• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Hasil Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Hasil Penelitian"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN……….. i

ABSTRACT………. ii

DAFTAR ISI………. iii

DAFTAR TABEL………. iv

DAFTAR LAMPIRAN………. v

I. Pendahuluan……….. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian……… 1

1.2 Identifikasi Masalah………. 6

1.3 Tujuan Penelitian………. 6

1.4 Kegunaan Penelitian……… 7

II. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran………... 8

2.1 Tinjauan Pustaka……….. 8

2.2 Kerangka Pemikiran……… 12

III. Objek dan Metodologi Penelitian………. 15

3.1 Objek Penelitian………... 15

3.2 Metode Penelitian……… 15

3.2.1 Metode Analisis Data………. 15

3.3 Jadwal Pelaksanaan……….. 16

IV. Keadaan Umum Daerah Penelitian……… 17

4.1 Gambaran Umum………. 17

4.2 Keadaan Iklim……….. 18

4.3 Luas Wilayah………... 18

4.4 Kelembagaan……….. 19

4.5 Keadaan Penduduk………. 20

4.6 Keadaan Petanidan Usahatani……… 23

4.7 Kelembagaan Petani……… 24

V. Hasil dan Pembahasan……….. 25

5.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan……… 25

A. Identitas Responden……….. 25

B. Preferensi Petani……… 27

5.2 Implikasi Hasil Penelitian……… 31

VI. Simpulan dan Saran……….. 33

6.1 Simpulan………. 33

6.2 Saran……….. 33

Daftar Pustaka……… 18

(7)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Besarnya Pangsa Pasar Pangan Organik di Asia Pasifik……… 4

2. Rata-Rata Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2005-2012… 5 3. Skor Parameter Preferensi Pilihan Petani Terhadap SRI Organik………. 16

4. Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab Selama 10 Tahun di Kecamatan Manonjaya……….. 19 5. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Desa Margahayu Kec. Manonjaya………. 19

6. Macam Kelembagaan di Desa Margahayu Kec. Manonjaya………. 19

7. Jumlah Penduduk Desa Margahayu Tahun 2012……….. 20

8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Margahayu……….. 22

9. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Margahayu……….. 22

10. Rata-rata Produktivitas Padi Sawah Desa Margahayu dan Kecamatan Manonjaya… 23 11. Kelembagaan Petani di DesaMargahayu……….. 24 12. Skor Preferensi Petani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI Organik

di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya………..

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal

1. Peta Lokasi Wilayah Penelitian………. 37

2. Jadwal Kegiatan Penelitian……… 38

3. Data Karakteristik Responden pada Penelitian Preferensi Patani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI Organik………..

39 4. Skor Preferensi Petani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI

Organik………..

40

5. Anggaran Kegiatan………. 41

6. Daftar Riwayat Hidup……… 42

(9)

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Penelitian

Ketahanan pangan nasional merupakan salah satu tujuan utama pembangunan pertanian, sehingga padi dalam hal ini beras sebagai bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia harus selalu tersedia, aman untuk dikonsumsi, dapat diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang terjangkau. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk dapat mencukupi produksi pangan melalui berbagai program pembangunan tanaman pangan dengan menerapkan berbagai inovasi teknologi.

Inovasi teknologi dalam rangka mencapai ketahanan pangan atau peningkatan produksi telah diupayakan dari dulu. Upaya ini telah dimulai dengan revolusi hijau (green revolution) dalam bidang pertanian yang mampu mendemonstrasikan bahwa produksi pangan dapat ditingkatkan secara dramatis dengan menggunakan : 1) varietas unggul terutama padi dan gandum, 2) pupuk dan pestisida sintetis, 3) sistem pertanaman monokultur, 4) ditanam pada lahan subur. Karena keunggulannya itu maka paket teknologi ini diadopsi secara cepat dan meluas ke seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang (Winarno, Ananto KS, Surono 2002).

Revolusi hijau pada saat itu dianggap “juru selamat” bagi sektor pertanian khususnya bagi negara berkembang yang pada saat itu memiliki cirri khusus pertanian dengan produktivitas rendah, umur panjang, pertumbuhan yang rendah serta kesejahteraan petani yang minim. Ciri yang sangat menonjol dari gerakan revolusi hijau adalah penggunaan benih (varietas) unggul yang membawa konsekuensi baru dalam penggunaan input kimia secara besar-besaran dan berlebihan serta pestisida (Irham, 2006).

(10)

Namun pada akhir tahun 1970-an, masyarakat global mulai mempertanyakan manfaat revolusi hijau terseebut. Tumbuh kesadaran dalam masyarakat bahwa sistem dalam pertanian yang dianut tersebut tidak bisa langgeng (unsustainable) karena dalam prakteknya dilakukan dengan : 1) sistem pertanian monokultur, 2) penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan, dan 3) kurang mengindahkan praktek konservasi sumberdaya alam (Rachman Sutanto, 2002).

Intensifikasi pertanian menjadi sangat popular terutama dalam hubungan usaha peningkatan produksi padi akan tetapi bagaimanapun juga lama kelamaan berlaku hukum alam yang tidak dapat dielakkan lagi terjadi hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (the law of diminishing return) yang berlaku pula bagi semua faktor produksi (Mubyarto, 1982).

Pada saat sekarang ini, dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial karena dengan input luar tinggi atau High External Input Agriculture (HEIA) menjadi semakin jelas. Pada saat yang sama banyak komunitas petani kecil yang tidak diuntungkan, dipaksa untuk mengeksploitasi sumberdaya yang tersedia bagi mereka secara sangat intensif sehingga terjadi degradasi lingkungan (Coen Reijntjes, Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayers, 2006).

Beberapa penggiat dan peduli lingkungan menilai bahwa usahatani modern telah kehilangan dasar-dasar ekologisnya dan atas jawaban kerusakan lingkungan maka telah dikembangkan sistem usahatani ekologis atau pertanian organik yang tujuannya adalah memperhatikan kembali atas pentingnya dasar-dasar ekologis dari sistem pertanian yang ada.

Perkembangan pertanian organik ini selain didukung oleh para penggiat lingkungan, juga didukung oleh gaya hidup sehat atau kembali kealam (back to nature) beberapa kalangan yang

(11)

mengharapkan pangan yang sehat, bebas residu pestisida dan kandungan kimia an-organik dan juga didorong oleh para petani yang memiliki keterbatasan dalam pengadaan agro-input.

Data perkembangan lahan pertanian organik di Indonesia memang tidak terdokumentasi dengan baik.Menurut laporan Aliansi Organik Indonesia, luas lahan pertanian organik yang bersertifikasi pada tahun 2005 masih kurang dari 40.000 ha.Namun pada tahun 2007, luas lahan tersebut sudah mencapai 50.130 ha, meningkat sekitar 25 persen. Lahan tersebut dikelola oleh sekitar 5.050 petani (Surono, 2007 dalam Sebastian Saragih, 2008).

Seiring dengan meningkatnya luas lahan pertanian organik di Indonesia, maka perkembangan produksi dan pemasaran produk pertanian organik di Indonesia juga mengalami peningkatan. Produksi pertanian organik Indonesia diperkirakan tumbuh kurang lebih 10 persen per tahun. Perkembangan ini ditandai dengan semakin banyaknya model pemasaran alternatif di berbagai kota yang menjual produk organik dan organisasi nonpemerintah pendamping petani yang mengembangkan pertanian organik, kelompok petani, atau perusahaan swasta yang bergerak di pertanian organik(Purwati A, 2004).

Perkembangan permintaan akan produk pertanian organik di Indonesia setiap tahunnya cederung mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, pertumbuhan permintaan domestik mencapai 600 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Permintaan ini setara dengan 5-6 juta US$ atau sekitar 45-56 Miliar rupiah. Jika pada tahun 2005 jumlah outlet atau retailer organik hanya sekitar 10 buah maka pada tahun 2007 angka itu sudah lebih dari 20 buah. Bahkan, beberapa restoran organik sudah berdiri di Jakarta dan Yogyakarta. Penyebaran outlet atau toko organik ini juga sudah menyebar dari yang semula hanya terdapat di Yogyakarta dan Jakarta, sekarang sudah menyebar ke Bogor, Bandung, Medan, Surabaya dan kota-kota lainnya (Surono 2007, dalamSabastian Saragih 2008).

(12)

Bisnis produk pangan organik terus mengalami perkembangan pesat, seperti halnya Asia. Sebagai bukti bahwa Asia mengikuti perkembangan tersebut makapangsa pasar pangan organik di Asia Pasifik dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1. Besarnya Pangsa Pasar Pangan Organik di Asia Pasifik

Negara Nilai (US$) Persentasi (persen)

Jepang Australia Selandia baru Lainnya (Asia) 250 Juta 165 Juta 36 Juta 19 Juta 53,2 35,1 7,7 4,0 Sumber : Husnain dan Haris Syahbuddin (2005)

Perkembangan perdagangan produk organik ini menunjukkan pertumbuhan yang positif.Maka oleh karena itu peluang pengembangan berbegai produk organik masih sangat, luas, prospektif dan menjanjikan bagi peningkatan pendapatan.

Pangan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia merupakan salah satu topik yang selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan paradigma masyarakat. Sebagai bentuk perubahan wacana untuk mendapatkan produk makanan yang mereka inginkan sesuai dengan standar kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan maka sekarang dikenal istilah padi organik. Padi organik ini diinginkan masyarakat selaras denganperkembangan tingkat pendidikan masyarakat, gaya hidup, isyu kesehatan dan lainnyasehingga menuntut pasar untuk terus menerus memperbaiki kualitas produk pertanian yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Usahatani padi sawah organik yang sekarang berkembang lebih dikenal dengan System of Rice Intensification (SRI Organik). Teknologi budidaya SRI diperkenalkan sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dari sistem budidaya konvensional yang dibawa oleh Revolusi hijau. SRI yang dikembangkan di Jawa Barat adalah SRI organik yang menekankan pada penggunaan pupuk organik untuk memperbaiki kesuburan tanah.

(13)

Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memberikan prioritas pada pengembangan SRI Organik dan ingin menjadikannya sebagai “ikon” daerah yaitu Kabupaten Tasikmalaya. Produktivitas SRI organik di Kabupaten Tasikmalaya sesungguhnya relatif tinggi dan diatas rata-rata produktivitas yang dicapai setiap tahunnya sebagaimana Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Rata-Rata Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2005 – 2012

No Tahun Produktivitas Padi Sawah (kw/ha GKG)

Rata-Rata SRI Organik

1. 2005 53,97 74,77 2. 2006 55,34 78,26 3. 2007 60,45 75,83 4. 2008 63,51 73,80 5. 2009 63,79 77,20 6. 2010 64,50 77,74 7. 2011 64,53 78,60 8. 2012 66,62 78,84

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya, 2013

Wilayah di Kabupaten Tasikmalaya yang salah satunya menjadi lumbung padi organik adalah Kecamatan Manonjaya. Berdasarkan hasil kajian di Kecamatan Manonjaya yang dilaksanakan oleh Balai Irigasi pada Musim Tanam 2005/2006 sampai Musim Tanam 2006/2007, produktivitas SRI mencapai 6,03 ton GKG sampai 7,5 ton GKG per hektar dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan non-SRI yang hanya mencapai 4,59 ton GKG sampai 6,2 ton GKG per hektar (Dedi K. dkk., 2007).

Walaupun SRI organik menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya non-SRI organik, namun jumlah petani yang berusahatani dengan SRI organik sampai saat ini belum maksimal. Perkembangan dan pemasyarakatan usahatani SRI organik secara massal menemui hambatan karena akan sangat berhubungan dengan preferensi petani untuk melakukan pemilihan jenis padi dan teknologi yang menurut mereka mengerti dan pahami akan sesuai dengan harapan diantaranya menyangkut harga produk, harapan keuntungan, resiko

(14)

kegagalan, penguasaan teknologi, akses faktor produksi, kebutuhan modal/biaya produksi dan tingkat kemudahan budidaya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini ingin mengetahui apa saja yang menjadi preferensi petani dalam memilih sistem budidaya padi sawah SRI Organik pada Petani pembudidayanya.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah disampaikan, masalah penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1) Hal-hal apa saja yang menjadi preferensi petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI Organik Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ?

2) Berdasarkan preferensi tersebut, apa yang menjadi preferensi prioritas petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI Organik Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi preferensi petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI Organik Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.

2) Mengetahui apa yang menjadi preferensi prioritas petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI Organik Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

(15)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan diantaranya mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyusun berbagai strategi kebijakan pengembangan padi sawah SRI organik khususnya di wilayah penelitian, umumnya bagi para petani di Kabupaten Tasikmalaya.

2. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan komoditas yang diusahakan dalam rangka peningkatan kesejahteraannya.

3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan serta untuk penelitian lebih lanjut tentang preferensi petani dalam pemilihan komoditas yang diusahakan petani khususnya untuk budidaya padi sawah SRI organik.

(16)

II. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Usahatatani

Usahatani adalah organisasi produksi bagi petani dalam mengusahakan alam, tenaga kerja dan modal mereka dengan tujuan untuk menghasilkan produksi dan pendapatan di sektor pertanian.Setiap petani pada hakekatnya menjalankan sebuah perusahaan pertanian di atas usahataninya.Usahatani tersebut merupakan suatu perusahaan pertanian karena tujuannya bersifat ekonomis. Dengan demikian wajar bila setiap petani akan berusaha mencari perpaduan dalam hal pemanfaatan sumberdaya yang mereka miliki agar mendatangkan keuntungan bagi usahataninya (Soekartawi, 1995).

2.1.2 Pertanian Organik

Gaya hidup kembali ke alam (back to nature) telah menjadi gaya hidup baru masyarakat. Ini dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia tidak alami seperti pupuk kimia, pestisida sintesis serta hormon pertumbuhan dalam produksi pertanian, ternyata dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Umumnya residu pestisida pada produk pertanian sangat tinggi, karena masih banyak petani yang sering menyemprotkan pestisida pada saat panen bahkan sampai tiga hari menjelang panen. Itu dilakukan untuk menghindari gagal panen karena serangan hama dan penyakit. Bagi manusia, senyawa kimia tersebut berpotensi menurunkan kecerdasan, menggangu kerja saraf, menganggu metabolisme tubuh, menimbulkan radikal bebas, menyebabkan kanker, meningkatkan risiko keguguran pada ibu hamil dan dalam dosis tinggi menyebabkan kematian (Melly Manuhutu dan Bernard T. Wahyu, 2005).

(17)

Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh pertanian anorganik tersebut, maka muncullah suatu sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan tanpa menggunakan pupuk buatan dan pestisida, aman untuk dikonsumsi, tetapi mengandung nutrisi yang cukup serta masih dapat memenuhi kebutuhan pangan yang kini dikenal dengan sistem pertanian organik. Ada berbagai alasan pertanian organik menjadi kebijakan pertanian unggulan atau pendekatan penghidupan berkelanjutan. Pertanian organik mendorong perbaikan lima sumber daya yang dimiliki manusia, yaitu perbaikan sumber daya manusia, perbaikan sumber daya alam, perbaikan sumber daya sosial, perbaikan sumber daya ekonomi, dan perbaikan sumber daya infrastruktur (Sabastian Saragih, 2008).

Perkembangan pertanian organik makin lama makin menunjukkan peningkatan, seperti contohnya di negara Uni Eropa 3,9 persen dari total lahan pertanian telah digunakan untuk areal yang memproduksi produk-produk organik. Berikut ini adalah negara-negara dengan persentase penggunaan lahan untuk produk organik : Austria 11,6 persen, Italia 8,4 persen, diikuti Republik Ceko dan Yunani keduanya 7,2 persen. Seluruh petani mulai berproduksi secara organik pada tahun 2007. Pemerintah di Eropa memberikan insentif kepada petani agar petani dapat meningkatkan angka tersebut menjadi 20 persen pada tahun 2010. Pada tahun 2006 di Austria, 4,9 persen dari seluruh produk makanan yang dijual di supermarket adalah produk organik, dan pada tahun yang sama tersedia 8.000 produk organik yang berbeda. Tindakan pemerintah terhadap produk organik ini juga dilakukan di Italia. Sejak tahun 2005, makan siang seluruh sekolah harus diproduksi secara organik. Perkembangan yang cukup pesat pada dunia global inilah yang juga akan menjadi trend perkembangan industri sayuran organik di Asia (Redidolphino, 2012).

(18)

Bisnis produk pangan organik terus mengalami perkembangan pesat, baik di Indonesia maupun di negara lainnya.Menurut International Trade Centre, nilai perdagangan produk organik di seluruh dunia menunjukkan pertumbuhan yang positif yaitu mencapai angka 16 miliar dollar AS pada tahun 2000 dan terus naik ke angka 23 miliar dollar AS pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan 5-20 persen per tahun. Sementara itu, IFOAM (International Federation for Organic Agriculture Movement) memprediksi bahwa pertumbuhan pasar organik berada dikisaran 20-30 persen setiap tahun. Oleh sebab itu, peluang pengembangan produk pertanian organik segar masih sangat luas dan menjanjikan (Prasari 2004, dalam Santi Rosita 2008).

Pangan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia merupakan salah satu topik yang selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan paradigma masyarakat. Sebagai bentuk perubahan wacana untuk mendapatkan produk makanan yang mereka inginkan sesuai dengan standar kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan. Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin berkembang menuntut pasar untuk terus menerus memperbaiki kualitas produk pertanian yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta pemahaman masyarakat dan gaya hidupnya tersebut.

Penerapan sistem pengenalan produk organik baik ditinjau dari segi manfaat, dan fungsinya bagi kesehatan masyarakat di harapkan dapat memberikan persepsi positif dari semua kalangan masyarakat.

2.1.3 System of Rice Intensification (SRI Organik)

Pada tahun 1983 System of Rice Intensification (SRI) diperkenalkan oleh seorang pendeta Perancis bernama Fr. Henry de Laulanie S.J yang bertugas di Madagaskar sejak tahun 1961. Di Indonesia, SRI (System of Rice Intensification) diperkenalkan pada tahun 1997 di Bogor oleh Prof. Norman Uphoff dari Corner University, Amerika Serikat yang kemudian diaplikasikan

(19)

dibeberapa lokasi di Jawa Barat seperti di Cianjur, Tasikmalaya, Garut, Sumedang dll. Teknologi budidaya SRI diperkenalkan sebagai upaya untuk mencari jalan keluar dari sistem budidaya konvensional yang dibawa oleh Revolusi Hijau.Revolusi hijau dalam beberapa hal telah membawa hasil yang menggembirakan namun dampak negatif yang ditimbulkannya ternyata lebih banyak dibanding dengan manfaat.Upaya artifisial dalam revolusi hijai pada akhirnya menghancurkan siklus ruang dan siklus kehidupan di dalam tanah (ekologi tanah), keanekaragaman hayati semakin berkurang dan produktivitas lahan sdemakin menurun karena daya dukung lingkungan yang semakin berkurang. Sawah tidak dapat lagi diandalkan karena risiko kegagalan panen semakin besar akibat meledaknya hama penyakit serta penyimpangan iklim (Mubiar Purwasasmita dan Alik Sutaryat, 2012).

Menurut Zaeny D. Suryanata (2007) SRI bukanlah teknologi secara spesifik yang akan diimplementasikan secara paket tetapi merupakan suatu metodologi yang fleksibel, disesuaikan dengan pemikiran dan kreatifitas petani. Hal ini senada dengan pendapat Mubiar Purwasasmita dan Alik Sutaryat ( 2002) bahwa status teknologi SRI yang juga disebut Teknologi Intensifikasi Proses, relatif lebih baik dibanding teknologi intensifikasi input, teknologi hemat energy, teknologi pertanian organic. Keunggulan ini dinilai dari kriteria produktivitas, pengaruh terhadap lingkungan dan dampak sosial.

Soni Prayatna (2011) menyatakan bahwa SRI merupakan model tanam padi intensif dan efisien, mengutamakan sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air dengan tetap menjaga produktivitas dan mengedepankan nilai ekologis. Pengertian ekologis yaitu terjadinya keselarasan dan keseimbangan serta keharmonisan lingkungan, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Dalam SRI nilai ekologis ini merupakan hal yang sangat penting karena terdapat anggapan bahwa SRI tidak harus dengan asupan pertanian organik,

(20)

akantetapi bagaimana caranya atau teknologi usahatani apa yang perlu diterapkan sehingga terjadi peningkatan produktivitas usahatani sebagai hasil dari aplikasi komponen-komponen teknologi yang dilaksanakan secara intensif.

2.2 Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanah yang luas, subur dan potensial untuk ditanami beraneka ragam komoditas pertanian.Hal ini didukung oleh agroklimat yang cocok untuk beragam tanaman tersebut.Berbagai jenis komoditas dapat diusahakan oleh petani sesuai agroekosistemnya termasuk bahan pangan organik.

National Organic Standards Boards of the U.S. Department of Agriculture (USDA) menetapkan standar nasional untuk istilah “organik”. Makanan organik, didefinisikan sebagai makanan atau minuman yang diolah atau dihasilkan secara alami melalui standar proses produksi, yang dihasilkan tanpa menggunakan pupuk endapan, pupuk sintetis, pestisida, hormon sintetis dan bahan tambahan lainnya (penambah warna, bau, rasa).

Steven (2007) mengatakan bahwa bahan pangan organik merupakan bahan pangan yang diproduksi secara sedikit atau bebas sama sekali dari unsur kimia berupa pupuk, pestisida, hormon, dan obat-obatan. Bahan pangan organik hanya menggunakan bibit lokal dan pupuk dari alam seperti kotoran hewan atau kompos. Selain itu, bahan pangan organik tidak mengandung bibit yang berasal dari rekayasa genetika (Genetically Modified Organism) dan tidak memanfaatkan teknologi radiasi untuk mengawetkan produknya. Jadi, semua proses produksi dilakukan secara alamiah, mulai aspek budidaya hingga cara pengolahan. Organik adalah makanan yang dikembangkan dengan metode khusus.

(21)

ekosistem secara terpadu dengan meminimalisasi penggunaan bahan-bahan yang dapat membahayakan kehidupan organisme dengan tujuan dapat menghasilkan produksi secara berkelanjutan. Worthington (2001) mengemukakan bahwa pangan yang dibudidayakan dengan proses organik secara signifikan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi untuk beberapa jenis zat gizi. Sayur, buah, padi-padian organik mengandung 27 persen vitamin C, 21,1 persen zat besi, 29,3 magnesium, 13,6 persen fosfor, lebih tinggi dibandingkan sayur, buah dan padi-padian konvensional. Selain itu, pangan organik mengandung 15,1 persen nitrat, lebih rendah dibandingkan dengan produk yang di budidayakan secara konvensional.

Perkembangan permintaan konsumen global terhadap produk organik terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan karena produk organik rasanya lebih enak, lebih sehat, dan tentunya baik bagi lingkungan(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011).

Permintaan konsumen tentang produk organik khususnya pangan organik direspons oleh para petani dengan cara berbudidaya padi sawah organik. Salah satu cara yang dilakukan khususnya di wilayah Kabupaten Tasikmalaya adalah dengan SRI organik.

Dalam melaksanakan budidaya padi sawah organik, seperti juga yang dialami di wilayah Kabupaten Tasikmalaya belum semua petani melaksanakan cara ini. Hal ini karena petani juga memiliki kriteria dalam menentukan pilihan usahataninya. Meskipun produktivitasnya tinggi, permintaan terhadap suatu komoditas tinggi, akan tetapi apabila resiko dan kebutuhan terhadap investasi atau biaya produksi besar belum tentu petani akan mengusahakan komoditas tersebut.Perencanaan usahatani secara umum membutuhkan informasi tentang selera pasar dan keinginan serta kemampuan petani produsen untuk mengusahakannya.Sering informasi pasar tidak tersedia, akibatnya permintaan terhadap suatu jenis komoditas yang disukai konsumen tidak terpenuhi.Dampak lebih jauhnya adalah terjadi fluktuasi harga yang tinggi.Masalah utama

(22)

yang sering terjadi dalam komoditas pertanian adalah fluktuasi harga yang tinggi dari waktu ke waktu dan belum seluruh keinginan konsumen dipahami oleh petani.

Pengembangan usahatani bukan hanya menyangkut maslah teknologi, melainkan juga menyangkut masalah manajemen usahatani, penguasaan sumberdaya, modal dan pemasaran.Efisiensi manajemen berkaitan dengan skala ekonomi yang ditentukan oleh kemampuan memecahkan masalah pewilayahan dan konsentrasi komoditas yang diusahakan.

Preferensi mempunyai makna pilihan atau memilih. Istilah preferensi digunakan untuk mengganti kata preference dengan arti yang sama atau minat terhadap sesuatu. Preferensi merupakan suatu sifat atau keinginan untuk memilih (Journal Planit, 2001).Preferensi petani terhadap teknologi sangat ditentukan oleh kebutuhan dan latar belakang sosial ekonominya. Perubahan lingkungan strategis dan kecepatan informasi yang diterima oleh petani sebagai akibat kemajuan teknologi informasi mengakibatkan perubahan tingkat pengetahuan, sistem nilai, sikap, perilaku yang bermuara pada perubahan kebutuhan.

Perkembangan dan pemasyarakatan usahatani SRI organik di Kabupaten Tasikmalaya khususnya di wilayah penelitian secara massal menemui hambatan karena juga berhubungan dengan preferensi petani untuk melakukan pemilihan jenis padi dan teknologi yang menurut mereka mengerti dan pahami akan sesuai dengan harapan diantaranya menyangkut harga produk, harapan keuntungan, resiko kegagalan, penguasaan teknologi, akses faktor produksi, kebutuhan modal/biaya produksi dan tingkat kemudahan budidaya.

(23)

III. Objek dan Metodologi Penelitian 3.1 Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya. Lokasi dipilih secara sengaja(purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Manonjaya merupakan salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Tasikmalaya, juga merupakan sentra produksi padi organik dan merupakan kelompok yang telah mendapatkan program SRI.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha memberikan gambaran terperinci dengan menekankan pada situasi keseluruhan mengenai proses atau urutan kejadian (Nasir, 1988). Pengambilan data primer dilakukan secara sensus terhadap 25 orang anggota Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya yang telah melaksanakan budidaya SRI Organik.

3.2.1 Metode Analisis Data

Ruang lingkup kajian adalah petani SRI organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.Kajian ini merupakan kombinasi antara desk study dengan Quick Simple Assesment (QSA) pada saat penelitian.Desk study merupakan analisis data sekunder tentang perkembangan usaha budidaya SRI organik yang merupakan cerminan kecenderungan pilihan petani.QSA dilakukan untuk mengumpulkan data primer dengan responden petani SRI organik.

(24)

Parameter utama dalam menentukan pilihan budidaya padi sawah SRI organik oleh petani adalah : 1) harga produk, 2) harapan keuntungan, 3) resiko kegagalan, 4) penguasaan teknologi, 5) akses faktor produksi, 6) kebutuhan modal/biaya produksi dan 7) tingkat kemudahan budidaya.

Analisis data dalam penentuan skala prioritas preferensi pilihan petani dilakukan dengan sistem skoring, sebagai berikut :

Tabel 3. Skor Parameter Preferensi Pilihan Petani Terhadap SRI Organik

No. Parameter Skoring

3 2 1

1. Harga Produk Paling mahal Mahal Murah

2. Harapan Keuntungan Tinggi Agak tinggi Rendah

3. Resiko Kegagalan Paling rendah Rendah Tinggi

4. Penguasaan teknologi Sangat dikuasai Cukup dikuasai Kurang dikuasai

5. Akses faktor produksi Sangat mudah Mudah Sulit

6. Kebutuhan modal/biaya produksi

Rendah Sedang Tinggi

7. Tingkat kemudahan budidaya Mudah Agak mudah Sulit

Data yang diperoleh dari lapangan dianalisis secara deskriptif dan tabulasi (persentase, nisbah, rata-rata). Teknik pengambilan keputusan penelitian dilakukan dengan melihat total skor tertinggi adalah merupakan pilihan prioriotas/preferensi petani terhadap budidaya padi sawah SRI Organik.

3.3 Jadwal Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dimulai dari bulan Nopember 2013 sampai dengan Januari 2014.Tahapan dimulai dari kegiatan Penyusunan proposal, pra survey lapangan, survey lapangan, analisis & pengolahan data serta pelaporan penelitian.

(25)

IV. Keadaan Umum Daerah Penelitian

4.1 Gambaran Umum

Secara administratif Desa Margahayu berada dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya, dengan batas wilayah terdiri dari:

a. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kota Tasikmalaya b. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Manonjaya dan Kamulyan c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kalimanggis

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cibeber

Desa Margahayu merupakan salah satu wilayah Desa yang dapat dijangkau dari berbagai arah, baik dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat serta dilalui oleh jalur kendaraan angkutan umum sehingga akses masyarakat untuk masuk ataupun keluar dari wilayah Desa Margahayu cukup mudah. Hal ini sangat menunjang terhadap kegiatan masyarakat baik dalam aspek sosial maupun ekonomi termasuk dalam kegiatan usahatani.

Desa Margahayu termasuk salah satu desa yang berbatasan langsung dengan pusat kota kecamatan, berada pada jarak 3 km ke arah selatan dari pusat pemerintahan kecamatan dan sekitar 30 km dari pusat pemerintahan Kabupaten.

Secara geografis, Desa Margahayu berada pada koordinat 7°21’30’’ LS dan 108°17’52’’ BT. Dengan ketinggian tempat 290 s/d 320 m diatas permukaan laut dengan kondisi permukaan lahan datar sampai berbukit.

(26)

Jenis tanah terdiri atas sebagian besar Podsolik Merah Kuning (PMK) dan sebagian kecil Asosiasi Regosol Coklat Kemerahan dengan tingkat keasaman (pH) tanah antara 5-6,5 dan solum tanah umumnya lebih dari 200 cm.

4.2 Keadaan Iklim

Berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun terakhir yang ada di wilayah BP3K Manonjaya (2003-2012) diketahui bahwa tipe iklim termasuk tipe B (Schmidt dan Fergusson) yang sifatnya basah dengan rata-rata curah hujan 3.069 mm/tahun dan rata-rata hari hujan 138 hari per tahun. Sedangkan curah hujan pada tahun terakhir (2012) yaitu 3.485 mm dengan jumlah hari hujan 129 hari.

Tabel 4.Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab Selama 10 tahun di Kecamatan Manonjaya

No. Tahun Jumlah

Bulan Basah Jumlah Bulan Kering Jumlah Bulan Lembab 1. 2003 5 5 2 2. 2004 8 2 2 3. 2005 10 1 1 4. 2006 6 5 1 5. 2007 9 3 0 6. 2008 8 3 1 7. 2009 10 2 0 8. 2010 12 0 0 9. 2011 9 2 1 10. 2012 8 4 4 Jumlah 85 27 12 Rata-rata 8,5 2,7 1,2

Sumber : BPP Manonjaya, 2013 (diolah) 4.3 Luas Wilayah

Desa Margahayu memiliki wilayah seluas 2,44 km² (244 Ha) terdiri dari lahan sawah seluas 65,177 Ha dan lahan darat seluas 178.823 Ha dengan perincian dapat dilihat pada Tabel berikut.

(27)

Tabel 5. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Desa Margahayu Kec. Manonjaya

No. Jenis Lahan Penggunaan Luas (Ha)

1. Lahan Sawah Pengairan Teknis 39.464

Pengairan ½ teknis 14.575

Pengairan pedesaan 7.267

Tadah Hujan 3.955

2. Lahan Darat Perumahan dan bangunan 36.118

Tegalan/Kebun/Ladang 50.363

Kolam 20.464

Hutan Rakyat 48.950

Lain-lain 22.946

Sumber : BPP Manonjaya, 2013 (diolah) 4.4 Kelembagaan

Desa Margahayu terdiri atas 4 Kedusunan, 10 Rukun Warga (RW) dan 22 Rukun Tetangga (RT). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 6.Macam Kelembagaan di Desa Margahayu Kec. Manonjaya

No. Kedusunan Jumlah RW Jumlah RT

1. Pamijahan 1 4

2. Cimuncang 2 7

3. Pereng 2 6

4. Pamegatan 1 5

Jumlah 6 22

Sumber : Desa Margahayu, 2012

Selain kelembagaan pemerintahan tersebut diatas, juga terdapat beberapa kelembagaan masyarakat yang ada di Desa Margahayu yang merupakan pendukung dalam kegiatan pembangunan pedesaan, antara lain Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Majelis Ulama Indonesia, PKK dan Karang Taruna.

(28)

4.5 Keadaan Penduduk

4.5.1 Jumlah Penduduk

Menurut data penduduk tahun 2012, di Desa Margahayu terdapat 1.109 rumah tangga dengan jumlah penduduk sebanyak 3.811 jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayah yang ada yaitu 2,44 km², maka kepadatan penduduk di Desa Margahayu termasuk kategori padat yaitu mencapai 1.562 orang per kilometer persegi. Menurut standar Direktorat Pembangunan Desa (1982) jumlah tersebut termasuk dalam kategori berpenduduk padat.

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Desa Nargahayu terdiri dari laki-laki 1.929 jiwa atau 50,62 persen dan perempuan 1.882 jiwa atau 49,38 persen. Berdasarkan jumlah tersebut maka dapat diketahui rasio jenis kelamin atau Sex Ratio (SR) dengan rumus sebagai berikut :

SR : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑘𝑖 −𝑙𝑎𝑘𝑖

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 𝑥 100 % = 1.929

1.882𝑥 100 %

= 102,50

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa perbandingan penduduk Desa Margahayu berdasarkan Jenis kelamin yaitu terdapat 102-103 penduduk laki-laki pada setiap 100 penduduk perempuan.

Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Margahayu Tahun 2012

Kelompok Umur (tahun)

Jumlah Penduduk (orang)

Laki-laki Perempuan Total

00 – 14 563 627 1.190 15 – 64 1.309 1.219 2.528 > 64 57 36 93 Jumlah 1.929 1.882 3.811 Sumber : Desa Margahayu, 2012

(29)

Berdasarkan kelompok umur seperti yang tercantum dalam Tabel tersebut diketahui pula bahwa struktur penduduk yang terdapat di Desa Margahayu. Menurut Mubyarto (1989) bahwa kelompok usia produktif berada pada kelompok usia 15 tahun sampai 64 tahun. Berdasarkan rumus Fourty Percent Test (FPT) maka diketahui penduduk Desa Margahayu termasuk dalam struktur usia produktif karena FPT nya dibawah 40 persen.

Berdasarkan data kependudukan yang ada juga diketahui rasio beban ketergantungan penduduk atau Dependency Ratio (DR)sebesar 52,50 persen yang artinya setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 53 orang penduduk tidak produktif. Menurut standar Direktorat Pembangunan Desa (1982) antara 40 persen sampai dengan 60 persen termasuk dalam kategori sedang.

4.5.2 Tingkat Pendidikan Penduduk

Tingkat pendidikan penduduk memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah dan bahkan menjadi salah satu indikator dalam Indek Pembangunan Manusia (IPM) disamping aspek kesehatan dan daya beli. Berdasarkan tingkat pendidikannya, sebanyak 2.113 orang penduduk Desa Margahayu adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat. Jika dipersentasekan dari penduduk yang sudah tamat sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi jumlah tersebut mencapai 74,04 persen. Sedangkan jika dihitung dari seluruh penduduk, jumlah tersebut mencapai 55,45 persen. Secara rinci tingkat pendidikan penduduk Desa Margahayu dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

(30)

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Margahayu

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang)

Persentase (%) 1. Belum sekolah dan Belum tamat SD 957 25,11

2. Tamat SD 2.113 55,45 3. Tamat SLTP 397 10,42 4. Tamat SLTA 236 6,19 5. Tamat Diploma (D1-D3) 61 1,60 6. Sarjana 47 1,23 Jumlah 3.811 100,00

Sumber : Desa Margahayu, 2012 4.5.3 Mata Pencaharian Penduduk

Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk Desa Margahayu yang bekerja mencapai 1.263 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar diantaranya yaitu sebesar 587 orang atau 46,47 persen bermatapencaharian sebagai buruh atau di sektor jasa. Sedangkan penduduk Desa Margahayu yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai pemilik, penyakap maupun hanya sebagai buruh tani adalah sebanyak 392 orang atau 23,79 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Secara lebih jelas komposisi penduduk berdasarkan mata pencahariannya terdapat pada Tabel berikut ini.

Tabel 9. Komposisi Mata pencaharian Penduduk Desa Margahayu No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

(Orang)

Persentase (%) 1. Petani dan buruh tani 392 23,79

2. Buruh dan Jasa 505 30,64

3. PNS, TNI dan POLRI 56 3,40

4. Pengrajin 600 36,41

5. Karyawan Swasta 15 0,91

6. Pedagang 80 4,85

Jumlah 1.648 100,00

(31)

4.6 Keadaan Petani dan Usahatani

Jumlah petani yang bergerak dalam kegiatan usahatani padi sawah di wilayah Desa Margahayu dan tergabung dalam wadah kelompok tani sebanyak 280 orang. Berdasarkan data yang ada, dari 65.177 hektar luas sawah yang ada di Desa Margahayu, sebanyak 26 hektar atau 39,89 persen merupakan milik penduduk luar Desa Margahayu sehingga petani warga Desa Margahayu banyak yang hanya berstatus sebagai petani penyakap.

Komoditas dominan pada lahan sawah yang diusahakan oleh para petani adalah padi sawah. Hal ini ditunjang oleh sistim pengairan yang tersedia, sehingga pola tanam yang dilaksanakan petani adalah padi-padi-padi.Desa Margahayu termasuk salah satu daerah pengembangan padi organik SRI yang diawali pada Musim Tanam 2005/2006 dengan pelaksanaan penanaman SRI seluas lima hektar yang dijadikan sebagai show window penerapan metode SRI tingkat nasional. Sejak beberapa tahun terakhir, tingkat produktivitas padi sawah di Desa Margahayu lebih tinggi dari rata-rata produktivitas tingkat Kecamatan Manonjaya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 10. Rata-rata Produktivitas Padi Sawah Desa Margahayu dan Kecamatan Manonjaya Tahun Rata-rata Produktivitas (Ton/hektar) GKG

Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya

SRI Non-SRI SRI Non-SRI

2004 5,656 5,580 5,656 5,340 2005 6,190 5,580 5,954 5,343 2006 6,525 5,585 6,268 5,359 2007 6,665 5,678 6,589 5,792 2008 6,675 5,961 6,635 6,081 2009 6,725 6,256 6,650 6,081 2010 6,731 6,284 6,733 6,242 2011 6,820 6,292 6,755 6,244 2012 6,830 6,310 6,771 6,245

(32)

4.7 Kelembagaan Petani

Kelembagaan Petani merupakan bagian yang penting dalam pembangunan pertanian di pedesaaan terutama yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang merupakan proses pemberdayaan dan pembelajaran para petani.

Kelembagaan petani yang ada di Desa Margahayu terdiri atas Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/Mitra Cai) dan Kelompok Wanita Tani (KWT). Secara lebih jelas tercantum dalam Tabal berikut.

Tabel 11. Kelembagaan Petani di Desa Margahayu

No. Jenis/Nama Kelembagaan Kelas Kelompok Jumlah anggota (orang) Alamat/ Kedudukan Tahun berdiri I. Kelompok Tani

1. Jembar Karya Madya 96 Pamijahan 1976

2. Jembar II Madya 78 Cimuncang 1990

3. Rahayu Lanjut 42 Pereng 2006

4. Jembar Kahuripan Lanjut 64 Pamegatan 2006

II.Kelompok Wanita Tani I(KWT)

Sri Rahayu - 15 Cimuncang 2009

II. P3A/Mitra Cai - 280 Margahayu 2007

III.Gapoktan KOMPA - 280 Margahayu 1998

(33)

V. Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Identitas Responden

1) Umur

Petani responden dalam penelitian ini adalah petani padi sawah yang mengusahakan dengan metode SRI sebanyak 31 orang berasal dari Kelompok Tani Jembar II.Hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa umur petani sebagian besar berada pada usia produktif yaitu pada kisaran umur 40-64 tahun sebanyak 23 orang (74,19 %), sesuai dengan pendapat Said Rusli (1985) yang menyatakan bahwa umur antara 15-64 tahun termasuk umur produktif. Sedangkan 8 orang responden (25,81 %) berada pada umur > 65 tahun.

Fadholi Hernanto (1979) menyatakan bahwa umur berpengaruh langsung terhadap kemampuan fisik dan respons petani terhadap inovasi baru.Petani yang berumur muda relatif lebih baik kekuatan fisiknya dibandingkan dengan petani berusia lanjut. Dalam penelitian ini masih ditemukan responden yang berusia lebih dari 65 tahun tapi masih bertahan pada usahatani padi sawah, hal ini dikarenakan berusaha pada padi sawah merupakan budaya dan kebiasaan turun temurun dan dibarengi dengan pengalaman, maka hasilnya masih dapat diharapkan untuk menghidupi seluruh keluarganya.

2) Pendidikan

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola fikir dan tindakan petani dalam mengelola usahataninya.Semakin luas pengetahuan dan tingkat pendidikan petani, semakin baik dalam mengelola usahataninya. Menurut AT Mosher (1987), pendidikan petani akan mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan untuk melaksanakan suatu inovasi, petani dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat menyebabkan petani bertindak dinamis dalam memilih dan

(34)

menerapkan inovasi teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lahan usahataninya. Hal ini sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988), bahwa mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam mengadopsi suatu inovasi, sebaliknya petani yang berpendidikan rendah agak sulit untuk mengadopsi inovasi secara cepat.

Pada penelitian ini diperoleh data responden berurutan sebanyak 4 orang (12,90 %) tidak tamat SD, 19 orang (61,29 %) tamat SD, 2 orang (6,45 %) tamat SMP, 3 orang (9,68 %) tamat SMA dan 3 orang (9,68 %) tamat S1. Dalam penelitian ini terdapat responden yang tidak menyelesaikan SD, namun dalam prakteknya mereka sering mengikuti kursus, pelatihan dan kegiatan sejenis yang dilakukan di Kelompok Tani sehingga pemahaman dan ilmu pengetahuan mereka juga bertambah dan dapat mengikuti teknologi yang ditawarkan.

3) Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga yang dimaksud terdiri dari istri dan anak yang masih menjadi tanggungjawab kepala keluarga dalam kesatuan keluarga tani. Jumlah tanggungan keluarga erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga, hal ini akan berpengaruh terhadap besarnya persentase penggunaan pendapatan antara pemenuhan kebutuhan konsumsi dengan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya termasuk menyisihkan modal untuk kegiatan usaha taninya. Dalam penelitian ini sebanyak 21 orang (67,74 %) responden memiliki jumlah tanggungan keluarga antara 0-2 orang dan sebanyak 10 orang (32,26 %) memiliki tanggungan keluarga sebanyak 3-4 orang. Diharapkan semakin sedikit jumlah tanggungan keluarga maka memiliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya.

(35)

B. Preferensi Petani

Dalam melaksanakan budidaya padi sawah SRI organik, belum semua petani di wilayah Kabupaten Tasikmalaya melaksanakan cara ini. Hal ini karena petani juga memiliki kriteria dalam menentukan pilihan usahataninya.Berdasarkan inventarisasi dan pengumpulan data primer serta analisis data yang dilakukan di wilayah penelitian yang melaksanakan sistem budidaya Padi Sawah SRI organikdiperoleh hasil selengkapnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 12. Skor Preferensi Petani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI Organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

No. Parameter Total Skoring

Yang Diperoleh

Ranking

1. Harga Produk 83 IV

2. Harapan Keuntungan 89 I

3. Resiko Kegagalan 79 VI

4. Penguasaan teknologi 75 VII

5. Akses faktor produksi 80 V

6. Kebutuhan modal/biaya produksi 87 II

7. Tingkat kemudahan budidaya 84 III

Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam Tabel 12, maka diperoleh hasil bahwa preferensi yang menempati ranking pertama (skor 89) dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI organik yang dipilih petani responden adalah harapan untuk memperoleh keuntungan tertinggi. Sudah barang tentu dalam berusaha setiap orang selalu menginginkan keuntungan yang tinggi. Keuntungan tersebut dapat dicapai melalui peningkatan produksi yang dibarengi dengan penurunan biaya produksi dan tingginya harga produk. Produktivitas rata-rata yang diperoleh oleh para petani di wilayah penelitian adalah sebanyak 5,7 ton per hektar, dengan harga jual Rp. 650.000.-/kuintal GKG. Tingkat produktivitas padi sawah SRI organik di wilayah penelitian ini masih lebih rendah dibanding rata-rata produktivitas tingkat Kecamatan Manonjayasebesar 6,771 ton/hektar GKG (BPP

(36)

Manonjaya Kab.Tasikmalaya, 2013). Rendahnya produktivitas pada saat penelitian ini diakibatkan oleh terjadinya musim kemarau dan serangan hama, padahal produktivitas rata-rata pada musim sebelumnya mencapai 6,5 ton/hektar GKG.

Ranking kedua (skor 87) dari preferensi petani dalam memilih sistem budidaya SRI organik di wilayah penelitian adalah harapan kebutuhan biaya produksi yang rendah.Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa total biaya pada usahatani padi sawah dengan SRI organik lebih rendah (88.69%) dibandingkan dengan metode konvensional. Komponen biaya produksi terbesar adalah komponen biaya tenaga kerja per hektar per musim tanam. Kecuali pada biaya penyusutan, terjadi penghematan pada semua komponen biaya produksi pada budidaya SRI organik. Hal ini disebabkan karena penggunaan benih yang lebih sedikit yaitu 10 kg per hektar, penggunaan bahan- bahan organik yang tersedia secara lokal, baik untuk pembuatan pupuk organik maupun pestisida nabati. Sementara tingginya biaya penyusutan alat pada SRI organik disebabkan karena alat-alat yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan metode konvensional. Alat-alat tersebut terutama digunakan untuk pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati.

Tingkat kemudahan budidaya merupakan ranking ke tiga (skor 84)yang dipertimbangkan oleh para responden petani dalam memilih budidaya SRI organik. SRI merupakan model tanam padi intensif dan efisien, mengutamakan sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air dengan tetap menjaga produktivitas dan mengedepankan nilai ekologis (Soni Prayatna, 2011). Harapan petani responden apabila teknologi yang ditawarkan dapat dilaksanakan dengan mudah dan sesuai dengan kemampuan maka hasil yang diperoleh pun akan memuaskan. Sewajarnya dalam berusahatani, petani berharap teknologi yang dilaksanakan seusai

(37)

usahatani yang rumit dan berdampak biaya tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak kurang diminati petani. Namun di lapangan diketahui bahwa para petani masih belum mengetahui persis teknis budidaya yang bagaimana yang dapat menghasilkan padi dengan kualitas organik sehingga banyak pemahaman petani yang masih keliru tentang bertanam organik dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi padinya.

Harga produk yang tinggi merupakan pertimbangan keempat (skor 83) bagi para petani responden ketika melaksanakan usahatani sistem SRI organik, harga produk akan sangat menentukan jumlah penerimaan dan keuntungan petani dalam berusahataninya. Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa harga tertinggi adalah sebesar Rp. 650.000.-/kuintal GKG dan harga terendah sebesar Rp. 550.000.-/kuintal GKG.Harga ditentukan atas kesepakatan petani dengan pihak pembeli.Harga juga ditentukan dengan kualitas padi yang dihasilkan dan ada tidaknya residu yang masih terkandung dalam beras yang dihasilkan.Petani menanam padi dengan pendekatan SRI organik adalah untuk mendapatkan produksi tinggi dan dengan harga produk yang lebih tinggi dibanding dengan harga beras yang non-organik. Karena sesungguhnya label sertifikasi organik memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah : a) Daya tawar produk padi organik lebih tinggi, b) harga produk padi organik lebih tinggi, c) bisa memasuki pasar modern dengan respons pasar yang baik (Uji Agung Santosa, 2013).Namun demikian para petani responden belum mengetahui persis berapa harga beras organik yang sebenarnya, karena harga beras organik ini harus diperiksa dulu kandungan residunya dengan perantaraan perusahaan yang memiliki sertifikasi organik (IMO/SNI). Para petani bekerjasama dengan perusahaan yang memiliki sertifikasi IMO/SNI karena mahalnya biaya sertifikasi yang seringkali menyurutkan minat petani mendapatkan surat pengakuan organik. Selain mahal maka masa berlaku sertifikat tersebut hanya untuk masa tiga tahun (Ahmad Fikri, 2015). Padahal sertifikasi

(38)

ini adalah jalan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi. Sertifikasi Organik adalah proses untuk mendapatkan pengakuan bahwa proses produksi organik atau proses pengolahan produk organik dilakukan berdasarkan standar dan regulasi yang ada (BIO-Cert, 2014).

Akses terhadap faktor produksi merupakan pertimbangan petani yang menempati ranking ke lima(skor 80) dalam melaksanakan budidaya padi sawah SRI organik. Kesulitan akses terhadap faktor produksi akan menghambat proses produksi, sampai saat ini akses untuk memperoleh faktor produksi sebagian besar dirasakan mudah dan tidak masalah. Masalah yang masih dirasakan oleh para petani terkait dengan faktor produksi adalah kesulitan untuk pengadaan pupuk organik yang dipersyaratkan dalam budidaya SRI organik.Karena pupuk organik dan pestisida nabati yang digunakan adalah hasil produksi sendiri, maka muncul permasalahan ketersediaan bahan baku untuk pembuatan faktor produksi tersebut. Akhirnya kadangkala rekomendasi pemupukan tidak dapat dipenuhi dengan optimal oleh para petani.

Tingkat resiko kegagalan yang rendah adalah preferensi ke enam (skor 79) yang dipilih petani reesponden. Secara umum, berusahatani padi sawah adalah usaha yang penuh resiko mulai dari resiko perubahan iklim, cuaca, serangan hama penyakit dan berbagai resiko lainnya. Petani berharap bahwa resiko kegagalan yang rendah akan meningkatkan potensi petani untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sehingga perolehan keuntungan berusahatani padi sawah SRI organik pun akan memuaskan.Sebaliknya apabila resiko kegagalan sangat tinggi maka petani tidak akan melaksanakan usaha dengan cara seperti yang ditawarkan.

Preferensi terakhir (skor 75) yang dipilih petani dalam memilih budidaya padi sawah SRI organik adalah penguasaan teknologi. Teknologi yang mudah dilaksanakan dan sesuai kebiasaan akan mendorong petani untuk berusaha lebih giat dan tidak ada hambatan. Teknologi budidaya

(39)

SRI organik sebagian besar hampir sama dengan kebiasaan budidaya padi sawah petani responden sebelumnya, dan sebagian lagi merupakan introduksi yang setelah diberikan pelatihan dan penyuluhan mudah untuk dilaksanakan. Musyafak dan Ibrahim (2005) menyatakan bahwa agar suatu inovasi dapat diterima oleh petani, maka inovasi yang akan diintroduksikan harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi biofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang ada di petani. Untuk itu inovasi yang ditawarkan harus inovasi yang tepat guna dengan kriteria : a) harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh petani kebnayakan, b) harus memberikan keuntungan secara konkrit bagi petani, c) harus memiliki kompatibilitas/keselarasan, d) harus dapat mengatasi factor-faktor pembatas, e) harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada, f) harus terjangkau oleh kemampuan finansial petani, g) harus sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba dan h) harus mudah diamati.Dari sisi teknologi masih terdapat kendala bahwa para petani belum memahami dengan benar bagaimana cara bertanam padi agar hasilnya bisa dikategorikan padi organik.

5.2 Implikasi Hasil Penelitian

Preferensi petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI Organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya ditentukan oleh kebutuhan dan latar belakang sosial ekonominya. Perubahan lingkungan dan kecepatan teknologi informasi yang diterima oleh petani menyebabkan perubahan pengetahuan, perilaku yang bermuara pada perubahan kebutuhan.

Preferensi atau pilihan petani ketika akan melaksanakan budidaya padi sawah SRI organik telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Dari beberapa preferensi/pilihan petani tersebut, masih terdapat beberapa kendala dan hambatan yang mesti ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lanjutan. Selain dari pentingnya dilakukan penelitian lanjutan, maka peran pemerintah sangat diharapkan untuk

(40)

menanggulangi berbagai permasalahan yang membelit pada pengembangan padi organik ini, khususnya di wilayah penelitian.

Beberapa implikasi dari hasil penelitian yang harus ditindaklanjuti diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Masih rendahnya produktivitas yang diperoleh para petani responden di wilayah penelitian dari potensi hasil yang semestinya dicapai yang hal ini dikarenakan oleh pengaruh iklim dan serangan hama. Untuk hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk meminimalisir pengaruh dari kedua hal tersebut, karena sesungguhnya pada periode tanam sebelumnya pernah mencapai produktivitas yang lebih baik.

2) Ditemukan fakta di lapangan bahwa para petani masih belum mengetahui persis teknis budidaya yang bagaimana yang dapat menghasilkan padi dengan kualitas organik sehingga banyak pemahaman petani yang masih keliru tentang bertanam organik dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi padinya. Sehingga diperlukan penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman tentang padi dengan kualitas organik.

3) Muncul keinginan dari para petani untuk melaksanakan sertifikasi padi organik secara mandiri, karena selama ini mereka bekerjasama dengan perusahaan yang telah memiliki sertifikasi IMO/SNI. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya tawar dan harga yang lebih baik, namun terkendala dengan biaya sertifikasi yang mahal.

4) Keterbatasan ketersediaan bahan baku untuk pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati merupakan kendala dalam berbudidaya padi sawah SRI organik di wilayah penelitian. Perlu dicari solusi untuk penyediaannya agar para petani dapat menyediakannya dengan optimal untuk kepentingan budidaya padi sawah SRI organik.

(41)

VI. Simpulan dan Saran

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut:

1) Preferensi petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya terdiri dari harga produk, harapan keuntungan, resiko kegagalan, penguasaan teknologi, akses faktor produksi, kebutuhan modal/biaya produksi dan tingkat kemudahan budidaya.

2) Yang menjadi preferensi prioritas petani dalam pemilihan sistem budidaya padi sawah SRI organik di Kelompok Tani Jembar II di Desa Margahayu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya berurutan sebagai berikut : 1) harapan keuntungan, 2) kebutuhan modal/biaya produksi, 3) tingkat kemudahan budidaya, 4) harga produk, 5) Akses faktor produksi, 6) resiko kegagalan dan 7) penguasaan teknologi.

6.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan penelitian yang dilakukan diantaranya untuk pemerintah, perguruan tinggi serta pihak yang terlibat dalam peningkatan produksi padi sawah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis untuk pengembangan dan mencari solusi yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapi para petanipadi sawah dengan sistem SRI organik. Walaupun penelitian ini hanya bersifat kasus namun mungkin ada kesamaan permasalahan yang dihadapi oleh petani di berbagai wilayah lainnya. Beberapa yang harus dicari solusi nya adalah terkait dengan hal-hal sebagai berikut :

(42)

1) Mesti secara terus menerus dan berkelanjutan melakukan penyuluhan, pelatihan, sekolah lapang atau apapun bentuknya untuk memberikan pemahaman bagaimana budidaya padi sawah secara organik (SRI organik) yang benar agar hasilnya memuaskan, sesuai dengan potensi hasil dan sesuai dengan kualitas organik yang diharapkan.

2) Untuk dilakukan upaya penyediaan bahan baku pembuatan pupuk organik dan pestisida organik bagi petani yang membuat pup;uk tersebut secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan pupuk organik dengan harga murah.

3) Memberikan informasi bagaimana melaksanakan sertifikasi padi organik secara mandiri dan memfasilitasinya dengan lembaga sertifikasi yang berwenang dengan harga yang tidak terlalu mahal dan dapat dijangkau petani/kelompok tani.

(43)

Daftar Pustaka

Ahmad Fikri. 2015. Sertifikasi Jadi Kendala Padi Organik. Tempo.co. Jakarta.

Agung Prawoto. 2005. Seminar Nasional Pangan Organik : Potret pertanian dan Potensi Pasar Pangan Organik Indonesia” . http://www.terranet.or.id/tulisan-detail. Php.

AT Mosher. 1987. Menggerakan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. http://Litbang.Deptan.go.id.

BIO-Cert. 2014. Apa Itu Sertifikasi Organik ?. www.biocert. Bogor. BPP Manonjaya. 2013. Laporan Tahunan. BPP Manonjaya.Tasikmalaya.

Coen Reijntjes, Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayers. 2006. Pertanian Masa Depan Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Input Luar rendah. Kanisius. Jakarta.

Dedi Kusnadi K., Yushar Subari, Marasi Deon, Ahmad Hanhan. 2007. Rancangan Operasional Irigasi untuk Pengembangan SRI.Paper disajikan dalam Seminar KNI-ICID Bandung 24 Nopember 2007.

Desa Margahayu. 2012. Data Monografi Desa. Margahayu Manonjaya Tasikmalaya.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya. 2013. Data Base Bagian Program Perencanaan. Tasikmalaya.

Fadholi Hernanto. 1979. Ilmu Usaha Pertanian. IPB Press. Bogor.

Husnain dan Haris Syahbudin. 2005. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia : Peluang dan Tantangan. http://www.ifoam.org. edisi vol.4/XVII/2005

Irham. 2006. Mungkinkah terjadi Revolusi Hijau Babak II ? Opini Publik http://222.124.164.132/article.pph/sid=96821

Journal Planit. 2001. Tahun I No.2 Juli-Agustus 2001.

Kecamatan Manonjaya. 2012. Data Monografi Kecamatan Manonjaya. Kec. Manonjaya Tasikmalaya.

Melly Manuhutu dan Bernard T. Wahyu.2005. Bertanam Sayuran Organik Bersama Melly Manuhutu.Agro Media Pustaka. Jakarta.

(44)

Mubiar Purwasasmita dan Alik Sutaryat.2012. Padi SRI Organik Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mubyarto. 1982. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Musyafak dan Ibrahim.2005. Strategi Percepatan Adopsi dan Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani.BPTP Kalimantan Barat.

Purwati A. 2004. Produksi Pertanian Organik Indonesia tumbuh 10 persen per tahun.http://www.beritabumi.com

Rachman Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius.Yogyakarta.

Redidolphino. 2012. Bisnis Pertanian Organik.

http://www.redidolpino.blogspot.com/2012/06_5.html. Said Rusli. 1985. Ilmu Kependudukan. UI Press. Jakarta.

Santi Rosita. 2008. Analisis Strategi Usaha Sayuran Organik di PT Anugrah Bumi Persada “RR Organic Farm” Kabupaten Cianjur. Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Sebastian Saragih. 2008. Pertanian Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. Soekartawi. 1995. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta.

Sony Prayatna. 2011. SRI Sebagai Intensifikasi Proses Merupakan Program Pengembangan Pertanian Organik di Kabupaten Tasikmalaya. Paper disajikan pada Seminar Pertanian Organik Indonesia.Kerjasama Balai Penelitian Tanah kementrian Pertanian dengan ANSOFT Korea.Bogor 23 Februari 2011.

Steven. 2007. Why Healthy Lunch. http://www.Healthy lunch for you.com

Uji Agung Santosa. 2013. Minat Sertifikasi Organik Minim Karena Mahal.Industri.Kontan.co.id. Winarno, Ananto KS , Surono. 2002. Pertanian dan Pangan Organik, Sistem dan Sertifikasi.

M-BRIO Press. Bogor.

(45)

Lampiran 1. Peta Lokasi Wilayah Penelitian

(46)

Lampiran 2

Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Uraian Kegiatan Jadwal Pelaksanaan Keterangan

Bulan I Bulan II Bulan III

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Persiapan 2. Pengumpulan data sekunder 3. Survey Penetapan Responden 4. Pengambilan data primer 5. Pengolahan data : a. Tabulasi data b. Analisis data 6. Pembahasan awal 7. Penyusunan dan Pembuatan Laporan

(47)

Lampiran 3

Data Karakteristik Responden pada Penelitian

Preferensi Petani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI Organik

No. Responden Nama Umur (tahun) Pendidikan Tanggungan keluarga (orang) 1. Rosid 48 SLA 4 2. Jam’un 52 S1 4 3. Rohandi 53 SD 1 4. Uu 48 SMA 3 5. Memon 50 SD 1 6. Oom 60 S1 2 7. Embos 58 SD 3 8. Hali 60 SD 1 9. Maman 68 SD 1 10. H. Aim 82 - 1 11. Endang 54 SD 2 12. Oyoh 65 SD 4 13. M. Emon 72 SD 1 14. H. Aop Alimin 75 SD 1 15. Marpu 62 SD 2 16. Amir 42 SD 4 17. E. Muhtarom 47 SMP 2 18. Didi 68 SD 2 19. Dedi 52 SD 3 20. H. Iman 58 SMA 2 21. Aan 50 SD 4 22. Hadori 64 SD 2 23. H. Zamzam 80 SR 1 24. Didi 62 SD 1 25. Abdul Rohim 43 SMP 2 26. M. Tahyan 44 S1 4 27. Aman 50 SD 3 28. Enu 80 - - 29. Udin 50 SD 2 30. Jujun 58 SD 1 31. H. Engkos K. 70 SD 1

(48)

Lampiran 4

Skor Preferensi Petani dalam Pemilihan Sistem Budidaya Padi Sawah SRI Organik

No. Skor untuk Parameter Preferensi Petani

Nama Harga Jual Gabah Harapan Keuntungan Resiko Kegagalan Penguasaan Teknologi Akses Faktor Prod. Biaya Prod. Sistem Penjualan Gabah 1. Rosid 3 3 3 3 3 2 3 2. Jam’un 3 3 3 3 3 2 3 3. Rohandi 3 3 3 3 2 3 3 4. Uu 3 3 3 3 3 3 3 5. Memon 3 3 3 3 2 3 2 6. Oom 2 3 3 2 2 2 3 7. Embos 3 3 3 3 2 3 3 8. Hali 2 3 3 2 3 3 3 9. Maman 3 3 2 1 2 3 3 10. H. Aim 2 2 2 1 2 3 3 11. Endang 3 3 3 3 3 2 3 12. Oyoh 3 3 2 1 3 2 3 13. M. Emon 2 3 2 1 3 3 2 14. H. Aop Alimin 2 3 2 2 3 3 2 15. Marpu 3 3 3 3 3 3 3 16. Amir 3 3 3 3 2 3 3 17. E. Muhtarom 3 3 3 3 2 3 3 18. Didi 2 3 2 2 2 3 3 19. Dedi 3 3 2 3 2 3 2 20. H. Iman 3 3 2 3 3 3 2 21. Aan 3 3 2 3 3 3 3 22. Hadori 2 3 2 2 3 3 2 23. H. Zamzam 3 2 2 1 3 3 3 24. Didi 3 3 3 3 2 3 3 25. Abdul Rohim 3 3 3 3 2 3 2 26. M. Tahyan 3 3 3 3 3 2 2 27. Aman 3 3 3 3 3 3 3 28. En u 2 2 1 1 3 3 2 29. Udin 3 3 3 3 2 3 3 30. Jujun 2 3 3 3 3 3 3 31. H. Engkos K. 2 2 2 2 3 3 3 Jumlah skor 83 89 79 75 80 87 84

(49)

Lampiran 5. Anggaran Kegiatan

No. Komponen biaya Unit Vol. Biaya Unit

(Rp)

Nilai (Rp)

Total Biaya (Rp) I. Bahan dan Alat :

a. Kertas HVS Rim 4 35.000.- 140.000.-

b. Tinta Paket 2 80.000.- 160.000.-

Jumlah 300.000.-

II. Penyusunan proposal Paket 1 150.000.- 150.000.-

Jumlah 150.000.-

III. Pra Survey Lapangan :

a. Tes questioner Orang 1 100.000.- 100.000.- b. Studi Pustaka Paket 1 200.000.- 200.000.-

Jumlah 300.000.-

IV. Survey Lapangan :

a. Pengumpulan data primer Paket 1 1.250.000.- 1.250.000.- b. Pengumpulan data sekunder Paket 1 200.000.- 200.000.- c. Tabulasi data Paket 1 250.000.- 250.000.-

Jumlah 1.700.000.-

V. Analisis Data dan Pembahasan

Paket 1 1.250.000.- 1.250.000.-

Jumlah 1.250.000.-

VI. Pembuatan Laporan

a. Pengetikan laporan akhir Paket 1 300.000.- 300.000.- b. Perbanyakan laporan

akhir

Eks 5 50.000.- 250.000.-

Jumlah 550.000.-

TOTAL BIAYA 4.250.000.-

(50)

Lampiran 6

Daftar Riwayat Hidup Ketua Peneliti :

1. Nama : H. D. Yadi Heryadi, Ir. MSc.

2. NIDN : 0426046301

3. Unit Kerja : Fakultas Pertanian Univ. Siliwangi 4. Tempat & Lahir : Tasikmalaya, 26 April 1963 5. Pangkat /Gol ruang : Pembina Tk I / IV.b

6. Jabatan Akademik : Lektor Kepala

7. Alamat Kantor : Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi.

Jln. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya 46115 Tlp. 0265 323531 8. Pendidikan yang pernah diikuti :

Jenjang S1 : Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Univ. Siliwangi

Jenjang S2 : Pasca Sarjana Agricultural Development dari Rijk Universiteit –Ghent Belgium.

9. Riwayat Pekerjaan :

1988 – sekarang : Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ. Siliwangi.

2001 – sekarang : Staf Pengajar di Program Agribisnis Pascasarjana UNSIL. 10. Pengalaman Penelitian :

1. Dampak Pemberian Dana Bergulir Terhadap Pertumbuan Usaha Pada Sentara Industri Kecildi Wilayah Pemkot Tasikmalaya. 2003 sebagai Ketua

2. Perspektif Penyediaan Infrastruktur dan Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Tasikmalaya. 2003. sebagai Anggota.

3. Hubungan Antara Pembinaan dengan Pemahaman Kelompok Tani dalam Kegiatan Terasering (Suatu Kasus pada Kelompok Tani Babakan Mukti Desa Mandalahayu Kec. Salopa Kab. Tasikmalaya. Sebagai Anggota.

4. Kajian Komparatif Usahatani Padi Sawah Pola PTT dan Pola Konvensional. 2009. Sebagai Ketua.

5. Dinamika Peran Ganda Tenaga Kerja Wanita Dalam Usaha Kerajinan Mendong di Wilayah Pemkot Tasikmalaya. 2012. Sebagai Ketua.

6. Potensi dan Peluang Pengembangan Agroindustri Minuman Lidah Buaya (Nata de aloe) di Kota Tasikmalaya.

Tasikmalaya, 15 Nopember 2014

(51)

Anggota Peneliti :

1. Nama : Hj. Betty Rofatin, Ir. MP.

2. NIDN : 0420016001

3. Unit Kerja : Fakultas Pertanian Univ. Siliwangi 4. Tempat &Lahir : Tasikmalaya, 20 Januari 1961 5. Pangkat /Gol ruang : Pembina / IV a

6. Jabatan Akademik : Lektor Kepala

7. Alamat Kantor : Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi.

Jln. Siliwangi No. 24 Tasikmalaya 46115 Tlp. 0265 323531 8. Pendidikan yang pernah diikuti :

Jenjang S1 : Statistika IPB. Bogor

Jenjang S2 : Agribisnis Pasca Sarjana Univ. Siliwangi. 9. Riwayat Pekerjaan :

1988 – sekarang : Staf Pengajar Fakultas Pertanian Univ. Siliwangi.

2001 – sekarang : Staf Pengajar di Program Agribisnis Pascasarjana UNSIL 10. Pengalaman Penelitian :

1. Perbedaan Tingkat Resiko Antara Usaha Ternak Ayam Pedaging (Broiller) dan Ayam Pejantan (Ayam Jantan Tipe Petelur). 2006.

2. Perbedaan Hasil Produksi antara Usahatani Padi Sawah Konvensional dan Padi dalam Polybag. 2008.

3. Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).Kajian Komparatif Usahatani Padi Sawah Pola PTT dan Pola Konvensional. 2008.

4. Intensifikasi Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera) di Pekarangan dan Diversifikasi Produk Olahannya. 2009.

5. Dinamika Peran Ganda Tenaga Kerja Wanita Dalam Usaha Kerajinan Mendong di Wilayah Pemkot Tasikmalaya. 2012.

6. Potensi dan Peluang Pengembangan Agroindustri Minuman Lidah Buaya (Nata de aloe) di Kota Tasikmalaya. 2013

Tasikmalaya, 15 Nopember 2014

Hj. Betty Rofatin, Ir.,MP NIDN. 411291156

Gambar

Tabel 2. Rata-Rata Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Tasikmalaya                Tahun 2005 – 2012
Tabel 3. Skor Parameter Preferensi Pilihan Petani Terhadap  SRI Organik
Tabel 4.Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab Selama 10 tahun   di Kecamatan Manonjaya
Tabel   5. Luas dan Jenis Penggunaan Lahan di Desa Margahayu Kec. Manonjaya
+5

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH BUDIDAYA TANAMAN MENDONG (Fimbristylis globulosa) TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENDONG DI KECAMATAN MANONJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA..

PENGARUH BUDIDAYA TANAMAN MENDONG (Fimbristylis globulosa) TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENDONG DI KECAMATAN MANONJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA..

Peran Perempuan Dalam Pnpm Melalui Simpan Pinjam Perempuan (Spp) Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peran Perempuan Dalam Pnpm Melalui Simpan Pinjam Perempuan (Spp) Di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Wilayah kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki 39 kecamatan dan 351 desa yang berbatasan dengan kota Tasikmalaya dan kabupaten

Kecamatan Dayeuhkolot merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bandung yang merupakan daerah langganan banjir setiap tahunnya, meskipun demikian masyarakat tetap bertahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Saluran pemasaran padi organik pada Kelompok Tani Putra Mandiri di Desa Linggaraja Kecamatan Sukaraja

Sampel penelitian ditentukan secara sengaja yaitu petani padi organik di tiga wilayah yang diteliti, yaitu Desa Untoro (Kabupaten Lampung Tengah), Desa Fajar Esuk dan Desa