• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN TIGA GERAKAN MORAL DALAM DESA MALINJAK 4.1 Munculnya Tiga Gerakan Moral di Kabupaten Sumba Tengah Kabupaten Sumba Tengah terletak di Pulau Sumba. Dalam era otonomi daerah, - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Des

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV GAMBARAN TIGA GERAKAN MORAL DALAM DESA MALINJAK 4.1 Munculnya Tiga Gerakan Moral di Kabupaten Sumba Tengah Kabupaten Sumba Tengah terletak di Pulau Sumba. Dalam era otonomi daerah, - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Des"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN TIGA GERAKAN MORAL DALAM DESA MALINJAK

4.1 Munculnya Tiga Gerakan Moral di Kabupaten Sumba Tengah

Kabupaten Sumba Tengah terletak di Pulau Sumba. Dalam era otonomi daerah, pada tanggal 22 Mei 2007 Kabupaten Sumba Tengah secara administratif telah mekar menjadi kabupaten baru, yang sebelumnya menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Sumba Barat, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Letak Kabupaten Sumba Tengah relatif strategis, yang menghubungkan tiga kabupaten lain, yaitu Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, dan Sumba Timur. Sebagai kabupaten baru, pemilihan bupati pertama (pilbup) di Kabupaten Sumba Tengah pada tahun 2008. Wilayah Kabupaten Sumba Tengah terbagi menjadi lima kecamatan, yaitu Kecamatan-kecamatan Mamboro, Katikutana, Katikuna Selatan, Umburatunggay, dan Umburatunggay Barat.

Wilayah Kabupaten Sumba Tengah ini sebenarnya merupakan wilayah kampung besar Anakalang yang terus berkembang dan berpenduduk padat. Dengan perkataan lain, pergerakan masyarakat kampung Anakalang menjadi komunitas masyarakat dan tempat tinggal wilayah yang mekar hingga menjadi Kabupaten Sumba Tengah. Saat ini orang mengenal nama Anakalang sebagai nama tarian adat di Sumba Tengah.

Sebagai daerah otonom baru, ada sejumlah masalah dan tantangan yang harus diselesaikan sebagai bagian dari usaha mensejahetrahkan masyarakat. Salah satu upaya dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut yaitu dengan mencanangkan Tiga Gerakan Moral yang terdiri atas: Gerakan Kembali ke Kebun, Gerakan Hidup Hemat, Gerakan Desa Aman.

(2)

masyarakat, utamanya pencurian dan perampokan ternak serta peredaran minuman beralkohol.

Tujuan tiga gerakan moral sebagai berikut: pertama, gerakan kembali ke kebun dimaksudkan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat. Gerakan ini bukan gerakan artifisial yang muncul dalam waktu singkat, melainkan sebuah produk kontemplasi atas nilai-nilai kultural yang mengacu pada sikap hidup orang sumba tengah yang secara tradisional memandang kebun/lahan sebagai sumber penghidupan.

Gerakan kembali ke kebun dicanangkan dengan mempertimbangkan dua kondisi yang terjadi yaitu rendahnya pemanfaatan lahan/ kebun secara optimal oleh masyarakat dan keadaan rawan pangan dan kemiskinan yang seakan-akan menjadi „trade mark’ bagi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk Kabupaten Sumba Tengah. Bertolak dari dua kondisi tersebut, gerakan ini merupakan upaya mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan lahan/ kebun untuk mengatasi persoalan rawan pangan dan kemiskinan. Gerakan ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan penganeka-ragaman konsumsi pangan lokal yang tidak semata-mata tergantung pada konsumsi beras.

Kedua, Gerakan Hidup Hemat dimaknai sebagai gerakan untuk mendorong masyarakat memanfaatkan apa yang mereka miliki secara bijak berdasarkan prioritas kebutuhan. Gerakan ini juga memiliki akar kultural di dalam masyarakat sehingga bukan sekedar gerakan artifisial dari luar masyarakat. Gerakan Hidup Hemat dimaksudkan sebagai upaya mengurangi gaya hidup boros masyarakat Sumba Tengah, terutama yang diekspresikan melalui acara-acara adat yang memerlukan biaya besar. Gerakan ini tidak dimaksudkan untuk merubah makna simbol-simbol kultural dalam upacara-upacara adat (seperti perkawinan, kematian, dan pesta adat lainnya), melainkan justru mengembalikan simbol dan makna adat kepada hakikat semula. Dengan demikian gerakan ini justru

“memurnikan” nilai-nilai hakiki yang terkandung di dalam upacara-upacara adat, yang belakangan ini sempat bertumpang-tindih dengan kepentingan lain, yaitu berkaitan

dengan “harga diri” atau “prestige”.

(3)

Ketiga, Gerakan Desa Aman, dipahami sebagai gerakan untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban, yang tergambar dari kondisi masyarakat yang tidak terancam oleh gangguan keamanan saat mereka beraktivitas. Fenomena pencurian atau perampokan ternak yang sering terjadi, keprihatinan terhadap peredaran dan konsumsi minuman beralkohol yang tidak terkendali, fenomena perjudian, perselisihan atau konflik antar kelompok masyarakat merupakan pendorong munculnya Gerakan Desa Aman tersebut.

Gerakan Desa Aman juga memiliki tujuan lebih jauh yaitu membebaskan masyarakat dari rasa takut, sehingga masyarakat bisa menjalankan aktivitas dengan tentram, termasuk aktivitas ekonomi (berternak dan bertani), sehingga pada akhirnya aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan baik dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat sendiri. Tujuan ini di pandang positif dan sejalan dengan kehendak masyarakat sumba tengah sebagai masyarakat yang rukun dan damai (moruku pa angngungu).

4.2 Praktik Tiga Gerakan Moral di Desa Malinjak

Desa Malinjak sebagai lokasi studi berada dalam wilayah Kecamatan Katikutana Selatan1. Kecamatan Katikutana Selatan ini dikenal sebagai daerah lumbung padi untuk Kabupaten Sumba Tengah. Karena itu pembangunan perekonomian bagi penduduk Sumba Tengah mengandalkan dari hasil pertanian di Kecamatan Katikutana Selatan. Hal ini disebabkan dalam pengolahan lahan dan bercocok tanam masih mempertahankan pola pembajakan lahan pertanian secara tradisional yang disebut renca. Selain itu warisan kebudayaan yang menjadi sejarah wilayah ini berupa kuburan-kuburan megalitikum yang berada di tiap kampung di Kecamatan Katikutana Selatan masih terjaga keberadaannya.

Gerakan moral ini dalam implementasinya dipengaruhi oleh pemerintah dan lembaga adat. Lembaga adat yang tugas utama dan fugsinya adalah mengawal proses pelaksanaan Tiga Gerakan Moral pada Tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Lembaga Adat dibentuk oleh tokoh-tokoh adat sebagai sesepuh adat dari tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa, yang menjadi mitra kerja pemerintahan dari masing-masing tingkatan wilayah setempat.

1

(4)

Lembaga Adat dibentuk bertepatan dengan disahkannya persoalan-persoalan mendasar dalam Kabupaten Sumba Tengah yang mengkristal menjadi seruan moral yang disebut dengan Tiga Gerakan Moral. Lembaga Adat disahkan pada tanggal 28 Oktober 2010, bertempat di Waibakul. Sebagai awal mula struktur pengurus Lembaga Adat diangkatlah Pdt. Em. David Umbu Dingu sebagai Ketua Lembaga Adat tingkat Kabupaten.

Lembaga Adat mempunyai mekanisme kerja sebagai berikut :

1) Lembaga Adat tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Tingkat Desa terdiri dari seorang Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota

2) Lembaga Adat tingkat kecamatan menjadi mitra kerja pemerintah Kecamatan 3) Lembaga Adat tingkat Desa merupakan mitra kerja Pemerintah Desa

4) Lembaga Adat tingkat Kabupaten dapat menjalin kerjasama dengan stakeholder lainnya, misalnya Lembaga Agama dalam rangka mengontrol kesepakatan – kesepakatan atas Tiga Gerakan Moral

5) Sifat hubungan antar Lembaga Adat adalah koordinasi dan konsultasi baik secara vertikal dari tingkat Kabupaten hingga ke Tingkat Desa maupun secara horozontal antara Lembaga Adat dan Pemerintah

6) Bagi kepentingan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan anggaran Lembaga Adat tingkat Kabupaten, mengkompilasi seluruh pelaksanaan kegiatan dan anggaran dari tingkat Desa dan Kecamatan untuk dilaporkan kepada Bupati Sumba Tengah.

Lembaga Adat dengan tugas dan tanggung jawab dalam gerakan ini tetap melibatkan banyak pihak, mengingat jumlah anggota lembaga adat ada tujuh orang di masing-masing tingkatan.

Pemahaman nilai-nilai budaya yang dianut sejak turun temurun oleh masyarakat Sumba Tengah, mengalami perubahan sosial dalam memaknai kelangsungan kehidupan secara berbudaya, khususnya dalam perilaku adat istiadat. Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan Kepala Desa Malinjak, Kecamatan Katikutana Selatan, Antonius Galla.SH.

(5)

Masyarakat Sumba Tengah pada umumnya adalah masyarakat yang hidupnya tidak terlepas dari masalah adat istiadat. Dalam hal perkawinan adat masyarakat Sumba Tengah pada masa sekarang lebih mementingkan gengsi atau nama baik pribadi dan kampung, jika dilihat dari hal ini pada zaman sekarang tidaklah relevan dengan kehidupan masyarakat contohnya pada zaman dahulu orang mengambil perempuan dengan belis 70 sampai 100 ekor hewan karena memang orang itu mempunyai hewan banyak. Tetapi pada zaman sekarang karena gengsi masyarakat walaupun tidak mempunyai persediaan hewan yang banyak, ada yang menggadaikan sampai menjual tanah hanya untuk membeli hewan agar dapat membelis seorang perempuan sumba. Dalam hal ritus kematian juga di Sumba Tengah pada zaman dahulu keluarga yang berduka mengubur jenasah sampai 1 minggu dan pemotongan hewan sampai belasan ekor hewan karena memang keluarga itu mempunyai hewan yang banyak dan mampu memberi makan banyak orang, pada zaman sekarang ini lagi-lagi hanya permasalahan gengsi maka banyak orang yang sampai berhutang di orang lain hanya karena tidak mempunyai hewan di kandang.

Tingkat pengangguran di kecamatan Katikutana Selatan sangat besar, hal ini menimbulkan banyaknya pemuda bahkan anak-anak yang putus sekolah menganggap pencurian adalah hal yang biasa, pencurian juga terjadi karena adanya rasa saling cemburu antar warga atau kampung, hal lain juga yang menjadi alasan maraknya pencurian di daerah Katikutana Selatan, terkhususnya desa Malinjak karena faktor kelaparan atau kemiskinan dan malas-malasan.

Tiga gerakan moral (gerakan kembali ke kebun, gerakan hidup hemat, gerakan desa aman) dilahirkan pemerintah kabupaten Sumba Tengah untuk mengatasi masalah-masalah di atas dan mengajak masyarakat merubah perilaku yang lama menjadi lebih baik.

Menurut masyarakat proses pemantapan seruan moral ini dalam periode kedua bupati terpilih memliki sistim pengawasan yang cukup lemah dan tidak adanya perilaku yang bisa dijadikan panutan dari para pemangku kepentingan. Berikut penjelasan dari tokoh masyarakat di desa Malinjak, bapak R.J Bolu:

(6)

kesadaran untuk kembali mengelolah lahan kosong di kebunnya. Gerakan hidup hemat, masalah pemotongan hewan pada saat acara kematian itu sudah betul-betul ikuti aturan pemerintah yang tidak boleh lebih dari 3 ekor hewan, tetapi dalam hal belis ini masih banyak yang melanggar, aturan pemerintah tidak boleh lebih dari 25 ekor hewan, hal ini yang masih belum dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai alasan tersendiri. Gerakan desa aman, di desa malinjak kalau masalah keamanan masih sangat-sangat jauh dari kata aman, karena sampai sekarang ini walaupun sudah ada pos-pos jaga di setiap kampung tetap saja pencuri bisa masuk. Pencuri sekarang sudah pintar, kalau tidak bisa masuk malam karena banyak yang jaga malam, mereka masuk siang ketika rumah sepi karena orang-orang sedang bekerja.

4.3 Profil Desa Malinjak

4.3.1. Sejarah Desa Malinjak

Desa Malinjak merupakan salah satu desa yang berada di bagian selatan Kabupaten Sumba Tengah. Desa Malinjak secara admistrasi berada dalam wilayah Kecamatan Katiku Tana Selatan hasil pemekaran dari kecamatan Katiku Tana berdasarkan peraturan Daerah Kabupaten Sumba Tengah Nomor 1 Tahun 2008; tentang pembentukan kecamatan Katiku Tana Selatan di Kabupaten Sumba Tengah. Dan juga Kabupaten Sumba Tengah adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat berdasarkan Undang-undang Nomer 3 Tahun 2007, tentang pembentukan Kabupaten Sumba Tengah di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Nama Desa Malinjak dalam bahasa Sumbanya disebut “TANA MALINJAK“ yang berarti “Padang Rata“ karena tanah tersebut selain rata juga subur. Orang

yang pertama kali tinggal di desa ini adalah Umbu Sili Wolu yang datang dari Kampung Laitarung, Desa Makata Keri Kecamatan Katiku Tana. Ia berpindah tempat karena di kampung Laitarung menjadi kampung besar untuk wilayah Anakalang dengan jumlah penduduk sudah semakin padat dan kurang layak sebagai tempat tinggal.

Umbu Sili Wolu yang memiliki istri bernama Rambu Kuba Yowi telah mendapat karunia kekayaan. Mereka beternak kuda, kerbau, dan sapi hingga jumlahnya ribuan ekor, yang dibiarkan di padang rumput. Kemudian Umbu Sili Wolu membuat kandang Besar dengan cara menanam pohon-pohonan besar

(7)

dari Umbu Sili Wolu yang sangat besar dari gundukan tanah mengelilingi wilayah Tanah Modu sampai ke Desa Wailawa akhirnya menjadi nama Kampung yaitu Galu Bakul.

Umbu Sili Wolu membuka pemukiman baru di Tana Malinjak yang berasal dari Kabihu Doku Gawi (Ina Ama), yang berfungsi sebagi pemanggil klain seperti : Kabihu Matolang - Makata Keri, Ana Bura-Tau Popu dan Waikawolu; Kabihu Wailawa –Kabela Wuntu; dan Kabihu Koru Beba. Dari kabihu di atas, mereka membuat kampung besar di Tana Malinjak, sehingga jumlah Kabihu di Tana Malinjak menjadi 4 dan 9 (Sembilan) kampung besar dimana pembagian kampung tersebut berdasarkan Kabihu. Kampung – kampung besar dan sukunya adalah : 1. Kampung Galu Bakul dan Galu Watu berasal dari Kabihu Doku Gawi (Ina

Ama)

2. Kampung Matolang, Radak, Ana Bura, Waikawolu dan Iji berasal dari Kabihu Matolang-Makata Keri, Anabura - Taupopu,Waikawolu

3. Kampung Kabela Wuntu berasal dari Kabihu Wailawa- Kabela Wuntu 4. Kampung Ngadu Bolu berasal dari Kabihu Koru Beba

Ketika itu yang menjadi pemimpin bagi 9 Kampung adalah Umbu Sili Wolu, yang mempunyai tugas untuk mengatur proses penyembahan kepada Sang Ilahi, adat-istiadat kawin mawin, kematian, bercocok tanam dan kehidupan bermasyarakat. Sepeninggal Umbu Sili Wolu, kepemimpinan Desa Malinjak turun temurun ke anak cucu keturunannya. Desa Malinjak dipimpin oleh Umbu Sawola sebagai Kepala Leti (kepala adat), hingga menjadi desa di tahun 1965.

Desa Malinjak telah berganti kepemimpinan sebanyak 6 kepemimpinan. Diantaranya, Umbu Sawola Kepala Leti sekaligus Kepala Desa Pertama (1965-1977), Umbu Djoka (1977- 1980), Umbu Yaka (1980-2002), Umbu Bura Kabuku (2003-2007), Dominggus Umbu Dangu (2007-2008, Pejabat Kepala Desa), Umbu Yagu Bolu (2009-2015), Antonius Galla, SH (2015-sekarang). Pergantian kepemimpinan kepala desa masih terjalin hubungan kerabat. Para mantan kepala desa tersebut menjadi kepala adat, sehingga nilai-nilai adat budaya dalam kehidupan masyarakat desa ini masih kuat.

4.3.2. Luas, Batas dan Sarana Prasarana Desa Malinjak

(8)

yaitu Desa Malinjak dan Desa Tana Modu. Pemecahan desa ini bukanlah atas ide atau permintaan masyarakat setempat. Hal ini seiring dengan ketentuan pemekaran wilayah Kabupaten Sumba Tengah terhadap jumlah desa yang dimekarkan.

Luas Desa Malinjak setelah dimekarkan berkurang menjadi 2.817 Ha atau 28,17 Km². Adapun batas-batas desa ini, di sebelah utara Desa Malinjak berbatasan dengan Desa Makatakeri, Kecamatan Katikutana. Sebelah selatan desa ini adalah Lautan Indonesia, sebelah barat bersebelahan dengan Desa Wailawa dan Desa Waimanu. Sebelah Timur desa ini berbatasan dengan Desa Tana Modu, yang menjadi desa mekar. Letak Desa Malinjak berada di pinggir Lautan Indonesia sehingga suhu udara relatif panas beriklim tropis dengan curah hujan sedikit.

Luas wilayah Desa Malinjak 2.817 ha dapat dikatakan sebagai daerah pertanian yang luasannya hampir 90%. Lahan di desa ini berupa tanah ladang (41,6%), sawah (33%) dan perkebunan (14,3%). Tanah yang menjadi tempat pemukiman seluas 371 ha (9,6%), dan sisanya adalah lokasi fasilitas umum yang terdiri atas perkantoran, sekolahan, pertokoan, tempat ibadah, makam, dan jalan (RPJMDes Desa Malinjak, 2012-2018). Hal ini sejalan dengan kepemilikan lahan berupa sawah, tegalan/ ladang dan perkebunan yang sekitar 77% luasannya merupakan kepemilikan masyarakat, walaupun ada sebagian tanah masyarakat yang belum bersertifikat. Tanah pertanian tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk bercocok tanam padi dan jagung, kacang-kacangan dan sayur-sayuran.

(9)

ini, namun belum menjangkau ke seluruh rumah tangga, sebagian rumah tangga lainnya belum mempunyai akses listrik.

Sarana kesehatan yang tersedia di Desa Malinjak terdapat puskesmas dan posyandu. Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama gizi balita. Walaupun pada musim-musim tertentu warga masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama malaria. Keberadaan balita kurang gizi sudah mulai berkurang, selaras dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat.

4.3.3. Kondisi Demografi Desa Malinjak

Jumlah penduduk Desa Malinjak berdasarkan data profil desa 2015 yaitu 1779 jiwa dan jumlah 364 kepala keluarga (KK) yaitu 364 orang. Desa Malinjak merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak dari jumlah penduduk setiap desa yang terdapat di Kecamatan Katiku Tana Selatan.

Data penduduk pada kelas usia dan kelamin selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin

Usia (Tahun)

Jenis Kelamin

Jumlah

%

Laki-Laki

% Perempuan %

0-9 166 9,3 158 8,9 324 18,2

10-17 121 6,8 113 6,4 234 13,2

18-32 168 9,4 175 9,8 343 19,2

33-65 280 15,7 261 14,7 541 30,4

65 ke atas

182 10,2 155 8,7 337 28,7

Jumlah 917 51,5 862 48,5 1779 100,0

Sumber: data profil Desa Malinjak 2015

(10)

Keadaan pendidikan pada suatu wilayah, menjadi tolak ukur untuk menilai potensi sumber daya manusia (SDM) yang ada di wilayah itu. Pendidikan dapat menentukan kualitas sumber daya manusia tentang pola pikir atau cara pandang masyrakat desa malinjak dalam menjalani kehidupan sebagai makluk sosial. Pola pikir dapat mempengaruhi sifat warga desa malinjak dalam menghargai sesama, yang mengakibatkan tidak terjadi konflik dalam desa. Pendidikan juga berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup tanpa menyakiti orang lain. Data tingkat pendidikan masyrakat Desa Malinjak terlihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat

Pendidikan

Jumlah %

Tidak tamat 131 14,9

SD 326 37,1

SMP `182 20,7

SMA 159 18,1

Akademi (D1-D3) 29 3,3 Sarjana (S1-S3) 52 5,9

Jumlah 879 100,0

Sumber:data profil Desa Malinjak 2015

(11)

pada tinggkat pendidikan atau kedaan kualitas SDM masyrakat Desa Malinjak sangat rendah.

Sarana prasarana pendidikan dapat mementukan kualitas pendidikan di wilayah yang bersangkutan. Jumlah sarana prasarana di Desa Malinjak masih sangat terbatas, di Desa Malinjak terdapat TK 4 buah dan SD 1 buah (data profil Desa Malinjak 2015). Jika dbandingkan dengan jumlah penduduk masih sekolah maka fasiltas sarana prasarana Desa Malinjak sangat tidak mendukung dalam pengembangan potensi SDM masyarakat Desa Malinjak.

4.3.4. Sistem Kekerabatan Masyarakat Desa Malinjak

Seperti pada umumnya bahwa setiap daerah memiliki sistem sosial masing-masing, masyarakat desa Malinjak, menganut sistem kekerabatan seperti masyarakat Sumba pada umumnya. Sistem sosial yang dianut masyarat desa malinjak adalah sistem bilineal, dimana dalam kekerabatan diperhitungkan melalui garis keturunan laki-laki dengan hak dan kewajiban tertentu, begitu pula dengan garis keturunan perempuan dengan hak dan kewajiban tertentu.

Kondisi budaya masyarakat Desa Malinjak sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur. Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa/ berumahtangga-mati), seperti upacara kelahiran, perkawinan dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian, hampir selalu dilakukan oleh warga masyarakat. Selain itu, tradisi purung ta kadonga ratu juga masih dilakukan setiap tahun. Dalam penyelenggaraan upacara adat tersebut diikuti oleh kesenian daerah/ tradisional berupa tarian kataga dan negu. Namun perkembangan sekarang, kesenian tradisional tersebut memudar yang dikarenakan generasi muda lebih menyukai musik-musik modern.

Secara legal formal bahwa masyarakat Sumba, atau masyarakat Desa Malinjak pada khususnya membentuk suatu kelompok kekerabatan yang disebut kabisu (klan). Kelompok ini didasarkan pada kesamaan asal usul nenek moyang. Dalam

(12)

darah. Secara otomatis seseorang yang dilahirkan mendapatkan hubungan kekerabatan berbasis hubungan darah.

Dalam adat perkawinan masyarakat Desa Malinjak menganut sistem sosial matrineal yang setiap laki-laki memiliki kewajiban mengambil anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya. Saudara laki-laki dari ibu biasa disebut loka dan anak dari loka disebut Ana Loka. Sistem adat ini masih berlangsung hingga saat ini tetapi tidak lagi menjadi kewajiba, sehingga banyak masyarakat desa Malinjak yang keluar daerah dan membentuk keluarga baru.

Dalam pengambilan setiap keputusan sistem sosial dianut yaitu sistem kekeluargaan dimana dalam hal apapun pengambilan keputusan dilakukan musyawarah. Sehingga permasalahan-permasalahan dalam kelompok atau keluarga dapat diselesaikan. Dalam kegaiatan apapun masyarakat desa Malinjak mengenal sistem gotong-royong, saling membantu dalam urusan baik kegiatan adat perkawinan, pernikahan, pengelolaan lahan pertanian dan berbagai kegiatan lainnya.

4.3.5. Keadaan Sosial Ekonomi

Dalam kehidupan sosial masyarat desa Malinjak, selalu mementingkan kehidupan bersama dan saling membantu satu dengan yang lainnya. Masyarakat desa Malinjak sangat menjunjung harkat dan martabat. Dalam musyawarah yang dijunjung tinggi yaitu hasil musyawarah mufakat, menghargai pendapat orang lain dan pengambilan keputusan bersama. Setiap masyarakat Desa Malinjak memiliki sifat ramah, solidaritas tinggi, dan selalu gotong-royong. Kedaan seperti ini dapat terlihat dari aktifitas sehari-hari, seperti tamu selalu disambut dengan ramah, bahwa masyarat desa Malinjak menggunakan istilah tamu merupakan raja, tamu disambut layaknya seorang raja. Kegotong-royongan masyarakat dapat terlihat dari kegiatan adat, kegiatan lingkungan kampong kegiatan desa, dan kegiatan sosial lainnya.

(13)

Masyarakat desa Malinjak mayoritas pendapatannya dari hasil pertanian. Usaha pertanian sebagian masyarakat desa Malinjak pertanian lahan basah dan lahan kering, pada masa hujan awal usaha yang dilakukan yaitu peggolahan lahan kering atau ladang untuk menanam padi dan jagung, dan selanjutnya usaha padi di lahan persawahan. Masyarakat wilayah ini tidak hanya yang memiliki profesi petani yang melakukan usaha pertanian, bahkan yang profesi lain juga melakukan hal yang sama di luar jam kerja.

Masyarakat desa Malinjak memiliki profesi masing-masing di berbagai bidang antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pensiunan (TNI, PNS dan POLRI), Swasta, Pelajar, Petani, Buruh Kasar dan tidak sedikit pula adanya pengangguran. Jumlah untuk setiap jenis pekerjaan terlihat pada tabel.

Pekerjaan penduduk sebagai PNS, pensiunan, dan swasta lebih sedikit jumlahnya dibandingkan sebagai petani. Hal ini mempengaruhi perekonomian wilayah desa Malinjak yang rendah.

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Penduduk Jumlah

Penduduk

%

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 97 5,5 Pensiunan (PNS, TNI,

POLRI)

49 2,7

Swasta 43 2,4

Pelajar 564 31,7

Petani 661 37,2

Buruh Kasar 102 5,7

Pengangguran 263 14,8

Jumlah 1.779 100,0

Sumber: Data Profil Desa Malinjak 2015

4.3.6. Kebun dan Pertanian

(14)

profesi masyarakat desa Malinjak masih sangat rendah dalam memahami pemenuhan kebutuhan hidup dengan cara usaha baik untuk pertanian dan profesi lain hanya pada pemenuhan dalam keluar, tidak pada investasi lain.

Bagi perempuan di desa, sebagian penduduk usia produktif ini merantau atau bermigrasi ke daerah lain. Penduduk yang berasal dari Desa Malinjak ini pada umumnya memilih daerah tujuan ke kota-kota besar, seperti: Jakarta, Bandung dan Surabaya, untuk bekerja dalam asisten rumah tangga. Sejak tahun 2000-an semakin banyak pula dari penduduk desa ini yang menjadi TKW, antara lain ke Arab Saudi, Malaysia dan Korea. Dengan demikian jumlah penduduk desa berusia produktif yang menetap tinggal di desa berkurang jumlahnya.

Berdasarkan hasil wawancara beberapa penduduk Desa Malinjak, dapat dikatakan bahwa pengeluaran dan pendapatan masyarakat tidak seimbang, bahkan pengeluaran lebih besar dari pada pemasukan. Pengeluaran sehari-hari masyarakat tergolong tidak konsumtif dan relative rendah. Namun untuk pengeluaran yang tak terduga, seperti upacara kematian, akan memerlukan biaya sangat besar yang tidak terpenuhi dari pendapatan. Akibatnya ada masyarakat yang mempunyai hutang guna memenuhi pembiayaan upacara adat kematian.

(15)

Gambar

tabel berikut.
Tabel 4.2.  Jumlah Penduduk  Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 4.3.  Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pemberian ransum yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan umum bahwa persepsi santriwati Madrasah Aliyah Darul Ulum tentang

Dalam perencanaan sebuah gedung bertingkat, khususnya gedung kampus bertingkat, harus memperhatikan beberapa kriteria yang matang dari unsur kekuatan, kenyamanan,

ٔٙ ةيبرعلا ةغللا ةدام مهفأ 12.. رثؤي : ٕٕٛ ةباجإ كأ ٛٗ،ٙ % حتةبا ثحبلا ةءارجإ دعب د فايبتةا :تٍعي تُنايبتةلاا ـاد ك ،ةيبرعلا ةغللا ملعت عفا سردم

The result of research showed that: (1) the participation of FSSVAP AG members in Lampung Province belonged to high category; (2) member cohesiveness, group

This institutional growing involved: AG, Village Food Team (VFT), and Village Financial Institution (VFI) supported by rural improved infrastructure, thereby

“ Sintesis Mikroalga Chorella Vulgaris Menjadi Biodiesel Melalui Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi (Studi Metode Ekstraksi Lipid Mikroalga dan Pengaruh

Dari populasi 60 orang, ibu primigravida diambil seluruhnya dari penelitian sebanyak 30 orang dengan menggunakan tehnik accidental sampling.Tujuan dilakukannya penelitian ini