• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan dengan Level Ampas Kurma Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan dengan Level Ampas Kurma Berbeda"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ii

ABSTRACT

Performance of Local Sheep, Fed with different Level of Palm Date by-Product

Nur‟adhadinia, M. Yamin and W. R. Farida

By-product of palm date can be used as animal feed that can minimize the use of concentrate. This study aims to determine the performance of local sheep that fed with by-product of palm date. Eighteen local male sheep under one year old with average body weight of 17.7±1.7 kg were used in this study, The data were analyzed by using completely randomized design with three levels of treatment and six replications. The treatments were: P1 (50% by-product of palm date; 40% concentrate; 10% forage); P2 (60% by-product of palm date; 30% concentrate; 10% forage); and P3 (70% by-product of palm date; 20% concentrate; 10% forage). The variables measured were Average Daily Gain (ADG), feed consumption, feed conversion and Income Over Feed Cost (IOFC). The results show that there were no significant effects on ADG, protein consumption, feed conversion and IOFC in all treatments, but there were significant influence on feed consumption in dry matter, ash, crude fat, crude fiber, nitrogen free extract and total digestible nutrient. It is concluded that by-product of palm date can be used as animal feed to minimize concentrate usage.

(2)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki potensi untuk pengembangan ternak domba. Domba merupakan ternak yang mudah dipelihara dan bernilai ekonomi tinggi. Permintaan pasar terus meningkat terhadap daging domba untuk konsumsi masyarakat selain untuk memenuhi kebutuhan pada saat Idul Adha, daging domba juga dipasok untuk aqiqah, restoran sampai dengan warung sate kaki lima. Populasi domba di Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2008 mencapai 9.606.000 ekor dan meningkat di tahun 2009 mencapai 10.199.000 ekor. Jawa Barat merupakan provinsi yang berpotensi sebagai tempat pengembangan peternakan domba, hal ini didukung oleh populasi domba pada tahun 2008 mencapai 5.311.836 ekor yang merupakan provinsi dengan populasi domba tertinggi di Indonesia. Produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar 34.440 ton/tahun (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, perlu dilakukan suatu usaha ternak domba. Salah satu jenis usaha ternak domba adalah penggemukan, disamping budidaya dan pembibitan. Ternak domba yang cocok digemukkan di daerah tropis salah satunya adalah domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, warna bulu tidak seragam dan hasil karkas relatif sedikit (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(3)

2 tanpa perlu bersaing dengan kebutuhan manusia serta memiliki kontinuitas dan harga yang terjangkau.

Kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center (CSC) – LIPI telah memanfaatkan salah satu bahan yang dapat mengurangi penggunaan konsentrat. Bahan tersebut adalah ampas kurma yang merupakan limbah dari proses pembuatan sari kurma. Semakin banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi sari kurma sebagai obat segala macam penyakit, mendorong berkembangnya industri pembuatan sari kurma. Hal ini mendukung ketersediaan bahan berupa ampas kurma yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein 8,01%, serat kasar 20,70%, dan energi 4672,49 kal/g (Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI, 2010). Substitusi ampas kurma dalam pakan dianggap dapat meningkatkan performa domba lokal, namun hal ini belum dibuktikan dengan penelitian. Ampas kurma dengan kandungan energi yang tinggi diharapkan dapat mengurangi penggunan konsentrat, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian ampas kurma dengan level berbeda sebagai pakan penggemukan terhadap performa domba agar tercapai efisiensi produksi.

Tujuan

(4)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Lokal

Klasifikasi ternak domba menurut Ensminger (2002), yaitu: Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata (hewan bertulang belakang) Kelas : Mamalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Famili : Bovidae (hewan memamah biak) Genus : Ovis

Spesies : Ovis aries

Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Sumoprastowo (1987), mengatakan bahwa domba lokal mempunyai perdagingan yang sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, hasil karkas relatif sedikit, warna bulu tidak seragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam (Sudarmono dan Sugeng, 2008; Tiesnamurti, 1992). Bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas 44-49%. (Tiesnamurti, 1992). Ekor domba lokal umumnya pendek, bentuk tipis dan tidak menimbulkan timbunan lemak.

Indonesia memiliki dua tipe domba yang paling menonjol yaitu domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG). Asal-usul domba ini tidak diketahui secara pasti, namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat (Williamson dan Payne, 1993). Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia yang dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo, 1987). Penyebaran domba ekor tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Penggemukan Domba

(5)

4 Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak, dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena sistem produksi dan selera konsumen yang berubah. Hewan yang dipotong semakin muda, sehingga dagingnya semakin empuk. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja. Bila ternak yang digunakan belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah membesarkan sambil menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1999).

Sistem pemeliharaan yang dilakukan dalam penggemukan dewasa ini yaitu secara intensif. Sistem pemeliharaan secara intensif merupakan pemeliharaan ternak dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa ke ternak (Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian karena pemberian pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Menurut Mathius (1998), pemeliharaan secara intensif dengan cara ternak domba dikandangkan penuh, sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging.

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).

Domba mengalami proses pertumbuhan yang pada awalnya berlangsung lambat kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba berumur 4-3 bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lambat pada saat domba mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya.

(6)

5 kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Maynard dan Loosli (1979), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan.

Kebutuhan Nutrien Domba

Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrien setiap ternak bervariasi antar jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan, dan aktivitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrien ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak.

Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dan berbagai bentuk kegiatan. Anggorodi (1990) menyatakan bahwa energi adalah salah satu komponen yang penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Energi ini akan digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Domba membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok menurut Siregar (1996) adalah kebutuhan zat-zat nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya suatu kegiatan dan produksi. Sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja.

(7)

6 dalam bentuk energi bruto (GE), energi dapat dicerna (DE), energi metabolis (ME), energi netto (NE) dan jumlah zat-zat yang dapat dicerna (TDN) (Anggorodi, 1990). Tidak semua energi dikeluarkan melalui feses, urin dan gas metan. Menurut NRC (1985), kebutuhan energi pada ternak domba dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh, jenis kelamin, pertumbuhan, kelembaban dan cuaca juga berpengaruh terhadap kebutuhan energi.

Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan. Zat-zat makanan organik yang dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BeTN. TDN dinyatakan dengan bagian dari bahan makanan yang dimakan yang tidak dieksresikan dalam feses. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna perlu diketahui guna mempertinggi efisiensi pakan. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lain (Anggorodi, 1990).

TDN dapat diperkirakan dengan rumus persamaan-persamaan regresi (Hartadi et al., 1993). Bahan makanan dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas yaitu untuk domba terdapat lima kelas. Kelas tersebut adalah (1) Hijauan kering dan jerami; (2) Pasture, tanaman padangan, hijauan diberikan segar; (3) Silase; (4) Sumber energi; dan (5) Sumber Protein.

Protein

Protein adalah senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino dan berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur. Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Haryanto, 1992). Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus-menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC, 1985).

(8)

7 bahan kering. Domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar sejumlah 11% dari bahan kering (Gatenby, 1991).

Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein. Berdasarkan NRC (1985) pada saat pertumbuhan, seekor ternak membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh. Ternak muda memerlukan protein yang lebih tinggi dibandingkan ternak dewasa untuk pertumbuhannya.

Ampas Kurma

Kurma memiliki nama latin Phoenix dactylifera L., yang berasal dari kata “phoenix”, yang berarti kurma, dan “dactylifera” dari bahasa Yunani “daktulos” berarti jari (Linne, 2002). Dransfield dan Uhl (2002) mengklasifikasikan kurma, yaitu:

Kurma merupakan suatu sumber makanan yang baik dengan nilai gizi tinggi. Dibandingkan dengan makanan dan buah-buahan lain seperti buah aprikot: 520 kalori/kg; pisang: 970 kalori/kg; jeruk: 480 kalori/kg; nasi: 1.800 kalori/kg; roti gandum: 2.295 kalori/kg; daging (tanpa lemak): 2.245 kalori/kg, kurma mengandung lebih dari 3.000 kalori/kg. Karbohidrat yang terkandung dalam kurma sebesar 70%, karbohidrat tersebut terutama gula yaitu glukosa dan fruktosa. Daging buah kurma mengandung 60-65% gula, sekitar 2,5% serat, 2% protein dan kurang dari 2% terdiri dari lemak, mineral, dan unsur pectin (Zaid dan de Wet, 2002).

(9)

8 0,77 IU; vitamin B2: 0,84 IU; dan vitamin B7: 18,9 IU. Sedangkan kandungan protein sekitar 1,7% berat basah daging buah (Zaid dan de Wet, 2002).

Varietas kurma diklasifkasikan menjadi tiga macam yaitu dry (kering), semi-dry (semi kering) dan soft (lunak). Kurma varietas dry mengandung gula dengan proporsi yang tinggi dan oleh karena itu mudah diawetkan secara alami, macamnya yaitu Sakkoti, Gondaila, Gargooda, Bartamooda,dan Dagana. Kurma varietas semi-dry mirip dengan kurma kering, namun lebih lembut dibandingkan kurma kering dan dapat dimakan dengan mudah, macamnya yaitu ‟Amri, „Aglani, Gassasi, Saifani, dan Sakha. Kurma varietas soft secara komparatif mengandung proporsi gula yang sedikit dan tidak mudah kering secara natural, macamnya yaitu Bint „Aisha, Hayâni, Samâni, Zaghlool, Amhât, Sîwi, „Arâbi dan lain-lain (Brown, 1924).

Kurma dapat dijadikan berbagai produk seperti sirup kurma, sari kurma, cereal, cookies, cake, roti dan sebagainya. Kurma yang diproduksi sebagai sirup kurma dan sari kurma menghasilkan limbah (by-product) berupa ampas kurma. Jenis kurma yang digunakan yaitu kurma red siyer atau sair berasal dari Iran yang merupakan varietas semi-dry dengan kandungan air dibawah 16% dan gula 70%. Umumnya dipanen pada bulan Oktober dan memiliki warna dark brown (Sahravi, 2011).

(10)

9 Proses produksi ampas kurma pada pabrik sari kurma CV. Amalia Mulia Sejahtera (Al-Jazira) Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Ampas Kurma

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil dari zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu ternak (Church dan Pond, 1988).

Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Tillman et al., 1998). Church dan Pond (1988) menambahkan proses penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang

Disortir Kurma

Blending + Air Panas

Ditolak

Dipress

Disarin Biji Kurma

Bubur Kurma

Sari Kurma

(11)

10 menjadi kecil. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.

Konsumsi Pakan

Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan produksi. Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi hewan tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi adalah jenis kelamin, bobot badan, keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan lingkungan (Parakkasi, 1999; Tillman et al., 1998). Konsumsi pakan menurut Nasution (2009) dapat ditentukan oleh komposisi dan bentuk ransum yang mempengaruhi laju pergerakan digesta. Church dan Pond (1988) menambahkan konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa dan tekstur pakan.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu-satuan bobot hidup (Church, 1991). Konversi pakan dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi produksi karena erat kaitan dengan biaya produksi, semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan makin tinggi. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu mendatangkan keuntungan yang maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik disertai biaya ransum yang minimal akan mendapatkan keuntungan yang maksimal.

(12)

11

Income Over Feed Cost (IOFC)

(13)

12

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan rumput lapang dan konsentrat dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan (termasuk masa adaptasi 1 bulan), yaitu sejak tanggal 23 Januari hingga 16 April 2011.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah domba jantan lokal yang terdapat di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center – LIPI. Ternak domba yang digunakan berjumlah 18 ekor domba jantan berumur kurang dari satu tahun (I0) dengan rataan bobot badan 17,7±1,7 kg. Salah satu domba

yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(14)

13

Pakan

Pakan yang diberikan adalah ampas kurma yang berasal dari industri sari kurma Al-Jazira dan konsentrat (Gambar 3) serta hijauan berupa rumput lapang yang diperoleh dari kebun sekitar kandang. Kandungan nutrien dari pakan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Pakan yang digunakan Selama Penelitian (100% Bahan Kering)

Jenis Sampel BK Abu PK LK SK BeTN TDN*** GE --- % --- (kal/g) Ampas Kurma* 28,71 3,18 8,01 1,33 20,70 66,78 76,53a 4672,49 Konsentrat** 78,32 17,43 16,06 5,67 20,91 39,93 65,33a 4309,24 R. Lapang** 21,08 10,53 7,97 1,80 39,52 40,18 53,15b 4032,26

Sumber : * Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong Science Center. 2010. ** Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2010. *** Berdasarkan Rumus Hartadi et al. (1993)

a %TDN=22,822 - 1,44 (SK) - 2,875 (LK) + 0,655 (BeTN) + 0,863 (PK) + 0,02 (SK)2 - 0,078 (LK)2 + 0,018 (SK) (LK) + 0,045 (LK) (BeTN) - 0,085 (LK) (PK) + 0,02 (LK)2 (PK)

b %TDN=26,865 + 1,334 (SK) + 6,598 (LK) + 1,423 (BeTN) + 0,967 (PK) – 0,002 (SK)2

– 0,67 (LK)2– 0,024 (SK) (BeTN) – 0,055 (LK) (BeTN) – 0,146 (LK) (PK) – 0,039 (LK)2 (PK)

Keterangan : BK=Bahan Kering; PK=Protein Kasar; SK=Serat Kasar; LK=Lemak Kasar; BeTN=Bahan ekstrak tanpa Nitrogen; TDN=Total Digestible Nutrient; GE=Gross Energy

(a) (b)

(15)

14

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm dan tinggi 95 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Peralatan yang digunakan antara lain tempat pakan untuk ampas kurma, konsentrat dan rumput lapang serta tempat air minum. Timbangan pegas dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan domba. Timbangan duduk dengan kapasitas 10 kg untuk menimbang ampas kurma, konsentrat, dan rumput lapang. Alat-alat kebersihan yang digunakan yaitu sapu lidi dan sikat. Alat-alat pelengkap yaitu label identitas domba berupa kalung nomor, alat tulis, gunting, serta obat-obatan (Gambar 4).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 4. Peralatan (a) Timbangan Pakan, (b) Timbangan Bobot Badan, (c) Obat Cacing, (d) Tempat Pakan, dan (e) Kandang individu yang

(16)

15

Prosedur

Persiapan

Ternak yang dipilih adalah bakalan yang sehat dan normal (tidak cacat). Peralatan dan kandang dipersiapkan seminggu sebelum penelitian. Domba jantan lokal yang digunakan sebanyak 18 ekor berumur kurang dari satu tahun (I0) yang

diperoleh dari pasar ternak Kebon Pedes, Bogor. Domba tersebut dimasukkan ke dalam kandang individu secara acak. Adaptasi pakan dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian selama 4 minggu untuk membiasakan domba dengan pakan yang baru yaitu ampas kurma. Domba diberi perawatan intensif antara lain pencukuran bulu, dimandikan dan pemberian obat cacing. Penimbangan dilakukan akhir periode adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian.

Perawatan, Pemeliharaan dan Pelaksanaan

Pemberian pakan berdasarkan perlakuan yaitu level ampas kurma yang berbeda. Pemeliharaan dilakukan secara intensif dengan pemberian pakan berupa ampas kurma + konsentrat dilakukan pada pagi hari (06.30-07.30 WIB) dan siang hari (12.30-13.30 WIB). Rumput lapang diberikan pada sore hari pukul 17.00-18.00 WIB. Sisa pakan ditimbang keesokan harinya. Pakan yang diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering yaitu 4% dari bobot badan (NRC, 1985).

Penggemukan domba dalam penelitian dilakukan selama dua bulan (tidak termasuk masa adaptasi). Penimbangan bobot badan dilakukan satu minggu sekali pada hari minggu (Gambar 5).

(17)

16

Rancangan

Perlakuan

Domba dibagi ke dalam tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan ransum terdiri dari:

P1 : Ampas kurma 50% BK, konsentrat 40% BK, dan rumput lapang 10% BK P2 : Ampas kurma 60% BK, konsentrat 30% BK, dan rumput lapang 10% BK P3 : Ampas kurma 70% BK, konsentrat 20% BK, dan rumput lapang 10% BK

Komposisi nutrien pakan untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil perhitungan awal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Perhitungan (100% Bahan Kering)

Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.

P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari enam ulangan. Model rancangan yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Pi + €ij Keterangan :

Yij = Variabel respon akibat pengaruh level ampas kurma ke-i pada ulangan ke-j

(18)

17 Pi = Pengaruh level ampas kurma ke-i (i = 1, 2, 3)

€ij = Pengaruh galat percobaan

i = Pelakuan (1, 2, 3) j = Ulangan (1, 2, 3, 4, 5, 6)

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of variance/ ANOVA) dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Tukey.

Peubah yang Diamati

1. Konsumsi pakan

Konsumsi pakan merupakan sejumlah pakan hijauan maupun konsentrat yang dikonsumsi oleh domba. Konsumsi pakan dibagi kedalam konsumsi bahan segar dan konsumsi nutrien.

a. Perhitungan konsumsi bahan segar yaitu dengan menggunakan cara pengurangan berat awal pakan dikurangi berat sisa pakan (g/ekor/hari), sebagai berikut:

Konsumsi bahan segar (g/ekor/hari) = Pakan yang diberikan – Sisa pakan b. Konsumsi nutrien merupakan zat makanan yang dikonsumsi ternak yaitu Bahan Kering (BK), Abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat Kasar (SK), Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (BeTN) dan Total Digestible Nutrient (TDN). Perhitungan untuk setiap tingkat konsumsi pakan adalah sebagai berikut :

KBK = Konsumsi bahan segar (g) x kadar bahan kering dalam pakan KAbu = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar abu dalam pakan

KPK = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar protein kasar dalam pakan KLK = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar lemak kasar dalam pakan KSK = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar serat kasar dalam pakan KBeTN = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar BeTN dalam pakan KTDN = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar TDN dalam pakan

Keterangan : KBK : Konsumsi Bahan Kering (g) KAbu : Konsumsi Abu (g)

(19)

18 KLK : Konsumsi Lemak Kasar (g)

KSK : Konsumsi Serat Kasar (g)

KBeTN : Konsumsi Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (g) KTDN : Konsumsi Total Digestible Nutrient (g) 2. Konsumsi Nutrien (%)

Perhitungan konsumsi nutrien (%) yaitu dengan cara membagi konsumsi nutrien dengan konsumsi bahan kering sebagai berikut:

3. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pengukuran PBBH dilakukan dengan mengurangi bobot akhir dengan bobot awal domba pada waktu tertentu. Penimbangan Bobot Badan dilakukan satu minggu sekali selama delapan minggu. Adapun PBB harian (PBBH) domba diukur berdasarkan rumus :

4. Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dan dalam waktu tertentu. Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi tiap harinya terhadap pertambahan bobot badan hariannya.

5. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah pendapatan yang didapat setelah dikurangi biaya pakan selama penggemukan.

(20)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian Tempat Penelitian

Kandang Integrated Farming System Cibinong Science Center – LIPI berada di atas lahan seluas 2000 m2 dan dikelilingi oleh sawah dan perkebunan seperti cabai, pepaya, timun dan sebagainya. Luas kandang domba yaitu 120 m2 terdiri atas kandang individu 100 cm x 40 cm x 95 cm untuk penggemukan domba jantan dan terdapat kandang koloni domba betina. Kandang individu untuk ternak dengan bobot badan 10-30 kg terdapat empat blok dengan kapasitas tampung 14 ekor per blok, Kandang domba yang digunakan merupakan kandang panggung berlantai bambu dan beratap genteng.

Keadaan cuaca pada saat penelitian sangat berfluktuasi, hujan sering terjadi pada awal penelitian yaitu bulan Januari 2011, curah hujan menurun pada bulan Februari dan Maret 2011. Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian pada pagi, siang dan sore hari dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan

Waktu (WIB) Suhu (°C) Kelembaban (%)

06.00 25,08 90,23

12.00 31,22 68,78

18.00 27,08 85,42

Suhu selama penelitian berada diatas suhu optimal domba. Menurut Yousef (1982) suhu optimal domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 4-24°C dengan kelembaban di bawah 75%. Suhu yang tinggi selama penelitian dapat mengakibatkan menurunnya konsumsi pakan pada domba. Anggorodi (1990) mengemukakan bahwa iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak.

Kondisi Pakan

(21)

20 Konsentrat komersial yang digunakan mengandung protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar lebih dari 18%. Sehingga konsentrat komersial yang digunakan diduga banyak mengandung bahan sumber energi. Kandungan protein kasar konsentrat adalah 16,06% dan serat kasar 20,91% (Tabel 1). Ampas kurma diperoleh dari industri sari kurma Al-Jazira, Ciapus – Bogor. Ampas kurma bersifat semi kering, karena kandungan air yang cukup tinggi serta tekstur yang halus. Setiap harinya ampas kurma dapat diperoleh sebanyak 380 kg dan belum termanfaatkan, sehingga menjadi limbah di industri tersebut. Oleh sebab itu ampas kurma dimanfaatkan sebagai pakan untuk domba.

Penggunaan ampas kurma pada penelitian ini dicampurkan dengan konsentrat komersial. Kemudian dilakukan analisa terhadap campuran tersebut pada masing-masing perlakuan. Hasil analisa ini digunakan untuk menghitung nilai konsumsi nutrien dari setiap perlakuan. Analisa dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI Cibinong Science Center. Komposisi nutrien ampas kurma + konsentrat dan rumput lapang untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Hasil Analisa (100% Bahan Kering)

Keterangan: *TDN berdasarkan rumus Hartadi et al. (1993)

BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.

(22)

21

Konsumsi Pakan

Konsumsi Bahan Segar

Konsumsi adalah faktor yang esensial yang merupakan dasar untuk ternak hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi dapat menentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi bahan segar domba selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Segar Domba Lokal selama Penelitian

Perlakuan

Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

(23)

22 Gambar 6. Konsumsi Bahan Segar Ampas Kurma + Konsentrat (Ak + Ko) dan

Rumput Lapang (RL) Mingguan Selama Penelitian.

(24)

23 g/ekor/hari. Bagi ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Rataan konsumsi bahan kering ransum harian domba yang sedang tumbuh adalah 677,6 – 718,68 g/ekor/hari (Tarmidi, 2004).

Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Harian Domba Lokal

Perlakuan

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%

P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari perlakuan pemberian ampas kurma yang berbeda terhadap konsumsi bahan kering total. Konsumsi bahan kering P3 tidak berbeda nyata dengan P1 dan nyata lebih tinggi daripada P2. Hal ini diduga karena faktor fisik dari pakan P3 yaitu tekstur pakan yang lembut sehingga meningkatkan konsumsi pakan ternak domba. Menurut Nasution (2009), komposisi dan bentuk ransum mempengaruhi laju pergerakan digesta sehingga dapat menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi.

(25)

24 penelitian ini diduga karena tekstur yang halus dari pakan dengan campuran ampas kurma. Tekstur pakan yang halus dapat menyebakan laju aliran digesta rumen menjadi lebih cepat sehingga domba dapat mengkonsumsi pakan lebih banyak.

Gambar 7. Konsumsi Bahan Kering Ampas Kurma + Konsentrat Mingguan Konsumsi bahan kering mingguan P2 lebih rendah dari P3 (Gambar 7). Rendahnya konsumsi bahan kering tersebut dapat disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan kering dari pakan P2 yaitu sebesar 38,72% dibandingkan dengan P3 sebesar 41,28% (Tabel 4). Konsumsi bahan kering per minggu pada Gambar 7 menunjukkan penurunan di minggu keenam pada ketiga perlakuan. Menurunnya konsumsi bahan kering ampas kurma + konsentrat diduga disebabkan rataan suhu pada siang hari selama penelitian yang tinggi yaitu 31,22°C. Ampas kurma + konsentrat diberikan pada pagi dan siang hari, sehingga apabila suhu pada pagi atau siang hari tinggi akan berpengaruh terhadap konsumsinya.

Konsumsi Nutrien

(26)

25 Tabel 7. Rataan Konsumsi Nutrien pada P1, P2 dan P3

Konsumsi

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)* dan berbeda nyata (P<0,05)**. BK=Bahan Kering, BO=Bahan Organik, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.

P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Kandungan nutrien bahan organik yang terdapat dalam pakan yaitu karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma berbeda memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi bahan organik (Tabel 7). Perlakuan P3 nyata lebih tinggi daripada P2 yaitu masing-masing sebesar 821,80 g/ekor/hari dan 667,64 g/ekor/hari. Konsumsi bahan organik pada dasarnya sangat erat kaitannya dengan kondisi yang terdapat pada bahan kering (Nasution, 2009). Konsumsi bahan kering P3 lebih tinggi daripada P2 begitupun konsumsi bahan organiknya.

Dalam hal konsumsi abu pada penelitian ini (Tabel 7) hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari perlakuan pemberian ampas kurma yang berbeda terhadap konsumsi abu. Perlakuan P1 nyata lebih tinggi daripada P3 yaitu masing-masing sebesar 66,95 g/ekor/hari dan 57,31 g/ekor/hari. Konsumsi abu dipengaruhi oleh persentase kandungan abu di dalam pakan. Perlakuan P3 memiliki persentase kandungan abu terendah yaitu 6,60% (Tabel 4).

(27)

26 (P>0,05) terhadap konsumsi protein kasar, sehingga pemberian ampas kurma pada domba dapat diberikan sampai taraf 70%. Kisaran konsumsi protein kasar harian domba pada penelitian ini antara 70,84 – 78,34 g/ekor/hari. Tomaszewska et al. (1993) melaporkan bahwa kebutuhan protein domba pada bobot badan 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan 100 g/hari berkisar antara 102,7 – 135,8 g/hari, sehingga konsumsi protein kasar domba pada penelitian ini masih lebih rendah. Rendahnya konsumsi protein kasar pada penelitian ini diduga akibat kandungan protein kasar dari ampas kurma yang rendah (8,01%) yang hanya memenuhi kebutuhan protein kasar minimal domba sebesar 8%. Sedangkan untuk domba yang sedang tumbuh memerlukan protein kasar 11% dari bahan kering (Gatenby, 1991).

(28)

27 dibandingkan dengan pakan serat kasar rendah. Tingginya konsumsi serat kasar menyebabkan penurunan konsumsi nutrien pakan yang dapat dicerna. Kecukupan konsumsi serat kasar pada domba akan berpengaruh pada pertumbuhan. Semakin tinggi konsumsi serat kasar bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan ternak dan produksi yang lebih baik, karena serat kasar bersifat menurunkan daya cerna.

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BeTN) yang dikonsumsi oleh ternak domba dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi BeTN dengan pakan mengandung ampas kurma pada taraf berbeda. Konsumsi BeTN perlakuan P3 lebih tinggi daripada P2. Hal ini menunjukkan pakan P3 mengandung energi yang tinggi. BeTN merupakan karbohidrat yang mudah dicerna tidak termasuk serat kasar yang terdiri dari beberapa komponen seperti zat pati, fruktosa, resin, dan asam organik yang digunakan sebagai sumber energi (Farida dan Ridwan, 2011).

Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan salah satu cara mengetahui energi suatu pakan. Perhitungan TDN pakan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Hartadi et al. (1990). Menurut NRC (1985), domba dengan bobot tubuh 10-20 kg membutuhkan TDN sebesar 400-800 g/ekor/hari untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhannya. Konsumsi TDN pada penelitian ini telah memenuhi kebutuhan domba berdasarkan NRC (1985).Rataan konsumsi TDN pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma dengan level berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi TDN. Perlakuan P2 nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan P3, hal ini diduga karena kandungan TDN pada perlakuan P2 lebih rendah dibandingkan P3. Kandungan TDN perlakuan P3 sebesar 71,87% (Tabel 4) menunjukkan banyaknya zat-zat makanan yang dapat digunakan.

(29)

28 Tabel 8. Persentase Konsumsi Nutrien pada Domba

Nutrien P1 P2 P3

Keterangan : BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar, BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen.

P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Persentase konsumsi nutrien (Tabel 8) tertinggi adalah bahan ekstrak tanpa nitrogen (BeTN). Tillman et al. (1991) melaporkan bahwa BeTN merupakan karbohidrat yang banyak mengandung pati dan tidak mengandung serat. Tingginya persentase konsumsi BeTN tersebut karena kandungan BeTN bahan pakan penelitian yang diberikan lebih tinggi (Tabel 1) dibandingkan nutrien yang lain. Bahan pakan yang mengandung BeTN tinggi menunjukkan kandungan energi yang tinggi dan mudah dicerna.

Serat kasar merupakan salah satu persentase konsumsi yang tertinggi setelah BeTN (Tabel 8). Ternak ruminansia mempunyai kemampuan untuk mencerna serat kasar secara fermentasi dengan bantuan mikroba rumen. Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa ruminansia dapat mencerna setidaknya 50% serat kasar dari pakan. Serat kasar akan digunakan sebagai sumber energi oleh ternak ruminansia.

Persentase konsumsi protein kasar domba pada penelitian ini masing-masing adalah 9,25% (P1); 9,69% (P2); dan 8,91% (P3). Nilai protein kasar tersebut hanya mencukupi kebutuhan minimal domba untuk hidup pokok yaitu 8% (Gatenby, 1991). Rendahnya kebutuhan protein kasar dalam penelitian ini diduga akibat rendahnya nilai protein kasar pakan ampas kurma yaitu 8,01% (Tabel 1).

Pertambahan Bobot Badan Harian

(30)

29 palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Pertambahan berat badan dipengaruh oleh beberapa faktor yaitu total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis ternak, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana (NRC, 1985). Rataan pertambahan bobot badan harian domba lokal selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Lokal

Perlakuan Rataan (g/ekor/hari)

P1 95,58±39,24

P2 73,47±8,46

P3 70,41±11,81

Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Hasil dari analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ampas kurma pada berbagai taraf perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan harian. Rataan pertambahan bobot badan harian domba berkisar antara 70,41 – 95,58 g/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan domba pada hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Firki (2010) yang menggunakan rumput lapang, daun jagung, klobot jagung dan ransum komplit sebagai pakan, yaitu berkisar antara 92,86 – 128,18 g/ekor/hari. Hal itu diduga karena bahan pakan yang digunakan dalam penelitian tersebut memiliki kecernaan yang lebih tinggi daripada ampas kurma, konsentrat dan rumput lapang yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga banyak zat-zat nutrien yang dapat diserap oleh ternak.

(31)

30 Gambar 8. Grafik Bobot Badan Domba Mingguan

Penurunan bobot badan terjadi di minggu keempat pada ketiga perlakuan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh suhu udara tinggi pada minggu tersebut . Davendra dan Faylon (1989) mengatakan bahwa pada domba tropis, cekaman panas memberikan pengaruh yang serius. Cekaman lingkungan pada ruminansia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan pembagian zat makanan untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan kenaikan satu-satuan bobot hidup (Church, 1991). Efisiensi dalam penggunaan pakan termasuk dalam program pemberian pakan yang dapat diukur dari konversi pakan atas bobot badan hidup domba. Hasil penelitian menunjukkan penambahan ampas kurma dalam ransum domba dengan level berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Rataan konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 10. Rataan konversi pakan untuk ketiga perlakuan sebesar 10,80. Konversi pakan yang tidak berbeda menunjukkan bahwa imbangan perlakuan pakan ampas kurma dan konsentrat yang berbeda memiliki efisiensi yang sama.

(32)

31 Tabel 10. Rataan Konversi Pakan

Uraian P1 P2 P3

KBK (g/ekor/hari) 791,35 ± 56,24ab 731,10 ± 70.09a 879,12 ± 108,35b PBBH (g/ekor/hari) 95,58±39,24 73,47±8,46 70,41±11,81

Konversi 9,76 ± 4,46 10,01 ± 0,91 12,36 ± 1,56

Keterangan : KBK=Konsumsi Bahan Kering; PBBH=Pertambahan Bobot Badan Harian.

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%

P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

Anggorodi (1990) menyebutkan bahwa terdapat faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi pakan antara lain laju perjalanan pakan di dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan dan komposisi nutrien ransum. Pakan P3 memiliki kandungan serat kasar yang tinggi, sehingga laju perjalanan pakan di dalam saluran pencernaan lebih cepat, menjadikan daya cerna menurun, akibatnya pakan yang dikonsumsi tidak efisien. Berbeda dengan pakan P1 yang memiliki efisiensi pakan lebih baik, karena kandungan serat kasar yang rendah. Pond et al. (1995) mengatakan bahwa semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Salah satu cara untuk menghitung pendapatan secara sederhana adalah dengan perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC). Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga jual domba, harga beli bakalan dan biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama proses penggemukan domba tidak diperhitungkan dalam perhitungan IOFC. Adkinson et al. (1993) menghitung IOFC dari selisih antara nilai susu yang dihasilkan dengan biaya pakan.

(33)

32 berat segar, untuk harga konsentrat yaitu Rp 1750/kg dan harga rumput lapang sebesar Rp 100/kg. Rataan perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Perhitungan Income Over Feed Cost Domba Selama Penelitian

Perlakuan

Peubah

Harga Jual Harga Bakalan Biaya Pakan Pendapatan --- Rp/ekor --- P1 760.083±57.315 596.167±53.935 65.197±4.403 98.719±67.861 P2 737.333±67.202 611.333±59.342 59.151±4.918 66.849±12.614 P3 776.417±68.672 655.667±55.059 59.247±6.432 61.503±17.378

Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10% P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10% P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%

(34)

33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian ampas kurma dengan level berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan harian, konsumsi protein, konversi pakan dan Income Over Feed Cost. Namun demikian pemberian ampas kurma berpengaruh nyata meningkatkan konsumsi bahan kering, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan total digestible nutrient. Penggunaan ampas kurma 50% memberikan pengaruh positif terhadap performa domba dan dapat digunakan sebagai pakan untuk mengurangi penggunaan konsentrat.

Saran

(35)

i

PERFORMA PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL

YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL

AMPAS KURMA BERBEDA

SKRIPSI

NUR’ADHADINIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(36)

i

PERFORMA PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL

YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL

AMPAS KURMA BERBEDA

SKRIPSI

NUR’ADHADINIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(37)

i

RINGKASAN

Nur‟adhadinia. D14070271. 2011. Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan dengan Level Ampas Kurma Berbeda. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc.

Pembimbing Anggota : Dr. Wartika Rosa Farida

Usaha penggemukan domba lokal merupakan salah satu usaha yang banyak dilakukan peternak. Mahalnya harga pakan komersial (konsentrat) mendorong diperlukannya pakan yang dapat meminimalkan penggunaan konsentrat tersebut. Ampas kurma merupakan limbah pembuatan sari kurma yang mengandung energi tinggi namun protein rendah. Ketersediaan ampas kurma cukup banyak, namun belum dimanfaatkan secara optimal. Ampas kurma dapat dimanfaatkan untuk meminimalkan penggunaan konsentrat.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa domba lokal yang diberi pakan ampas kurma dengan level berbeda selama penggemukan. Penelitian telah dilakukan pada bulan Januari 2011 hingga April 2011, di kandang Integrated Farming System, Cibinong Science Center – LIPI. Sistem pemeliharaan domba dilakukan secara intensif.

Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah domba lokal jantan berjumlah 18 ekor berumur kurang dari satu tahun dengan bobot badan awal 17,7 ± 1,7 kg. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian pakan dengan komposisi yang berbeda, yaitu: ampas kurma 50%, konsentrat 40%, dan rumput lapang 10% (P1); ampas kurma 60%, konsentrat 30%, dan rumput lapang 10% (P2); serta ampas kurma 70%, konsentrat 20%, dan rumput lapang 10% (P3). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan. Peubah yang diamati adalah pertambahan bobot badan harian, konsumsi pakan, konversi pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan jika ada pengaruh nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey‟s.

Pemberian ampas kurma tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian, konsumsi protein, konversi pakan dan IOFC. Namun ampas kurma berpengaruh nyata meningkatkan konsumsi bahan kering, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan total digestible nutrient. Penggunaan ampas kurma 50% memberikan pengaruh positif terhadap performa domba. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan ampas kurma dapat mengurangi penggunaan konsentrat pada usaha penggemukan dengan performa yang baik.

(38)

ii

ABSTRACT

Performance of Local Sheep, Fed with different Level of Palm Date by-Product

Nur‟adhadinia, M. Yamin and W. R. Farida

By-product of palm date can be used as animal feed that can minimize the use of concentrate. This study aims to determine the performance of local sheep that fed with by-product of palm date. Eighteen local male sheep under one year old with average body weight of 17.7±1.7 kg were used in this study, The data were analyzed by using completely randomized design with three levels of treatment and six replications. The treatments were: P1 (50% by-product of palm date; 40% concentrate; 10% forage); P2 (60% by-product of palm date; 30% concentrate; 10% forage); and P3 (70% by-product of palm date; 20% concentrate; 10% forage). The variables measured were Average Daily Gain (ADG), feed consumption, feed conversion and Income Over Feed Cost (IOFC). The results show that there were no significant effects on ADG, protein consumption, feed conversion and IOFC in all treatments, but there were significant influence on feed consumption in dry matter, ash, crude fat, crude fiber, nitrogen free extract and total digestible nutrient. It is concluded that by-product of palm date can be used as animal feed to minimize concentrate usage.

(39)

iii

PERFORMA PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL

YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL

AMPAS KURMA BERBEDA

NUR’ADHADINIA

D14070271

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(40)

iv

Judul : Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan dengan Level Ampas Kurma Berbeda

Nama : Nur’adhadinia

NIM : D14070271

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc Dr. Wartika Rosa Farida

NIP. 19630928 198803 1 002 NIP. 19590131 198403 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004

(41)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 09 Juli 1989. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Sutaryo dan Ibu Johar Jumiati Afriastini. Nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya kepada penulis adalah Nur‟adhadinia yang memiliki arti cahaya dini hari di bulan Idul Adha.

Penulis melaksanakan pendidikan dasar di SD Negeri Cibalagung IV Bogor, kemudian melanjutkan sekolah ditingkat pertama yaitu SMP Negeri 9 Bogor dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Bogor. Penulis kemudian mengikuti program SPMB dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 pada Fakultas Peternakan Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) angkatan 44.

(42)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan dengan Level Ampas Kurma Berbeda”. Sholawat beserta salam kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad saw beserta para keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang selalu tetap istiqomah hingga akhir zaman.

Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang disebut juga domba ekor tipis atau domba kampung. Domba lokal banyak dipelihara oleh masyarakat secara tradisional. Domba lokal berpotensi untuk usaha peggemukan karena mudah tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungan. Keterbatasan pakan hijauan sebagai pakan utama menjadi kendala dalam usaha penggemukan, selain itu harga pakan komersial yang semakin melonjak. Pemanfaatan ampas kurma yang digunakan sebagai pakan diharapkan dapat memberikan informasi bagi usaha penggemukan untuk dapat meminimalkan penggunaan hijauan dan konsentrat. Ampas kurma yang didapatkan dari pabrik sari kurma Al-Jazira memiliki kandungan gizi yang baik sehingga diharapkan dapat meningkatkan performa pertumbuhan domba lokal.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pembaca.

(43)

vii

Perawatan, Pemeliharaan dan Pelaksanaan ……… 15

Rancangan ………..………… 16

(44)

viii

Rancangan Percobaan ……… 16

Peubah yang Diamati ……….………… 17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian ……….………… 19

Tempat Penelitian ……….………… 19

Kondisi Pakan ……… 19

Konsumsi Pakan ……… 21

Konsumsi Bahan Segar ………..………… 21

Konsumsi Bahan Kering ……… 23

Konsumsi Nutrien …….……….………… 24

Pertambahan Bobot Badan Harian ……… 28

Konversi Pakan ………..………… 30

Income Over Feed Cost (IOFC) ……… 31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ………..………… 33

Saran ………..………… 33

UCAPAN TERIMA KASIH ……….………… 34

DAFTAR PUSTAKA ………..………… 35

(45)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan Nutrien Pakan yang digunakan Selama Penelitian (100%

Bahan Kering) ……… 13

2. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Perhitungan

(100% Bahan Kering) ……… 16

3. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan …..……… 19 4. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Hasil Analisa

(100% Bahan Kering) ……… 20

5. Rataan Konsumsi Bahan Segar Domba Lokal Selama Penelitian … 21 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Harian Domba Lokal ……… 23 7. Rataan Konsumsi Nutrien pada P1, P2, dan P3 ……… 25 8. Persentase Konsumsi Nutrien pada Domba ……… 28 9. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba Lokal ……….… 29

10. Rataan Konversi Pakan ……… 31

11. Rataan Perhitungan Income Over Feed Cost Domba Selama

(46)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Proses Produksi Ampas Kurma ……… 10 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian ……… 12 3. Pakan (a) Konsentrat dan (b) Ampas Kurma ……… 13 4. Peralatan (a) Timbangan Pakan, (b) Timbangan Bobot Badan, (c)

Obat Cacing, (d) Tempat Pakan, dan (e) Kandang individu yang

digunakan dalam penelitian ……… 14

5. Penimbangan Domba ……… 15

(47)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Konsumsi BK dan Nutrien P1 (Ampas Kurma 50%,

Konsentrat 40%, Rumput Lapang 10%) ………... 39 2. Rataan Konsumsi BK dan Nutrien P2 (Ampas Kurma 60%,

Konsentrat 30%, Rumput Lapang 10%) ……… 40 3. Rataan Konsumsi BK dan Nutrien P3 (Ampas Kurma 70%,

(48)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki potensi untuk pengembangan ternak domba. Domba merupakan ternak yang mudah dipelihara dan bernilai ekonomi tinggi. Permintaan pasar terus meningkat terhadap daging domba untuk konsumsi masyarakat selain untuk memenuhi kebutuhan pada saat Idul Adha, daging domba juga dipasok untuk aqiqah, restoran sampai dengan warung sate kaki lima. Populasi domba di Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2008 mencapai 9.606.000 ekor dan meningkat di tahun 2009 mencapai 10.199.000 ekor. Jawa Barat merupakan provinsi yang berpotensi sebagai tempat pengembangan peternakan domba, hal ini didukung oleh populasi domba pada tahun 2008 mencapai 5.311.836 ekor yang merupakan provinsi dengan populasi domba tertinggi di Indonesia. Produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar 34.440 ton/tahun (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, perlu dilakukan suatu usaha ternak domba. Salah satu jenis usaha ternak domba adalah penggemukan, disamping budidaya dan pembibitan. Ternak domba yang cocok digemukkan di daerah tropis salah satunya adalah domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, warna bulu tidak seragam dan hasil karkas relatif sedikit (Sudarmono dan Sugeng, 2008).

(49)

2 tanpa perlu bersaing dengan kebutuhan manusia serta memiliki kontinuitas dan harga yang terjangkau.

Kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center (CSC) – LIPI telah memanfaatkan salah satu bahan yang dapat mengurangi penggunaan konsentrat. Bahan tersebut adalah ampas kurma yang merupakan limbah dari proses pembuatan sari kurma. Semakin banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi sari kurma sebagai obat segala macam penyakit, mendorong berkembangnya industri pembuatan sari kurma. Hal ini mendukung ketersediaan bahan berupa ampas kurma yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein 8,01%, serat kasar 20,70%, dan energi 4672,49 kal/g (Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI, 2010). Substitusi ampas kurma dalam pakan dianggap dapat meningkatkan performa domba lokal, namun hal ini belum dibuktikan dengan penelitian. Ampas kurma dengan kandungan energi yang tinggi diharapkan dapat mengurangi penggunan konsentrat, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian ampas kurma dengan level berbeda sebagai pakan penggemukan terhadap performa domba agar tercapai efisiensi produksi.

Tujuan

(50)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Lokal

Klasifikasi ternak domba menurut Ensminger (2002), yaitu: Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata (hewan bertulang belakang) Kelas : Mamalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap) Famili : Bovidae (hewan memamah biak) Genus : Ovis

Spesies : Ovis aries

Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Sumoprastowo (1987), mengatakan bahwa domba lokal mempunyai perdagingan yang sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, hasil karkas relatif sedikit, warna bulu tidak seragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam (Sudarmono dan Sugeng, 2008; Tiesnamurti, 1992). Bobot badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas 44-49%. (Tiesnamurti, 1992). Ekor domba lokal umumnya pendek, bentuk tipis dan tidak menimbulkan timbunan lemak.

Indonesia memiliki dua tipe domba yang paling menonjol yaitu domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG). Asal-usul domba ini tidak diketahui secara pasti, namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat (Williamson dan Payne, 1993). Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia yang dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo, 1987). Penyebaran domba ekor tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Penggemukan Domba

(51)

4 Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak, dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena sistem produksi dan selera konsumen yang berubah. Hewan yang dipotong semakin muda, sehingga dagingnya semakin empuk. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja. Bila ternak yang digunakan belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah membesarkan sambil menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1999).

Sistem pemeliharaan yang dilakukan dalam penggemukan dewasa ini yaitu secara intensif. Sistem pemeliharaan secara intensif merupakan pemeliharaan ternak dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa ke ternak (Parakkasi, 1999). Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian karena pemberian pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhan domba. Menurut Mathius (1998), pemeliharaan secara intensif dengan cara ternak domba dikandangkan penuh, sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging.

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).

Domba mengalami proses pertumbuhan yang pada awalnya berlangsung lambat kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba berumur 4-3 bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lambat pada saat domba mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya.

(52)

5 kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Maynard dan Loosli (1979), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan.

Kebutuhan Nutrien Domba

Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrien setiap ternak bervariasi antar jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan, dan aktivitas fisik ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrien ternak dapat dikelompokkan menjadi komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak.

Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dan berbagai bentuk kegiatan. Anggorodi (1990) menyatakan bahwa energi adalah salah satu komponen yang penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Energi ini akan digunakan untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Domba membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok menurut Siregar (1996) adalah kebutuhan zat-zat nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya suatu kegiatan dan produksi. Sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja.

(53)

6 dalam bentuk energi bruto (GE), energi dapat dicerna (DE), energi metabolis (ME), energi netto (NE) dan jumlah zat-zat yang dapat dicerna (TDN) (Anggorodi, 1990). Tidak semua energi dikeluarkan melalui feses, urin dan gas metan. Menurut NRC (1985), kebutuhan energi pada ternak domba dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh, jenis kelamin, pertumbuhan, kelembaban dan cuaca juga berpengaruh terhadap kebutuhan energi.

Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan. Zat-zat makanan organik yang dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BeTN. TDN dinyatakan dengan bagian dari bahan makanan yang dimakan yang tidak dieksresikan dalam feses. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna perlu diketahui guna mempertinggi efisiensi pakan. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lain (Anggorodi, 1990).

TDN dapat diperkirakan dengan rumus persamaan-persamaan regresi (Hartadi et al., 1993). Bahan makanan dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas yaitu untuk domba terdapat lima kelas. Kelas tersebut adalah (1) Hijauan kering dan jerami; (2) Pasture, tanaman padangan, hijauan diberikan segar; (3) Silase; (4) Sumber energi; dan (5) Sumber Protein.

Protein

Protein adalah senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino dan berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur. Protein berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Haryanto, 1992). Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus-menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC, 1985).

(54)

7 bahan kering. Domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar sejumlah 11% dari bahan kering (Gatenby, 1991).

Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein. Berdasarkan NRC (1985) pada saat pertumbuhan, seekor ternak membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk proses pembentukan jaringan tubuh. Ternak muda memerlukan protein yang lebih tinggi dibandingkan ternak dewasa untuk pertumbuhannya.

Ampas Kurma

Kurma memiliki nama latin Phoenix dactylifera L., yang berasal dari kata “phoenix”, yang berarti kurma, dan “dactylifera” dari bahasa Yunani “daktulos” berarti jari (Linne, 2002). Dransfield dan Uhl (2002) mengklasifikasikan kurma, yaitu:

Kurma merupakan suatu sumber makanan yang baik dengan nilai gizi tinggi. Dibandingkan dengan makanan dan buah-buahan lain seperti buah aprikot: 520 kalori/kg; pisang: 970 kalori/kg; jeruk: 480 kalori/kg; nasi: 1.800 kalori/kg; roti gandum: 2.295 kalori/kg; daging (tanpa lemak): 2.245 kalori/kg, kurma mengandung lebih dari 3.000 kalori/kg. Karbohidrat yang terkandung dalam kurma sebesar 70%, karbohidrat tersebut terutama gula yaitu glukosa dan fruktosa. Daging buah kurma mengandung 60-65% gula, sekitar 2,5% serat, 2% protein dan kurang dari 2% terdiri dari lemak, mineral, dan unsur pectin (Zaid dan de Wet, 2002).

(55)

8 0,77 IU; vitamin B2: 0,84 IU; dan vitamin B7: 18,9 IU. Sedangkan kandungan protein sekitar 1,7% berat basah daging buah (Zaid dan de Wet, 2002).

Varietas kurma diklasifkasikan menjadi tiga macam yaitu dry (kering), semi-dry (semi kering) dan soft (lunak). Kurma varietas dry mengandung gula dengan proporsi yang tinggi dan oleh karena itu mudah diawetkan secara alami, macamnya yaitu Sakkoti, Gondaila, Gargooda, Bartamooda,dan Dagana. Kurma varietas semi-dry mirip dengan kurma kering, namun lebih lembut dibandingkan kurma kering dan dapat dimakan dengan mudah, macamnya yaitu ‟Amri, „Aglani, Gassasi, Saifani, dan Sakha. Kurma varietas soft secara komparatif mengandung proporsi gula yang sedikit dan tidak mudah kering secara natural, macamnya yaitu Bint „Aisha, Hayâni, Samâni, Zaghlool, Amhât, Sîwi, „Arâbi dan lain-lain (Brown, 1924).

Kurma dapat dijadikan berbagai produk seperti sirup kurma, sari kurma, cereal, cookies, cake, roti dan sebagainya. Kurma yang diproduksi sebagai sirup kurma dan sari kurma menghasilkan limbah (by-product) berupa ampas kurma. Jenis kurma yang digunakan yaitu kurma red siyer atau sair berasal dari Iran yang merupakan varietas semi-dry dengan kandungan air dibawah 16% dan gula 70%. Umumnya dipanen pada bulan Oktober dan memiliki warna dark brown (Sahravi, 2011).

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Ampas Kurma
Gambar 2.   Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur‟adhadinia (2011)
Gambar 3. Pakan (a) Konsentrat dan (b) Ampas Kurma
Gambar 4.  Peralatan (a) Timbangan Pakan, (b) Timbangan Bobot Badan, (c)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji- t (parsial) yang dilakukan variabel motivasi (X1) telah diperoleh nilai thitung sebesar 8,117dengan tingkat signifikan 0,000&lt; 0,05, maka artinya ada

Menerapkan suatu konsep atau azaz dengan cara yang berbeda dari yang diberikan orang lain3. Dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda

Bukti kesepakatan antara tim pengabdian masyarakat dengan unit mitra untuk melaksanakan kegiatan pelatihan pembuatan buku digital berbasis kvisoft flipbook maker bagi para guru

Untuk pelaksanaan pendistribusian Raskin di masing-masing Kota Administrasi dan Kabupaten Admiroistrasi Kepulauan Seribu diatur lebih lanjut dengan- Petunjuk Teknis Program Beras

Sebanyak 10 individu kutu putih untuk setiap spesies inang dipaparkan pada satu individu imago betina parasitoid selama 30 menit.... Pada beberapa kesempatan teramati adanya

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu: 1) Faktor predisposisi ( predisposing factors ),

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya Yusephine Herdiana Rahayu Ningtyas, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Analisis Pengaruh Agresivitas Pajak terhadap

Bila dibandingkan berdasarkan konversi clan selcktivitas secara keseluruhan dari kedua katalis tersebut maka katalis Cu-Zn-Al2/y-Al 2 0 3 katalis dengan kandungan Cu