• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adoption of innovation sapta pesona program by hotel managers in East Jakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adoption of innovation sapta pesona program by hotel managers in East Jakarta."

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLA HOTEL DI JAKARTA TIMUR

ROY DANIEL SAMBOH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Pesona oleh Pengelola Hotel Di Jakarta Timur, adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Meret 2013

Roy Daniel Samboh NIM. I351100011

1

(4)
(5)

ROY DANIEL SAMBOH. Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona oleh Pengelola Hotel di Jakarta Timur . Dibawah bimbingan: NINUK PURNANINGSIH and RICHARD W. E. LUMINTANG.

Sapta Pesona adalah program pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, tanggung jawab dan tindakan dalam rangka mendorong pembangunan pariwisata. Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata dengan segala potensi yang dimilikinya, termasuk jasa akomodasi Hotel. Penerapan program Sapta Pesona dan peran pimpinan/pengelola dan karyawan hotel menjadi poin penting untuk dianalisis berkaitan dengan bagaimana adopsi pimpinan/pengelola dan karyawan hotel untuk mengembangkan sektor pariwisata khususnya di Jakarta Timur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Menganalisis pengetahuan, persepsi dan adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur terhadap adopsi inovasi program Sapta Pesona; (2) Menganalisis ciri-ciri yang berhubungan dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola, karyawan hotel di Jakarta Timur; dan (3) Menganalisis peningkatan adopsi Program Sapta Pesona oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel dalam pengembangan pelayanan hotel.

Desain penelitian menggunakan metode survey dengan tujuan mencari data dan fakta mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan adopsi inovasi program Sapta Pesona oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur. Penelitian dilakukan Hotel di Jakarta Timur meliputi hotel berbintang dan hotel tidak berbintang. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pimpinan/pengelola dan karyawan Hotel Bintang dan Non Bintang/Akomodasi yang ada di Jakarta Timur yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan program sapta pesona dan terdaftar di Dinas Pariwisata Jakarta Timur mulai tahun 2004 sampai dengan 2011. Sampel penelitian adalah pengelola/penanggungjawab dan karyawan hotel yang bertanggungjawab langsung terhadap program sapta pesona,berjumlah 102 orang di pilih secara acak.

(6)
(7)

ROY DANIEL SAMBOH. Adoption of Innovation Sapta Pesona Program by Hotel Managers in East Jakarta. Supervised by : NINUK PURNANINGSIH and RICHARD W. E. LUMINTANG.

Sapta Pesona is a government program to increase community awareness, responsibility and action to encourage tourism activity to its development. Jakarta as a capital city of Indonesia and as one of tourism destination with all the potentions they have, include of hotel. The participation of hotel leader and employment to sapta pesona program then become an important point to be analized due to its adoption to develop tourism sector especially in East Jakarta.

The purpose of this study was to: (1) analyze knowledge, perceptions and adoption of managers/leaders and employees in East Jakarta’s hotel related to innovation adoption of Sapta Pesona; (2) analyze the characteristics correlated with knowledge, perception and adoption of the Sapta Pesona by managers/ leaders and employees in East Jakarta’s hotel; and (3) analyze the increasing adoption Sapta Pesona managers/leaders and employees in East Jakarta’s hotel in order to the develop services.

Research design using survey methods with the aim of searching for data and facts concerning factors related to innovation adoption of Sapta Pesona enchantment by managers/leaders and employees in East Jakarta. The study was conducted in East Jakarta hotel. The population in this study was the overall of manager/leader and employees of Star and Non-star hotel available in East Jakarta are directly related to the implementation of the Sapta Pesona enrolled in East Jakarta Tourism Agency from 2004 to 2011. The research sample was managers/leaders and employees of the hotel were directly responsible for this programm.

The study could be summarized as it follows: Community knowledge, perception, and adoption are in good enough level. The increase of knowledge, perception, and adoption can be increased by improving the training, and activity such as workshop related to hotel and tourism.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

PENGELOLA HOTEL DI JAKARTA

ROY DANIEL SAMBOH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

(12)

Penguji:

Penguji Luar Komisi :

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis

(13)

Judul Penelitian : Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona Pengelola Hotel Di Jakarta Timur Nama : Roy Daniel Samboh

NIM : I351100011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

rahmat, berkah, hidayah dan kesehatan dari-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis dengan judul “Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona oleh Pengelola Hotel Hotel di DKI wilayah Jakarta Timur, tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Komisi pembimbing, Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M. Si (ketua) dan Ir.Richard W.E Lumintang,MSEA (anggota), yang telah membimbing dan memberikan saran, masukan serta arahan sehingga penulisan tesis ini dapat di susun lebih baik.

2. Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB beserta dosen pengajar, yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa pascasarjana PPN IPB dan memberikan ilmu serta teori-teori berkaitan dengan studi yang penulis tempuh selama kuliah di IPB.

3. Staf Program Studi Penyuluhan Pembangunan (PPN) IPB, atas kerjasama, dorongan, dan bantuan yang diberikan.

4. Yayasan Lembaga Bina Pendidikan Pariwisata dan Akpindo (Akademi Pariwisata Indonesia,Jakarta) Pimpinan Yayasan dan Akpindo yang telah banyak membantu dan memberi ijin untuk melanjutjan kuliah secara peribadi penulis sampaikan terimakasih yang sebesar besarnnya.

5. Secara khusus saya sampaikan kepada pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan kebudayaan , DIKTI (direktorat pendidikan tinggi) yang telah memberi bantuan melalaui program BPPS melanjutkan kuliah SPs IPB.

6. Kepala Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur yang telah memberikan ijin(Bapak Bambang dan staff) dan membantu pelaksanaan penelitian selama di lapangan.

7. Pengelola/Pimpinan dan Karyawan Hotel berbintang dan non berbintang (akomodasi) di Jakarta Timur.

8. Ibu (Mami) Rosye Worang (Alm) dan Ayah (papi) Adolf Albert Samboh tercinta, Kakak (Boy Worang Samboh,Ester Samboh, dan adik-adik,Diana E. Samboh, Golda Meyer Samboh, Yusuf Daud Samboh, dan saudara-saudara yang telah mendoakan, memberi dorongan dan semangat selama penulis menempuh dan menyelesaikan studi di IPB.

(16)

Desy/PPN yang baik selalu membantu dan memberikan informasi), atas segala masukan, bantuan, dan kebersamaan serta kekompakan yang terjalin selama ini.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Masukan, saran dan arahan sangat penulis harapkan untuk menjadikan tesis ini lebih baik. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Amin.

(17)

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Masalah penelitian ... 3

Tujuan penelitian ... 4

Manfaat penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pariwisata ... 5

Konsep sadar wisata ... 6

Program sapta pesona ... 7

Unsur-unsur sapta pesona ... 9

Implementasi sapta pesona ... 10

Kebijakan penguatan sapta pesona di kalangan masyarakat ... 13

Hotel ... 13

Adopsi Inovasi ... 16

Faktor-faktor penentu adopsi pengelola/karyawan hotel ... 23

Ciri pribadi ... 23

Ciri lingkungan ... 29

Pengelola ... 37

Persepsi dan pembentukan persepsi ... 39

Hubungan program sapta pesona dan layanan prima ... 42

Layanan prima ... 42

Prinsip-prinsip layanan prima ... 42

Dimensi kualitas layanan (Service Quality) ... 43

Kepuasan pengguna (user satisfaction) ... 43

KERANGKA BERPIKIR dan HIPOTESIS Kerangka berpikir ... 45

Hipotesis ... 46

METODE PENELITIAN Desain penelitian ... 47

(18)

Variabel penelitian ... 49

Definisi operasional ... 50

Matriks pengembangan instrumen ... 53

Kisi-kisi instrumen ... 60

Uji kualitas data instrumen ... 60

Metode pengumpulan data ... 61

Teknik analisis data ... 61

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum lokasi penelitian ... 62

Perdagangan dan pariwisata ... 62

Potensi wisata Jakarta Timur ... 63

Jenis usaha hotel/akomodasi di Jakarta Timur ... 63

Ciri pribadi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur ... 64

Ciri lingkungan usaha hotel di Jakarta Timur ... 69

Pengetahuan tentang program sapta pesona ... 74

Persepsi terhadap ciri inovasi sapta pesona ... 75

Keuntungan relatif ... 75

Kesesuaian ... 76

Kerumitan ... 76

Dapat dicoba (triability) ... 77

Dapat dilihat hasilnya (observability) ... 77

Adopsi program sapta pesona ... 78

Hubungan Ciri Individu dengan Pengetahuan, Persepsi dan Adopsi Program Sapta Pesona ... 83

Hubungan Lingkungan Usaha dengan Pengetahuan, Persepsi dan Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona ... 87

Hubungan Pengetahuan, Persepsi dan Adopsi Inovasi Program Sapta Pesona ... 90

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 92

Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA 94

(19)

Halaman

Tabel 1 Klasifikasi, sasaran dan target program kepariwisataan ... 12

Tabel 2 Karakteristik adopter ... 21

Tabel 3 Golongan adopter ... 22

Tabel 4 Jumlah jenis fasilitas penunjang usaha pariwisata Jakarta Timur pada tahun 2004 s.d. 2011 ... 48

Tabel 5 Kerangka sampling penelitian ... 48

Tabel 6 Peubah, indikator, dan skala data ... 54

Tabel 7 Hasil uji instrumen penelitian ... 60

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan umur ... 65

Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal ... 65

Tabel 10 Distribusi responden berdasarkan pendidikan non formal ... 65

Tabel 11 Distribusi responden berdasarkan lama bekerja ... 66

Tabel 12 Intensitas komunikasi ... 66

Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan keanggotaan dalam organisasi/kelompok ... 67

Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan kemampuan mengendalikan resiko ... 67

Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan keterampilan teknis ... 68

Tabel 16 Kebijakan pemda di bidang sapta pesona ... 70

Tabel 17 Skala usaha ... 70

Tabel 18 Hotel di Jakarta Timur berdasarkan modal keuangan ... 71

Tabel 19 Hotel di Jakarta Timur berdasarkan modal tenaga kerja ... 72

(20)

Tabel 23 Kompetitor ... 74

Tabel 24 Pengetahuan responden tentang program sapta pesona ... 74

Tabel 25 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap keuntungan relatif program sapta pesona ... 76

Tabel 26 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap kesesuaian program sapta pesona ... 76

Tabel 27 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap kerumitan program sapta pesona ... 77

Tabel 28 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap triabilitas program sapta pesona ... 77

Tabel 29 Persepsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel terhadap observabilitas program sapta pesona ... 78

Tabel 30 Adopsi program sapta pesona di bidang keamanan ... 79

Tabel 31 Adopsi program sapta pesona di bidang ketertiban ... 79

Tabel 32 Adopsi program sapta pesona di bidang kebersihan ... 80

Tabel 33 Adopsi program sapta pesona di bidang kesejukan ... 80

Tabel 34 Adopsi program sapta pesona di bidang keindahan ... 81

Tabel 35 Adopsi program sapta pesona di bidang keramahan ... 82

Tabel 36 Adopsi program sapta pesona di bidang kenangan ... 82

Tabel 37 Korelasi ciri pribadi dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi program sapta pesona ... 84

Tabel 38 Korelasi lingkungan usaha hotel dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi program sapta pesona ... 88

(21)

Halaman

Gambar 1 Alur pikir konsep sadar wisata 7

Gambar 2 Dasar pemikiran proses kemasan pariwisata di Indonesia 11

Gambar 3 Model tahapan proses keputusan-adopsi (Rogers, 2003) 19

Gambar 4 Segitiga groonroos tentang layanan 42

Gambar 5 Bagan kerangka berpikir 46

Gambar 6 Proses pengambilan sampel 49

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Lokasi Penelitian 99

(22)
(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keterbukaan Pariwisata telah mengangkat kehidupan masyarakat. Sektor ini mampu menggerakkan roda perekonomian di segala lapisan masyarakat dan berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat, sekaligus mampu mendorong pertumbuhan pembangunan dan pengembangan wilayah. Namun demikian, perlu disadari bahwa upaya pengembangan pariwisata yang dilaksanakan oleh pemerintah sangat membutuhkan dukungan penuh dan partisipasi aktif masyarakat .

Perkembangan pariwisata Indonesia sekarang ini sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan dan jumlah kunjungan wisatawan baik dari mancanegara maupun domestik. Hal tersebut juga bisa diamati dari tingkat pertumbuhan ekonomi secara nasional dan di dukung oleh tingkat keamanan yang semakin kondusif dan stabilitas politik pada tingkat yang baik.

Program sapta pesona merupakan program penyadaran masyarakat tentang arti pentingnya sadar wisata yang memberikan arahan dan panduan agar masyarakat memahami dampak yang ditimbulkan dari program sapta pesona sebagai salah satu inovasi yang didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menggambarkan partisipasi dan dukungan masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim berwisata yang kondusif bagi pengembangan kepariwisataan di suatu wilayah atau tempat (Depbudpar 2008). Tujuan diselenggarakan program Sapta Pesona adalah untuk meningkatkan kesadaran, dan rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari (Depbudpar 2008)

Partisipasi dan dukungan masyarakat tersebut terkait program sapta pesona dengan penciptaan kondisi yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata, antara lain unsur-unsur Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Kenyamanan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan (Deparpostel, 1989).

DMO (destination management organization) is in charge of the

tourism destinasion “factory” and is responsible for achieving an

excellent return on investment, market growth, quality products, a

brand of distinction and benefits to all “shareholders” yet, the DMO

does not own the foctory, neither does it empoly the people working in it, nor does it have control over it’s processes (UNWTO, 2007)

(24)

wisata yang bisa digali dan terus dikembangkan menjadi obyek wisata. Potensi obyek wisata tersebut meliputi kekayaan Budaya, Sejarah Betawi, Ilmiah, dan Obyek Wisata buatan lainnya. Obyek wisata unggulan Jakarta Timur antara lain kerajinan rakyat di wilayah Cakung, Taman Mini, Taman Pahlawan Nasional, Bumi Perkemahan Cibubur, Taman Wilatika (taman bunga), fasilitas-fasilitas belanja (wisata belanja) dan lain-lain.

Sejalan dengan keberadaan obyek wisata yang sudah ada dan pembangunan daerah tujuan wisata lainnya, Destinasi (destination life cycle (Butler, 1992) yaitu: (1) perintisan; (2) pembangunan (3) pemantapan, (4) rejuvenasi/revitalisasi di Jakarta Timur juga telah bermunculan usaha sarana pariwisata berupa usaha penyediaan akomodasi berupa hotel, penyediaan makan dan minum, penyediaan angkutan wisata, penyediaan sarana wisata, dan lain-lain yang hingga kini terus diupayakan. Terkait adanya kebijakan otonomi daerah, maka pemerintahan setempat harus berusaha sendiri mencari sumber-sumber pendapatan asli daerah yang bisa digali di daerah masing-masing.

Jakarta Timur menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu andalan sumber pendapatan asli daerah beralasan karena industri pariwisata selain menjanjikan namun juga menjual keamanan, kebersihan, ketertiban, kesejukkan, keindahan, keramah-tamahan dan kenangan kepada parawisatawan yang berkunjung. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan Jakarta Timur yaitu mewujudkan kota yang Bersih, Indah, Tertib dan Aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. Selama ini hotel merupakan salah satu bentuk akomodasi yang dianggap memadai dan wajib tersedia guna mendukung tumbuh kembangnya pembangunan sektor pariwisata di suatu wilayah khususnya bagi Kota Jakarta Timur.

Setiap pengelola hotel ingin memberikan pelayanan kepada setiap konsumen sebaik-baiknya. Pada akhirnya, produk unggul akan selalu bertumpuh pada strategi yang berbasis pengetahuan (knowledge – based). Menurut Hamel (2000) bahwa produk perlu dikelola dengan continous improvement.

Kelemahan Hotel pada umumnya beranggapan bahwa tamu (konsumen/pelanggan) hanya menginginkan penginapan yang bersih, nyaman dan aman. Di sisi lain masih banyak wisatawan yang sepaham dengan pendapat tamu, mereka hanya menuntut dan mendapatkan penginapan saja, sedangkan faktor lain kurang diperdulikan, misalnya : (1) fasilitas hotel yang di butuhkan oleh tamu atau/ pelanggan masih kurang lengkap; dan (2) pemahaman masalah kebersihan, kerapihan, pemeliharaan taman baik di dalam maupun di luar hotel masih sangat kurang, begitu juga penataan, keamanan, pelayanan kepada pelanggan/tamu yang masih harus di perhatikan dan di tingkatkan.

Permasalahan seperti inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah khususnya Dinas Pariwisata di wilayah Jakarta Timur, dan bagaimana membantu pengelola/pimpinan dan karyawan hotel untuk mengembangkan dan membina masyarakatnya melalui program Sapta Pesona/sadar wisata, agar masyarakat hotel pengelola/pimpinan dan karyawan hotel dapat memahami dan menerapkan unsur-unsur yang ada pada Sapta Pesona.

(25)

dipenuhi maka akan menumbuhkan citra positif bagi Hotel tersebut, dan membentuk loyalitas pelanggan. Citra dan loyalitas tersebut muncul dari kepuasan pelanggan sehingga mereka terkesan dan terkenang, selanjutnya memutuskan menjadi pelanggan yang loyal sehingga suatu saat akan kembali lagi.

Program Sapta Pesona/Sadar Wisata merupakan suatu pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pariwisata, dengan tujuan memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai kepariwisataan untuk masyarakat yang berada di lokasi objek wisata dan menumbuhkan kesadaran terhadap lingkungan di sekitar obyek wisata.

Coopper (2005) dan Page (2007) menjelaskan, bahwa prinsip dasar yang harus diperhatikan meliputi; posisi kapasitas masyarakat, lingkungan, pelibatan masyarakat, dan pertimbangan politik pembangunan. Kesuksesan pengelolaan destinasi ditentukan oleh faktor internal (pengembangan destinasi secara intrnal) dan eksternal (komunikasi dan pemasaran). Untuk itu, diperlukan pengelolaan yang komperensif, sistemik konvergen, berkaitan dan interkoneksi (Teguh 2010).

Untuk mengajak masyarakat agar ikut berperan aktif dalam mewujudkan wisata unggul, bermutu dan memiliki daya saing dan melibatkan masyarakat sekitar di wilayah masing-masing. Pada proses peningkatkan kapasitas pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata di wilayahnya diberikan penyuluhan melalui konsep Sapta Pesona/Sadar Wisata.

Konsep Sapta Pesona dapat dikembangkan sebagai inovasi dalam pengembangan budaya layanan mutu/prima dalam industri pariwisata khususnya. Selanjutnya jika pengelola/pimpinan dan karyawan hotel mampu mengadopsi konsep Sapta Pesona, maka dapat dijadikan sebagai langkah strategis dalam pengembangan usaha. Maka diperlukan sikap positif dan kemauan yang serius bagi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel mengadopsi program Sapta Pesona/Sadar Wisata, dalam hal ini konsep Sapta Pesona untuk meningkatkan pelayanan kepada tamu.

Masalah Penelitian

Penelitian adopsi inovasi program Sapta Pesona oleh pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur ini diharapkan mampu menjawab masalah tentang :

(1). Bagaimana ciri pribadi pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur? (2). Ciri-ciri apa saja yang berhubungan dengan adopsi inovasi program Sapta

Pesona oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur? (3). Bagaimana lingkungan usaha hotel di Jakarta Timur?

(4). Bagaimana pengetahuan, persepsi pengelola, karyawan hotel terhadap adopsi inovasi program sapta pesona?

(5). Bagaimana adopsi program sapta pesona di hotel?

(26)

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adopsi inovasi program Sapta Pesona oleh pengelola dan karyawan Hotel di Jakarta Timur yaitu:

(1). Menganalisis pengetahuan, persepsi dan adopsi pengelola/pimpinan dan karyawan hotel di Jakarta Timur terhadap adopsi inovasi program Sapta Pesona.

(2). Menganalisis ciri-ciri yang berhubungan dengan pengetahuan, persepsi dan adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola, karyawan hotel di Jakarta Timur.

(3). Menganalisis peningkatan adopsi inovasi Program Sapta Pesona oleh pengelola/pimpinan dan karyawan hotel dalam pengembangan pelayanan, khusus hotel dan dinas pariwisata.

Manfaat Penelitian

Penelitian adopsi inovasi Program Sapta Pesona oleh pengelola dan karyawan hotel di Jakarta Timur diharapkan berguna bagi semua pihak yang terkait khususnya masyarakat hotel, antara lain:

(1). Berpartisipasi dan mendukug program pemerintah dalam pembangunan dan pengembangan di bidang hotel dan industri pariwisata pada umumnya. (2). Adopsi inovasi Program Sapta Pesona sebagai dasar pelayanan hotel dalam

upaya menguatkan dan mengimplementasikan budaya layanan mutu/prima. (3). Adopsi inovasi Program Sapta Pesona dan unsur- unsur yang kuat, untuk

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Pariwisata

Pariwisata ditinjau sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi merupakan suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambah terhadap barang dan atau jasa sebagai satu kesatuan produk, baik yang nampak/nyata (tangible product). Disamping itu, kata wisata berasal dari bahasa Jawa kuno, menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata wisata tergolong kata kerja yang mempunyai makna: (1) bepergian b e r s a m a - s a m a ( u n t u k m e m p e r l u a s pengetahuan, bersenang-senang dan sebagainya) dan piknik; dan (2) Wisatawan, sering juga di sebut turis, adalah orang yang bepergian untuk tujuan tertentu.

Kata pariwisata merupakan padanan kata tourism dalam bahasa Inggris. Kata pari dalam bahasa Jawa kuno bermakna „semua’, „segala’, „sekitar’ atau „sekeliling’. Maka pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata.

Definisi pariwisata menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1990 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Selanjutnya disebutkan bahwa usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut.

Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan mengemukakan beberapa pengertian berkaitan dengan wisata, pariwisata, kepariwisataan dan wisatawan. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata dan wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Usaha pariwisata didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait dibidang tersebut.

(28)

Pengolahan tujuan pariwisata/destinasi dengan melibatkan stakeholder melalui data base, marketing, dan visitor informasion dan manajemen. Diperlukan pemahaman terhadap tingkat social carrying capacity, kualitas relasi, dan pemahaman yang tepat terhadap penerapan nilai-nilai dalam kepariwisataan dan tata kelola di daerah wisata secara tepat sebagai tindakan antisipatif dan proaktif untuk meningkatkan kualitas kepariwisataan yang sustainable, responsible, dan balanced. (Cooper 2005).

Pariwisata merupakan gejala ekonomi karena adanya permintaan dari pihak wisatawan dan penawaran dari pemberi jasa pariwisata (biro perjalanan, penginapan, rumah makan) atas produk dan berbagai fasilitas terkait (Myurphy 1985). Bila mencermati kegiatan pariwisata berkaitan dengan motivasi, kepribadian, nilai dan pengalaman yang memberikan bentuk dan pol a interaksi wisat awan t erhadap lingkungannya (alam, budaya yang spesifik sebagai atraksi wisata).

Usaha sarana pariwisata dapat berupa jenis-jenis usaha penyediaan akomodasi Hotel, penyediaan makan dan minum, penyediaan angkutan wisata, penyediaan sarana wisata tirta, dan kawasan pariwisata. Usaha penyediaan makan dan minum sebagaimana dimaksud dapat dilakukan sebagai bagian dari penyediaan akomodasi ataupun sebagai usaha yang berdiri sendiri. Usaha-usaha hotel bukan saja penginapan tetapi hotel juga memiliki restoran yang penyediaan makan dan minum, dapat berupa usaha di bidang restoran, rumah makan, jasa boga, dan kedai makan. Penyelenggaraan usaha makan dan minum tersebut dapat juga diselenggarakan pertunjukan, antara lain dalam bentuk seni budaya, terutama seni tradisional.

Konsep Sadar Wisata

(29)
(30)

peningkatan Sapta Pesona/Sadar Wisata melalui program Sapta Pesona. Tujuan diselenggarakan Program Sapta Pesona adalah untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat luas untuk mampu bertindak dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari (Depbudpar 2008).

Sapta Pesona merupakan kondisi yang harus diwujudkan untuk menarik minat wisatawan berkunjung ke suatu daerah sehingga mulai dari kepala negara hingga masyarakat di tingkat RT atau desa bisa menjadi tuan rumah yang baik dengan menjaga keamanan, kebersihan, ketertiban, kesejukan, keindahan, ramah tamah serta memberikan kenangan yang indah pada wisatawan. Sosialisasi Sapta Pesona melalui kegiatan sadar wisata menjadi tantangan insan wisata dengan seluruh masyarakat ikut terlibat walaupun tidak langsung. Departemen Pariwisata mencanangkan tahun 2011 Berkunjung ke Indonesia (Visit Indonesian Year).

Program Sapta Pesona merupakan salah satu inovasi dalam pembangunnan kepariwisataan di Indonesia. Program Sapta Pesona didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menggambarkan partisipasi dan dukungan masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif pengembangan kepariwisataan di suatu wilayah/tempat. Partisipasi dan dukungan masyarakat tersebut terkait dengan penciptaan kondisi yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata, antara lain unsur keamanan, kebersihan, ketertiban, kenyamanan, keindahan, keramahan, dan unsur kenangan.

Program Sapta Pesona merupakan program penyadaran masyarakat tentang arti pentingnya sadar wisata yang memberikan ajakan, arahan, panduan agar supaya masyarakat memahami dampak yang di timbulkan dari program sapta pesona sebagai salah satu inovasi yang didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menggambarkan partisipasi dan dukungan masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim berwisata yang kondusif pengembangan kepariwisataan di suatu wilayah atau tempat (Depbudpar 2008).

Masyarakat sebagai salah satu mitra pembangunan memiliki peran strategis tidak saja sebagai penerima manfaat pengembangan, namun sekaligus menjadi pelaku yang mendorong keberhasilan pengembangan kepariwisataan di wilayahnya masing-masing. Pelibatan dan pendampingan masyarakat adalah amanah Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 tahun 2009, guna mendukung dan mendorong keberhasilan pengembangan pariwisata melalui iklim yang kondusif dalam bentuk dukungan dan penerimaan masyarakat terhadap pengembangan pariwisata di daerahnya masing-masing. Dengan demikian peningkatan dukungan dan partisipasi masyarakat melalui peningkatan Sapta Pesona/Sadar Wisata sangat diperlukan.

(31)

Unsur-unsur Sapta Pesona

Keamanan

Sapta pesona keamanan bertujuan menciptakan lingkungan yang aman bagi wisatawan dan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, sehingga wisatawan tidak merasa cemas dan dapat menikmati kunjungannya kesuatu destinasi wisata. Bentuk aksi dalam sapta pesona keamanan antara lain adalah: (1) tidak mengganggu wisatawan; (2) menolong dan melindungi wisatawan; (3) bersahabat terhadap wisatawan; (4) memelihara keamanan lingkungan; (5) membantu memberi informasi kepada wisatawan; (6) menjaga lingkungan yang bebas dari bahaya penyakit menular; dan (7) meminimalkan risiko kecelakaan dalam penggunaan fasilitas publik.

Ketertiban

Sapta Pesona ketertiban bertujuan menciptakan lingkungan yang tertib bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan teratur dan efektif bagi wisatawan. Bentuk aksi sapta pesona dalam unsur ketertiban antara lain adalah: (1) mewujudkan budaya antri; (2) memelihara lingkungan dengan mentaati peraturan yang berlaku; (3) disiplin/tepat waktu; (4) menjaga keteraturan, kerapian dan kelancaran; serta (5) semua sisi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat menunjukkan keteraturan yang tinggi.

Kebersihan

Sapta pesona kebersihan bertujuan menciptakan lingkungan yang bersih bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan higienis bagi wisatawan. Bentuk aksi dalam sapta pesona kebersihan antara lain: (1) tidak membuang sampah/limbah sembarangan; (2) turut menjaga kebersihan sarana dan lingkungan objek dan daya tarik wisata; (3) menyiapkan sajian makanan dan minuman yang higienis; (4) menyiapkan perlengkapan penyajian makanan dan minuman yang bersih; dan (5) pakaian dan penampilan petugas bersih dan rapi

Kesejukan

(32)

Keindahan

Sapta pesona keindahan berujuan menciptakan lingkungan yang indah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang menarik dan menumbuhkan kesan yang mendalam bagi wisatawan, sehingga mendorong promosi ke kalangan/pasar yang lebih luas dan potensi kunjungan ulang. Bentuk aksi sapta pesona keindahan antara lain: (1) menjaga keindahan objek dan daya tarik wisata dalam tatanan yang alami dan harmoni; (2) menata tempat tinggal dan lingkungan secara teratur, tertib dan serasi serta menjaga karakter kelokalan; dan menjaga keindahan vegetasi, tanaman hias dan peneduh sebagai elemen estetika lingkungan yang bersifat natural

Keramah-tamahan

Sapta pesona keramah-tamahan bertujuan menciptakan lingkungan yang ramah bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang akrab, bersahabat serta seperti di ”rumah sendiri” bagi wisatawan, sehingga mendorong minat kunjungan ulang dan promosi yang positif bagi prospek pasar yang lebih luas. Bentuk aksi sapta pesona keramah-tamahan antara lain: (1) bersikap sebagai tuan rumah yang baik dan rela membantu wisatawan; (2) memberi informasi tentang adat istiadat secara sopan; (3) para petugas bisa menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji; dan (4) menampilkan senyum dan keramah-tamahan yang tulus.

Kenangan

Sapta pesona kenangan bertujuan menciptakan memori yang berkesan bagi wisatawan, sehingga pengalaman perjalanan/kunjungan wisata yang dilakukan dapat terus membekas dalam benak wisatawan, dan menumbuhkan motivasi untuk kunjungan ulang. Bentuk aksi sapta pesona kenangan antara lain: (1) menggali dan mengangkat keunikan budaya lokal; (2) menyajikan makanan dan minuman khas lokal yang bersih, sehat dan menarik; dan (3) menyediakan cinderamata yang menarik, unik/khas serta mudah dibawa.

Implementasi Sapta Pesona

(33)
(34)

Tabel 1 Klasifikasi, sasaran dan target program kepariwisataan

No. Klasifikasi Sasaran Target

1. Agama pembinaan ini dilakukan. Usaha pembinaan memerlukan dukungan masyarakat sebagai agen perubahan. Masyarakat pariwisata misalnya, yang berkedudukan sebagai penggerak yaitu orang yang memprakarsai pembinaan dan ada pendukung yaitu sebagai pemuka pendapat, dalam hal ini bisa pemuka masyarakat ataupun pemerintah setempat yang memberi dukungan terlaksananya kegiatan penyuluhan dan penataran kepariwisataan.

Melaksanakan pembinaan kepariwisataan diperlukan dua faktor penting yaitu strategi dan sumber daya. Strategi yang digunakan tiga macam, yaitu strategi/pendekatan persuasif, strategi power, yaitu dengan adanya ketentuan-ketentuan pemerintah dan strategi redukatif atau internasional yang mampu memayungi kegiatan pembinaan.

Sasaran pembinaan adalah pihak pemerintah sendiri yaitu departemen lintas sektoral dikalangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dunia usaha, masyarakat umum, terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda & mahasiswa kelompok profesi serta masyarakat pariwisata.

Hasil pembinaan tersebut diharapkan dapat: (1) meningkatkan pengetahuan; (2) perubahan sikap; (3) perubahan sosial; dan (4) pembudayaan (menjadi melembaga). Selanjutnya hasil pembinaan tersebut diharakan dapat mencapai tujuan yang sudah ditentukan yaitu: (1) meningkatkan daya tarik wisata berikut unsur-unsur penunjangnya; (2) menyediakan pelayanan-pelayanan informasi; (3) memanfaatkan masyarakat pariwisata sebagai mitra kerja.

(35)

yang belum ada; (3) meningkatkan dan mengembangkan peran masyarakat pariwisata; dan (4) meningkatkan dan mengembangkan peran masyarakat pariwisata bagi komunikator dan motivator yang handal baik secara kuantiitatif maupun kualitatif. Pada akhirnya hal tersebut diharakan akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), kesematan kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan fungsi masyarakat pariwisata.

Kebijakan Penguatan Sapta Pesona di Kalangan Masyarakat

Kebijakan pertama adalah peningkatan pemahaman, dukungan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Sapta Pesona bagi terciptanya iklim yang kondusif kepariwisataa setempat dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan ini terdiri atas beberapa program, yaitu: (1) Program 1 berupa sosialisasi sadar wisata pada masyarakat luas; (2) Program 2 yaitu pengembangan media kampanye pada media masa national, cetak dan elektronik; (3) Program 3 berupa pembinaan dan penataan kawasaan wisata dan komunitas masyarakat yang mencerminkan prinsip-prinsip sapta pesona; dan (4) Program 4 yaitu revitalisasi kelompok sadar wisata dan lembaga masyarakat pemerintah daerah mendukung pegembangan pariwisata. Penanggung jawab Program dalam pelaksanaannya adalah Departemen Budaya dan Pariwisata, pelaku industri pariwisata/investor, pemerintah daerah/dinas, dan masyarakat setempat.

Kebijakan kedua adalah peningkatan motivasi kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mencintai tanah air. Dalam kebijakan ini program-program yang dikembangkan adalah: (1) Program 1 yaitu pengembangan pariwisata sebagai investasi pengetahuan; (2) Program 2 yaitu promosi terintegrasi antara pelaku pariwisata untuk mengerakkan kunjungan antar objek wisata; dan (3) Program 3 yaitu pengembangan kemudahan perjalanan wisata bagi masyarakat. Penanggung jawab dalam pelaksanaan program antara lain pemerintah daerah/dinas dan masyarakat setempat.

Hotel

Pengertian hotel menurut beberapa ahli

Steadmon dan Kasavana (1991) mendefinisikan hotel sebagai berikut:

A H o t e l m a y b e d e f i n e d a s a n establishment whose primary business is providing lodging facilities for the general public furnishes one or of the following service: food and beverage service, room attendant service, uniformed service, laundering of linens, and use of furniture and fixtures.

(36)

p e l a ya n a n b a r a n g b a w a a n , pencucian pakaian dan dapat menggunakan fasilitas perabotan dan menikmati hiasan-hiasan yang ada didalamnya.

Definisi lain dari hotel adalah suatu perusahaan yang d i k e l o l a o l e h p e m i l i k n ya d e n g a n menyediakan pelayanan makanan, minuman, dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus (Hotel Proprietors Act1956).

Sedangkan dalam Grolier Electronic Publishing Inc.(1995), disebutkan bahwa hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat menginap, makanan, dan pelayanan -pelayanan lain untuk umum.

Selanjutnya disejaskan oleh United State Lodging Industry, bahwa yang utama hotel terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

(1). Transient Hotel, adalah Hotel yang letak/lokasinya di tengah kota dengan jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah untuk urusan bisnis dan turis.

(2). Residential Hotel, adalah Hotel yang pada dasarnya merupakan rumah-rumah berbentuk apartemen dengan kamar-kamarnya, dan sewakan secara bulan atau tahunan, Residential Hotel juga menyediakan kemudahan-kemudahan seperti layaknya hotel, seperti restauran, pelayanan makanan yang diantar ke kamar, dan pelayanan kebersihan kamar.

(3). Resort Hotel, adalah Hotel yang pada umumnya berlokasi ditempat-tempat wisata, dan menyediakan tempat-tempat rekreasi dan juga ruang serta fasilitas konferensi untuk tamu.

Pengertian hotel di Indonesia

Bila mengacu pada pengertian hotel sebagaimana tersebut diatas dan untuk menerbitkan perhotelan di Indonesia, pemerintah menurunkan peraturan yang di t uangkan dal am S urat Keput usan Menparpostel No. KM 37/PW.340/MPPT-1986, tentang Peraturan Usaha Penggolongan Hotel pada Pasal 1. Dalam SK (Surat Keputusan) tersebut disebutkan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh b a n gu n a n u n t u k m e n ye d i a k a n j a s a penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.

Pengertian hotel menurut Keputusan Manparpostel tersebut di atas, hendaknya dibedakan dengan penginapan atau losmen, dimana dalam keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomuniasi tersebut dijelaskan (pasal 2) bahwa penginapan atau losmen tidak termasuk dalam pengertian hotel. Pengertian penginapan atau losmen adalah suatu usaha komersial yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan sewa kamar untuk menginap. Dengan demikian bedanya dengan hotel adalah, bahwa penginapan tidak menyediakan pelayanan makanan dan serta jasa penunjang lainnya.

(37)

diatas. Kata accommodation menurut Random house bermakna (1) penginapan, (2) makanan dan penginapan, dan (3) tempat duduk, kamar tidur, dan sebagainya. Akomodasi adalah wahana untuk menyediakan pelayanan jasa penginapan, yang dapat dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum serta jasa lainnya.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, hotel seharusnya adalah suatu jenis akomodasi; menggunakan sebagian atau seluruh bangunan yang ada; menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya; disediakan bagi umum; dan dikelola secara komersial. Maksud yang terkandung dalam dikelola secara komersial adalah dikelola dengan memperhitungkan untung atau ruginya, serta yang utama adalah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan berupa uang sebagai tolak ukurnya.

Kriteria dan klasifikasi hotel

Menurut Peraturan Pemerintah sebagaimana termaktub pada Surat Keputusan No. Kep-22/U/V1/1978 kriteria klasifikasi hotel di Indonesia secara resmi dapat ditinjau dari berbagai faktor yang saling berkaitan. Pengklasifikasikan hotel tersebut berdasarkan faktor antara lain: tingkatan atau bintang dari hotel, tujuan pemakaian, lokasi, daya jual dan perencanaan penggunaan (hotel plan usage), jumlah kamarnya, ukuran hotel, lamanya tamu menginap, kegiatan tamu selama menginap dan faktor jenis tamu yang menginap.

Klasifikasi hotel berdasarkan tingkatan atau bintang

Tingkatan atau kelas hotel dibedakan atas tanda bintang (*). Semakin banyak jumlah bintang, fasilitas dan pelayanan (service) yang dituntut maka semakin banyak dan baik. Kriteria klasifikasi hotel berdasarkan bintang adalah sebagai berikut : a) Hotel berbintang satu (*), b) Hotel berbintang dua (**), c) Hotel berbintang tiga (***), d) Hotel berbintang empat (****), e) Hotel berbintang lima (*****) Khusus untuk hotel berbintang lima mempunyai tingkatan yaitu Palm, Bronze dan Diamond. (Samboh, 2007).

Klasifikasi hotel berdasarkan tujuan pemakaian hotel selama menginap

Klasifikasi hotel berdasarkan faktor tujuan pemakaian selama menginap, dibagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) Business Hotel, hotel yang banyak digunakan oleh para usahawan. Hotel ini memiliki fasilitas yang lengkap untuk para business; dan (2) Recreational Hotel, hotel yang dibuat dengan tujuan untuk orang-orang yang akan santai atau berekreasi. (Samboh 2007).

Klasifikasi hotel berdasarkan lokasi

Klasifikasi hotel berdasarkan lokasinya, dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1) City Hotel, adalah Hotel yang terletak di dalam kota, dimana sebagian besar tamunya yang menginap melakukan kegiatan business.

(38)

sebagian besar tamu yang menginap tidak melakukan kegiatan usaha. M a c a m - m a c a m r e s o r t h o t e l berdasarkan lokasi, antara lain: (a) Mountain hotel (hotel yang berada dipegunungan); (b) Beach hotel (hotel yang berada dipinggir jalan); (c) Lake hotel (hotel berada di tepi danau); (d) Hill hotel (Hotel yang berada dipucak bukit); dan (e) Forest hotel (hotel yang berada di kawasan hutan lindung).

3) Suburb hotel, adalah hotel yang lokasinya di pedesaan dan jauh dari kota besar atau hotel yang terletak di daerah perkotaan yang baru yang tadinya hanya berupa desa.

4) Airport hotel, adalah hotel yang b e r a d a d a l a m s a t u k o m p l e k s bangunan atau area pelabuhan atau di sekitar bandar udara. (Sugiarto diacu dalam Samboh 2007).

Adopsi Inovasi

Pengertian adopsi dan inovasi

Untuk mendefinisikan adopsi tidak terlepas dengan istilah inovasi, karena bila orang sebagai individu atau kelompok masyarakat mempunyai sikap menerima inovasi, berarti orang atau kelompok masyarakat itu telah mengadopsi inovasi tersebut. Inovasi merupakan suatu ide atau gagasan yang dianggap baru oleh perorangan atau unit kelompok yang mengadopsinya. Sedangkan adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan inovasi sebagai suatu pilihan terbaik.

Inovasi mempunyai tiga komponen, yaitu (1) ide atau gagasan, (2) metode atau praktek, dan (3) produk (barang dan jasa). Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut harus mempunyai sifat “baru”. Sifat “baru” tersebut tidak selalu berasal dari hasil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada seseorang atau unit masyarakat yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada suatu inovasi dilihat dari sudut pandang calon pengadopsi atau pengetrap, bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan.

Adopsi adalah proses sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi hal baru tersebut. Inovasi dapat berupa sesuatu yang benar-benar baru atau sudah lama tetapi masih dianggap baru oleh pekerja. Keputusan menerima inovasi ini merupakan proses mental yang terjadi sejak pekerja, sasaran tersebut mengetahui suatu inovasi sampai menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya (Ibrahim et al. 2003).

(39)

1) Kesadaran, tentang adanya inovasi baru atau tindakan kebijakan sasaran menyadari adanya inovasi baru)

2) Minat, mengumpulkan informasi lebih lanjut (sasaran mencari informasi lebih lanjut tentang inovasi tersebut)

3) Evaluasi, Refleksi tentang keuntungan dan kerugiannya (sasaran menimbang manfaat dan kerugian jika menggunakan inovasi tersebut)

4) Percobaan, pengujian inovasi/perubahan perilaku dalam skala kecil (sasaran menguji suatu inivasi dlam skala kecil untuk meyakinkan penilaiannya). 5) Adopsi, penerimaan menerapkan inovasi (perubahan) perilaku (sasaran

menerima atau menerapkan inovasi).

Sebuah kesimpulan praktis yang penting berkaitan dengan dorongan untuk mengadopsi adalah bahwa orang-orang memerlukan dan mencari berbagai jenis informasi pada setiap tahap. Persyaratan informasi berkembang dari:

1) Informasi untuk mengklarifikasi tentang adanya ketegangan atau masalah akibat adanya inovasi atau tindakan kebijakan.

2) Informasi tentang adanya solusi yang menjanjikan

3) Informasi tentang keuntungan dan kerugian relatif dari solusi alternatif. 4) Umpan balik (saran atau masukan) informasi dari diri sendiri atau orang lain

berdasarkan pengalaman-pengalaman praktis 5) Informasi yang memperkuat keputusan adopsi

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide, alat-alat, atau teknologi “baru” yang disampaikan berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi inovasi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode, maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikannya (Susanto 1977).

Proses adopsi inovasi merupakan proses mental yang terjadi pada saat menghadapi suatu inovasi yaitu proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui sampai proses penerapan. Pada proses adopsi akan terjadi perubahan perilaku sasaran dan dipengaruhi oleh banyak faktor serta selalu terkait antara satu dengan yang lainnya (Junaidi 2007).

Komunikasi untuk inovasi harus dianggap sebagai intervensi yaitu pelayanan yang biasanya disediakan atau diberikan oleh pelaksana-pelaksana tertentu (pemerintah atau organisasi non pemerintah) untuk mendapatkan hasil. Bahkan apabila hasil tidak selalu dapat dirinci secara detail, tujuannya tetap ada berupa tingkat yang lebih abstrak (contohnya untuk memperlancar inovasi). Selanjutnya lingkungan yang telah berorientasi pada komunikasi dalam inovasi dapat dianggap sebagai bentuk komunikasi yang lebih persuasif dan partisipatif (Leeuwis 2004).

The innovation-decision process merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut (Setiadi 2009).

(40)

rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan dan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya.

Inovasi adalah suatu gagasan, metode atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir (Van den Ban dan Hawkins 1999). Roger dan Shoemaker (1971) sebagaimana dirujuk oleh Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa inovasi adalah ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan.

Lionberger dan Gwin (1982) diacu dalam Mardikanto (2009) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Dengan berbagai pengertian tersebut, Mardikanto (2009) menyimpulkan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan disegala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.

Macam inovasi

Inovasi dapat berupa suatu metode baru untuk meningkatkan keterampilan dalam mengambil keputusan mengenai situasi tertentu atas usaha tani mereka dan dapat membuat mereka lebih mandiri. Selain itu dapat pula berupa sistem usaha tani baru, seperti perubahan dari produksi tanaman ke produksi hortikultura yang bersifat lebih komersil dan juga Organisasi sosial baru, seperti serikat pekerja petani dan koperasi. Sebuah inovasi teknologi selalu mempunyai dua komponen : perangkat keras dan perangkat lunak, misalnya varietas tanaman, tanaman sebagai perangkat keras dan teknik untuk mengembangkannya sebagai perangkat lunak.

Model tahapan proses keputusan adopsi inovasi

Menurut Pannell sebagaimana diacu dalam Purnaningsih (2006), teori adopsi dan difusi inovasi pada dasarnya menyandar pada teori modernisasi. Salah satu asumsi implisit teori modernisasi adalah bahwa modernisasi merupakan proses transformatif di mana dalam rangka mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai tradisional harus diganti total dengan struktur dan nilai-nilai modern.

(41)

Saluran komunikasi

Model tersebut menjelaskan bagaimana di dalam diri seorang individu berlangsung proses komunikasi internal - suatu bentuk komunikasi dengan diri sendiri, sampai ia pada keputusan untuk menerima atau menolak suatu gagasan baru. Komunikasi internal tersebut melalui tahapan : pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Individu dalam proses tersebut dipengaruhi oleh saluran atau sumber informasi, kondisi awal sebelum masuknya inovasi, karakteristik dari unit pembuat keputusan dan persepsi terhadap ciri inovasi itu sendiri.

Dalam model tersebut, terdapat empat tahap penting. Tahap pertama yaitu pengetahuan inovasi itu sendiri, dan gagasan apapun yang dipandang baru oleh khalayak sasaran. Pada tahap ini, melalui saluran komunikasi tertentu sasaran mengetahui bahwa ada sesuatu yang baru. Tahapan kedua adalah saluran komunikasi tertentu (media) mempengaruhi (persuasi) sasaran untuk mengadopsinya. Ketiga, adalah proses pembuatan keputusan untuk mengadopsi atau menolak inovasi oleh sasaran/penerima. Banyak penelitian mendapatkan betapa penting jaringan sosial informal dalam proses pembuatan keputusan oleh pengelola. Setelah tahap memutuskan kemudian penerima akan mengimplementasikan dalam kegiatan nyata dan akhirnya konfirmasi inovasi oleh penerima. Peranan media massa dalam proses ini sangatlah krusial karena karakteristik inovasi sebagaimana dipahami penerima mempengaruhi peluang dan tingkat adopsi.

(42)

berada di bawah berpengaruhnya. Peran komunikasi sangatlah penting pada proses adopsi dan difusi inovasi, dan untuk bidang pertanian secara ringkas, adopsi inovasi akan mengikuti beberapa tahapan (Pannell 1999 diacu dalam Purnaningsih 2006). Menurut Pannel (1999) sebagaimana dirujuk dalam Purnaningsih (2006), pengelola tidak akan mengadopsi inovasi secara radikal dengan skeptisme, ketidakpastian, prasangka, dan berbagai konsepsi awal. Teknologi yang diadopsi biasanya telah pernah dicoba sebelumnya, dan pengelola menyimpulkan bahwa teknologi itu masih dalam ambang toleransi mereka.

Sifat-sifat inovasi

Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi yang mempengaruhi proses adopsi meliputi keunggulan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemungkinan dicoba dan kemungkinan dilihat hasilnya. Lima karakteristik inovasi tersebut sangat penting mendasari penilaian pengelola, yang ditemukan melalui studi-studi tentang adopsi inovasi (van den Ban dan Hawkins 1999).

Keunggulan relatif (relative advantage) adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Kerumitan (complexity) adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Kemampuan diuji cobakan (trialability) adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Kemampuan diamati (observability) adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain.

Semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

Dengan demikian berdasarkan pengamatan penerima, inovasi yang mempengaruhi kecepatan adopsinya dapat diklarifikasikan ke dalam 5 macam sifat, yaitu :

(1). Keuntungan relatif, adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya. Seringkali keuntungan relatif dinyatakan dalam bentuk keuntungan ekonomis.

(2). Kompatibilitas/keselarasan, adalah sejauhmana inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel.

(3). Kompleksitas, adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Semakin rumit suatu inovasi bagi seseorang, semakin lambat diadopsi.

(4). Triabilitas (dapat dicoba), adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Inovasi yang dapat dicoba biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu

(43)

Peranan interaksi dalam kelompok dalam proses adopsi inovasi

Dilihat dari batasan interaksi dan proses tahapan proses adopsi inovasi, peranan interaksi dalam kelompok dalam proses adopsi inovasi, secara garis besar terdiri dari:

(1). Memperbaiki yang salah dan memperoleh informasi lebih banyak tentang suatu situasi atau informasi yang diterima maupun yang dibutuhkan oleh individu maupun kelompok. Hasil studi Tully (1966) di Caleta, Australia dalam Asngari (2001), ditemukan bahwa interaksi antar anggota kelompok dapat membetulkan persepsi yang salah tentang suatu situasi dan salah pengertian tentang informasi yang diterimanya. Karena itu, interaksi dan komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi sempurnanya pengertian tentang informasi yang diterimanya. Hal ini sejalan dengan (Smith dan Jones 1968) yang menyatakan” Interaksi dan komunikasi dapat meningkatkan ketepatan persepsi atau pengertian”. Demikian juga dengan Bruner dan Tagiuri (1954) yang menekankan bahwa melalui interaksi, seseorang dapat memperoleh informasi lebih banyak, dan itu tentu saja meningkatkan keakuratan persepsi mereka.

(2). Mempengaruhi individu maupun kelompok dalam pengambilan keputusan inovasi. Dari beberapa penelitian maupun tulisan tentang adopsi inovasi tidak ada satu tulisannya pun yang menyatakan secara jelas dan tegas bahwa keputusan inovasi dipengaruhi oleh interaksi individu dalam kelompok. Namun, dapat disimpulkan bahwa interaksi individu dalam kelompok, baik kecil maupun kelompok dalam sistem sosial mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap suatu inovasi. Hal ini dapat dilihat dari pengertian proses adopsi (keputusan inovasi) bahwa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi merupakan bagian dari proses adopsi. Pada tahapan pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak sebenarnya terdapat interaksi atau hubungan yang saling mempengaruhi seseorang secara individu maupun sebagai anggota sistem sosial (kelompok).

Karakteristik tiap golongan tersebut dapat dirincikan dalam tabel berikut: Tabel 2 Karakteristik adopter

Ciri-ciri Usia Pendidikan Komunikasi Status

Sosial

Status Ekonomi

Inovator 40 tahun

(setengah baya)

tinggi kosmopolit tinggi tinggi

Pengadopsi muda–setengah Pengetrap Dini setengah baya-tua rendah- tinggi

lokalit-kosmopolit

tinggi

Pengetrap Awal macam-macam macam-macam

macam-macam

macam-macam

macam-macam

Penolak tua-sangat tua sangat rendah lokalit sangat

rendah

sangat rendah

(44)

Tabel 3 Golongan adopter

1 Peneliti Pimpinan Adopsi Petani Lain Tidak termasuk

sasaran penyuluhan karena terlalu heterogen

2 Penyuluh Media Massa Media Massa

3 Media Massa Pedagang Pemimpin Setempat

4 Pedagang Penyuluh Almanak

Ciri-ciri kelompok pengadopsi

Pengklasifikasian kelompok pengadopsi berikut persentasenya ditunjukkan berikut ini rata-rata ukuran kelompok inovator, pengadopsi awal, mayoritas awal, mayoritas lambat dan kelompok lamban. Ciri-ciri yang membedakan setiap kelompok mengadopsi diringkas sebagai berikut:

1. Perintis/Pembaharu (innovator) merupakan 2,5 persen tercepat a) Lahan usaha tani luas, pendapatan tinggi

b) Status sosial tinggi c) Aktif di masyarakat

d) Banyak berhubungan dengan orang secara formal dan informal

e) Mencari informasi langsung ke lembaga penelitian dan penyuluh pertanian f) Tidak disebut sebagai sumber informasi oleh petani lainnya

2. Pelopor/Pengadopsi Awal (Early Adopter) sebanyak 13,5 persen a) Usia lebih muda

b) Pendidikan lebih tinggi

c) Lebih aktif berpartisipasi di masyarakat

d) Lebih banyak berhubungan dengan penyuluh pertanian e) Lebih banyak menggunakan surat kabar, majalah dan buletin 3. Penganut Dini / Mayoritas Awal (Early Majority) sebanyak 34 persen

a) Sedikit di atas rata-rata dalam umur, pendidikan dan pengalaman petani b) Sedikit lebih tinggi dalam status sosial

c) Lebih banyak menggunakan surat, majalah dan buletin d) Lebih sering menghadiri pertemuan pertanian

e) Lebih awal dan lebih banyak mengadopsi daripada mayoritas lambat. 4. Penganut Lambat / Mayoritas Lambat (Late Majority) sebanyak 34 persen

a) Pendidikan kurang b) Lebih tua

c) Kurang aktif berpartisipasi di masyarakat

d) Kurang berhubungan dengan penyuluhan pertanian

e) Kurang banyak menggunakan surat kabar, majalah, buletin. 5. Penganut Kolot/Kelompok Lamban (Laggard) mencapai 16 persen

a) Pendidikan kurang b) Lebih tua

c) Kurang aktif berpatisipasi di masyarakat d) Kurang berhubungan dengan penyuluhan

(45)

Faktor-Faktor Penentu Adopsi Pengelola/Karyawan Hotel

Proses adopsi adalah proses yang dimulai dari saat seorang sadar akan adanya sesuatu yang baru (inovasi) sampai menerima atau menolak inovasi tersebut. Konteks ini “sadar” tidak sekedar bermakna pengelola Hotel tahu adanya inovasi baru, akan tetapi lebih kesadaran atas relevansi praktis untuk dipraktekkan. Mencapai kesadaran hingga taraf ini merupakan pemicu bagi pengelola untuk mengumpulkan informasi tentang inovasi itu, untuk membantu keputusan mereka atas apakah akan mencoba inovasi itu atau menolaknya.

Banyak penelitian yang menganalisis hubungan antara karakteristik inovasi dengan tingkat adopsi. Pengelola hotel menilai (persepsi) terhadap inovasi tersebut apakah memungkinkan untuk diterapkan dan dapat membantu pengelola mencapai tujuan.

Adopsi sebagai suatu proses perubahan perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan. Apabila nilai-nilai tersebut di atas telah diadopsi, maka diharapkan kesadaran masyarakat akan pentingnya a spirit of cooperation tumbuh dan berkembang. Semangat kerja sama, pada gilirannya menstimulus tumbuhnya rasa memiliki, partisipasi, dan tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. Sebagai bentuk perubahan perilaku, adopsi inovasi akan dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam (internal/ciri individu) individu maupun dari luar (eksternal/lingkungan).

Ciri Pribadi

Perkembangan diri sesorang erat sekali dengan ciri pribadi mempengaruhi seseorang dalam memberikan respon terhadap stimuli yang diterimanya, dan akan mengubah perilakunya. Ciri pribadi yaitu segala sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang sifatnya khas untuk setiap orang. Dengan demikian ciri pribadi muncul karena terjadinya proses alam seperti: usia, persepsi terhadap sesuatu, motivasi, maupun proses yang di inginkan, diciptakan untuk , meningkatkan kualitas diri, seperti: tingkat pendidikan, intensitas komunikasi, frekuensi mencari informasi.

Pengaruh ciri pribadi terhadap perubahan perilaku, dikemukakan pada paragraph tersebut, menunjukkan bahwa ciri pribadi mutlak dipertimbangkan dalam program penyuluhan, seperti yang di kemukakan oleh Lionberger (1960) faktor-faktor internal yang mempengaruhi cepat lambatnya adopsi adalah usia, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan kosmopolitan, keberanian mengambil risiko, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, sifat fatalisme dan diagnosisme (sistem kepercayaan yang tertutup).

(46)

inovasi. Ada pun Ciri pribadi yang melekat pada diri seseorang, baik yang muncul dari kawasan kepribadiannya maupun yang dimiliki karena status dan peranannya, akan memunculkan kekuatan atau dorongan untuk bertindak terutama yang menguntungkan dirinya.

Usia

Usia adalah hal terpenting yang melekat pada diri sesorang seperti yang di kemukakan oleh Klausmeijer dan Goodwin (1966) bahwa ada pengaruh usia terhadap minat seseorang terhadap macam pekerjaan tertentu sehingga usia seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar.Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Padmowihardjo (1994) mengatakan usia bukan merupakan faktor psikologis, tetapi sesuatu yang diakibatkan oleh usia adalah faktor fisiologis. Usia mempengaruhi kecepatan perubahan perilaku, karena usia akan mempengaruhi kemampuan fisik dan kemampuan fikir. Orang yang lebih tua cenderung kurang responsif terhadap ide-ide baru.

Padmowihardjo (1978) menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk belajar perkembang secara gradual,sejalan dengan meningkatnya usia. Akan tetapi setelah mencapai usia tertentu akan berkurang secara gradual pula, dan sangat nyata pada usia 55-60 tahun. Sementara itu Vener dan Davidson (Lunandi 1986) menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia secara fisiologis terdapat perubahan daya penglihatan dan pendengaran yang dapat menurunkan tingkat efektivitas belajar orang dewasa.

Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan usia. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya.

Bird (1989) mengatakan bahwa seseorang yang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya; sedangkan orang yang sudah berumur memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi sehingga menentukan keberhasilan dalam usahanya

Pendidikan formal

Pendidikan diartikan sebagai rangkaian proses belajar-mengajar yang menghasilkan perubahan perilaku. Pendidikan menjadi urutan pertama dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang, demikian pendapat Rogers dan Shoemaker (1971). Menurut Slamet (1975) tingkat pendidikan warga belajar akan mempengaruhi pemahamannya terhadap sesuatu yang akan dipelajari. Artinya, hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar (proses pendidikan) akan membuat warga belajar mampu melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang dihadapi. Selain itu, hasil belajar yang pernah diperoleh warga belajar dari pendidikan yang pernah diikutinya akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar.

(47)

berkualitas, termasuk dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga mempengaruhi perilaku seseorang, baik dari segi pola pikir, bertindak serta kemampuan menerapkan inovasi baru. Jadi pendidikan menjadi urutan pertama dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang (Rogers & Shoemaker 1971) dan seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan berkemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya (Maryani 1995). Maka penyuluhan merupakan strategi tepat bagi pendidikan orang dewasa. Materi yang dirancang bagi pendidikan orang dewasa sangat fleksibel, karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas pengetahuannya. Pengaruh pendidikan terhadap perubahan perilaku, hasil penelitian Maryani (1995), menunjukkan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan berkemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya.

Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang, sehingga memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku (Winkel 1991). Gonzales diacu dalam Jahi (1988) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Russel (1993) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai dua sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Salam (1997) mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Tichenor et al. sebagaimana diacu dalam Padi (2005) mengemukakan bahwa kenaikan pendidikan formal menunjukkan suatu perluasan dan penganekaragaman ruang kehidupan, jumlah kelompok referensi yang lebih besar, keterampilan dan kesadaran ilmu pengetahuan dan masalah umumnya lainnya yang lebih besar serta lebih luasnya dedahan pada isi media tentang lingkup masalah.

Pendidikan non formal

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi, sasaran dan target program kepariwisataan
Gambar 3 Model tahapan proses keputusan-adopsi (Rogers 2003)
Tabel 3 Golongan adopter
Gambar 4 Segitiga groonroos tentang layanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan judul Sasambah merupakan keterkaitan dengan bentuk sastra yang diambil dari kalimat Sambah yang merupakan bagian dari sastra masyarakat Minangkabau

resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta resiko-resiko lain dari ibu bersalin, perdarahan post partum dimana retensio plasenta

Implementasi visi dan misi PT Indocement diterjemahkan ke dalam struktur oraganisasi dan manajemen yang sesuai, disertai dalam empat kebijakan utama yang mencakup kebijakan

Sehingga hasil penelitian ini menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara profitabilitas, ukuran perusahaan, debt to equity terhadap ketepatan waktu penyampaian

Dari data di atas, terdapat hal yang menarik yaitu pada saat belanja pegawai langsung, belanja pegawai tidak langsung, belanja barang dan jasa serta belanja lainnya terjadi

Kajian Pustaka Penelitian tentang kemampuan dan pentingnya metode-metode estimasi biaya serta pengaruhnya terhadap kesuksesan proyek sangat dibutuhkan dalam proyek perangkat

Pasal 167 ayat 4 Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing- masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani buku pendaftaran rujuk. Jika