5.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Identitas Responden
1) Umur
Petani responden dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang mengusahakan dengan metode SRI sebanyak 31 orang berasal dari Kelompok Tani Jembar II.Hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa umur petani sebagian besar berada pada usia produktif yaitu pada kisaran umur 40-64 tahun sebanyak 23 orang (74,19 %), sesuai dengan pendapat Said Rusli (1985) yang menyatakan bahwa umur antara 15-64 tahun termasuk umur produktif. Sedangkan 8 orang responden (25,81 %) berada pada umur > 65 tahun.
Fadholi Hernanto (1979) menyatakan bahwa umur berpengaruh langsung terhadap kemampuan fisik dan respons petani terhadap inovasi baru.Petani yang berumur muda relatif lebih baik kekuatan fisiknya dibandingkan dengan petani berusia lanjut. Dalam penelitian ini masih ditemukan responden yang berusia lebih dari 65 tahun tapi masih bertahan pada usahatani padi sawah, hal ini dikarenakan berusaha pada padi sawah merupakan budaya dan kebiasaan turun temurun dan dibarengi dengan pengalaman, maka hasilnya masih dapat diharapkan untuk menghidupi seluruh keluarganya.
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi pola fikir dan tindakan petani dalam mengelola usahataninya.Semakin luas pengetahuan dan tingkat pendidikan petani, semakin baik dalam mengelola usahataninya. Menurut AT Mosher (1987), pendidikan petani akan mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan untuk melaksanakan suatu inovasi, petani dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat menyebabkan petani bertindak dinamis dalam memilih dan
menerapkan inovasi teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lahan usahataninya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), bahwa mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam mengadopsi suatu inovasi, sebaliknya petani yang berpendidikan rendah agak sulit untuk mengadopsi inovasi secara cepat.
Pada penelitian ini diperoleh data responden berurutan sebanyak 4 orang (12,90 %) tidak tamat SD, 19 orang (61,29 %) tamat SD, 2 orang (6,45 %) tamat SMP, 3 orang (9,68 %) tamat SMA dan 3 orang (9,68 %) tamat S1. Dalam penelitian ini terdapat responden yang tidak menyelesaikan SD, namun dalam prakteknya mereka sering mengikuti kursus, pelatihan dan kegiatan sejenis yang dilakukan di Kelompok Tani sehingga pemahaman dan ilmu pengetahuan mereka juga bertambah dan dapat mengikuti teknologi yang ditawarkan.
3) Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga yang dimaksud terdiri dari istri dan anak yang masih menjadi tanggungjawab kepala keluarga dalam kesatuan keluarga tani. Jumlah tanggungan keluarga erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, hal ini akan berpengaruh terhadap besarnya persentase penggunaan pendapatan antara pemenuhan kebutuhan konsumsi dengan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya termasuk menyisihkan modal untuk kegiatan usaha taninya. Dalam penelitian ini sebanyak 21 orang (67,74 %) responden memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 0-2 orang dan sebanyak 10 orang (32,26 %) memiliki tanggungan keluarga sebanyak 3-4 orang. Diharapkan semakin sedikit jumlah tanggungan keluarga maka memiliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya.
B. Preferensi Petani
Dalam melaksanakan budidaya padi sawah SRI organik, belum semua petani di wilayah Kabupaten Tasikmalaya melaksanakan cara ini. Hal ini karena petani juga memiliki kriteria dalam menentukan pilihan usahataninya.Berdasarkan inventarisasi dan pengumpulan data primer serta analisis data yang dilakukan di wilayah penelitian yang melaksanakan sistem budidaya Padi Sawah SRI organikdiperoleh hasil selengkapnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 12. Skor Preferensi Petani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI Organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya
No. Parameter Total Skoring
Yang Diperoleh
Ranking
1. Harga Produk 83 IV
2. Harapan Keuntungan 89 I
3. Resiko Kegagalan 79 VI
4. Penguasaan teknologi 75 VII
5. Akses faktor produksi 80 V
6. Kebutuhan modal/biaya produksi 87 II
7. Tingkat kemudahan budidaya 84 III
Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam Tabel 12, maka diperoleh hasil bahwa preferensi yang menempati ranking pertama (skor 89) dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI organik yang dipilih petani responden adalah harapan untuk memperoleh keuntungan tertinggi. Sudah barang tentu dalam berusaha setiap orang selalu menginginkan keuntungan yang tinggi. Keuntungan tersebut dapat dicapai melalui peningkatan produksi yang dibarengi dengan penurunan biaya produksi dan tingginya harga produk. Produktivitas rata-rata yang diperoleh oleh para petani di wilayah penelitian adalah sebanyak 5,7 ton per hektar, dengan harga jual Rp. 650.000.-/kuintal GKG. Tingkat produktivitas padi sawah SRI organik di wilayah penelitian ini masih lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas tingkat Kecamatan Manonjayasebesar 6,771 ton/hektar GKG (BPP
Manonjaya Kab.Tasikmalaya, 2013). Rendahnya produktivitas pada saat penelitian ini diakibatkan oleh terjadinya musim kemarau dan serangan hama, padahal produktivitas rata-rata pada musim sebelumnya mencapai 6,5 ton/hektar GKG.
Ranking kedua (skor 87) dari preferensi petani dalam memilih sistem budidaya SRI organik di wilayah penelitian adalah harapan kebutuhan biaya produksi yang rendah.Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa total biaya pada usahatani padi sawah dengan SRI organik lebih rendah (88.69%) dibandingkan dengan metode konvensional. Komponen biaya produksi terbesar adalah komponen biaya tenaga kerja per hektar per musim tanam. Kecuali pada biaya penyusutan, terjadi penghematan pada semua komponen biaya produksi pada budidaya SRI organik. Hal ini disebabkan karena penggunaan benih yang lebih sedikit yaitu 10 kg per hektar, penggunaan bahan- bahan organik yang tersedia secara lokal, baik untuk pembuatan pupuk organik maupun pestisida nabati. Sementara tingginya biaya penyusutan alat pada SRI organik disebabkan karena alat-alat yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Alat-alat tersebut terutama digunakan untuk pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati.
Tingkat kemudahan budidaya merupakan ranking ke tiga (skor 84)yang dipertimbangkan oleh para responden petani dalam memilih budidaya SRI organik. SRI merupakan model tanam padi intensif dan efisien, mengutamakan sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air dengan tetap menjaga produktivitas dan mengedepankan nilai ekologis (Soni Prayatna, 2011). Harapan petani responden apabila teknologi yang ditawarkan dapat dilaksanakan dengan mudah dan sesuai dengan kemampuan maka hasil yang diperoleh pun akan memuaskan. Sewajarnya dalam berusahatani, petani berharap teknologi yang dilaksanakan seusai
usahatani yang rumit dan berdampak biaya tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak kurang diminati petani. Namun di lapangan diketahui bahwa para petani masih belum mengetahui persis teknis budidaya yang bagaimana yang dapat menghasilkan padi dengan kualitas organik sehingga banyak pemahaman petani yang masih keliru tentang bertanam organik dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi padinya.
Harga produk yang tinggi merupakan pertimbangan keempat (skor 83) bagi para petani responden ketika melaksanakan usahatani sistem SRI organik, harga produk akan sangat menentukan jumlah penerimaan dan keuntungan petani dalam berusahataninya. Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa harga tertinggi adalah sebesar Rp. 650.000.-/kuintal GKG dan harga terendah sebesar Rp. 550.000.-/kuintal GKG.Harga ditentukan atas kesepakatan petani dengan pihak pembeli.Harga juga ditentukan dengan kualitas padi yang dihasilkan dan ada tidaknya residu yang masih terkandung dalam beras yang dihasilkan.Petani menanam padi dengan pendekatan SRI organik adalah untuk mendapatkan produksi tinggi dan dengan harga produk yang lebih tinggi dibanding dengan harga beras yang non-organik. Karena sesungguhnya label sertifikasi organik memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah : a) Daya tawar produk padi organik lebih tinggi, b) harga produk padi organik lebih tinggi, c) bisa memasuki pasar modern dengan respons pasar yang baik (Uji Agung Santosa, 2013).Namun demikian para petani responden belum mengetahui persis berapa harga beras organik yang sebenarnya, karena harga beras organik ini harus diperiksa dulu kandungan residunya dengan perantaraan perusahaan yang memiliki sertifikasi organik (IMO/SNI). Para petani bekerjasama dengan perusahaan yang memiliki sertifikasi IMO/SNI karena mahalnya biaya sertifikasi yang seringkali menyurutkan minat petani mendapatkan surat pengakuan organik. Selain mahal maka masa berlaku sertifikat tersebut hanya untuk masa tiga tahun (Ahmad Fikri, 2015). Padahal sertifikasi
ini adalah jalan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Sertifikasi Organik adalah proses untuk mendapatkan pengakuan bahwa proses produksi organik atau proses pengolahan produk organik dilakukan berdasarkan standar dan regulasi yang ada (BIO-Cert, 2014).
Akses terhadap faktor produksi merupakan pertimbangan petani yang menempati ranking ke lima(skor 80) dalam melaksanakan budidaya padi sawah SRI organik. Kesulitan akses terhadap faktor produksi akan menghambat proses produksi, sampai saat ini akses untuk memperoleh faktor produksi sebagian besar dirasakan mudah dan tidak masalah. Masalah yang masih dirasakan oleh para petani terkait dengan faktor produksi adalah kesulitan untuk pengadaan pupuk organik yang dipersyaratkan dalam budidaya SRI organik.Karena pupuk organik dan pestisida nabati yang digunakan adalah hasil produksi sendiri, maka muncul permasalahan ketersediaan bahan baku untuk pembuatan faktor produksi tersebut. Akhirnya kadangkala rekomendasi pemupukan tidak dapat dipenuhi dengan optimal oleh para petani.
Tingkat resiko kegagalan yang rendah adalah preferensi ke enam (skor 79) yang dipilih petani reesponden. Secara umum, berusahatani padi sawah adalah usaha yang penuh resiko mulai dari resiko perubahan iklim, cuaca, serangan hama penyakit dan berbagai resiko lainnya. Petani berharap bahwa resiko kegagalan yang rendah akan meningkatkan potensi petani untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sehingga perolehan keuntungan berusahatani padi sawah SRI organik pun akan memuaskan.Sebaliknya apabila resiko kegagalan sangat tinggi maka petani tidak akan melaksanakan usaha dengan cara seperti yang ditawarkan.
Preferensi terakhir (skor 75) yang dipilih petani dalam memilih budidaya padi sawah SRI organik adalah penguasaan teknologi. Teknologi yang mudah dilaksanakan dan sesuai kebiasaan akan mendorong petani untuk berusaha lebih giat dan tidak ada hambatan. Teknologi budidaya
SRI organik sebagian besar hampir sama dengan kebiasaan budidaya padi sawah petani responden sebelumnya, dan sebagian lagi merupakan introduksi yang setelah diberikan pelatihan dan penyuluhan mudah untuk dilaksanakan. Musyafak dan Ibrahim (2005) menyatakan bahwa agar suatu inovasi dapat diterima oleh petani, maka inovasi yang akan diintroduksikan harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang ada di petani. Untuk itu inovasi yang ditawarkan harus inovasi yang tepat guna dengan kriteria : a) harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani kebnayakan, b) harus memberikan keuntungan secara konkrit bagi petani, c) harus memiliki kompatibilitas/keselarasan, d) harus dapat mengatasi factor-faktor pembatas, e) harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada, f) harus terjangkau oleh kemampuan finansial petani, g) harus sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba dan h) harus mudah diamati.Dari sisi teknologi masih terdapat kendala bahwa para petani belum memahami dengan benar bagaimana cara bertanam padi agar hasilnya bisa dikategorikan padi organik.
5.2 Implikasi Hasil Penelitian
Preferensi petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI Organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ditentukan oleh kebutuhan dan latar belakang sosial ekonominya. Perubahan lingkungan dan kecepatan teknologi informasi yang diterima oleh petani menyebabkan perubahan pengetahuan, perilaku yang bermuara pada perubahan kebutuhan.
Preferensi atau pilihan petani ketika akan melaksanakan budidaya padi sawah SRI organik telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dari beberapa preferensi/pilihan petani tersebut, masih terdapat beberapa kendala dan hambatan yang mesti ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lanjutan. Selain dari pentingnya dilakukan penelitian lanjutan, maka peran pemerintah sangat diharapkan untuk
menanggulangi berbagai permasalahan yang membelit pada pengembangan padi organik ini, khususnya di wilayah penelitian.
Beberapa implikasi dari hasil penelitian yang harus ditindaklanjuti diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Masih rendahnya produktivitas yang diperoleh para petani responden di wilayah penelitian dari potensi hasil yang semestinya dicapai yang hal ini dikarenakan oleh pengaruh iklim dan serangan hama. Untuk hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk meminimalisir pengaruh dari kedua hal tersebut, karena sesungguhnya pada periode tanam sebelumnya pernah mencapai produktivitas yang lebih baik.
2) Ditemukan fakta di lapangan bahwa para petani masih belum mengetahui persis teknis budidaya yang bagaimana yang dapat menghasilkan padi dengan kualitas organik sehingga banyak pemahaman petani yang masih keliru tentang bertanam organik dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi padinya. Sehingga diperlukan penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman tentang padi dengan kualitas organik.
3) Muncul keinginan dari para petani untuk melaksanakan sertifikasi padi organik secara mandiri, karena selama ini mereka bekerjasama dengan perusahaan yang telah memiliki sertifikasi IMO/SNI. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya tawar dan harga yang lebih baik, namun terkendala dengan biaya sertifikasi yang mahal.
4) Keterbatasan ketersediaan bahan baku untuk pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati merupakan kendala dalam berbudidaya padi sawah SRI organik di wilayah penelitian. Perlu dicari solusi untuk penyediaannya agar para petani dapat menyediakannya dengan optimal untuk kepentingan budidaya padi sawah SRI organik.