• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelanggaran-Pelanggaran Peraturan Oleh Perusahaan

International Labour Organization (ILO) adalah organisasi di bawah PBB yang bertugas dalam melayani aspirasi dan memberi solusi bagi permasalahan perburuhan internasional.Setiap tahun ILO melakukan konferensi buruh internasional untuk meninjau permasalahan dan kemajuan dibidang perburuhan serta melakukan langkah-langkah baru sebagai solusi permasalahan perburuhan. Bulan November 2014 saat Hanif Dzakiri telah secara resmi dilantik menjadi menteri ketenagakerjaan, Peter van Rooij perwakilan ILO secara khusus menyampaikan bahwa ILO siap membantu Indonesia dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan yakni siap bekerjasama dalam upaya peningkatan lapangan pekerjaan, penciptaan hubungan industrial yang harmonis, dan perlindungan sosial.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa masalah utama bidang ketenagakerjaan Indonesia adalah lapangan pekerjaan, hubungan industrial, dan perlindungan sosial. Ketiga permasalahan tersebut jelas membutuhkan solusi agar dunia ketenagakerjaan Indonesia menjadi stabil sehingga perekonomian indonesia pun turut stabil. Penelitian ini mengkaji lebih khusus kepada permasalahan

hubungan industrial termasuk di dalamnya hubungan kerja.Selain itu hubungan kerja yang dibahas dalam penelitian ini yakni di sektor Tekstil dan Produk tekstil di Kabupaten Bogor.

Undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 Bab IX pasal 50 menjelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.Pasal 51 ayat (2) berbunyi perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.Seyogyanya sebuah undang-undang menjadi landasan kepada semua pihak untuk menjalankan kewajiban di bidangnya dan menuntut hak-haknya.Kenyataannya banyak pelanggaran yang dilakukan dan belum adanya tindakan tegas menjadikan masalah hubungan kerja terus bergulir.

Hasil wawancara mendalam terhadap seorang responden, Susi (23) mengaku bahwa dari awal mulai melamar hanya sekali mendatangi sebuah dokumen yang ia sebut kontrak kerja. Susi juga menjelaskan bahwa semua karyawan kontrak di perusahaannya juga begitu. Pasal 54 ayat (3) berbunyi perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan perusahaan masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. Hal ini dibenarkan oleh narasumber penulis dari pemerintahan yakni bapak Budi Setiadi.Menurut beliau mayoritas buruh ingin cepat langsung kerja tanpa menelaah isi kontrak/perjanjian kerja terlebih dahulu.Mereka berpikir bahwa itu hanya formalitas dan tanda bahwa mereka secara resmi dan legal menjadi karyawan sebuah perusahaan.

Pelanggaran lain terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang penulis dapat dari hasil wawancara yakni penggunaan tenaga kerja kontrak di core activity

atau core business sebuah perusahan. Tenaga kerja kontrak dalam undang-undang yakni tenaga kerja yang mempunyai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pasal 59 ayat 1 berbunyi perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yan masih dalam percobaan atau penjajakan.

Pasal 59 ayat (2) berbunyi perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.Kedua ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa PKWT atau tenaga kerja kontrak tidak dipekerjakan di pekerjaan yang bersifat tetap atau terus menerus.Jenis pekerjaan tetap atau terus menerus berarti menjadi inti dari kegiatan produksi sebuah perusahan atau menjadi core activity.

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah industri besar yang tentu saja mempunyai berbagai divisi pekerjaan dalam proses produksinya. Industri TPT secara garis besar meliputi 3 bagian yakni sektor hulu, sektor intermediate/antara, dan sektor hilir.

Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011.

Gambar 4. Pohon Industri TPT 1

Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011.

Gambar 4 dan 5 menjelaskan kegiatan produksi dari hulu hingga hilir industri TPT di Indonesia.Sektor hulu merupakan industri yang relatif padat modal, penggunaan teknolgi modern, dan menggunakan mesin-mesin otomatis.Sektor intermediate atau antara bersifat semi padat modal, teknologi madya dan modern kurang berkembang, serta jumlah pemakaian tenaga manusia lebih besar dibandingkan sektor hulu.Sektor hilir atau lebih dikenal dengan industri garmen adalah industri manufaktur pakaian jadi.Kegiatan produksinya termasuk cutting, sewing, washing, dan finishing yang menghasilkan ready-made garment.Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya.

Proses produksi pada industri TPT dari hulu sampai hilir adalah pekerjaan yang terus-menerus dilakukan sampai produk terakhir tercapai, baik hanya di sebagian sektor atau secara keseluruhan. Oleh karena itu menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 59 ayat (2) yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Sifat terus- menerus dan tidak terputus selama proses produksi berarti jenis pekerjaan tersebut merupakan core activitydari sebuah perusahaan. Jika salah satu proses terhambat, maka produksi pun terhambat, oleh karena itu jenis pekerjaan ini menurut pasal 59 ayat (1) adalah jenis pekerjaan tetap. Menurut pasal 59 ayat (2) bahwa jenis pekerjaan tetap tidak dapat diadakan untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau kontrak.

Perusahan-perusahan TPT yang menjadi objek dari penelitian ini adalah perusahaan besar yang berawal dari join venture dengan perusahaan asing. Hemat penulis bahwa jika perusahaan asing yang mau menjalankan usaha di Indonesia yakni dengan cara menggadeng perusahaan di Indonesia. Gedung produksi/ pabrik (factory) terpisah dengan gedung utama atau head office. Hal ini secara tidak langsung menunjukan bahwa sebenarnya kegiatan produksi telah di delegasikan ke pihak lain. Pendelegasian ini diistilahkan dengan alihdaya. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan olehnara sumber, bapak Budi Setiadi, bahwa motif penggunaan sistem kerja kontrak yakni sistem tata niaga global telah mendukung untuk pendelegasian kegiatan produksi kepada perusahaan lain, misalnya perusahaan garmen dengan produk terkenal di dunia membutuhkan kuantitas tertentu untuk setiap tahunnya. Jumlah ini kemudian disub-kontrakkan kepada perusahaan-perusahaan di berbagai negara untuk memproduksi sebagian kuota produknya. Hal ini menjadi alibi perusahaan untuk secara bebas mengkontrak tenaga kerja dalam proses produksinya. Masalahnya adalah kontrak itu terus- menerus diperbaharui.

Pabrik-pabrik produksi dengan berbagai divisi menerapkan sistem alih daya yang di dalamnya adalah sistem kerja kontrak.Hal ini jelas telah melanggar peraturan karena tenaga kerja kontrak, bagian dari sistem alih daya, hanya legal secara hukum jika diterapkan di bidang-bidang usaha penunjang. Pasal 59 ayat (1) dengan jelas menyebutkan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Praktik alih daya di Indonesia yakni ada dua jenis.Jenis yang terjadi pada penjelasan paragraf di atas yakni praktik alih daya tenagakerja.Undang-undang

yang mengatur kegiatan alih daya suatu kegiatan usaha yakni undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 64-66. Pasal 65 ayat (2) menyatakan bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain, dialihdayakan, harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Praktik alih daya yang benar sesuai peraturan adalah suatu pekerjaan yang bersifat terpisah dari kegiatan utama, merupakan kegiatan penunjang, dan tidak menghambat proses produksi secara langsung. Kegiatan penunjang yang dimaksud dalam pasar tersebut diperjelas oleh peraturan mentri nomor 19 tahun 2012 yakni kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh(catering), usaha jasa penunjang tenaga pengaman atau satuan pengaman (security), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Jenis-jenis pekerjaan inilah yang bisa menggunakan tenaga kerja kontrak atau dialihdayakan.

Para responden yang menjadi objek penelitian adalah tenaga kerja kontrak namun bekerja di jenis kegiatan utama perusahaan.Mereka berkerja di setiap divisi yang berbeda seperti operator mesin, bagian pemintalan, memotong baju, dan pengepakan.Pelanggaran peraturan oleh perusahaan ini jelas merugikan tenaga kerja, namun jika pelanggaran ini benar ditindak dengan tegas maka buruh juga yang kemudian mendapatkan kerugian.Selain itu, menjadi tenaga kerja kontrak maka para buruh tidak memiliki daya tawar tinggi. Keadaan ini telah berlangsung sejak lama, lalu faktor-faktor apa yang menyebabkan tenaga kerja menerima perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak?

Iklim usaha dan investasi di Indonesia saat ini, sejak disetujuinya pasar bebas mendukung sistem pasar tenaga kerja fleksibel.Sistem ini memudahkan pengusaha dan investor untuk merekrut tenaga kerja tanpa mengindahkan peraturan yang ada.Tenaga kerja yang terserap dengan atau tanpa sadar bekerja tanpa mengetahui hak-hak sebagai pekerja.Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan kuesioner yang telah disebarkan. Hasilnya sebanyak 28 orang menjawab tidak tahu (70 %), 11 menjawab tahu (27 %), dan sisanya sebanyak 1 orang tidak menjawab (3 %).(Gambar 6)

Sumber : Data primer, diolah (2014)

Gambar 6.Persentase Responden tentang tahu atau tidaknya Undang-undang Ketenagakerjaan (%) 27% 70% 3% tahu tidak tidak menjawab

Wildan Fahrian (20), lululusan sekolah menengah atas mengaku mengetahui aturan/undang-undang ketenagakerjaan.“iya tahu, itu merugikan buruh”. Hal ini kontras dengan statusnya sebagai seorang pekerja kontrak.Sadar telah dirugikan namun banyak dari tenaga kerja kontrak tetap bertahan.

Status Perkawinan dan Nominal Upah

Hasil dari wawancara dan penyebaran kuisioner telah didapat 40 responden dengan status tenaga kerja kontrak di industri TPT namun perusahaan berbeda.Responden ini terdiri dari 28 laki-laki dan 12 perempuan, 19 diantaranya sudah menikah dan sisanya 21 orang berstatus belum menikah.Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Republik Indonesia nomor KEP-226/MEN/2000 dengan jelas mengatur sistem pengupahan bagi pekerja dengan status menikah atau belum menikah.Ringkasnya, seorang pekerja yang berstatus menikah mendapatkan upah/gaji lebih tinggi dari pekerja yang belum menikah.Hasil yang penulis dapat yakni upah di 4 perusahaan ini disamaratakan bagi pekerja baik yang sudah menikah atau belum.Acuan perusahaan hanya mengacu pada upah minimum kabupaten (UMK).Data jumlah pendapatan yang telah diterima adalah 3 dari 4 perusahaan mengupah tenaga kerja kontraknya dengan besaran di bawah UMK. Upah Minimum Kabupaten Bogor tahun 2014 yakni sebesar Rp. 2.590.000,00.

Hal di atas memberikan fakta bahwa pelanggaran terjadi juga pada sistem pengupahan. Pertama, upah dibayarkan sama rata kepada tenaga kerja dengan status berbeda. Kedua, upah yang dibayarkan di bawah standar UMK yang jelas merupakan peraturan dari pemerintah.Alasan salahsatu tenaga kerja, Ranti Sari (25) dengan status telah menikah, karena dikontrak maka upah yang diterima sebesar itu, sudah menjadi aturan perusahaan.Dia menambahkan, nanti jika sudah diangkat menjadi karyawan tetap maka upahnya lebih tinggi lagi. Hal ini adalah pemahaman yang salah dan dengan jelas membuktikan bahwa seorang tenaga kerja tidak memahami hokum dan hak-haknya.

Tingkat Pendidikan

Ketidaktahuan hukum menyebabkan tenaga kerja tidak mengetahui hak- haknya.Hal ini sebagai akibat dari tingkat pendidikan tenaga kerja itu sendiri.Data yang didapat dari 40 responden yakni 38 orang lulusan SMA/SMK dan 2 orang lulusan SMP. (Gambar 7)

Sumber : Data primer, diolah (2014).

Gambar 7. Persentase responden menurut tingkat pendidikan terakhir

5%

95%

SMP SMA/SMK

Pendidikan sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas tentu tidak secara rinci mengajarkan peraturan atau perundang-undangan, khususnya undang-undang tenaga kerja.Bagi para buruh yang terpenting adalah memiliki pekerjaan sebagai sumber utama dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup.

Kebutuhan hidup sesorang memang tidak bisa disamaratakan.Dari jumlah upah yang diterima 21 responden mengaku kebutuhan hidupnya tidak tercukupi dan 19 responden mengaku tercukupi.Responden yang merasa kebutuhannya tidak tercukupi harus memutar otak agar kebutuhannya tercukupi. Dari wawancara yang dilakukan beberapa jawaban yang diterima adalah dengan cara menabung, menghemat, mengikuti arisan, dan berhutang. Selain itu ada juga beberapa dari mereka yang mempunyai usaha kecil-kecilan seperti berjualan makanan ringan dan pulsa sebagai usaha untuk menambah pendapatan.

Kondisi ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja kontrak, di tengah kompetisi yang ketat akibat dari sistem pasar bebas dan pasar tenaga kerja fleksibel memaksa mereka untuk patuh pada keadaan bukan peraturan. Seseorang ketika mendapatkan pekerjaan maka akan dengan sekuat tenaga mempertahankan pekerjaannya untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini menjadi keuntungan perusahaan karena dengan begitu tenaga kerja tidak mempunyai kekuatan untuk melawan.Hal ini sesuai dengan jawaban yang diutarakan oleh responden.Jawaban yang diterima cukup beragam, motif seorang tenaga kerja menerima hubungan kerja kontrak adalah terpaksa/tuntutan hidup, untuk memenuhi kebutuhan hidup, membantu pendapatan rumah tangga, dan merasa tidak ada pilihan.Tenaga kerja ini memilih mempunyai pendapatan yang minim daripada tidak samasekali (menganggur).

Keadaan perburuhan (kontrak) seperti dijelaskan di atas tidak sesuai sebagaimana seharusnya yang diatur dalam perundang-undangan.Pelanggaran- pelanggaran yang terjadi tidak bisa dibiarkan terus-menerus, walaupun beberapa tenaga kerja mengaku kebutuhan hidupnya tercukupi, hukum tetap harus ditegakkan.Perusahaan mengaku mengikuti telah berjasa dengan menyerap banyak tenaga kerja sehingga menurunkan angka pengangguran.Hal ini bukan berarti hukum menjadi longgar dan bisa dilanggar.

Pemerintah sebagai pembuat regulasi harus dengan tegas menindak setiap pelanggaran.Narasumber dari pihak pemerintah yakni Bapak Budi Setiadi, menjelaskan bahwa peraturan yang dibuat harus sejelasnya-jelasnya dan tidak meninggalkan celah.Beberapa kasus dalam peradilan hubungan industrial seringkali dimenangkan oleh pihak perusahaan karena adanya celah dari perundang-undangan pemerintah yang bisa dijadikan alasan perusahaan menjalankan sistem seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.Selain itu, karena otonomi daerah sudah berlaku, pengawasan atas kegiatan perusahaan menjadi berkurang. Masih menurut pengakuanya, pengawas tidak bisa bertindak tegas kerena beberapa alasan, yakni :

a. Penempatan orang yang tidak tepat sesuai bidangnya. Beberapa kasus setelah otonomi daerah seseorang yang pada awalnya, di pusat, bukan di bagian pengawasan menjadi seorang pengawas ketika otonomi daerah berlaku. Hal ini tentu mengurangi kualitas pengawasan menjadi lebih longgar.

b. Terjadinya kasus premanisme bagi pengawas yang tegas. Menurutnya perusahaan yang ditindak dengan peringatan dari pemerintah kemudian

menyewa orang (preman) untuk menyerang pengawas tersebut sehingga takut kemudian untuk bekerja secara maksimal.

c. Kejujuran yang mulai menurun. Pengawas baru yang ditunjuk kepala daerah dirasa kurang kompeten. Kurangnya kejujuran menjadikam mereka dapat menerima suap sehingga laporan yang diterima pusat layaknya kondisi yang aman dan sesuai peraturan.

Penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, FSPMI, dan FES (2010) juga menjelaskan bahwa permasalahan dalam pengawasan harus segera ditangani.Masalah pengawasan terhadap pelanggaran perundangan yakni ada dua; kurangnya tenaga pengawas dari sisi kuantitas dan kualitas, kemudian koordinasi langsung yang terbatas dengan kementrian ketenagakerjaan dan transmigrasi sejak otonomi daerah.Lemahnya pengawasan menyebabkan tindakan atas pelanggaran terus terjadi sehingga perusahaan-perusahaan yang melanggarpun tetap berproduksi.Tenaga kerja yang tidak tahu-menahu merasa aman dan tetap dirugikan dalam statusnya sebagai tenaga kerja kontrak.

Pasar tenaga kerja fleksibel satu sisi menguntungkan dunia usaha khususnya investasi baik asing maupun dalam negeri.Perusahaan tekstil dan produk tekstil di sektor hulu yang bersifat padat modal tentu cocok dengan sistem ini.Efek dari tingkat kefleksibelan seperti diterangkan dalam bab-bab sebelumnya yang kemudian harus dikaji ulang, supaya tidak terjadi konflik antara tenaga kerja dan perusahaan.

Iklim investasi yang baik mengakibatkan perusahaan berkembang dengan baik. Hal tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi. Catatanya adalah tidak ada pihak yang dirugikan, karena bukan semata-mata kenaikan pendapatan negara atau angka pertumbahan ekonomi, tetapi kondisi yang menyebabkannya idealnya sesuai peraturan dan adil bagi semua pihak yang terlibat.

Kondisi tenaga kerja kontrak yang digambarkan merugi justru pihak perusahaan mengaku bahwa mereka telah berjasa dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan mengurangi angka pengangguran.Menggunakan sistem kontrak adalah bentuk penyesuaian iklim usaha dan kompetisi pasar bebas.Bagi perusahaan, tenaga kerja kontrak tidak punya pilihan selain mengikuti sistem yang ada.Tenaga kerja kontrak yang mayoritasnya adalah unskilled labour tidak mempunyai daya tawar jika suatu saat tidak menerima keadaan di tempat mereka bekerja.

Penelitian-penelitian ekonomi yang dilakukan Karl Marx memandang bahwa pembagian sebuah masyarakat menjadi beberapa kelas sepenuhnya terjadi sebagai akibat dari hubungan produksi.Pasar tenaga kerja fleksibel adalah salah satu ciri ekonomi liberal karena kekuatan pasar dan kompetisi yang kuat menjadi dasarnya.Hubungan kerja kontrak diterapkan atas dasar kondisi pasar yang berlaku.Seperti yang telah dibahas sebelumnya, hubungan kerja kontrak menimbulkan pelanggaran peraturan oleh perusahaan.Pelanggaran-pelanggaran ini menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja kontrak sehingga terbentuk kelas pekerja/buruh dan kelas pengusaha/pemilik modal.

Kelas-kelas yang terbentuk akan menimbulkan pertentangan antarkelas. Pertentangan antarkelas akan terus terjadi karena masing-masing kelas mempunyai kepentingan yang berbeda. Keadaan ini akan terus berlangsung hingga timbulnya kesadaran kelas. Kesadaran kelas yang dimaksud adalah

kesadaran akan kepentingan universal yakni kepentingan politik dari kelas itu sendiri. Menurut Karl Marx agenda/kepentingan politk yang paling tepat bagi kelas pekerja adalah partai, sementara bagi kelas pemilik modal, agenda/kepentingan politik yang paling tepat adalah negara.

Solusi-Solusi dari Berbagai Pendekatan Ekonomi Politik

Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini jika dianalisis secara teori maka bisa dikatakan bahwa kelas pekerja belum sepenuhnya memiliki kepentingan politiknya. Individu-individu kelas pekerja masih terbelenggu oleh keadaan dan memilih untuk menerima apa adanya, walaupun ada sebagian besar dari mereka yang sudah memeiliki kesadaran atas kelasnya. Buktinya adalah aksi pada setiap peringatan hari buruh, jumlah peserta aksi selalu bertambah setiap tahunnya.

Pendekatan Marx dalam Caporasso dan David (2008) terhadap pertentangan kelas menawarkan solusi dengan revolusi secara massal atau menyeluruh.Hal ini cenderung bersifat ekstrim dan bagaimanapun juga sejarah membuktikan bahwa hal tersebut bukan merupakan solusi yang tepat karena masalah yang terjadi paska revolusi ternyata lebih rumit.Pendekatan ekonomi politik sosial demokratis menawarkan hal yang berbeda untuk masalah pertantengan antar kelas ini.Ekonomi politik sosial demokratis berbeda dari politik revolusioner dalam artian bahwa ekonomi politik sosial demokratis berusaha mencapai tujuan- tujuannya melalui cara-cara damai dan melakukannya dari dalam. Pekerja akhirnya akan menerima kapitalisme sebagai kerangka tindakkan ekonomi dan kemudian melakukan perjuangan dengan cara berusaha memperbaiki sistem kapitalisme itu sendiri. Pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan reformis, menekankan kepada tindakan kelas (class action), yang dilakukan di tempat kerja maupun di kancah pemilu, agar pekerja bisa mendapatkan porsi yang lebih besar dari hasil-hasil ekonomi.

Ide utama dari pendekatan reformis dalam ekonomi politik sosial demokrasi adalah meningkatkan kepentingan material dari pekerja dengan tetap menggunakan kerangka kapitalisme dan demokrasi liberal.Tujuannya adalah bukan menyingkirkan kapitalisme melainkan untuk “menjinakkan”, yaitu dengan membuat kapitalisme menjadi menguntungkan bagi lebih banyak orang dan bukan segelintir kapitalis saja. Kesejahteraan warga negara (baik pekerja maupun pemilik modal) bisa sama-sama diuntungkan dengan cara “melakukan rasionalisasi secara bertahan dalam perekonomian agar para kapitalis dapat melakukan kegiatan yang menguntungkan publik tanpa harus menghapuskan status hukum dari hak kepemilikan pribadi (private property).

Ide lain sebagai solusi atas kondisi ketenagakerjaan dan hubungan kerja seperti telah dijelaskan sebelumnya adalah dengan menganalisis secara teori konsep keadilan. Konsep keadilan merujuk pada prinsip-prinsip aturan sosial yang dapat kita gunakan untuk mendefinisikan hak (termasuk didalamnya hak kepemilikan) dan sistem pasar. Prinsip-prinsip ini didasarkan pada ide perorangan (personhood), yaitu integritas dari tiap-tiap orang (satu orang tertentu adalah sebuah eksistensi yang utuh di mana semua keinginan, perasaan dan tindakan orang itu adalah menyatu dengan diri orang tersebut dan tidak bisa dilepaskan dari

orang itu, kecuali tentu saja kalau orang itu mengalami gangguan jiwa, yang berarti bahwa kepribadiannya sudah hilang dan menjadi gila). Titik tolak dari pendekatan-pendekatan ini adalah konsep keadilan dah hak, bukan pemenuhan kebutuhan pribadi dan efisiensi.Keadilan tidak bisa terwujud begitu saja dari pertemuan antara pelaku-pelaku yang masing-masing mementingkan kepentingan dirinya sendiri dalam masyarakat.

Salahsatu pendekatan berbasis keadilan adalah pendekatan yang diajukan Ronald Dworkin (1977), yang menekankan kepada prinsip saling menghormati

Dokumen terkait