UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN
Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014
ARI ISMAIL MUTTAQIN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014adalah benar karya saya denganarahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ari Ismail M
ABSTRAK
ARI ISMAIL M. Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014)Dibimbing oleh DrMUHAMMAD FINDI ALEXANDI, SE, ME
Jumlah lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja dapat meningkatkan jumlah pengangguran.Penerapan sistem outsourcing
dan kontrak efisien dalam mengurangi jumlah pengangguran.Namun sistem ini merugikan tenaga kerja itu sendiri karena fleksibelitas terjadi pada setiap elemen.Penelitian ini menggunakan data primer melalui penyebaran kuesioner kepada 40 responden serta wawancara kepada narasumber dari pihak perusahaan/industri dan pihak pemerintah. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang digunakan untuk mendapatkan alasan seseorang menjadi tenagakerja outsourcing.Metode analisis kuantitatif dengan metode regresi linier bergandadigunakan untuk menjelaskan secara statistik faktor-faktor yang mempengaruhinya.Kesimpulannya adalah pelanggaran-pelanggaran peraturan ketenagakerjaan yang dilakukan pihak perusahaan kepada tenagakerja kontrak dan outsourcingterjadi pada sistem pengupahan (upah di bawah standard dan penyamarataan upah kepada tenagakerja yang belum berkeluarga dengan yang sudah berkeluarga), masa kontrak, dan penempatan tenagakerja kontrak pada
core activity.Berbagai alasan yang dapat diambil adalah upaya pemenuhan kebutuhan hidup, tuntutan hidup, dan tidak mempunyai pilihan lain. Faktor-faktor yang memengaruhinya berdasarkan hasil regresi berganda adalah usia dan jenis kelamin berpengaruh nyata pada pendapatan. Penjelasan jenis usaha pokok dan usaha penunjang belum mempunyai rumusan pasti sehingga pengusaha memanfaatkan celah tersebut untuk terus menggunakan tenagakerja kontrak tidak pada tempatnya.
Kata kunci :kontrak,outsourcing, tenagakerja, undang-undang
ABSTRACT
ARI ISMAIL M. Analysis Application Outsourcing and Contract Employment in the Textile and Textile Products industry, according to Law Number 13 Year 2003 on Employment (Case Study: 2014) Bogor Regency Supervised by Dr MUHAMMAD FINDI ALEXANDI, SE, ME
regulations made by the company to contract labor and outsourcing occurred in the wage system(wages below the standard and leveling of wages to labor who are not married to the already married), long contracts labor, and placement of contracts labor in the core activity.Various reasons which could be taken is addressing the needs of life, the demands of life, and have no other choice.Factors that influence is based on results of multiple regression are age and gender significant effect on the income.An explanation of the core and supporting business activity does not have any definite formula so that employers exploit these loopholes to continue using contract labor is not in place.
ANALISIS PENERAPAN HUBUNGAN KERJA
OUTSOURCINGDAN KONTRAK DI SEKTOR TEKSTIL DAN
PRODUK TEKSTIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ARI ISMAIL M
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PRAKATA
Puja puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas segala karunia dan bukti kekuatannya sehingga karya ilmiah ini telah selesai.Penelitian ini dilaksanakan sejak 2012 hingga 2015 di Kabupaten Bogor dengan judul Analisis Penerapan Hubungan Kerja Outsourcing dan Kontrak di Industri Tekstil dan Produk Tekstil menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Studi Kasus : Kabupaten Bogor 2014-2015.
Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Dr Muhammad Findi Alexandi, SE, MEselaku pembimbing, serta Ibu Dr Eka Puspitawati yang telah banyak memberi masukan dan kritik. Selain itu apresiasi tak terhingga kepada para responden atas waktu dan kesediannya menjadi bagian penting penelitian ini, juga kepada Bapak Budi Setiadi dan Bapak Agus Tjahdjoadi sebagai narasumber atas kemudahan birokrasi sehingga proses wawancara berjalan dengan lancar. Penghargaan setinggi-tingginya kepada Farhana Zahratunnisa, kawan-kawan di Lembaga Informasi Perburuhan Sadane (LIPS), Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta Alam (KAREMATA) atas motivasi dan dukungan baik materiil ataupun non-materiil.Terimakasih juga penulis ungkapkan kepada bapak, ibu, dan seluruh keluarga besar atas pengertian, do’a, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 7
Landasan Teori 7
Teori Ketenagakerjaan 7
Teori Outsourcing 10
Teori Pasar Tenagakerja Fleksibel 10
Teori Fordism dan Post-Fordism 12
Penelitian-Penelitian Terdahulu 14
Kerangka Pemikiran 16
Hipotesis Penelitian 17
METODOLOGI PENELITIAN 18
Populasi dan Sampel 18
Populasi 18
Sampel 18
Jenis dan Sumber Data 18
Jenis Data 18
Sumber Data 19
Teknik Pengumpulan Data 19
Metode Analisis 20
Analisis Data 20
Metode Regresi Liniear dan Model Double-Log 20
Lokasi 22
GAMBARAN UMUM 23
Bentuk Hubungan Kerja di Indonesia 23
Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia 24
Profil Narasumber dan Responden 27
Profil Perusahaan 27
Profil Responden 31
HASIL DAN PEMBAHASAN 31
Pelanggaran-Pelanggaran peraturan Oleh Perusahaan 31
Status Perkawinan dan Nominal Upah 36
Tingkat Pendidikan 37
Solusi-Solusi dari Berbagai Pendekatan Ekonomi Politik 39
Analisis Regresi dengan Model Double-Log 41
Uji F 41
Uji-t 41
Uji Asumsi Klasik 42
Uji Normalitas 42
Uji Multikolinearitas 42
Uji Heteroskedastisitas 42
Uji Autokorelasi 42
Persamaan Regresi dan Interpretasi Koefisiennya 42
Analisis Regulasi 43
SIMPULAN DAN SARAN 44
Simpulan 44
Saran 45
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN 48
RIWAYAT HIDUP 56
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik Rezim fordisme dan post-fordisme 14
2 Jadwal penelitian 22
3 Pertumbuhan ekonomi menurut sektor 2007-2011 (%) 27
4 Daftar kelompok industri berdasarkan skala investasi di Bogor tahun
2003 27
6 Hasil estimasi 41
DAFTAR GAMBAR
1 Grafik pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia tahun 2004-2014 (juta
orang) 1
2 Arus perputaran sederhana tentang perputaran 7
3 Kerangka pemikiran 17
4 Pohon industri TPT 1 33
5 Pohon industri TPT 2 33
6 Persentase responden tentang tahu atau tidaknya undang-undang
ketenagakerjaan 36
7 Persentase responden menurut tingkat pendidikan terakhir 37
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lembar kuesioner Penelitian 43
2 Tabel Hasil Uji Asumsi Klasik 47
3 Press Realease ABADI 48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Bank Dunia tahun 2012 menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia telah mencapai 7 milyar orang. Sekitar 4 milyar orang dari jumlah tersebut menempati benua Asia. Sampai dengan tahun 2010 Bank dunia mencatat tingkat partisipiasi tenagakerja di wilayah Asia Timur dan Pasifik 45 persen dari jumlah angkatan kerja. Data partisipasi tenagakerja ini relatif sama dari tahun ke tahun tidak ada peningkatan atau penurunan yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang kian pesat, tingkat partisipasi tenagakerja tetap diprosentase yang sama sehingga dapat dipastikan terdapat 55 persen jumlah tenagakerja yang tidak dapat diserap oleh lapangan kerja.
Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia sejalan dengan pernyataan di atas, bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk yang berarti terjadi pula kenaikan jumlah angkatan kerja. Berikut grafik pertumbuhun jumlah angkatan kerja di Indonesia (Gambar 1)
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2014.
Gambar 1. Grafik pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia 2004 2014 (juta orang)
Permasalahan tenagakerja yang tidak dapat terserap oleh lapangan kerja dikarenakan tidak seimbangnya jumlah lapangan pekerjaan dan jumlah angkatan kerja. Salahsatu persoalan dalam sistem ketenagakerjaan saat ini sering disebut sistem alihdaya (Outsourcing) dan hubungan kerja kontrak. Sistem ini menitikberatkan pada efisiensi biaya operasional perusahaan dalam mengelola tenagakerja dengan mengalihkannya pada perusahaan lain. Perusahaan seolah-olah tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pekerja berupa jaminan sosial, biaya makan, biaya transport, dan tunjangan lainnya seperti halnya yang diperoleh oleh tenagakerja tetap jika menerapkan sistem ini. Mereka juga tidak mendapat kepastian jenjang karir karena status dari tenagakerja outsorce adalah bukan pegawai yang dinaungi oleh perusahaan tetapi pegawai dari perusahaan penyalur tenagakerja outsourcingsehingga bisa saja di-PHK seketika tanpa alasan dan pemberitahuan sebelumnya.
Praktik outsourcing di Indonesia sebenarnya sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda dengan ditetapkannya sistem kerja kontrak di perkebunan-perkebunan sebagai wujud penjajahan asing atas Indonesia.Sistem tersebut merupakan sebuah sistem kerja kontrak yang diberlakukan oleh pengusaha perkebunan dengan dukungan pemerintah kolonial Belanda melalui Ordonasi Kuli
dan Poenale Sanctie. Sebuah sistem yang tidak memperdulikan nasib para tenagakerja kontrak tersebut (kuli). Dalam perkembangannya, meskipun sistem kerja kontrak di zaman kolonial sudah tidak dipraktikkan lagi tetapi saat ini terdapat sistem kerja Outsourcingyang mulai dikenal sejak disahkannyaUndang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sejak itulahdikenal istilah fleksibilatas pasar tenagakerja yang kemudian menjadi jalan mulus praktik
outsourcing di Indonesia.
FSPMI dan Stiftung (2010) menjelaskan bahwa praktik Outsourcingdi Indonesia merupakan wujud dari kebijakan pasar tenagakerjafleksibel yang dimintakan kepada pemerintah Indonesia oleh IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia sebagai syarat pemberian bantuan untuk menangani krisis ekonomi 1997. Persyaratan ini dicantumkan dalam Letter of Intent atau nota kesepakatan ke-21 butir 37 dan 42 antara Indonesia dengan IMF. Kesepakatan tersebut menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan dan peraturan perbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenagakerja. Peraturan dan kebijakan tersebut adalah:
1) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 pasal 59 mengenai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) dan pasal 64-66 mengenai Outsourcing.
2) Keputusan Menteri nomor 101 tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan tata cara perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Tenagakerja/Buruh yang kemudian telah diubah menjadi peraturan menteri nomor 19 tahun 2012.
3) Keputusan Menteri nomor 220 tahun 2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.
4) Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2009 tentang penyelenggaraan permagangan di dalam negeri.
pemerintah sebagai regulator membuat kebijakan yang dapat menciptakan keadilan bagi tiap warga negara, baik perusahaan maupun tenagakerja itu sendiri.
Propaganda penerapan sistem alihdaya di Indonesia masih menjadi perdebatan serius antara pihak perusahaan (industri), pemerintah, dan organisasi/serikat buruh yang mewakili aspirasi para buruh/tenagakerja di Indonesia. Masing-masing pihak itu pasti mengalami keuntungan dan kerugian akibat penerapan sistem ini. Secara umum keuntungan outsourcing lebih banyak dinikmati olah perusahaan dan pemerintah, sebaliknya kerugian sistem ini dialami oleh tenagakerja alihdaya dan serikat buruh. Namun demikan, sebuah perusahaan akan mengalami kerugian dalam jangka panjang jika terus menerus menerapkan sistem alihdaya tenagakerjannya.
Menurut Benson dan Ieronimo (1996), tujuan utama bagi perusahaan menggunakan sistem outsourcing didasarkan pada pertimbangan faktor ekonomi untuk meningkatkan keuntungan melalui efisiensi biaya produksi termasuk penghematan pengeluaran melalui upah tenagakerja. Pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1990 tujuan penggunaan outsourcing adalah untuk mendapatkan tenagakerja murah melalui upah rendah. Setelah tahun 2000 penggunaan
outsourcing bertujuan mendukung transformasi perusahaan. Hal ini berarti perusahaan dapat berkonsentrasi pada bisnis utamanya karena kompetisi persaingan yang semakin ketat untuk menjaga keutuhan perusahaan (Mukherji dan Ramachandran 2007; Ponomariov dan Kingsley 2008). Istilah make more by doing1 less menjadi kata kunci para manager pengguna outsourcing2.Manfaat lain dari outsourcing adalah penciptaan lapangan pekerjaan baru dan agen-agen penyedia tenagakerja. Negara China menjadi negara industri seperti saat ini karena didukung oleh sistem outsourcing yang sangat kuat.Adapun kerugian dari penggunaan outsourcing dapat disebut sebagai hidden costyang timbul akibat outsourcing yang dapat merugikan pengusaha, pekerja, serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB).
Bagi pengusaha, jika melihat melalui perspektif teori Human Resource Management, maka dimasa depan perusahaan harus membayar mahal dari praktek penggunaan outsourcing. Beberapa kerugian dari diterapkaanya sistem
Outsourcingmenurut Sheenan et al (2002), diantaranya :
1) Outsourcing dapat menurunkan kemampuan manajemen dalam hal manajerial perusahaan.Sementara bagi para pekerja di perusahaan tersebut juga menurunkan tingkat keahlian pekerjanya, karena tingginya tingkat pergantian karyawan atau turnover.
2) Outsourcing dapat menurunkan kualitas suatu hasil produksi karena dikerjakan oleh supplier dan perusahaan kesulitan untuk melakukan kontrol.
1
Make more by doing less berarti menciptakan produk dalam jumlah besar dengan sedikit bekerja. Hal ini sejalan dengan sistem outsourcing, perusahaan tidak perlu repot mengurus tenagakerjanya tetapi mereka tetap mendapatkan keuntungan yang tinggi dengan kuantitas produk yang besar.
2 Gede Arya Wiryana.”Masa Depan Outsourcing di Indonesia”.http://www.Puzzle
3) Outsourcing dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial pada peru sahaan apabila supplier gagal memenuhi peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
Sementara bagi pekerja dan organisasi buruh, kerugian-kerugian dari outsourcing adalah:
1) Tidak ada jaminan dimasa depan, karena praktek hubungan tenagakerja
outsourcing yang digunakan dalam strategi pengelolaan karyawan adalah menggunakan tenagakerja dengan sistem berbasis kontrak kerja.
2) Adanya diskriminasi sistem pengupahan dan kesejahteraan antara pekerja
outsourcing dan bukan outsourcing. Pekerja outsourcing beresiko tidak mendapatkan struktur dan skala upah yang naik secara berkala dan berjenjang karena kontrak jangka pendek.
3) Menurunkan jumlah keanggotaan serikat pekerja dimasa depan, tahun 1990 saat outsourcing menjadi popular maka pada saat yang sama terjadi penurunan jumlah anggota serikat pekerja pada negara maju yang mengunakan sistem outsourcing.
4) Sistem outsourcing juga menjadi penyebab tingginya tingkat perselisihan hubungan industrial. Menurut Ross & Bamber (2009), perselisihan hubungan industrial dapat timbul karena perbedaan kesejahteraan antara pekerja
outsourcing dan bukan outsourcing meskipun dalam satu perusahaan dengan tingkat pekerjaan dan tugas yang sama.
Perumusan Masalah
Tahun 2011 di Indonesia tercatat terdapat 6.239 perusahaan penyedia jasa tenagakerja yang menyalurkan tenagakerja outsource ke berbagai sektor pekerjaan. Jumlah tersebut adalah setengah dari jumlah total perusahaan penyedia jasa tenagakerja yang diperkirakan oleh kemenakertrans. Menurut LIPI, peningkatan status kerja kontrak jangka pendek terjadi di industri padat karya yang memproduksi pakaian jadi, sepatu, elektronika, serta makanan dan minuman. Perluasan tersebut dikarenakan terjadi pembiaran pelanggaran aturan dan penindakan terhadap pelanggaran aturan kerja.
Rumusan masalah penelitian ini berdasarkan uraian di atas adalah:
1) Faktor-faktor apa yang menyebabkan tenagakerja menerima menjadi tenagakerja outsourcing ?
2) Bagaimana pelaksanaan penerapanUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah, pengusaha, serikat buruh, akademisi, dan masyarakat pada umumnya. Manfaat-manfaat tersebut adalah : 1) Pemerintah sebagai regulator dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
pertimbangan dalam memutuskan sebuah regulasi, khususnya di sektor ketenagakerjaan.
2) Pengusaha adalah orang atau badan hukum yang beroerientasi keuntungan dalam kegiatannya. Keuntungan dapat dicapai karena jasa tenagakerjanya, oleh karena itu penelitian ini bermanfaat bagi pengusaha agar ikut menjadi pertimbangan dalam operasional dan menejerial perusahaan.
3) Penelitian ini bermanfaat bagi serikat buruh sebagai kajian yang meperlihatkan kondisi kekinian perburuhan/ketenagakerjaan di Kabupaten Bogor khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
4) Kalangan akademisi dapat menambah khazanah keilmuan sosial dibidang ketenagakerjaan dan menjadikan penelitian ini sebagai rujukan penelitian-penelitian selanjutnya.
5) Masyarakat dapat mengetahui dan menyadari permasalahan ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja outsourcingdan kontrak sehingga menjadi dasar pertimbangan kelak ketika mereka akan bekerja.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui alasan seorang tenagakerja menjadi tenaga kerja outsourcing. Data-data yang diperoleh adalah data yang diambil secara langsung (primer) dari responden yang merupakan tenagakerja/buruh
outsourcing di perusahaan-perusahaan tekstil yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Perusahaan tekstil adalah perusahaan yang terbanyak menggunakan tenagakerja/buruh outsourcing karena dalam kegiatan produksinya membutuhkan banyak divisi pekerjaan. Selain itu perusahaan ini berorientasi ekspor, sehingga membutuhkan banyak sumber daya manusia/tenagakerja untuk memenuhi kuantitas produknya.
Perundang-undangan pemerintah yang mengatur masalah ketenagakerjaan, khususnya tenagakerja outsourcing, adalah undang-undang nomor 13 tahun 2003 pasal 64-66.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ketenagakerjaan
mencari pekerjaan dengan batas usia minimum 10 tahun ke atas tanpa batas umur maksimum.
Berdasarkan pengertian di atas dapatlah diketahui bahwa tenagakerja yaitu meliputi penduduk yang berusia 10 tahun ke atas, baik yang sudah bekerja maupun yang sedang mencari pekerjaan serta melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga serta golongan lain yang menerimapendapatan. Pada kenyataannya batas usia 10 tahun ke atas bukanlah merupakan suatu kriteria tenagakerja yang tetap. Batas usia tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan tenagakerja sebagai penduduk yang berumur dalam usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antar negara yang satu dengan yang lainnya. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan atas angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.
Pengertian angkatan kerja adalah jumlah orang yang sedang bekerja dan orang yang menganggur. Seseorang dianggap bekerja jika ia bekerja dan mendapat upah pada pekan sebelumnya, sebagai lawan dari menjaga rumah, pergi ke sekolah, atau melakukan hal-hal lain. Seseorang dianggap menganggur jika ia tidak bekrja dan sedang menunggu untuk memulai pekerjaan baru, sedang cuti, atau sedang mencari pekerjaan. Orang yang tidak termasuk ke dalam dua kategori tersebut, seperti pelajar atau pensiunan, tidak berada dalam angkatan kerja (Mankiw G, 2000).
Teori ketenagakerjaan juga dapat dipandang melalui dua sudut pandang yakni pandangan neoklasik dan pandangan marxisme. Pandangan neoklasik tentang ketenagakerjaan adalah bahwa tenagakerja sebagai faktor produksi dapat diatur sedemikian rupa dengan maksud mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk menciptakan modal yang baru. Suatu sistem ekonomi kapitalis sederhana dapat diwakili oleh arus perputaran pendapatan yang ditunjukan oleh Gambar 2
Pasar barang
Pengeluaran uang
Barang-barang
dan jasa
Rumah tangga Perusahaan
Faktor produksi
Pendapatan nominal
Pasar faktor produksi
Gambar 2. Arus perputaran sederhana tentang pendapatan
Konsepsi pada Gambar 2 menerangkan bahwa suatu ekonomi terdiri atas para pelaku ekonomi yang didefinisikan secara berturut-turut sebagai anggota-anggota rumah tangga atau anggota-anggota-anggota-anggota perusahaan3. Anggota-anggota rumahtangga adalah penghasil jasa pelayanan yang produktif (atau faktor-faktor produksi), seperti jasa pelayanan tenagakerja bagi perusahaan-perusahaan. Sebagai imbalannya bagi jasa pelayanan produktif yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan, anggota-anggota rumah tangga menerima uang sebagai pendapatan mereka. Transaksi-transaksi juga berlangsung di pasar faktor produksi, anggota-anggota rumahtangga merupakan pemberi jasa pelayanan sedangkan perusahaan-perusahaan merupakan pihak peminta jasa pelayanan. Uang pendapatan mereka dapat digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa pelayan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan. Transaksi-transaksi ini berlangsung di pasar produksi, di mana permintaan dan penawaran memainkan peranan berkebalikan, yakni anggota-anggota rumah tangga merupakan pihak peminta barang-barang dan jasa pelayanan, sedangkan perusahaan-perusahaan merupakan pemasoknya.
Pandangan kedua tentang teori ketenagakerjaan yaitu pandangan marxisme dimana Karl Marx mengemukakan teori nilai dan pertentangan kelas. Teori nilai merupakan kritik Karl Marx terhadap sistem ekonomi kapitalisme (Deliarnov, 2005). Teori ini terbagi kedalam dua jenis, yakni teori nilai lebih dan teori nilai pekerjaan. Karl Marx menjelaskan melalui teori nilai lebih bahwa dalam kapitalisme yang dihubungkan dengan komoditi, benda yang dihasilkan dalam suatu proses produksi dianggap sebagai sebuah komoditi yang dihargai berdasarkan nilai tukarsaja, sehingga kerja manusia yang khas untuk menciptakannya sama sekali tidak diperhitungkan tapi hanya berdasarkan waktu yang dicurahkan untuk mengerjakan benda tersebut.Teori nilai lebih suatu barang tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi dari pandangan ini adalah :
a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.
b. Jumlah jam kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang adalah hampir sama. Oleh sebab itu harganya di beberapa tempat menjadi hampir sama.
c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian haya buruh (pekerja) yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut.
Teori nilai pekerjaan menjelaskan bahwa selain barang, tenagakerja manusia pun dipandang sebagai barang dagangan; tenaga itu bisa dibeli berdasarkan nilai pasaran. Nilai atau harganya ditentukan oleh nilai semua barang yang perlu supaya ia hidupdan agar jika tua dapat diganti oleh buruh-buruh muda.
3
Nilai pekerjaan adalah nilai (harga) makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan hidup lainnya dari si buruh dan keluarganya, diukur dari tingkat sosial, dan kultur masyarakatnya.
Karl Marx mengemukakan teori pertentangan kelas yang menjelaskan bagaimana hubungan antara kegiatan manusia, khususnya kegiatan ekonomi dan kesempatan untuk pemenuhan diri sebagai manusia. Teori ini menjelaskan segala perubahan dan kemajuan, bahwa sejarah kehidupan manusia hanyalah merupakan pertentangan antar kelas atau pertentangan antargolongan, yaitu golongan atau kelas yang terdiri dari orang-orang bebas merdeka dengan budak-budak, juga pertentangan antarkelas penindas dengan yang ditindas. Usaha-usaha pemenuhan untuk mendapatkan sarana-sarana produksi tidak selalu menjadi penyebab pertikaian antarkelas karena sebenarnya tiap golongan masyarakat mempunyai karakteristik yang dapat menimbilkan konflik antar golongan atau kelas . Ada tiga kelas masyarakat yang dibedakan berdasarkan peranannya dalam sistem produksi dengan faktor produksi yang dikuasai, yaitu kelas pemilik tanah (land owner) yang sumber pendapatannya dari pemasukan upah, laba, dan sewa tanah, kelas pemilik modal (alat-alat produksi dan sumber-sumber daya alam), dan pekerja.
KarlMarx sangat terkenal dengan dialektika materialistik dan dialektika historisnya. Kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah yaitu cara mansuia berinteraksi dengan manusia lain dalam perjuangan yang abadi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Marx memandang bahwa manusia sesungguhnya merupakan makhluk (binatang) yang tidak akan pernah merasa puas. Keinginan manusia untuk memenuhi sandang, pangan, dan papan yang pada awalnya menjadi paling utama, tidak akan pernah berhenti pada saat kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut telah tercapai, tetapi justru akan menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru (Roen 2011).
Teori kelas Marx didasarkan pada pemikiran bahwa sejarah dari segala masyarakat dahulu sampai sekarang adalah sejarah pertikaian antara golongan, mulai dari bentuk masyarakat yang primitif sampai pada periode-periode sejarah manusia selanjutnya. Salah satu contoh dalam dunia Kapitalisme, intinya yaitu pertentangan antargolongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual, antara buruh dan majikan dan bukan merupakan suatu tempat terjadinya kerjasama yang fungsional, sehingga kepentingan golongan dan konfrontasi fisik yang dihasilkannya menjadi faktor utama dari proses sosial dalam sejarah.
Teori berikutnya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan, masih menurut pandangan marxisme, yakni teori alienasi. Karl Marx mendefenisikan alienasi sebagai keterpisahan melalui pencerahan, yaitu dalam setiap kasus, alienasi terkait dengan penyerahan tertentu, yaitu penyerahan kontrol seseorang terhadap produk dan pekerjaannya. Teori alienasi tersebut dijabarkan sebagai berikut :
a. Alienasi dari produknya, pengertian dari produk itu teralienasi dari perbuatannya bukanlah semata-mata karena fakta didalamnya pekerjaan menjadi suatu objek dan memperoleh eksistensi eksternal. Tetapi produk tersebut direlasikan dengan individu sebagai yang terpisah dan asing dan tidak lagi dirasakan sebagai miliknya.
sebagai sesuatu yang asing dan bukan merupakan miliknya. Pekerjaan tidak menjadi bagian dari kemanusiaannya; tidak berkaitan dengan kepentingan dirinya sendiri dan bukan ekspresi personalitasnya.
c. Alienasi dari sesama manusia, konsekuensi langsung dari fakta ekonomi tentang alienasi dari pekerja dengan produksinya adalah manusia (pekerja) yang teralienasi dari sesama manusia. Hal ini tampak ketika orang-orang saling menilai sebagai saingan ketimbang sahabat yang memiliki nilai atau manfaat.
d. Alienasi diri, Marx menghubungkan alienasi diri dengan alienasi dari pekerjaan dan produknya. Pekerjaan manusia adalah hidupnya dan produknya adalah hidupnya dalam bentuk yang terobjektifikasi, oleh karena itu ketika kedua hal tersebut diasingkan darinya, maka dirinya sendiri teralienasi darinya.
Alienasi ekonomi merupakan sesuatu yang nyata dalam kehidupan yang menyangkut aspek pikiran dan kenyataan seperti dalam alienasi ekonomi di bawah kapitalisme yang telah menjadi aktivitas pikiran belaka. Demikian juga alienasi dalam proses (aktivitas) produksi itu sendiri. Hubungan buruh (pekerja) dengan aktivitasnya berupa hubungan yang saling berlawanan atau asing yang bukan miliknya, aktivitas tersebut hanya menjadi penderitaan,bagi keseluruhan dirinya menyangkut tenaga, semangat jasmani dan mentalnya, dan rutinitas kehidupannya dirasakan sebagai sesuatu yang lepas dari dirinya dan tidak menjadi miliknya.
Karl Marx mengemukakan bahwasejarah manusia mempunyai aspek ganda berupa sejarah tentang berkuasanya manusia atas alam dan juga sejarah dari bertambahnya alienasi atas diri manusia. Manusia dikuasai oleh kekuatan-kekuatan yang tercipta dari kreasinya yang merupakan kekuatan-kekuatan yang melawan manusia itu sendiri. Alienasi dalam bidang kerja memiliki empat aspek, antara lain,
1) manusia mengalami alienasi dari objek yang dihasilkannya, 2) manusia mengalami alienasi dari dirinya sendiri,
3) manusia mengalami alienasi dari proses produksi, dan
4) manusia mengalami alienasi dari pergaulannya dengan teman-teman atau masyarakat.
Teori Outsourcing
Outsourcingberasal dari bahasa Inggris yang berarti alihdaya. Istilah alihdaya atau pemborongan pekerjaan lebih kita kenal daripada outsourcing. Pemborongan pekerjaan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pemborongan tenagakerja dan pemborongan barang. Secara umum pemborongan ini sama-sama mengalihkan pekerjaan kepada sumberdaya di luar perusahaan.
semakin kuat mencekram negara-negara yang sedang berkembang. Ekspansi dan eksploitasi yang besar-besaran dilakukan demi akumulasi modal yang diiringi juga dengan model dan format kerja yang telah dipersiapkan (outsourcing) untuk diterapkan di wilayah pengembangan perusahaan. Cara ini merupakan implementasi dari ciri globalisasi di mana perusahaan transnasional melakukan peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi. Karena itu, praktek outsourcing mencerminkan esensi atau ciri dasar dari praktik outsourcingyang lebih merugikan buruh dan menguntungkan perusahaan.
Pluralist memandang bahwa negara seharusnya membuat undang-undang perlindungan tentang outsourcing. Peraturan atau undang-undang ini juga harus adil, mengikat baik perusahaan pengguna tenagakerja outsourcing, perusahaan penyedia tenagakerja outsourcing, dan tenagakerja outsourcing itu sendiri. Bagi kedua perusahaan perlindungan yang dimaksud adalah aspek legalitas menjalankan sistem ini. Sementara bagi buruh yang dimaksud perlindungan adalah tidak hilangnya hak-hak mereka sebagai pekerja.
Bagi kaum Unitarist, pekerja seharusnya berada di bawah satu manajemen bukan dibawah kekuasaan manajemen lainnya (Ross & Bamber 2009). Namun demikian bagi Unitarist, yang merupakan teori dasar untuk manajemen,
outsourcing adalah salah satu cara untuk menurunkan perselisihan hubungan industrial ditingkat internal perusahaan, karena pekerja dibawah otoritas perusahan lain.
Teori Pasar Tenagakerja Fleksibel
Labor market Flexybility (LMF) atau pasar tenagakerja fleksibel muncul karena penemuan teknologi baru dan atau tatacara pengelolaan sumberdaya manusia. Fleksibilisasi tenagakerja berarti upaya penyesuaian tenagakerja terhadap permintaan dan fluktuasi pasar. Fleksibilisasi di Indonesia diyakini dapat menarik investasi, mengatasi pengangguran, mendorong pertumbuhan ekonomi, meratakan upah pekerja informal dan formal.
Skema pasar tenagakerja fleksibel berjalan seiring dengan perkembangan teknologi dan pelonggaran regulasi. Akibat dari skema tersebut adalah terjadi penggelembungan keuntungan para kapitalis, dan minus kesejahteraan para buruh. Angka ekspor semakin meningkat dan kawasan-kawasan industri tumbuh diberbagai wilayah. Sektor industri muncul di satu sisi, cerita mengenai PHK terhadap buruh dan aktivitas buruh, upah riil terus menurun, angka kecelakaan kerja bertambah, dan buruh kontrak semakin bertambah di sisi lain.
Fleksibilisasi terdiri atas dua ragam yakni fleksibilisasi eksternal dan fleksibilisasi internal. Fleksibilisasi eksternal merupakan skema ketenagakerjaan untuk memodifikasi jumlah dan komposisi tenagakerja sesuai permintaan. Skema ini teran-terangan mengaburkan, bahkan melemahkan hubungan antara majikan-pekerja. Tujuan utama skema ini adalah memudahkan pengurangan tenagakerja dan penyerapan kembali (pergantian buruh), dan memelihara kestabilan buruh-buruh intinya. Fleksibilisasi eksternal terdiri atas dua rute, yakni,
adalah sistem kontrak, subkontrak, atau menyewa agensi sebagai ganti dari tenagakerja reguler.
b. Tenagakerja cabutan atau penyewaan langsung tenagakerja yang tidak mempunyai jaminan kepastian kerja. Contohnya adalah buruh paruh waktu, kasual, kontraktual, pegawai magang, tenaga training, dan semacamnya.
Fleksibilisasi internal berkaitan dengan pengaturan internal struktur pekerjaan dan organisasi kerja bagi para tenagakerja inti (reguler/tetap). Hal-hal yang termasuk ke dalam fleksibilisasi internal adalah :
a. Jamkerja fleksibel
Contoh dari jam kerja fleksibel adalah jam lembur yang rutin maupun yang dipaksakan, perputaran sift kerja selama 24 jam, shift kerja diakhir pekan, dan sebagainya. Semua rencana kerja tersebut adalah usaha untuk memaksimalkan penggunaan aset (perlengkapan, mesin, bangunan, dan lain sebagainya) dan mempercepat kembalinya modal dengan cara intensifikasi kerja.
b. Fungsi fleksibel
Fungsi fleksibel berarti tugas ganda, kerja yang bervariasi, pembagian kerja, tingkatan kerja, kerja tim, liangkaran kualitas, dan semua perencanaan pengklasifikasian pekerjaan serta sistem pembagian gaji. Hal ini membuat semua posisi dan jenis pekerjaan bisa “digantikan oleh siapa saja”. Sistem kerja ini memberikan para pemilik modal sebuah “fleksibilitas” untuk menempatkan dan mengatur pekerja-pekerja individual di segala tempat tanpa biaya. Pada umumnya hal ini akan mengakibatkan penumpukan tenagakerja, sehingga akan terjadi pengurangan tenagakerja dan pengurangan gaji. Ilmu manajemen fungsi fleksibel sebagai pekerja multitasking.
c. Upah fleksibel
Upah fleksibel secara tradisional adalah sebuah ucapan halus untuk menghindari upah “ketat” (upah minimum yang ditetapkan). Istilah tersebut mencakup skema upah yang beraneka dan berusaha mengaitkan upah perseorangan dengan “performa pekerja”. Upah fleksibel tidak menghitung jam kerja, hanya produktivitas buruhlah yang dikategorikan layak mendapatkan upah.
Teori Fordism-post Fordism
Fordisme adalah sebuah metode manajemen industri yang berasaskan
assembly line atau disebut metode “ban berjalan” dalam proses produksi yang
bersifat massal. Menurut Thompson (tanpa tahun) dalam jurnalnya Fordism, post-frodism, and the Fleksible System in Production mengemukakan bahwa fordism mengacu pada sistem produksi massal dan konsumsi massal pada era pembangunan ekonomi tahun1940-1960. Era tersebut ditandai dengan bersatunya produksi massal dan konsumsi massal dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan penyebarluasan alat-alat produksi/ teknologi.
ratusan atau bahkan ribuan unit kecil. Hal tersebut diyakini dapat meminimalkan ongkos produksi dan memaksimalkan keuntungan.
Ford mengadopsi gagasan FW Taylor (1856-1915) tentang time and motion
yang kemudian mengadopsinya pada cara produksi massal dengan pembagian kerja yang kompleks dan gerak kerja yang berulang-ulang. Secara sederhana, fordisme merupakan model produksi yang semata-mata menekankan keterampilan fisik dan mengesampingkan kemampuan intelektual, mengedepankan mekanisasi, rutinisasi, penyederhanaan pekerjaan, fragmentasi produksi, spesialisasi, kecepatan kerja, dan pemaksaan dari persetujuan kerja. Inovasi dan partisipasi buruh dalam kebijakan perusahaan dibuat sekecil mungkin bahkan ditiadakan dalam konsep tersebut.
Fordisme bukan hanya sistem produksi masal, tetapi juga sebagai model hubungan sosial dalam sejarah kapitalisme. Fordisme mengalami jaman keemasan sampai akhir 70-an, namun hingga kini pola-pola dasarnya diwariskan dan diterapkan oleh industri-industri di berbagai negara termasuk Indonesia.
Pasca depresi besar 1930, muncullah walfarisme yang diinspirasikan oleh ekonom J.M keynes. Keynes memberikan perangkat teoritis kebijakan ekonomi yang intervensionis dengan mengedepankan peran negara yang lebih besar. Banyak negara eropa hancur oleh perang dunia ke-dua. Maka walfarisme (negara kesejahteraan) menganjurkan subsidi, perlindungan dan bantuan negara terhadap warga. Industri model fordisme mulai ditinggalkan dan fordisme mengalami krisis seiring dengan tawaran-tawaran baru yang dihembuskan oleh rejim pasar bebas. Rejim fordisme kemudian digantikan rejim post-fordisme yang tidak lain adalah rejim fleksibilitas hubungan kerja, di mana kelenturan itu juga berarti ketidakpastian.
Konsep fleksibilitas/post-fordisme sebagai sebuah rezim baru dalam hubungan industrial diterapkan dalam berbagai variasi. Bentuk-bentuk proses fleksibilitas berbentuk :
a. finansialisasi
finansialisasi yakni model investasi atau industri yang ditanam dalam bentuk finansial. Industri yang lebih diminati adalah sektor yang mempunyai fleksibilitas tinggi dan seminimal mungkin membutuhkan tenagakerja. Sektor finansial menjadi pilihan bisnis di jaman pasar bebas karena jika dulu uang menjadi alat tukar barang dan jasa kini barang dan jasa itu sendiri yang dipertukarkan.
b. informalisasi
informalisasi berarti proses produksi yang disubkontrakan kepada industri rumah tangga. Proses ini juga sering disebut “Brasilianisasi”
atau “Thirdworldisasi” pola industri.Informalisasi proses produksi melahirkan homeworkers, teleworkers, family/unpaid workers. Pola industri ini menciptakan jarak antara majikan dan buruh serta sedapat mungkin meloloskan diri dari kontrol regulasi negara.
c. feminisasi pasar kerja
keadilan gender, tetapi tenagakerja perempuan berguna untuk sektor industri unskilled dengan motif utama buruh murah.
d. deteritorialisasi
deteritorialisasi yakni tercabutnya bisnis/industri dari tanggungjawab sosial warga negara di mana sebuah bisnis ituberoperasi. Hal ini berarti bahwa bisnis memiliki mekanisme sendiri tanpa harus tunduk pada regulasi negara.
Perbedaan karakteristik rezim fordisme dan rezim post-fordisme tersaji dalam tabel 1.
Tabel 1.Karakteristik rezim fordisme dan post-fordisme/fleksibilitas
Kategori Fordisme post-fordisme/fleksibilitas
Regulasi ekonomi Keynesian Moneterisme
Karakter pasar Massal Kecil/berdasarkan tempat
Gaya hidup Konformisme Pluralistik
Sistem manajemen Sentralistik
Desentralisasi dan jaringan
Karakter organisasi Birokrasi Nonhierarkis
Sumber regulasi Negara/pemerintah Global/Market
sektor yang
mendominasi Konsumsi Finansial
Tuntutan
keterampilan Deskilling Multiskilling/multitasking
Karakter buruh Massal Kecil
Karakter regulasi Kaku/rigid Fleksibel
Sistem produksi Assembly line Fleksibel
Karakter masyarakat Welafarisme Privatisme
Daya penggerak Resources/supply Permintaan/demand
Karakter produksi
Produk standar/maksimal
stok Diferensial/minimal stok
Sumber : Sari Aneta, 2009.
Tabel 1menjelaskan secara umum perpindahan kekuasaan oleh negara ke penguasaan oleh pasar. Rezim post-fordisme banyak dianut oleh negara-negara saat ini. Kebijakan-kebijakan ekonomi suatu pemerintah dapat secara eksplisit maupun implisit mengarah pada rezim tersebut. Kebijakan ini dipercaya dapat mengurangi kesenjangan perbedaan upah riil antara sektor formal dan sektor informal, mengurangi angka pengangguran, dan dapat mengatasi masalah kemiskinan. Kebijakan fleksibilitas/post-fordisme juga bertujuan memulihkan perekonomian akibat dari kegagalan teori dan strategi ekonomi di masa lalu. Para pendukung ekonomi fleksibel meyakini bahwa pelembagaan dan regulasi hukum yang terlalu kaku membatasi manuver dan perluasan sekup perusahaan. Sehingga perusahaan dapat terus tumbuh dan menyediakan lapangan kerja baru.
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Model dalam penelitian ini disebut model teoritis yakni membandingkan fakta dilapangan dengan teori yang telah berlaku sebelumnya. Teori yang sudah ada (Geishecker & Görg (2004)) menerangkan bahwa outsourcing berpengaruh pada tingkat upah individu berdasarkan perbedaan pendidikan tenagakerja itu sendiri. Semakin tinggi pendidikannya maka akan semakin besar upah yang akan diterima.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem outsourcing mempengaruhi upah individu tenagakerja berdasarkan tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan mengelompokkan tenagakerja ke dalam skilled labor dan unskilled labor, sehingga tenagakerja yang termasuk ke dalam kelompok unskilled labor akan menerima tingkat upah yang lebih rendah dari kelompok tenagakerja skilled labor.
Mukherjee dan Tsai (2008) melakukan penelitian dengan judul international Outsourcing and Walfare Reduction: an Entry-deterrence Story. Penelitian ini dimuat dalam Research Paper Series The University of Nottingham. Hasilnya menunjukkan bahwa international outsourcing dapat menurunkankesejahteraan domestik dengan memasuki struktur pasar produksi saat ini. Faktanya, jika perusahaan-perusahaan tidak simetris dengan terminologi kehidupan ekonomi dari
international outsourcing, outsourcing (dikomparasi dengan non-outsourcing)
dapat menurunkan kesejahteraan domestik oleh “penghalang” di dalam negeri. Oleh sebab itu, dampak dari struktur pasar lebih besar pengaruhnya dalam menaksir akibat-akibat dari international outsourcing.
Sugiarto (2010) meneliti bagaimana sistem pengupahan outsourcing ditinjau dari perspektif ekonomi Islam. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research) yang dianalisis dengan metode deskriptif evaluatif untuk menggambarkan dan mengevaluasi sistem pengupahan tersebut.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan metode wawancara dengan orang atau pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini PT Permata Indonesia5.
Hasil dari penelitian ini adalah sistem pengupahan terhadap tenagakerja
outsourcing oleh PT Permata Indonesia telah memenuhi syariah Islam antara lain ditinjau dari perjanjian kerjanya, karena masalah upah diputuskan oleh mereka
yang mengadakan perjanjian kerja.PT Permata Indonesia
dalampelaksanaannyamemberikan kejelasan kepada tenagakerja outsourcing baik dari aspek bentuk danjenis pekerjaan, masa kerja, maupun besar upah yang diberikan.Adapun pemotongan upah pokok karyawan hal itu digunakan untuk jamsostek sebesar 2 persendan 4.24 persen menjadi beban perusahaan pengguna jasa outsourcing (klien). PT Permata Indonesia tidak mengambil keuntungan dari upah pokok karyawan, namun keuntungannya diperoleh darifee manajemen6. Hak-hak tenaga kerja selain upah yang diberikan oleh P.T. Permata Indonesia adalah hak Jamsostek, hak asuransi, dan hak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).
Widyastuti (2009) meneliti hubungan tingkat pendidikan dan produktivitas
4
Industri manufaktur pembuatan kue/makanan khas Denmark
5
Salahsatu perusahaan penyedia dan penyalur tenagakerja outsourcing
6
pekerja terhadap kesejahteraan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Jawa Tengah dengan menggunakan data sekunder cross section di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Model analisis yang digunakan adalah model analisis regresi berganda semi logdengan metode Ordinary Least Square
(OLS). Persamaan regresi pada penelitian ini adalah :
FW= -30.225 + 1.587Pt - 6.474Ed + e
kesimpulan dari persamaan di atas adalah produktivitas pekerja (Pt) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan keluarga (FW). Peningkatan satu persen produktivitas maka jumlah keluarga sejahtera di Jawa Tengah pada tahun 2009 akan meningkat sebanyak 1.59 persen. Hal ini dikarenakan semakin tinggi produktivitas seseorang maka pendapatan yang dihasilkan orang tersebut akan semakin tinggi pula. Tingkat pendidikan pekerja (Ed) mempunyai pengaruh negatif namun signifikan terhadap kesejahteraan keluarga (FW). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka biaya yang dibutuhkan semakin tinggi. Hal ini tentu dapat mengurangi pendapatan keluarga, namun dalam jangka panjang pendidikan akan mendatangkan manfaat yang lebih besar.
Fadliilah dan Atmanti (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh upah, produktivitas, dan modal kerja terhadap penyerapan tenagakerja pada industri kecil ikan asin di Kota Tegal. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang didapatkan melalui kuesioner dan wawancara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis linear berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square). Model persamaan regresi ditransformasikan kedalam bentuk logaritma.Kesimpulanya adalah variabel upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja, variabel produktivitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja, dan variabel modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenagakerja pada industri ikan asin di Kota Tegal.
Kerangka Pemikiran
Sistem outsourcing merupakan aplikasi dari pasar tenagakerja fleksibel. Sistem ini kerap dijadikan strategi perusahaan-perusahaan dalam meningkatkan keuntungan dengan cara meminimumkan biaya produksi. Minimalisasi biaya produksi melalui penerapan outsourcing diaplikasikan dengan penggunaan teknologi-teknologi canggih. Teknologi canggih yang diterapkan menyebabkan pembagian divisi pekerjaan di perusahaan yang kemudian membuka lapangan kerja dan menyerap banyak tenagakerja.Penyerapan tenagakerja menyebabkan penurunan jumlah pengangguran, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem outsourcing efektif dalam penyerapan tenagakerja dan menurunkan jumlah pengangguran.Sistem
outsourcing dalam penerapannya menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.Maka untuk menghindari dampak negatif dari sistem ini, pemerintah membuat peraturan melalui Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 pasal 64-66 tentang ketenagakerjaan.Perarturan ini mengatur praktik hubungan kerja
ini tidak sepenuhnya dituruti karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Pemutusan hubungan kerja tanpa pemberitahuan terlebih dulu, upah di bawah Upah Minimum Regional, dan pelanggaran hak-hak tenaga lainnya seringkali dialami oleh tenagakerja outsourcing.
Gambar 3. kerangka pemikiran penelitian
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah kesimpulan sementara dari sebuah penelitian. Rumusan masalah dan penelitian-penelitian terdahulu menjadi acuan penyusun dalam mengajukan hipotesis dalam penelitian ini. Maka hipotesis dari penelitian ini adalah :
1) Seorang tenagakerja mau menjadi tenagakerja outsourcing karena tidak ada pilihan lain dalam kondisi sempitnya lapangan pekerjaan dan semakin sengitnya persaingan.
2) Undang-undang ketenagakerjaan yang sekarang berlaku yakni undang-undang nomor 13 tahun 2003 adalah implikasi dari pasar tenagakerja fleksibel yang terjadi di Indonesia saat ini.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan dengan metode observasi. Lokasi penelitian ini berlangsung di beberapa tempat yang termasuk ke dalam kawasan Kabupaten Bogor yakin Tajur, Citeureup, dan Gunung Puteri. Kuisoner diberikan kepada
Peningkatan jumlah penduduk
Peningkatan angkatan kerja
Tidak cukup tersediannya lapangan
pekerjaan
Perusahaan penyedia lapangan kerja Penyerapan
tenagakerja
Tenagakerja
outsourcing
Tenagakerja kontrak Tenagakerja
tetap
responden pada saat hari libur atau pada jam kerja, sementara wawancara dilakukan dengan pihak perusahaan dan pemerintah atas perjanjian yang telah disepakati terlebih dulu.Penelitian ini dilaksankan pada tahun 2014.
Populasi dan Sampel Populasi
Populasi merupakan kumpulan lengkap dari objek pengamatan yang menjadi pusat perhatian penelitian. Menurut Djarwanto (1993), populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan dalam individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh tenagakerja/buruh outsourcing dan kontrak yang bekerja pada perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil di Kabupatan Bogor serta pihak-pihak yang terkait dengan tema penelitian ini.
Sampel
Sampel menurut Hadi (1997) adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki dan dianggap dapat mewakili populasi.Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling.Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sampel orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu.
Ciri spesifik sampel pada penelitian ini adalah tenaga kerja kontrak/outsourcing.Prosesnya dilakukan di tempat penelitian dengan menganulir tenaga kerja tetap.Kuesioner diberikan kepada 40 tenaga kerja kontrak di 4 perusahaan berbeda.Jumlah ini telah memenuhi standard pengolahan data regresi.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumbernya (Marzuki, 2000). Indriartoro dan supomo (2002) menjelaskan bahwa data primer merupakan sumberdata penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber ahli (tanpa perantara). Data primer dapat berbentuk opini subjek atau orang secara individu atau kelompok yang diperoleh dari penelitian dengan teknik pengambilan tertentu. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner dan wawancara.
buku-buku, jurnal-jurnal ekonomi, kementrian tenagakerjaan nasional, internet, dan lembaga informasi perburuhan sedane.
Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan berbagai teknik pengambilan data, yaitu :
a. Wawancara
Wawancara merupakan suatu usaha untuk mendapatkan informasi, data atau keterangan secara langsung melalui suatu percakapan terarah. Wawancara yang akan dilakukan adalah indeep interview yakni
wawancara mendalam kepada responden/objek penelitian
(tenagakerja/buruh outsourcing, pihak perusahaan pengguna tenagakerja
outsourcing, dan pemerintah dalam hal ini kementrian ketenagakerjaan nasional).
b. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
c. Dokumentasi
Proses pengambilan data informasi melalui buku-buku
refersnai/literatur-literaratur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Informasi tentang perusahaan yang menjadi objek penelitian, yaitu melalui company profile serta data-data tenagakerja outsourcing dari perusahaan-perusahaan tersebut. Perundang-undangan ketenagakerjaan diperoleh dari internet maupun jurnal yang memuat hal tersebut dikaji denagn teknik ini.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif deskriptif dan analisis data kuatitatif. Data-data yang diperoleh adalah data kualitatif, sehingga dalam menganilisnya dibutuhkan analisis data deskriptif kualitatif untuk menggambarkan alasan seorang tenagakerja menjadi tenagakerja outsourcing.Selain itu juga digunakan analisis data kuantitatif dengan menggunakan pendekatan persamaan regresi linear berganda.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data primer dan analisis data sekunder secara terpisah. Analisis data primer dilakukan dengan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda dengan teknik model double-log. Data-data yang diperoleh diolah dengan menggunakan
Software Microsoft excel 2010 dan program Eviews 6.
ukuran perusahaan, dan lain-lain. Deskriptif-analisis juga berarti bahwa data tersebut akan digambarkan sedemikian rupa hingga kemudian dianalisis dengan mencari keterkaitan data yang tersedia dengan peraturan yang berlaku.
Metode Regresi Linear dan Model Double log
Model regresi linear berganda menurut Juanda (2008) adalah fungsi linear dari beberapa peubah bebas X1, X2,..., Xk dan komponen sisaan error. Analisis data menurut Kurniawan (2008) mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, dan untuk tujuan prediksi. Data untuk variabel X (independen) pada regresi linear dapat berupa data pengamatan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (experimental of fixed data) maupun data yang belum ditetapkan sebelumnya oleh peneliti (observational data). Perbedaan pada kedua data ini adalah jika menggunaakan fixed data (data yang telah ditetapkan) maka informasi yang diperoleh lebih kuat dalam menjelaskan hubungan sebab akibat antara variabel X dan variabel Y. Fixed data biasanya diperoleh melalui percobaan laboratorium dimana peneliti telah memilki beberapa nilai variabel X yang ingin diteliti.
Penelitian ini menggunakan data berupa observational data, sehingga informasi yang diperoleh belum tentu merupakan hubungan sebab akibat. Pada
observational data variabel X yang diamati tergantung keadaan di lapangan dimana biasanya data ini diperoleh dengan menggunakan kuisioner. Variabel-variabel ini akan dibentuk persamaan regresi untuk dapat merepresentasikan hubungan dari data-data yang diperoleh. Persamaan model regresi berganda secara umum adalah sebagai berikut.
Yi= β1+ β2X2i+ β3X3i+ .... + βkXki+ εi
Model regresi linear kadang mempunyai kelemahan. Pada dasarnya, model fungsional yang akan dipelajari adalah model dengan parameter dan variabel yang tidak linear dan sangat sulit untuk dianalisis. Teknik transformasi logaritma bertujuan untuk mengatasi hal tersebut.
Terdapat beberapa bentuk fungsional dalam model regresi salahsatunya adalah model double log.Penelitian ini menggunakan model tersebut untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Dari persamaan regresi di atas maka persamaan pada penelitian ini menjadi:
lnY = β0+ β1lnX1 + β2D1 + β3D2 + µ Keterangan:
Y: pendapatan tenagakerja outsourcing/kontrak di industri TPT (Rp/bulan)
X1 : usia (tahun)
D1 : jenis kelamin(perempuan=0, laki-laki=1)
D2 : tingkat pendidikan(SMP=0, SMA=1)
µ : galat
β0 : dugaan parameter koefisien regresi (intersep) β0> 0 β1,β2,β3 : koefisien kemiringan parsial
nilai probabilitas masing-masing variabel indenpendenya yang dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen.
Selain dilakukan uji statistika juga dilakukan uji ekonometrika pada model regresi. Menurut Gujarati (2006) asumsi dari model regresi linear adalah tidak ada pelanggaran asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Multikolinearitas adalah suatu hubungan linear yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Indikasi dari adanya multikolinearitas adalah jika koefisien mempunyai simpangan baku yang tinggi tetapi setelah mengeluarkan satu atau lebih peubah bebas dari model menyebabkan simpangan bakunya rendah.
Pelanggaran asumsi klasik yang kedua adalah adanya autokorelasi. Autokorelasi menurut Gujarati (2006) adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) dan ruang (seperti dalam data cross-sectional). Pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Breusch-Goldfrey Serial Correlation LM Test. Apabila nilai probabilitas yang didapatkan lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen maka tidak terdapat pelanggaran autokorelasi atau tidak ada autokorelasi dalam model.
Pelanggaran asumsi klasik yang terakhir adalah adanya heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas menurut Gujarati (2006) adalah varians setiap unsur disturbance ui, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan, adalah suatu angka yang tidak konstan atau berbeda. Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji White
maupun uji Harvey. Apabila nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 5 persen maka tidak ada heteroskedastisitas dalam model. Dari ketiga pengujian asumsi klasik, model akan baik jika tidak terdapat pelanggaran-pelanggaran pada asumsi klasik tersebut.
GAMBARAN UMUM
Outsourching di Indonesia dan Pelaksanaannya
Saat ini outsourcing telah menjadi salah satu strategi bagi para manajer di seluruh dunia untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan dalam perencanaan pengelolaan karyawan, seperti perekrutan, program pelatihan, administrasi kepegawaian, pensiun ataupun program jenjang karir (Karthikeyan et al. 2011).Strategi ini juga diterapkan oleh berbagai perusahaan di Indonesia karena seperti diketahui Indonesia kini sedang bergerak aktif mengejar ketertinggalannya dari Negara-negara maju, khususnya di sektor ekonomi.
Praktik outsourcing di Indonesia sudah ada sejak dulu.Semula praktiknya memang dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sebagai kegiatan penunjang bukan kegiatan yang berhubungan langsung dengan pekerjaan utama atau inti (core activity/core business) seperti diperusahaan perkebunan dan pertambangan.Pertambangan minyak dan gas bumi dianggap sebagai cikal bakal
1. Pertambangan dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi (MIGAS) hanya diusahakan oleh Negara dan dalam hal ini oleh perusahaan negara semata-mata;
2. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk perusahaan negara tersebut apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang belum dapat atau tidak dapat dikerjakan sendiri. (Indraajit dan Richardus, 2003)
Praktik yang marak sekarang menurut Suwondo (2003) adalah pemborongan pekerjaan bukan hanya untuk pekerjaan yang tidak langsung berhubungan dengan hasil produksi tetapi juga dilakukan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sesungguhnya merupakan kegiatan inti perusahaan pemberi kerja (core activity).
Secara teoritis outsourcing dibagi kedalam dua jenis yakni outsourcing
pekerjaan yang berkaitan dengan pemborongan pekerjaan pada pihak lain, diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, di mana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi oleh para pihak. Kedua, outsourcingtenagakerja dimana tipe
outsourcing ini merupakan praktik yang memberikan efisiensi pada tingkat tertentu dalam operasional bisnis, namun merugikan secara serius kepentingan tenagakerja dipihak lain. Praktik jenis kedua ini yang banyak terjadi di Indonesia dan seringkali ditentang oleh aktivis perburuhan, terutama setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.(ATC, 2003)
Bentuk Hubungan Kerja di Indonesia
Hubungan kerja menurut undang-undang ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.Ketiga unsur tersebut bersifat mendasar dan mutlak sehingga timbulnya suatu hubungan pekerjaan.Hubungan kerja seseorang dalam artian lain adalah status pekerjaan seseorang.Hubungan kerja di Indonesia yang dikenal saat ini dapat dibedakan atas hubungan kerja permanen/tetap, hubungan kerja menurut jangka waktu tertentu/kontrak dan hubungan kerja alihdaya/outsourcing.
Hubungan kerja permanen dalam undang-undang ketenagakerjaan disebut dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah hubungan kerja yang tidak ditetapkan jangka waktunya. Hubungan kerja ini dilakukan apabila pekerjaan yang sifatnya terus-menerus dan tidak terputus-putus, pekerjaan tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pasal 60 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa hubungan kerja yang bersifat tidak tentu (PKWTT) dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama tiga bulan serta dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
kerja dengan cara mendelegasikan opersai dan manajemen harian dari suatu proses bisnis/kerja pada pihak lain di luar perusahaan yang menjadi penyedia jasa
outsourcing. Perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang memiliki kantor manajemen dan kantor operasional produksi (pabrik) yang terpisah, tetapi pada pelaksanaanya tidak mengalih-dayakan produksinya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga perlu kiranya ada perbaikan regulasi dan perbaikan sistem sehingga tercipata lingkungan bisnis yang baik. Selain itu dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, pengusaha, dan tenagakerja itu sendiri untuk menciptakan hal tersebut.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia
Peradaban modern manusia dimulai sejak ditemukannya mesin uap pertama oleh James Watt pada tahun 1764 di Inggris, kapal uap oleh John Fitch dan Charlotte Dundas tahun 1786 di Amerika, lokomotif pertama oleh George Stephenson tahun 1897 di Jerman.Penemuan-penemuan tersebut mengiringi meletusnya Revolusi Industri di Inggris yang merupakan awal era industralisasi dunia.
Revolusi Industri di Inggris mengawali era produksi dengan menggunakan mesin. Para pengusaha mulai menerapkan penemuan ilmu untuk tujuan produksi dan berusaha mendapatkan peningkatan output industri yang sangat besar melalui penggunaan teknologi baru. Peristiwa besar dan bersejarah di Inggris itu tentu saja mengundang para peneliti sosial, ekonomi, dan para teknokrat untuk menyelidiki fenomena perkembangan bisnis dan industri yang melonjak tersebut.Kemudian, hasil penyelidikan mereka diaplikasikan dalam berbagai aspek bisnis dan industri sehingga perkembangannya menjadi lebih pesat, lebih efisien dan efektif, lebih profitabel, serta tidak lupa memperhatikan dampak negatif yang mungkin timbul agar tidak mengganggu stabilitas sosial dan kelestarian lingkungan hidup.
Industrialisasi menyebar dengan pesat ke negara-negara lain di belahan dunia.Negara-negara Eropa tentu menjadi yang pertama mengikuti jejak Inggris, kemudian menyebar ke Benua Amerika juga jauh ke timur ke Benua Asia.Jepang merupakan negara industri pertama di Asia, disusul Republik Rakyat Cina, Korea Selatan, Taiwan dan Singapura.
Bagaimana dengan Indonesia?Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan bentuk industri manufaktur modern pertama yang dibangun pada awal proses industrialisasi di Indonesia. Indonesia bisa dikatakan terlambat dalam mengembangkan industri TPT modern.Sejarahnya yakni industri TPT Indonesia merupakan relokasi dari Asia Timur melalui proses perdagangan internasional dan Penanaman Modal Asing (PMA). PMA di sektor TPT di tahun 1960-1990-an paling banyak berasal dari Jepang dan Korea Selatan.Nilai investasi PMA dari kedua negara tersebut jika digabungkan mencapai lebih dari 50% dari total PMA yang bergerak di bidang TPT di Indonesia.Nilai tersebut memberikan pengaruh yang signifikan bagi perkembangan industri TPT di Indonesia.
Pada fase pengenalan (1968-1974) pemerintah mendukung pengembangan industri TPT dan industri lainnya sebagai bagian dari industrialisasi subsitusi impor dengan diluncurkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing tahun 1967 yang diikuti oleh Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri di tahun 1968. Pemerintah pada saat itu juga membuat kebijakan untuk memproteksi industri ini dari persaingan asing dengan melarang masuknya tekstil kualitas rendah ke pasar domestik.Tujuannya yaitu untuk mendorong munculnya pengusaha lokal di bidang tekstil. Catatan fase pengenalan ini yakni output tekstil mengalami peningkatan di awal Orde Baru karena kebijakan pemerintahnya. Hal tersebut tetap belum mampu memenuhi semua kebutuhan domestik.
Fase subsitusi impor (1975-1983) diawali dengan peningkatan produk tekstil di pasar Indonesia pada paruh kedua tahun 1970-an diikuti oleh turunnya harga produk tekstil domestik. Namun demikian tidak semua kebutuhan tekstil domestik dapat dipasok dari produksi domestik. Ketergantungan impor bahanbakutahun 1974 tercatat sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur industri tekstil Indonesia sangat lemah pada awal tahap subsitusi impor.Pemerintah pada saat itu mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan keterkaitan kebelakang di industri tekstil dengan memberikan prioritas investasi pada pabrik yang terintegrasi penuh.Kebijakan tersebut mendapatkan sambutan positif dari produsen dengan ekspansi kapasitas produksi dan restrukturisasi teknologi. Hal ini mengakibatkan total kapasitas produksi menjadi dua kali lipat selama periode tersebut. Peningkatan total kapasitas produksi diikuti dengan modernisasi industri tekstil di Indonesia yang mengakibatkan banyak pabrik dibangun kemudian. Modernisasi tektisl bergerak di sektor hilir sehingga membawa perbaikan dalam struktur industri tekstil Indonesia.Cepatnya pertumbuhan industri tekstil di era subsitusi impor, industri di Indonesia memasuki fase ekspor di tahun 1984.
Fase ekspor produk tekstil terjadi di awal 1984.Pada dekade 1980-an, ekspor menjadi sumber utama pertumbuhan di industri tekstil di Indonesia.Pertumbuhan ekspor produknya pun mengalami trend positif selama periode 1982-1992. Pangsa ekspor Indonesia untuk tekstil dan garmen mencapai 2.6 persen dari total ekspor tekstil dan garmen dunia.
Ekspor produk industri tekstil Indonesia secara umum mengalami penurunan setelah mengalami puncaknya di tahun 1992 yang berakibat pada penurunan produksi domestik pada tahun 1994-1995. Penurunan ekspor ini tidak terlalu memengaruhi kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan.Ketika merayakan Tahun Emas (50 tahun kemerdekaannya), bangsa Indonesia “memproklamasikan” diri sebagai negara industri baru di kawasan Asia. Bank Dunia (World Bank) memasukkan Indonesia ke dalam New Industrializing Economies (NIEs) dengan gelar Miracle Economies bersama-sama Jepang, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan.
Industri tekstil Indonesia di periode krisis moneter 1997-1998 kehilangan sumber pembiayaan. Sebagian besar bank dilikuidasi oleh pemerintah pada bulan
7Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2011, ”Perkembangan Industri Garmen di Indonesia”. Kajian
Pengembangan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Diakses tanggal 1 Oktober 2014,