• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal Tenaga kerja

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan bagian wilayah Provinsi DKI

Jakarta yang terletak antara 106049’35” Bujur Timur dan 06010’37” Lintang

Selatan, memiliki luas wilayah 188,03 Km2. Tekanan udara sekitar 1.009,2 mb dan kelembaban udara rata-rata 79,0 persen. Kecepatan angin 4,1 knot serta arah angin pada bulan Januari-Maret ke arah utara, April-September ke arah timur laut, dan Oktober-Desember ke arah Barat. Arah angin Oktober-Desember sering menimbulkan hujan lebat seperti halnya wilayah-wilayah lain di Indonesia.

Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memiliki perbatasan sebelah utara dengan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Jakarta Pusat, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi (Provinsi Jawa Barat), sebelah selatan Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat), dan sebelah barat dengan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Sebagai wilayah dataran rendah yang letaknya tidak jauh dari pantai, tercatat 5 sungai mengaliri Kota Administrasi Jakarta Timur. Sungai-sungai tersebut antara lain: Sungai Ciliwung, Sungai Sunter, Kali Malang, Kali Cipinang, dan Cakung Drain di bagian utara wilayah ini. Sungai-sungai tersebut pada musim puncak hujan pada umumnya tidak mampu menampung air sehingga beberapa kawasan tergenang banjir.

Luas wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur mempunyai luas 187,75 Km2 atau sekitar 28,39 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta. Jumlah penduduk berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk (SP) 2010, sebanyak 2.687.027 orang, terdiri atas 1.368.857 laki-laki dan 1.318.170 perempuan.

Administrasi pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Timur dibagi dalam 10 kecamatan, yaitu Kecamatan Pasar Rebo, Ciracas, Cipayung, Makasar, Kramatjati, Jatinegara, Duren Sawit, Cakung, Pulogadung dan Matraman. Dari 10 kecamatan tersebut, terdapat 65 kelurahan yang merupakan wilayah administrasi pemerintahan paling rendah (Pemda Jakarta Timur, 2010).

Perdagangan dan pariwisata

Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi perdagangan, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diperlukan fasilitas tempat penjualan seperti pasar. Banyaknya pasar di Jakarta Timur tahun 2008 sejumlah 33 lokasi, terdiri atas 21 pasar lingkungan, 8 pasar wilayah, 2 pasar kota dan 2 pasar induk.

Pada tahun 2008, kegiatan eskpor dari Jakarta Timur, baik nilai maupun volume meningkat dibanding tahun sebelumnya masing-masing sebesar 222,21 persen dan 11,50 persen, komoditi terbanyak adalah alat-alat musik dan elektronika dengan tujuan terbesar adalah Jepang dan Jerman.

Jumlah usaha ekonomi kecil dan menengah (UKM) sebanyak 179.518 usaha dan tersebar pada 10 kecamatan di Jakarta Timur. Jumlah UKM terbanyak ada di

Kecamatan Jatinegara sebesar 29.016 usaha dan terkecil di Kecamatan Cipayung sebanyak 9.025 usaha.

Pada sektor pariwisata tercatat jumlah hotel berbintang sebanyak 5 buah dan hotel non bintang dan akomodasi lainnya 23 buah. Tingkat penghunian kamar hotel berbintang sekitar 47,80 persen dan hotel non bintang serta akomodasi lainnya 50,83 persen. Sementara itu tingkat pemakaian tempat tidur untuk hotel berbintang 68,35 persen dan hotel non bintang serta akomodasi lainnya 72,86 persen.

Keberhasilan dalam bidang pariwisata dicerminkan dengan semakin meningkatnya jumlah tamu yang menginap. Banyaknya tamu asing yang menginap di hotel berbintang sekitar 24.984 orang dan hotel non bintang serta akomodasi lainnya 302.863 orang. Banyaknya tamu dalam negeri atau domestik yang menginap pada hotel berbintang 7.806 orang dan akomodasi lainnya 221.808 orang. Rata-rata lama tamu menginap (asing dan Indonesia) pada hotel berbintang 1,48 hari dan hotel non bintang dan akomodasi lainnya 1,26 hari (Pemda Jakarta Timur, 2010).

Potensi wisata Jakarta Timur

Jakarta timur sebagai daerah kusus Ibu kota atau daerah istimewa yang berada di jantung pusat pemerintahan menjadi daerah pilihan sebagai tujuan penduduk Indonesia untuk berkunjung. Hal tersebut didukung oleh adanya

bermacam-macam objekwisata. Potensi obyek wisata yang dimiliki Jakarta Timur

antara lain Wisata Rekreasi (3), Wisata Sejarah (1), Wisata Monumen (1), Wisata Minat Khusus (3), Wisata Belanja (16), Wisata Industri (1), dan Wisata Olah Raga (4). Sejumlah obyek wisata andalan Kotamadya Jakarta Timur, yang selama ini menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara, adalah Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Monumen Pancasila Sakti, Kawasan Wiladatika, Makam Pangeran Jayakarta, Pasar Burung, Pusat Perdagangan Permata, Wisata Belanja, Condet Cagar Buah, dan Perkampungan Industri Kecil.

Seluruh obyek wisata tersebut mampu menyerap diatas 15 juta pengunjung tiap tahunnya (sejak 2001) dan mampu menampung hampir seribu tenaga kerja. Jumah tenaga kerja tersebut belum termasuk yang ada di fasilitas pariwisata seperti hotel dan restoran, serta usaha penunjang pariwisata lainnya seperti pusat olahraga, rekreasi dan hiburan. Maka tidak salah jika Kota Jakarta Timur dalam program pengembangannya, disiapkan sebagai kota wisata belanja dengan menggali berbagai hal yang dapat dijadikan potensi obyek wisata, di samping meningkatkan jumlah dan jenis atraksi wisata serta meningkatkan sumber daya manusia (SDM) (Pemda Jakarta Timur, 2010).

Jenis usaha hotel/akomodasi di Jakarta Timur

Persyaratan untuk memperoleh Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP), mengajukan Surat Permohonan yang dilengkapi dengan Akte Pendirian Perusahaan, Kejelasan Bukti Status Tempat dari Dinas Tata Kota, Bukti Tidak Keberatan Lingkungan yang diketahui RT, RW, Lurah dan Camat setempat, melampirkan Gambar Situasi dan Denah Ruangan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sedangkan persyaratan untuk memperoleh Izin Tetap Usaha

Pariwisata (ITUP), surat permohonan dilengkapi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Tanda Daftar Izin perusahaan dari Lurah diketahui Camat setempat, Keterangan domisili perusahaan dari Lurah diketahui Camat setempat, dan salinan Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP).

Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan menjelaskan tentang hotel yaitu jenis usaha akomodasi yang memiliki penginapan, ruang untuk rapat, dan juga menyediakan tempat atau lokasi tetap, dengan bangunan permanen, termasuk di dalamnya dapat menyediakan fasilitas dan atraksi rekreasi dan hiburan serta pengembangan fasilitas lainnya, antara lain:

Rumah Makan, Café, Coffee Shop, Kantin, Kafetaria dan pengembangan fasilitas

sejenis lainnya. Usaha akomodasi terdiri dari: hotel, motel, losmen, resort wisata, penginapan remaja, hunian wisata, karavan, pondok wisata dan wisma. Klasifikasi usaha berdasarkan Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 dan penjelasan tentang hotel mengacu pada: (1) Bentuk usaha dan permodalan, (2) kelompok hidangan, (3) lokasi pengolahan, (4) Kondisi bangunan (usaha), (5) penyediaan fasilitas dan atraksi rekreasi dan hiburan; serta (6) pengembangan fasilitas lainnya.

Ciri Pribadi Pengelola/Pimpinan dan Karyawan Hotel di Jakarta Timur

Dalam konsteks wirausaha, menurut Bird (1996), faktor individu wirausaha merupakan individu yang menjalankan usaha, faktor-faktor yang ada pada individu tersebut adalah: (1) karakteristik biologis meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan; (2) latar belakang wirausaha yaitu: pengalaman usaha, alasan berusaha, pekerjaan orang tua dan keluarga; dan (3) motivasi, sebagai dorongan kuat untuk melakukan suatu usaha, seperti: ketekunan, kegigihan dan kemauan keras untuk berhasil.

Ciri pribadi pengelola/manajer dan karyawan Hotel adalah ciri-ciri dari dalam diri pribadi pengelola/manajer dan karyawan di Jakarta Timur yang diduga berhubungan dengan adopsi pengelola/manajer dan karyawan dalam usaha hotel di Jakarta Timur. Ciri pribadi pengelola/pimpinan dan karyawan Jakarta Timur yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) usia/umur, (2) pendidikan, (3) pengalaman usaha, (4) intensitas komunikasi, (5) keanggotaan kelompok, (6) kemampuan mengendalikan risiko, dan (7) keterampilan teknis.

Umur

Umur, adalah lamanya (tahun) hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai dengan saat wawancara/penelitian dilakukan. Dari hasil penelitian, berikut adalah distribusi responden berdasarkan karakteristik umur :

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan umur

Dari hasil penelitian, mayoritas usia pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur termasuk dalam kategori usia produktif dan sangat produktif, sekitar 75 persen termasuk dalam kategori ini. Pengelola/pimpinan dan karyawan pada kelompok ini masih memiliki produktifitas untuk mengembangkan diri dan mengembangkan usahanya. Pengelola/pimpinan dan karyawan yang termasuk dalam kategori tidak produktif dan kurang produktif sekitar 25 persen. Berdasarkan tes nonparametrik Mann-Withney terdapat perbedaan nyata usia pengelola/pimpinan dan karyawan di hotel bintang dan non bintang.

Pendidikan formal dan non formal

Pendidikan formal dalam konteks ini adalah lamanya (tahun) pendidikan formal dan jenis pelatihan yang pernah diikuti responden pada saat dilakukan wawancara. Berikut adalah tabel distribusi responden berdasarkan pendidikan:

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal

Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa lebih dari 67 persen pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur berada dalam kategori tingkat pendidikan dasar sampai menengah, dan sisanya mempunyai pendidikan tingkat Diploma dan perguruan tinggi.

Pendidikan non formal dalam konteks ini adalah kegiatan pelatihan, workshop, seminar dan lain sebagainya yang pernah dan atau sedang diikuti oleh responden, pendidikan non formal pengelola/pimpinan dan karyawan hotel sebagaimana dalam tabel berikut :

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan pendidikan non formal

Variabel Kategori Responden N= 102

Jumlah %

Umur 1.Kurang produktif

(umur antara 0 s/d 14 th dan > 64 th) 2.Produktif (umur antara 46 s/d 65 th) 3.Sangat produktif (umur antara 15 s/d 45 th) 26 33 43 25.4 32.4 42.2

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Pendidikan formal 1. Dasar – Mengengah (SD –SLTP) 69 67.7

2. Atas (SLTA) 17 16.7

3. Diploma, PT(perguruan tinggi) 16 15.7

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Pendidikan non formal 1. Jarang mengikuti pelatihan 61 59,8

2. Cukup mengikuti pelatihan 7 6,9

Bedasarkan pendidikan non formal sebagaimana terlihat pada diatas terdapat 59,8 persen responden jarang mengikuti pelatihan, dan sekitar 6,9 persen cukup mengikuti peltihan dan sekitar 33,3 persen sering mengikti pelatihan.

Lama bekerja

Lama bekerja, adalah jumlah tahun dan lamanya responden bekerja di bidang hotel, diukur dari lamanya tahun dari awal sampai saat dilaksanakan penelitian. Berikut adalah tabel distribusi responden berdasarkan lama bekerja :

Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan lama bekerja

Lama bekerja pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur sekitar 45 persen berada di bawah 2 tahun, sedangkan sisanya telah bekerja lebih dari 2 tahun atau sekitar 54 persen diantaranya telah bekerja lebih dari 5 tahun. Hal tersebut bisa di pahami bahwa sebaran ciri pribadi dalam penelitian ini banyak dari hotel non bintang yang cenderung lama berkerja disebabkan usaha keluarga, kekerabatan yang kuat antara pemilik dengan karyawan.

Intensitas komunikasi

Intensitas komunikasi adalah derajat tingkat frekuensi komunikasi, lamanya interaksi, sumber informasi (penyuluh, media massa, dan kegiatan pertemuan). Termasuk bentuk interaksi dengan sumber informasi, dan jenis komunikasi (personal, kelompok, dan massa) yang paling sering diikuti sampai saat wawancara/penelitian dilaksanakan. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 12 Intensitas komunikasi

Intensitas komunikasi oleh Pengelola/Pimpinan dan Karyawan Hotel di Jakarta Timur termasuk kategori rendah, personal dan media massa atau tidak mendapat informasi hotel dan mendapat informasi hotel dari satu atau dua informasi seperti buku, majalah, leaflet atau yang memilih lebih dari 60 persen dan kategori sedang dan tinggi termasuk rendah, dilihat dari jumlah responden yang memilih sekitar 40 persen atau mendapatkan informasi lain mendengar, membaca termasuk sosial media dan kelompok.

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Lama bekerja 1. < 2 tahun 43 45,1

2. >2– 5 tahun 34 33.3

3. >5 tahun 22 21.6

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Intensitas komunikasi 1. Rendah 62 60.7

2. Sedang 20 19.6

Keanggotaan dalam organisasi/kelompok

Keanggotaan kelompok, adalah keterlibatan responden dalam kelompok formal dan atau kelompok informal, meliputi nama kelompok, status/kedudukan, lamanya keikutsertaan dalam kelompok, dan frekuensi pertemuan yang diadakan kelompok. Berikut adalah tabel yang menunjukkan distribusi responden berdasarkan keanggotaan dalam kelompok:

Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan keanggotaan dalam organisasi/kelompok

Keikutsertaan dalam kenggotaan dalam kelompok oleh

pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur termasuk kategori rendah, atau tidak pernah ikut dalam kelompok, pernah ikut dalam kelompok, tidak punya status dalam kelompok dan anggota dimana (sekitar 56 persen), sedangkan 40 persen lebih adalah ikut dalam kelompok tetapi tidak aktif.

Organisasi yang bergerak dibidang sapta pesona seperti POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata/Sapta Pesona). Organisasi ini cenderung diikuti oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel non bintang. Kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi ini adalah pertemuan-pertemuan membahas program-program yang ditawarkan oleh pemerintah termasuk sapta pesona, meningkatkan kekerabatan dan berbagi pengalaman serta informasi mengenai bisnis hotel, mengatasi masalah dalam hal kesulitan pengunjung, promosi, produk dan sebagainya.

Kemampuan mengendalikan risiko

Keberanian mengambil risiko adalah risiko yang paling sering dihadapi responden, dampaknya terhadap pengembangan usaha hotel, jenis risiko yang mampu dihadapi, dan usaha yang dilakukan terhadap risiko yang tidak mampu dihadapi. Termasuk keputusan yang akan diambil responden jika usahanya menghadapi kemerosotan ataupun keuntungan besar dan sikap keberanian mengambil risiko pada beberapa kasus dalam pengelolaan hotel. Hasil penelitian disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan kemampuan mengendalikan risiko

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keanggotaan dalam 1. Rendah 58 56,9

organisasi (kelompok) 2. Tinggi 15 14.7

3. Sangat tinggi 29 28.4

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kemampuan 1. Rendah 61 59.8

mengendalikan risiko 2. Sedang 38 37.3

Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa lebih dari 59 persen pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur berada dalam kategori rendah atau kurang baik, menghadapi masalah promosi, pelayanan dan produk hotel, mengatasi masalah berkomunikasi dengan pelanggan/tamu, masalah lain adalah sepi pengunjung atau tamu dan ketenagakerjaan yang di hadapi oleh pengelola dan karyawan hotel berbeda dengan kategori sedang dan tinggi hampir 40 persen bisa mengatasi masalah dengan baik.

Dari hasil wawancara beberapa risiko yang umumnya dihadapi oleh pengelola/pimpinan dan karyawan antara lain adalah risiko harga, pelayanan, promosil, namun risiko ini cenderung masih mampu dikendalikan pengelola hotel. Pada kasus hotel non bintang, keterlibatan keluarga sangat berperan dalam membantu menghadapi risiko dan mengatasi hambatan yang ada. Keluarga juga berperan penting untuk pengembangan usaha. Hambatan lain berupa sepi pengunjung, kesulitan bahan baku, kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik, ketenagakerjaan, keamanan, dan pungutan liar. Risiko yang relatif sulit diatasi adalah sepi pengunjung dan pungutan liar.

Dari hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney, terdapat perbedaan nyata kemampuan mengendalikan risiko antara pengelola/pimpinan dan karyawan hotel bintang dan non bintang. Kemampuan mengendalikan risiko cenderung lebik baik pada hotel bintang dengan kata lain risiko terkait masalah produk, pelayanan, dan promosi dan lain-lain, cenderung lebih cepat bisa diatasi pada hotel bintang. Hotel

bintang kebijakan dan SOP (Standard Operating Procedure) yang lebih jelas,

sedangkan hotel non bintang jarang memiliki SOP. Hal ini dapat dipahami bahwa kebijakan antara hotel tersebut berbeda.

Berkaitan dengan produk, terdapat perbedaan orientasi antara pengelola hotel non bintang dan bintang. Sebagian besar hotel non bintang cenderung mempunyai ciri pengelolaan yang masih tradisional. Ciri ini cenderung berorientasi pada penjualan, fokus pada nilai produk, kontak pelanggan tidak berkesinambungan, dan komitmen pada mutu hanya bagi staf produksi (Kotler, 2002). Sedangkan hotel bintang biasanya pengelolaannya cenderung sudah modern, dimana pada ciri ini orientasi hotel sudah pada taraf memuaskan pelanggan, orientasi laba, dan stakeholder (sosial), serta fokus pada kepentingan pelanggan (Nickel, 2005). Keterampilan teknis

Keterampilan teknis adalah keterampilan yang meliputi pemahaman dan kompetensi dalam aktifitas yang spesifik berkaitan dengan suatu metode, proses, dan prosedur tertentu yang bersifat teknis terkait dengan fungsi manajemen dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Keterampilan teknis responden disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan keterampilan teknis

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Keterampilan teknis 1. Rendah 17 16,7

2. sedang 43 42.2

Pengelola usaha, baik itu usaha hotel maupun bentuk usaha lainnya,

membutuhkan keterampilan bersifat teknis (Technical Skills). Keterampilan teknis

adalah kemampuan untuk menggunakan peralatan, prosedur atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu (Katz, 1974). Keterampilan teknis diperlukan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan. Penelitian ini berusaha mencari informasi

tentang tingkat kemampuan dan keterampilan teknis yang dimiliki

pengelola/pimpinan dan karyawan di Jakarta Timur, terutama dalam pengelolaan produk, harga, pelayanan, promosi, hal-hal yang terkait dengan pengelolaan karyawan sejak rekrutmen hingga evaluasi kinerja, dan evaluasi kepuasan pelanggan.

Kemampuan dalam mempertahankan kualitas produk, penyesuaian harga dengan keadaan pasar, memberikan pelayanan sesuai kebutuhan tamu, dan berpromosi untuk merebut hati pelanggan. Pada hotel non bintang, tenaga kerja umumnya berasal dari teman atau keluarga dengan kemampuan terbatas, pengelola dengan keterampilan teknisnya telah memberikan pelatihan sesuai kebutuhan operasional.

Pengelola/pimpinan dan karyawan juga peduli terhadap kepuasan pelanggan, secara rutin memperoleh umpan balik tentang kualitas dari pelanggan dengan cara bertanya langsung. Pengelola/pimpinan dan karyawan Jakarta Timur yang merespon alasan pentingnya keterampilan. Dari hasil penelitian, keterampilan teknis dalam penelitian ini adalah sebagian besar responden berada pada kategori sedang dan tinggi dapat dilihat lebih 83 persen menguasai keterampilan lebih dari satu atau menguasai keterampilan Produk, Pelayanan,

Promosi, Pemasaran dan SOP (Standart Operational Procedure), lainnya adalah

kategori rendah atau tidak ada keterampilan teknis yang dikuasai dan ada keterampilan teknis yang dikuasai.

Ciri lingkungan usaha hotel di Jakarta Timur

Ciri lingkungan usaha hotel di Jakarta Timur yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) kebijakan Pemda, (2) skala usaha, (3) modal keuangan, (4) modal tenaga kerja, (5) sarana usaha, (6) prasarana usaha, (7) lokasi usaha dan (8) kompetitor.

Kebijakan pemda

Kebijaksanaan Pemda yaitu adanya kebijakan pemerintah daerah yang mengatur program sata pesona dinyatakan dalam jumlah kebijakan tentang program tersebut. Tabel berikut menyajikan informasi hasil penelitian mengenai kebijakan pemerintah daerah di bidang sapta pesona:

Tabel 16 Kebijakan pemda di bidang sapta pesona

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa lebih dari 71 persen menyatakan bahwa kebijakan pemda telah ada dan mendukung diterapkannya sapta pesona. Kebijakan tersebut antara lain, kebijakan yang perlu dipertahankan seperti penyuluhan pariwisata sesuai Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2004, tetapi kurang efektif apabila penyuluhan di bidang pariwisata tidak berkelanjutan. Begitu pula dalam hal kegiatan pengawasan, pembinaan daya saing, pembinaan kualitas produk dan pembinaan kualitas pelayanan.

Berdasarkan informasi hasil survei, pemerintah daerah kota Jakarta Timur beserta jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan telah cukup berperan dalam tatalaksana administrasi sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 25 Tahun 2000. Demikian halnya dengan kegiatan pengawasan dan pembinaan di bidang pariwisata sesuai Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2004, khususnya Pasal 35 tentang kewajiban dan larangan; Pasal 41 tentang pembinaan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan dan Pasal 42 Dinas Pariwisata melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan. Perlu diupayakan agar kebijakan pemerintah terkait mampu mendukung dan memenuhi kebutuhan para pengelola untuk meningkatkan kemampuan berusaha. Kebijakan yang perlu dipertahankan seperti penyuluhan di bidang kesehatan dan pariwisata, sedangkan yang perlu diupayakan yaitu peningkatan kemampuan manajemen, kemampuan berwirausaha, dan peningkatan kualitas tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan kualitas sarana dan prasarana usaha, serta lokasi usaha dengan demikian akan tercipta persaingan sehat antara industri usaha.

Skala usaha

Skala usaha/luas hotel yaitu kapasitas kamar/tempat tidur, atau jumlah karyawan yang merupakan karakter dari skala usaha mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat produktifitas. Maka hal ini akan pula berpengaruh pada kemauan, kemampuan, dan kesempatan pengelola hotel dalam mengadopsi suatu inovasi. Berikut adalah skala hotel di Jakarta Timur:

Tabel 17 Skala usaha

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Kebijakan pemda 1. Rendah 29 28.5

2. Sedang 52 51.0

3. Tinggi 21 20.6

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Skala usaha 1. Rendah 32 31.4

2. Sedang 28 27.5

Skala hotel cukup bervariasi antara skala hotel dengan kategori sedang sampai dengan berbintang, hanya sekitar 10 persen hotel dengan skala kecil,sedangkan skala tinggi dan sangat tinggi lebih besar atau sekitar 68 persen, besar atau kecilnya usaha hotel tergantung modal usaha yang di miliki oleh pengelolah hotel masing-masing.

Modal keuangan

Modal keuangan merupakan karakteristik finansial/keuangan hotel berupa tersedianya modal keuangan bagi usaha hotel dinyatakan dalam besaran modal dan asal modal apakah dari perorangan atau dari bank. Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah distribusi berdasarkan modal keuangan hotel di Jakata Timur:

Tabel 18 Hotel di Jakarta Timur berdasarkan modal keuangan

Dari segi modal, asal modal bervariasi mulai dari modal perorangan sampai pada modal patungan ataupun pinjaman dari bank. Berdasarkan hasil penelitian 81 persen modal termasuk dalam kategori sedang dan tinggi. Asal modal sebagian besar hotel adalah modal sendiri. Biasanya hotel dengan modal sendiri termasuk dalam kategori hotel non bintang. Besaran modal sekitar 79 persen termasuk kategori memadai dan sangat memadai. Sedangkan besaran modal investasi sekitar 79 persen juga termasuk dalam modal yang memadai dan sangat memadai untuk usaha.

Hotel non bintang sebagai usaha kecil menengah dengan administrasi perusahaan yang pada umumnya masih bersifat sederhana dan administrasi yang kurang teratur, namun demikian pada hotel tersebut, dari hasil penelitian menemukan sudah berbentuk badan hukum dan umumnya mampu menyediakan

jaminan (coliateral) guna mendapatkan kredit dari dunia perbankan. Lembaga

keuangan sebagai mitra permodalan usaha perhotelan biasanya adalah bank pemerintah.

Modal tenaga kerja

Modal tenaga kerja yaitu tersedianya modal tenaga kerja bagi hotel berupa sumber daya manusia, diukur dari segi kecukupan jumlah, kualitas tenaga kerjanya ditinjau dari segi pendidikan (formal dan pelatihan) dan keterampilan yang dimiliki. Berikut adalah kondisi hotel berdasarkan modal tenaga kerja :

Variabel Kategori Responden N = 102

Jumlah %

Modal keuangan 1. Rendah 19 18.6

2. Sedang 33 32.4

Tabel 19 Hotel di Jakarta Timur berdasarkan modal tenaga kerja

Mengenai modal tenaga kerja dalam penelitian ini termasuk dalam kategori tinggi dan sedang, sangat memadai lebih dari 75 persen responden pimpinan/karyawan yang bekerja di hotel merupakan tenaga tetap dan kotrak di hotel, sedangkan tenaga harian dan tenaga lepas 25 persen.

Hotel non bintang cenderung menggunakan pekerja yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan pengusaha namun kualitasnya masih dapat dipertanggung jawabkan yaitu rata-rata menggunakan karyawan berlatar belakang antara lulusan SMP, SMU, SMK/SMIP. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam memberi upah bagi karyawannya.

Sarana usaha

Dokumen terkait