• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan salah satu sifat kimia terpenting zeolit dalam hubungannya sebagai bahan adsorpsi. KTK dapat digunakan sebagai parameter kualitas zeolit. KTK merupakan ukuran jumlah kation yang dapat dipertukarkan. Kation-kation yang dapat dipertukarkan dari zeolit adalah kation yang tidak terikat secara kuat di dalam kerangka tetrahedral zeolit sehingga dengan mudah akan dipertukarkan melalui penggantian oleh H+ pada pencucian asam. Pengubahan menjadi bentuk H-zeolit hanya merupakan proses pertukaran ion tanpa mengubah kerangka silika-alumina zeolit. Pencucian oleh asam selain menukarkan kation juga menghilangkan kation pengotor yang menutupi rongga zeolit seperti oksida- oksida logam termasuk silika dan alumina bebas.

Kemampuan pertukaran zeolit merupakan fungsi dari tingkat substitusi Al terhadap Si pada struktur bangun zeolit. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat substitusi Al terhadap Si maka muatan negatif yang dihasilkan pada kerangka zeolit semakin banyak. Semakin banyak muatan negatif maka semakin banyak pula jumlah kation NH4+

yang diperlukan untuk menetralkannya. Oleh karena itu, nilai kapasitas tukar kation akan meningkat. Hal ini dapat dilihat nilai KTK zeolit teraktivasi lebih besar nilainya dibandingkan dengan zeolit awal sebelum diaktivasi (Tabel 3). Hasil ini mendukung simpulan Haryati (2007) bahwa aktivasi oleh asam dapat meningkatkan KTK.

Tabel 3 Data kapasitas tukar kation Sampel KTK (mek/ 100g) Zeolit awal 56.36 Zeolit teraktivasi 61.62 Zeolit- HDTMABr 50 % KTK 57.14 100 % KTK 57.67 200 % KTK 58.89 Nilai KTK zeolit teraktivasi berada dibawah nilai KTK kriteria zeolit dengan kualitas tinggi (80-200 mek/100g). Hal ini dimungkinkan terjadinya dealuminasi

sebagian Al pada kerangka klinoptilolit akibat pengasaman, sehingga tingkat substitusi Al terhadap Si turun dan rasio Si/Al mengalami peningkatan. Dengan demikian, muatan negatif zeolit menjadi lebih sedikit dan banyaknya kation yang dapat dipertukarkan menjadi berkurang.

Hasil pengujian nilai KTK zeolit termodifikasi pada berbagai komposisi HDTAMBr dengan dosis 50%, 100%, dan 200% nilai KTK berturut-turut sebesar 57.14; 57.67; dan 58.89 mek/100g. Semakin besar dosis HDTMABr yang digunakan untuk memodifikasi zeolit, hanya menurunkan sedikit nilai KTK setelah aktivasi. Hal ini dikarenakan, ukuran molekul HDTMABr lebih besar daripada ukuran pori dari permukaan zeolit. Sehingga pertukaran kation HDTMABr dengan kation yang terdapat pada zeolit hanya sebatas dengan kation pada permukaan luar dari zeolit. Karena besarnya ukuran molekul HDTMABr dibandingkan ukuran pori zeolit, sehingga kation yang berada dalam kerangka zeolit tidak dapat dipertukarkan (Nizam 2007).

Selain itu, dosis HDTMABr yang ditambahkan ke dalam zeolit berpengaruh pada mutu hasil pelapisan HDTMABr pada permukaan zeolit. Dosis HDTMABr yang tinggi dapat menyebabkan jumlah HDTMABr yang ditambahkan jumlahnya berlebihan yang menyebabkan terjadi lapisan ganda (bilayer) pada permukaan zeolit yang dapat menutup seluruh pemukaan luar zeolit, karena permukaan luar zeolit lebih kecil daripada molekul HDTMABr. Menurut Huasini (2003) hal ini justru tidak dikehendaki, karena permukaan zeolit yang terbentuk tidak mampu mengadsorpsi anion.

Perlakuan dosis HDTMABr yang ditambahkan pada zeolit dalam tahap penelitian selanjutnya adalah dosis HDTMABr yang dapat menurunkan nilai KTK paling besar dari nilai KTK zeolit setelah diaktivasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dosis HDTMABr yang ditambahkan pada zeolit sebesar 50% nilai KTK. Hal ini dikarenakan zeolit termodifikasi HDTMABr yang memiliki nilai KTK kecil berarti zeolit tersebut memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi anion lebih besar daripada kation. Karena ion kromium(VI) dalam penelitian ini dalam bentuk anion.

Kondisi Optimum Adsorpsi Zeolit Tanpa Modifikasi

Penentuan kondisi optimum adsorpsi zeolit tanpa modifikasi (ZTM) dilakukan dengan mengukur 3 parameter, yaitu waktu adsorpsi, konsentrasi awal, dan pH larutan kromium(VI). Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi optimum adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit tanpa modifikasi diperoleh pada waktu adsorpsi 20 jam, konsentrasi awal larutan kromium(VI) 350 ppm pada pH 3.5 (Tabel 4).

Tabel 4 Kondisi optimum adsorpsi zeolit tanpa modifikasi Parameter Kondisi Optimum Q (mg/g) Waktu 20 jam 0.74 Konsentrasi 350 ppm pH 3.5

Pada kondisi optimum diperoleh nilai kapasitas adsorpsi (Q) sebesar 0.74 mg/g. Artinya, setiap 1 g zeolit mengadsorpsi 0.74 mg kromium(VI). Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 20 jam. Waktu optimum merupakan waktu terjadi keadaan kesetimbangan antara laju adsorpsi dan desorpsi (Alias et al. 2008). Setelah melewati 20 jam, kapasitas adsorpsi mengalami penurunan (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan pada waktu pengocokkan 20 jam, kontak antara zeolit sebagai adsorben dan larutan kromium(VI) sebagai adsorbat telah mengalami kesetimbangan. Akibatnya permukaan zeolit seluruhnya mengadsorpsi ion kromium(VI). Apabila dilanjutkan, kemungkinan akan terjadi proses desorpsi adsorbat yang telah teradsorpsi.

Adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit dipengaruhi oleh pH larutan kromium(VI). Kapasitas adsorpsi kromium(VI) pada zeolit tanpa modifikasi optimum berlangsung pada pH larutan kromium(VI) sebesar 3.5. Menurut Alias et al. (2008) bentuk ion kromium (VI) pada kisaran pH 2-6 adalah ion HCrO4- dan

dikromat (Cr2O72-). Oleh karena itu, anion

kromium(VI) yang paling dominan terdapat di dalam larutan pada pH 3.5 dan diadsorpsi zeolit tanpa modifikasi adalah ion HCrO4

-

. Secara umum kapasitas adsorpsi mengalami peningkatan dengan turunnya pH dan mengalami penurunan dengan naiknya pH. Peningkatan dan penurunan kapasitas adsorpsi tersebut 0.01-0.03 mg/g (Lampiran

4). Peningkatan kapasitas adsorpsi kromium(VI) pada suasana asam ini diduga karena pada larutan terjadi kesetimbangan kromat-dikromat, pada pH rendah terdapat kromium(VI) dalam bentuk ion dikromat (Cr2O72-) yang lebih mudah masuk dan

teradsorpsi pada zeolit dibandingkan dengan bentuk ion kromat (CrO4

2-

). Hal ini disebabkan bentuk molekul dikromat yang lebih sesuai dengan rongga zeolit (Alias et al. 2008). Penurunan kapasitas adsorpsi dengan kenaikan pH hal ini kemungkinan karena terjadi penurunan gaya elektrostatis dari interaksi antara adsorben dan adsorbat (Wang XS et al. 2008).

Zeolit merupakan mineral silikat yang termasuk ke dalam group tektosilikat dengan pola susunan tetrahedron-SiO4 dan AlO4

membentuk pola tenunan, dengan energi ikatan total sebesar 155.500 kg kal/mol (Paton 1978). Pada zeolit terjadi penggantian isomorfis 1 sampai 2 atom Si oleh Al sehingga menjadi bermuatan negatif 1-2. Muatan negatif ini merupakan muatan tetap

(permanent charge) sehingga tidak

terpengaruh oleh perubahan pH lingkungannya ( Ismangil & Hanudin 2005). Oleh karena itu, pengaruh pH larutan kromium(VI) tidak akan memengaruhi muatan negatif kerangka satuan tetrahedron- SiO4 dan AlO4 stuktur zeolit.

Group mineral tektosilikat mempunyai nilai pH abrasi 7-9. Nilai pH abrasi merupakan indikasi ketahanan ikatan antarsatuan dan antarkerangka satuan tetrahedron-SiO4 dan AlO4. Mineral

tektosilikat mempunyai nilai pH abrasi 7-9, artinya ikatan O-Si-O dan O-Al-O dalam rantai tetrahedron akan terdegradasi dalam larutan yang bernilai pH 7-9 (Birkeland 1974). Nilai pH larutan kromium(VI) optimum pada zeolit tanpa modifikasi (3.5) berada di bawah nilai pH abrasi (7-9). Oleh karena itu, pengaruh pH larutan kromium(VI) tidak akan menyebabkan terdegradasinya kerangka satuan tetrahedron-SiO4 dan AlO4 stuktur

zeolit.

Pengaruh konsentrasi pada kapasitas adsorpsi menunjukkan semakin tinggi konsentrasi awal larutan kalium dikromat, semakin meningkatkan nilai kapasitas adsorpsinya (Lampiran 4). Verma et al.

(2006) menyatakan bahwa kapasitas adsorpsi akan terus mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi adsorbat. Kenaikan konsentrasi menyebabkan peningkatan jumlah ion kromium(VI) yang terikat pada permukaan zeolit sehingga

kapasitas adsorpsinya juga meningkat. Konsentrasi awal larutan kromium(VI) yang diperoleh adalah 350 ppm. Nilai ini belum dapat dikatakan sebagai nilai optimum, melainkan nilai terbaik yang diperoleh melalui percobaan karena mungkin saja apabila konsentrasi dinaikkan maka kapasitas adsorpsi akan semakin meningkat (Lampiran 5).

Kondisi Optimum Adsorpsi Zeolit Modifikasi

Penentuan kondisi optimum adsorpsi zeolit modifikasi menggunakan parameter yang sama dengan zeolit tanpa modifikasi. Berdasarkan penelitian, kondisi optimum adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit modifikasi (ZM) diperoleh pada waktu adsorpsi 23 jam, konsentrasi awal larutan kromium(VI) 350 ppm pada pH 5 (Tabel 5).

Tabel 5 Kondisi optimum adsorpsi zeolit modifikasi. Parameter Kondisi Optimum Q (mg/g) Waktu 23 jam 1.40 Konsentrasi 350 ppm pH 5

Pada kondisi optimum tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi (Q) sebesar 1.40 mg/g. Artinya, setiap 1 g zeolit mengadsorpsi 1.40 mg kromium(VI). Sama halnya dengan zeolit tanpa modifikasi, nilai ini bukanlah nilai kapasitas adsorpsi maksimum, akan tetapi pada kondisi tersebut memiliki nilai yang paling tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.

Waktu optimum adsorpsi yang diperoleh adalah 23 jam. Grafik hubungan antara kapasitas adsorpsi dan waktu adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 8. Setelah melewati 23 jam, proses adsorpsi kromium(VI) mengalami penurunan yang cukup tajam. Waktu adsorpsi yang diperlukan oleh zeolit modifikasi agar terjadi kesetimbangan antara adsorben dan adsorbat, lebih lama dibandingkan dengan zeolit tanpa modifikasi. Hal ini disebabkan permukaan zeolit telah tersalut oleh HDTMABr sehingga ketersediaan tapak aktif untuk mengikat ion kromium(VI) meningkat.

Dengan demikian, tapak aktif dalam jumlah besar membutuhkan waktu kesetimbangan yang lebih lama agar terjadinya interaksi antara tapak aktif pada zeolit modifikasi dan ion kromium(VI). Penurunan kapasitas adsorpsi setelah

mencapai nilai optimum dimungkinkan oleh pelepasan ikatan antara tapak aktif pada zeolit modifikasi dengan ion kromium(VI) akibat semakin lamanya waktu kontak antara adsorben dan adsorbat. Hal ini memperkuat laporan Suardana (2008) menyatakan bahwa waktu kontak antara adsorben dan adsorbat yang melebihi waktu optimum dapat menyebabkan desorpsi.

Berdasarkan Lampiran 8 terlihat bahwa kenaikan konsentrasi berbanding lurus dengan kenaikan kapasitas adsorpsi. Hal ini karena semakin tinggi konsentrasi, jumlah ion kromium(VI) yang terikat dengan adsorben semakin banyak sehingga nilai kapasitas adsorpsi semakin meningkat. Konsentrasi awal larutan kromium(VI) optimum yang diperoleh adalah 350 ppm. Nilai ini belum dapat dikatakan sebagai kondisi optimum, melainkan nilai terbaik yang diperoleh melalui percobaan karena mungkin saja jika konsentrasi dinaikkan lagi maka kapasitas adsorpsi masih akan terus mengalami peningkatan.

Kondisi pH optimum yang diperoleh sebesar 5. Hal ini mengindikasikan bentuk ion kromium(VI) pada larutan kromium(VI) pH 5 dan teradsorpsi pada zeolit modifikasi berada dalam dikromat (Cr2O72-) (Alias et al. 2008).

Kondisi pH optimum tersebut berada di bawah nilai pH abrasi 7-9 ( Ismangil & Hanudin 2005) sehingga tidak akan menyebabkan terdegradasinya kerangka satuan tetrahedron-SiO4 dan AlO4 stuktur

zeolit.

Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Kromium(VI)

Perbandingan antara kapasitas adsorpsi kromium (VI) dari zeolit tanpa modifikasi (ZTM) dan zeolit modifikasi (ZM) dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Perbandingan kapasitas adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit tanpa modifikasi dan zeolit modifikasi.

Kapasitas adsorpsi kromium(VI) oleh ZM lebih tinggi dibandingkan dengan ZTM berturut-turut sebesar 1.40 dan 0.74 mg/g. Hal ini menunjukkan bahwa pada zeolit yang dimodifikasi telah terjadi penempelan HDTMABr pada permukaan zeolit dan membentuk bilayer. Lapisan bilayer tersebut menyebabkan zeolit yang awalnya bermuatan negatif menjadi bermuatan positif (Li 1997) sehingga adsorpsi zeolit terhadap kromium(VI) semakin meningkat. Hasil ini membuktikan bahwa penempelan HDTMABr pada zeolit dapat meningkatkan daya adsorpsinya terhadap anion dibandingkan zeolit tanpa modifikasi.

Isoterm Adsorpsi

Pola isoterm adsorpsi ZTM dan ZM diuji dengan pola isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir. Uji pola isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log (x/m) terhadap log c. Sementara pengujian pola isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan dengan cara membuat kurva hubungan c/(x/m) terhadap c. Pola adsorpsi ditentukan dengan cara membandingkan linearitas kurva yang ditunjukkan oleh harga

R2. Harga R2 yang dapat diterima adalah ≥0.95 atau ≥95% (Suardana 2008).

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10 yang berasal dari pengolahan data pada Lampiran 9, adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit tanpa modifikasi menunjukkan pola isoterm Freundlich dengan linearitas sebesar 97.30% (Gambar 9) sedangkan isoterm Langmuir memiliki linearitas sebesar 93.40% (Gambar 10).

Gambar 9 Isoterm Freundlich adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit tanpa modifikasi.

Gambar 10 Isoterm Langmuir adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit tanpa modifikasi.

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi kromium(VI) oleh ZTM mengikuti tipe isoterm Freundlich, karena linearitas untuk tipe isoterm ini lebih besar. Pada isoterm Freundlich hanya melibatkan gaya Van der Waals sehingga ikatan antara adsorbat dengan adsorben bersifat lemah. Hal ini memungkinkan adsorbat leluasa bergerak hingga akhirnya berlangsung proses adsorpsi banyak lapisan.

Isoterm adsorpsi kromium(VI) oleh ZM menunjukkan hasil yang sama dengan ZTM. Gambar 11 dan Gambar 12 yang berasal dari pengolahan data pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa isoterm Freundlich memiliki linearitas sebesar 95.14%. Nilai ini jauh melampaui isoterm Langmuir yang hanya memiliki linearitas sebesar 29.89%. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit modifikasi mengikuti tipe isoterm Freundlich.

Gambar 11 Isoterm Freundlich adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit modifikasi.

Gambar 12 Isoterm Langmuir adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit modifikasi.

Desorpsi

Desorpsi merupakan proses pelepasan kembali ion/molekul yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben. Hasil desorpsi dengan menggunakan akuades, HCl 1 M, dan Na2EDTA 0.05 M pada zeolit tanpa

modifikasi dan zeolit modifikasi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil desorpsi ion kromium (VI) dari adsorben

Adsorben

Jumlah Cr (VI) terdesorpsi (%)

Akuades HCl 1 M Na2EDTA 0.05 M ZTM 30.56 31.28 0.01 ZM 0.33 0.06 0.01 Hasil desorpsi dengan menggunakan akuades, HCl 1M, dan Na2EDTA 0.05 M, jumlah ion

logam kromium(VI) yang terdesorpsi pada ZTM berturut-turut sebesar 30.56, 31.28, dan 0.01%. Sedangkan jumlah ion logam kromium(VI) yang terdesorpsi pada ZM berturut-turut sebesar 0.33, 0.06, dan 0.01%. Data lengkap pada Lampiran 11-12.

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa proses desorpsi kromium(VI) dari zeolit tanpa modifikasi cenderung lebih besar daripada zeolit modifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa kromium(VI) teradsorpsi lebih kuat di dalam ZM dibandingkan dalam ZTM.

Jumlah ion kromium(VI) cukup banyak terdesorpsi pada ZTM dan ZM adalah dengan menggunakan akuades. Karena dengan waktu pengocokan selama 0.5 jam menggunakan akuades dapat mendesorpsi ion logam kromium (VI) yang terikat pada ZTM dan ZM cukup besar. Meskipun jumlah ion kromium(VI) pada ZTM paling banyak terdesorpsi menggunakan HCl, pelarut ini tidak dipilih sebagai pelarut pendesorpsi. Hal

ini dikarenakan bahaya dari cemaran palarut HCl yang apabila terionisasi melepaskan ion Cl- sebagai agen pengoksidasi yang dapat menyebabkan racun dibandingkan dengan akuades yang bersifat ramah lingkungan.

Ion kromium(VI) yang terdesorpsi cukup banyak pada ZTM dan ZM dengan pelarut akuades. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi yang mendominasi pada proses adsorpsi ion kromium (VI) pada zeolit tanpa modifikasi dan zeolit modifikasi adalah ikatan Van der Waals. Sehingga dapat diasumsikan mekanisme adsorpsi yang terjadi berlangsung secara fisika (fisisorpsi) (Atkins 1999).

.

Dokumen terkait