 2,12 SK 23,20 24,88 27,36 BeTN 56,34 53,81 55,03 TDN* 69,63 70,75 71,87

Keterangan: *TDN berdasarkan rumus Hartadi et al. (1993)

BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.

P1 = Ampas kurma 50% + Konsentrat 40%; Rumput Lapang 10% P2 = Ampas kurma 60% + Konsentrat 30%; Rumput Lapang 10% P3 = Ampas kurma 70% + Konsentrat 20%; Rumput Lapang 10%

21

Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Segar

Konsumsi adalah faktor yang esensial yang merupakan dasar untuk ternak hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi dapat menentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi bahan segar domba selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Segar Domba Lokal selama Penelitian Perlakuan

Pakan (g/ekor/hari) Total

Pakan Gabungan Ampas kurma+Konsentrat Rumput lapang

P1 1555,50 333,13 1888,62

P2 1630,58 321,55 1952,13

P3 1853,17 344,48 2197,65

Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Perlakuan P3 menunjukkan konsumsi bahan segar tertinggi dibandingkan dengan P1 dan P2. Hal ini diduga disebabkan oleh tekstur pakan P3 yang lebih lembut karena kandungan ampas kurma sebanyak 70%. Ampas kurma memiliki tekstur yang lembut dikarenakan proses blending. Arora (1989) menyatakan bahwa ukuran partikel pakan yang lebih kecil dan tekstur pakan yang lebih halus akan meningkatkan laju aliran cairan dan laju aliran digesta rumen, sehingga konsumsi pakan akan meningkat demikian juga pengosongan lambung lebih cepat. Adapun tingkah laku makan ternak domba dalam penelitian ini pada saat diberikan pakan ampas kurma + konsentrat, rata-rata domba langsung memakan pakan tanpa melakukan pengamatan terhadap pakannya. Hal ini diduga karena aroma dari ampas kurma yang dapat meningkatkan nafsu makan, sehingga konsumsi pakan segar meningkat. Domba memiliki indra penciuman yang dapat digunakan untuk seleksi pakan. Parakkasi (1999) mengatakan bahwa dalam seleksi makanan, penciuman merupakan faktor utama, hewan dapat menolak suatu bahan makanan tanpa mencicipinya terlebih dulu.

22 Gambar 6. Konsumsi Bahan Segar Ampas Kurma + Konsentrat (Ak + Ko) dan

Rumput Lapang (RL) Mingguan Selama Penelitian.

Konsumsi bahan segar rumput pada Gambar 6 menunjukkan hasil yang tidak berbeda setiap minggunya pada ketiga perlakuan, karena pada umumnya domba memakan rumput sebagai pakan utamanya. Konsumsi bahan segar ampas kurma + konsentrat pada ketiga perlakuan cenderung meningkat setiap minggunya dan menurun pada minggu keenam sampai minggu kedelapan. Penyebab menurunnya konsumsi pakan kemungkinan adalah suhu rata-rata dan kelembaban selama penelitian pada siang hari cukup tinggi yaitu mencapai 31,22°C dengan kelembaban 68,78%. Suhu optimal untuk domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 4- 24°C dengan kelembaban di bawah 75% (Yousef, 1982). Kondisi lingkungan dengan temperatur yang tinggi dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Cekaman lingkungan pada ruminansia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan pembagian zat makanan untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi (Davendra dan Faylon, 1989). Adapun pada minggu kedelapan, terdapat satu domba perlakuan P3 terperosok kelantai bambu yang patah, sehingga nafsu makan domba tersebut sangat menurun. 0 500 1000 1500 2000 1 2 3 4 5 6 7 8 Konsumsi B aha n S eg ar (g /ekor /har i) Minggu P1 AK+Ko P1 RL P2 Ak+Ko P2 RL P3 AK=+Ko P3 RL Ak+Ko

23

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 791,35 – 879,12 g/ekor/hari (Tabel 6). Nilai konsumsi bahan kering pada penelitian ini telah memenuhi kebutuhan BK domba berdasarkan NRC (1985) yaitu untuk domba dengan bobot badan antara 10-20 kg memerlukan BK sebanyak 500-1000 g/ekor/hari. Bagi ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Rataan konsumsi bahan kering ransum harian domba yang sedang tumbuh adalah 677,6 – 718,68 g/ekor/hari (Tarmidi, 2004).

Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Harian Domba Lokal Perlakuan

Pakan (g/ekor/hari)

Total Pakan Gabungan Ampas kurma+Konsentrat Rumput lapang

P1 721,13 ± 51,49ab 70,22 ± 4,80 791,35 ± 56,24ab P2 663,32 ± 64,37a 67,78 ± 5,77 731,10 ± 70.09a P3 806,50 ± 100,86b 72,6 ± 7,88 879,12 ± 108,35b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%

P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari perlakuan pemberian ampas kurma yang berbeda terhadap konsumsi bahan kering total. Konsumsi bahan kering P3 tidak berbeda nyata dengan P1 dan nyata lebih tinggi daripada P2. Hal ini diduga karena faktor fisik dari pakan P3 yaitu tekstur pakan yang lembut sehingga meningkatkan konsumsi pakan ternak domba. Menurut Nasution (2009), komposisi dan bentuk ransum mempengaruhi laju pergerakan digesta sehingga dapat menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Rataan konsumsi bahan kering pada domba P1, P2, dan P3 lebih besar daripada rataan konsumsi bahan kering domba pada penelitian Firki (2010) yang melaporkan bahwa konsumsi bahan kering domba dengan pakan rumput lapang, daun jagung, klobot jagung dan ransum komplit yaitu sebesar 661,60 g/ekor/hari. Faktor yang menjadi penyebab lebih tingginya konsumsi bahan kering pada

24 penelitian ini diduga karena tekstur yang halus dari pakan dengan campuran ampas kurma. Tekstur pakan yang halus dapat menyebakan laju aliran digesta rumen menjadi lebih cepat sehingga domba dapat mengkonsumsi pakan lebih banyak.

Gambar 7. Konsumsi Bahan Kering Ampas Kurma + Konsentrat Mingguan Konsumsi bahan kering mingguan P2 lebih rendah dari P3 (Gambar 7). Rendahnya konsumsi bahan kering tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan kering dari pakan P2 yaitu sebesar 38,72% dibandingkan dengan P3 sebesar 41,28% (Tabel 4). Konsumsi bahan kering per minggu pada Gambar 7 menunjukkan penurunan di minggu keenam pada ketiga perlakuan. Menurunnya konsumsi bahan kering ampas kurma + konsentrat diduga disebabkan rataan suhu pada siang hari selama penelitian yang tinggi yaitu 31,22°C. Ampas kurma + konsentrat diberikan pada pagi dan siang hari, sehingga apabila suhu pada pagi atau siang hari tinggi akan berpengaruh terhadap konsumsinya.

Konsumsi Nutrien

Konsumsi nutrien pakan pada penelitian ini antara lain konsumsi bahan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan energi bruto. Rataan konsumsi bahan kering total dan rataan konsumsi nutrien total dapat dilihat pada Tabel 7.

500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1,000 1 2 3 4 5 6 7 8 Konsumsi B K (g /ekor /har i) Minggu P1 P2 P3

25 Tabel 7. Rataan Konsumsi Nutrien pada P1, P2 dan P3

Konsumsi Nutrien Perlakuan P1 P2 P3 BK (g/ekor/hari)** 791,35 ± 56,24ab 731,10 ± 70.09a 879,12 ± 108,35b BO (g/ekor/hari)* 724,40 ± 51,49ab 667,64 ± 64,02a 821,80 ± 101,35b Abu (g/ekor/hari)** 66,95 ± 4,75a 63,46± 6,07ab 57,31 ± 7,00b PK (g/ekor/hari) 73,21 ± 5,21 70,84 ± 6,81 78,34 ± 9,67 LK (g/ekor/hari)* 24,48 ± 2,73a 25,49 ± 2,55a 18,73 ± 2,31b SK (g/ekor/hari)* 181,99 ± 12,89a 181,01 ± 17,23a 238,48 ± 29.20b BeTN (g/ekor/hari)* 447,41 ± 31,84ab 394,18 ± 37,91a 486,30 ± 60,17b TDN (g/ekor/hari)* 501,12 ± 35,64ab 470,04 ± 45,17a 575,41 ± 71,12b

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)* dan berbeda nyata (P<0,05)**. BK=Bahan Kering, BO=Bahan Organik, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.

P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Kandungan nutrien bahan organik yang terdapat dalam pakan yaitu karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma berbeda memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi bahan organik (Tabel 7). Perlakuan P3 nyata lebih tinggi daripada P2 yaitu masing-masing sebesar 821,80 g/ekor/hari dan 667,64 g/ekor/hari. Konsumsi bahan organik pada dasarnya sangat erat kaitannya dengan kondisi yang terdapat pada bahan kering (Nasution, 2009). Konsumsi bahan kering P3 lebih tinggi daripada P2 begitupun konsumsi bahan organiknya.

Dalam hal konsumsi abu pada penelitian ini (Tabel 7) hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari perlakuan pemberian ampas kurma yang berbeda terhadap konsumsi abu. Perlakuan P1 nyata lebih tinggi daripada P3 yaitu masing-masing sebesar 66,95 g/ekor/hari dan 57,31 g/ekor/hari. Konsumsi abu dipengaruhi oleh persentase kandungan abu di dalam pakan. Perlakuan P3 memiliki persentase kandungan abu terendah yaitu 6,60% (Tabel 4).

Rataan konsumsi protein kasar dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma yang berbeda tidak berpengaruh

26 (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar, sehingga pemberian ampas kurma pada domba dapat diberikan sampai taraf 70%. Kisaran konsumsi protein kasar harian domba pada penelitian ini antara 70,84 – 78,34 g/ekor/hari. Tomaszewska et al. (1993) melaporkan bahwa kebutuhan protein domba pada bobot badan 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan 100 g/hari berkisar antara 102,7 – 135,8 g/hari, sehingga konsumsi protein kasar domba pada penelitian ini masih lebih rendah. Rendahnya konsumsi protein kasar pada penelitian ini diduga akibat kandungan protein kasar dari ampas kurma yang rendah (8,01%) yang hanya memenuhi kebutuhan protein kasar minimal domba sebesar 8%. Sedangkan untuk domba yang sedang tumbuh memerlukan protein kasar 11% dari bahan kering (Gatenby, 1991).

Hampir semua lemak yang terdapat dalam makanan dapat dicerna. Akan tetapi membutuhkan banyak sekali waktu bagi getah pencernaan untuk merombaknya (Anggorodi, 1990). Pemberian ampas kurma pada berbagai taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi lemak kasar (Tabel 7). Konsumsi lemak kasar P3 nyata lebih rendah daripada P1 dan P2. Anggorodi (1990) menyebutkan bahwa makanan berlemak akan membuat ternak tahan lapar lebih lama sehingga menurunkan konsumsi. Perlakuan P3 dengan konsumsi lemak kasar yang rendah menunjukkan konsumsi bahan kering yang paling tinggi (Tabel 7). Kandungan serat kasar dalam pakan akan mempengaruhi kecernaan pakan di dalam saluran pencernaan. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) dari perlakuan pemberian ampas kurma yang berbeda terhadap konsumsi serat kasar (Tabel 7). Perlakuan P3 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Hal ini disebabkan oleh kandungan ampas kurma yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P2. Ampas kurma memiliki kandungan serat kasar yang tinggi (20,70%), sehingga semakin banyak ampas kurma dalam ransum menyebabkan semakin tinggi kandungan serat kasarnya. Kandungan serat kasar P3 yaitu 27,36% lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain sebesar 23,20% pada P1 dan 24,88% pada P2 (Tabel 4). Kandungan serat kasar P3 merupakan faktor yang dapat menurunkan daya cerna. Tilman et al. (1998) mengatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna makanan diantaranya adalah komposisi zat makanan yaitu serat kasar. Farida dan Ridwan (2011) menambahkan bahwa pakan dengan serat kasar tinggi membutuhkan waktu lama untuk retensi dalam rumen

27 dibandingkan dengan pakan serat kasar rendah. Tingginya konsumsi serat kasar menyebabkan penurunan konsumsi nutrien pakan yang dapat dicerna. Kecukupan konsumsi serat kasar pada domba akan berpengaruh pada pertumbuhan. Semakin tinggi konsumsi serat kasar bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan ternak dan produksi yang lebih baik, karena serat kasar bersifat menurunkan daya cerna.

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BeTN) yang dikonsumsi oleh ternak domba dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi BeTN dengan pakan mengandung ampas kurma pada taraf berbeda. Konsumsi BeTN perlakuan P3 lebih tinggi daripada P2. Hal ini menunjukkan pakan P3 mengandung energi yang tinggi. BeTN merupakan karbohidrat yang mudah dicerna tidak termasuk serat kasar yang terdiri dari beberapa komponen seperti zat pati, fruktosa, resin, dan asam organik yang digunakan sebagai sumber energi (Farida dan Ridwan, 2011).

Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan salah satu cara mengetahui energi suatu pakan. Perhitungan TDN pakan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Hartadi et al. (1990). Menurut NRC (1985), domba dengan bobot tubuh 10-20 kg membutuhkan TDN sebesar 400-800 g/ekor/hari untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhannya. Konsumsi TDN pada penelitian ini telah memenuhi kebutuhan domba berdasarkan NRC (1985).Rataan konsumsi TDN pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma dengan level berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi TDN. Perlakuan P2 nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan P3, hal ini diduga karena kandungan TDN pada perlakuan P2 lebih rendah dibandingkan P3. Kandungan TDN perlakuan P3 sebesar 71,87% (Tabel 4) menunjukkan banyaknya zat-zat makanan yang dapat digunakan.

Perhitungan konsumsi nutrien domba pada penelitian ini dihitung berdasarkan konsumsi nutrien dibagi konsumsi bahan kering dikalikan seratus persen. Nilai perhitungan persentase kebutuhan nutrien domba dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8.

28 Tabel 8. Persentase Konsumsi Nutrien pada Domba

Nutrien P1 P2 P3 BO (% BK) 91,54 91,32 93,48 Abu (% BK) 8,46 8,68 6,52 PK (% BK) 9,25 9,69 8,91 LK (% BK) 3,09 3,49 2,13 SK (% BK) 23,00 24,76 27,13 BeTN (% BK) 56,54 53,92 55,32

Keterangan : BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen.

P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Persentase konsumsi nutrien (Tabel 8) tertinggi adalah bahan ekstrak tanpa nitrogen (BeTN). Tillman et al. (1991) melaporkan bahwa BeTN merupakan karbohidrat yang banyak mengandung pati dan tidak mengandung serat. Tingginya persentase konsumsi BeTN tersebut karena kandungan BeTN bahan pakan penelitian yang diberikan lebih tinggi (Tabel 1) dibandingkan nutrien yang lain. Bahan pakan yang mengandung BeTN tinggi menunjukkan kandungan energi yang tinggi dan mudah dicerna.

Serat kasar merupakan salah satu persentase konsumsi yang tertinggi setelah BeTN (Tabel 8). Ternak ruminansia mempunyai kemampuan untuk mencerna serat kasar secara fermentasi dengan bantuan mikroba rumen. Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa ruminansia dapat mencerna setidaknya 50% serat kasar dari pakan. Serat kasar akan digunakan sebagai sumber energi oleh ternak ruminansia.

Persentase konsumsi protein kasar domba pada penelitian ini masing-masing adalah 9,25% (P1); 9,69% (P2); dan 8,91% (P3). Nilai protein kasar tersebut hanya mencukupi kebutuhan minimal domba untuk hidup pokok yaitu 8% (Gatenby, 1991). Rendahnya kebutuhan protein kasar dalam penelitian ini diduga akibat rendahnya nilai protein kasar pakan ampas kurma yaitu 8,01% (Tabel 1).

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai peubah untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Pakan yang memiliki nutrisi tinggi dan tingkat

29 palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Pertambahan berat badan dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis ternak, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana (NRC, 1985). Rataan pertambahan bobot badan harian domba lokal selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Lokal

Perlakuan Rataan (g/ekor/hari)

P1 95,58±39,24

P2 73,47±8,46

P3 70,41±11,81

Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Hasil dari analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma pada berbagai taraf perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian. Rataan pertambahan bobot badan harian domba berkisar antara 70,41 – 95,58 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan domba pada hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Firki (2010) yang menggunakan rumput lapang, daun jagung, klobot jagung dan ransum komplit sebagai pakan, yaitu berkisar antara 92,86 – 128,18 g/ekor/hari. Hal itu diduga karena bahan pakan yang digunakan dalam penelitian tersebut memiliki kecernaan yang lebih tinggi daripada ampas kurma, konsentrat dan rumput lapang yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga banyak zat-zat nutrien yang dapat diserap oleh ternak.

Grafik bobot badan mingguan domba tertera pada Gambar 8. Pada empat minggu pertama terlihat grafik bobot badan yang berfluktuasi. Hal ini diduga karena ternak domba masih mengalami adaptasi terhadap ampas kurma sebagai pakan baru. Perlakuan P1 mengalami peningkatan bobot badan pada minggu kedua diiringi peningkatan pertambahan bobot badan harian, hal ini dikarenakan konsumsi pakan yang meningkat. Komposisi pakan P1 memiliki daya serap yang baik, rendahnya kandungan serat kasar di dalam pakan menyebabkan zat-zat nutrien mudah diserap oleh domba, sehingga menghasilkan pertambahan bobot badan yang baik.

30 Gambar 8. Grafik Bobot Badan Domba Mingguan

Penurunan bobot badan terjadi di minggu keempat pada ketiga perlakuan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh suhu udara tinggi pada minggu tersebut . Davendra dan Faylon (1989) mengatakan bahwa pada domba tropis, cekaman panas memberikan pengaruh yang serius. Cekaman lingkungan pada ruminansia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan pembagian zat makanan untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu-satuan bobot hidup (Church, 1991). Efisiensi dalam penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang dapat diukur dari konversi pakan atas bobot badan hidup domba. Hasil penelitian menunjukkan penambahan ampas kurma dalam ransum domba dengan level berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Rataan konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 10. Rataan konversi pakan untuk ketiga perlakuan sebesar 10,80. Konversi pakan yang tidak berbeda menunjukkan bahwa imbangan perlakuan pakan ampas kurma dan konsentrat yang berbeda memiliki efisiensi yang sama.

15 16 17 18 19 20 21 22 23 1 2 3 4 5 6 7 8 B obot B ada n (K g ) Minggu P1 P2 P3

31 Tabel 10. Rataan Konversi Pakan

Uraian P1 P2 P3

KBK (g/ekor/hari) 791,35 ± 56,24ab 731,10 ± 70.09a 879,12 ± 108,35b PBBH (g/ekor/hari) 95,58±39,24 73,47±8,46 70,41±11,81

Konversi 9,76 ± 4,46 10,01 ± 0,91 12,36 ± 1,56

Keterangan : KBK=Konsumsi Bahan Kering; PBBH=Pertambahan Bobot Badan Harian.

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%

P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Anggorodi (1990) menyebutkan bahwa terdapat faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi pakan antara lain laju perjalanan pakan di dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan dan komposisi nutrien ransum. Pakan P3 memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, sehingga laju perjalanan pakan di dalam saluran pencernaan lebih cepat, menjadikan daya cerna menurun, akibatnya pakan yang dikonsumsi tidak efisien. Berbeda dengan pakan P1 yang memiliki efisiensi pakan lebih baik, karena kandungan serat kasar yang rendah. Pond et al. (1995) mengatakan bahwa semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Salah satu cara untuk menghitung pendapatan secara sederhana adalah dengan perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC). Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga jual domba, harga beli bakalan dan biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama proses penggemukan domba tidak diperhitungkan dalam perhitungan IOFC. Adkinson et al. (1993) menghitung IOFC dari selisih antara nilai susu yang dihasilkan dengan biaya pakan.

Domba yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari pasar hewan dengan harga yaitu Rp 35.000/kg. Setelah dipelihara domba ini dijual ke pasar hewan yang sama dengan harga jual yang sama pula, yaitu Rp 35.000/kg. Sedangkan pakan ampas kurma diperoleh dari industri sari kurma Al-Jazira dengan harga Rp 375/kg

32 berat segar, untuk harga konsentrat yaitu Rp 1750/kg dan harga rumput lapang sebesar Rp 100/kg. Rataan perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Perhitungan Income Over Feed Cost Domba Selama Penelitian Perlakuan

Peubah

Harga Jual Harga Bakalan Biaya Pakan Pendapatan --- Rp/ekor --- P1 760.083±57.315 596.167±53.935 65.197±4.403 98.719±67.861 P2 737.333±67.202 611.333±59.342 59.151±4.918 66.849±12.614 P3 776.417±68.672 655.667±55.059 59.247±6.432 61.503±17.378

Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Hasil analisis ragam menunjukkan pemberian ampas kurma dalam pakan domba tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap IOFC. Rataan pendapatan usaha yang diperoleh berdasarkan perhitungan IOFC (Tabel 11) adalah Rp 75.690. Pengeluaran biaya pakan pada P1 cenderung tinggi yaitu Rp 65.197/ekor. Hal ini

Dokumen terkait