• Tidak ada hasil yang ditemukan

sintetik. Zeolit alam pada umumnya memiliki kristalinitas yang tidak terlalu tinggi, ukuran porinya sangat tidak seragam, aktivitas katalitiknya rendah, dan mengandung banyak

(Setyawan & Handoko 2003).

Struktur zeolit yang bermuatan negatif berfungsi sebagai penukar kation dan sedikit sebagai penukar anion. Oleh karena itu, untuk meningkatkan fungsi zeolit agar dapat menukar anion maka zeolit dapat dimodifikasi dengan bahan-bahan organik seperti heksadesiltrimetilamonium (HDTMA), vinil piridin, dan kitosan (Husaini 2003). Zeolit yang telah dimodifikasi dengan suatu zat aktif permukaan mempunyai kapasitas penukaran anion yang lebih baik. Kation yang berada pada kerangka zeolit umumnya alkali dan alkali tanah, dapat dipertukarkan dengan kation HDTMA sehingga permukaan zeolit memiliki daya tarik untuk oksianion.

Penelitian ini bertujuan memodifikasi zeolit alami dengan aktivasi secara pemgasaman dan heksadesiltrimetilamonium bromida (HDTMABr) kemudian menguji kapasitas adsorpsinya pada kromium(VI) dengan menentukan kondisi optimum adsorpsi yang meliputi waktu adsorpsi, pH, konsentrasi awal larutan kromium(VI), menentukan isoterm adsorpsi kromium(VI) oleh zeolit alami dan zeolit termodifikasi serta menentukan proses desorpsinya. Zeolit alam asal Lampung yang termodifikasi HDTMABr dengan aktivasi secara pengasaman ini diharapkan dapat meningkatkan nilai kapasitas adsorpsinya terhadap kromium(VI) yang lebih baik dibandingkan zeolit tanpa modifikasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Zeolit

Zeolit pertama kali diperkenalkan pada tahun 1756 oleh Freiherr Axel Cronsted, seorang ahli geologi kebangsaan Swedia yang menamakannya dari bahasa Yunani yaitu zein

(mendidih) dan lithos (batu) yang berarti batu mendidih. Zeolit didefinisikan sebagai suatu aluminosilikat terhidrat yang terdiri atas satuan-satuan tetrahedral SiO4 dan AlO4

dengan kerangka struktur berongga yang ditempati oleh molekul-molekul air dan kation. Kation pada rongga zeolit dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion tanpa merusak struktur zeolit (Ming dan Mumpton 1989). Satuan-satuan SiO4 dan AlO4 (Gambar 1) saling

berhubungan satu sama lain melalui penggunaan bersama atom oksigen sebagai

penghubung antara atom Si dan atom Al membentuk rongga-rongga intrakristalin dan saluran-saluran yang teratur (Tominaga 1987).

Gambar 1 Struktur dasar zeolit. Berdasarkan asalnya, zeolit dibedakan menjadi dua, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam terbentuk selama ribuan tahun dalam bentuk sedimen yang terjadi karena pencampuran debu-debu vulkanis dengan air hujan, air tanah, atau air laut. Sementara zeolit sintetik dibuat di laboratorium. Berbagai jenis zeolit alam telah ditemukan dan dianalisis rumus kimia unit selnya. Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang mempunyai nilai komersial hanya sekitar 12 jenis, di antaranya klinoptilolit, mordenit, dan faujasit(Tabel 1). Tabel 1 Jenis mineral zeolit yang terdapat

dalam batuan zeolit

Nama Rumus Kima Unit Sel Faujasit Na58(Al58Si134O384).18H2O

Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O

Hulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O

Klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O

Mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O

Natrolit Na4(Al4Si6O20).4H2O

Scolecit Ca2(Al4Si6O20).6H2O

Thomsonit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O

Wairakit Ca(Al2Si4O12).2H2O

Yugawaralit Ca(Al4Si6O20).6H2O

Kabasit Ca2[Al4Si8O24].13H2O

Laumontit Ca(Al2Si4O12).4H2O

Sumber: Hay (1966)

Zeolit sintetik dihasilkan dari beberapa perusahaan seperti Union Carbide, ICI, dan Mobil Oil, serta lebih dari 100 jenis telah dikenal strukturnya antara lain zeolit A, X, Y, dan L seperti tertera pada Tabel 2 (Thamzil 2005).

Tabel 2 Jenis-jenis zeolit sintetik Nama Rumus Molekul

A Na12[(AlO2)12(SiO2)12].27H2O

X Na86[(AlO2)86(SiO2)106].264H2O

Y Na56[(AlO2)56(SiO2)136].250H2O

L K9[(AlO2)9(SiO2)27].22H2O

Sumber: Hay (1966)

Zeolit merupakan material berpori yang penggunanya sangat luas. Penggunaan zeolit didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion, adsorpsi, dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas permukaan zeolit sangat besar sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben (Sutarti & Rachmawati 1994).

Pada struktur zeolit terdapat atom Si yang bermuatan +4, tetapi dengan adanya atom Al yang bermuatan +3, yang menggantikan atom Si, menyebabkan kerangka zeolit kekurangan muatan positif atau kelebihan muatan negatif. Selain itu semua atom Al dalam bentuk tetrahedral sehingga atom Al akan bermuatan negatif karena berkoordinasi dengan 4 atom oksigen dan selalu dinetralkan oleh kation alkali atau alkali tanah seperti K+, Na+, Mg2+ , dan Ca2+ untuk mencapai senyawa yang stabil. Kation-kation ini dalam struktur rongga zeolit tidak terikat pada posisi yang tetap, tetapi dapat bergerak bebas dalam rongga zeolit dan bertindak sebagai penukar ion yang dapat dipertukarkan dengan kation lainnya. Sifat tersebut memungkinkan zeolit berfungsi sebagai penukar ion (Thamzil 2005).

Menurut Suwardi (1998), zeolit asal Lampung memiliki kandungan mordenit dengan montmorilonit sebagai mineral pengotor, kandungan zeolit sebesar 68%, dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) sebesar 127 mek/100g. Aningrum (2006) melaporkan zeolit asal Lampung memiliki nilai KTK sebesar 89.62 mek/100g, luas permukaan 37.7768 m2/g, nisbah Si/Al 5.24, dan kapasitas adsorpsi pada ion kromium(III) sebesar 3.02 mg Cr/g zeolit. Suwardi (1998) melaporkan hasil analisis kimia dari contoh zeolit di daerah Lampung adalah SiO2:

65.00%, Al2O3: 13.28%, Fe2O3: 0.96%, CaO:

2.29%, MnO: 0.01%, MgO: 0.40%, Na2O:

0.94%, K2O: 3.41%, TiO2: 0.29%, kadar air:

6.34%, dan hilang pijar atau loss of ignition

(LOI): 9.08%.

Struktur dasar zeolit mempunyai rumus sebagai berikut (Mx + ,My 2+ )(Al(x+2y)Sin- (x+2y)O2n).mH2O. M + dan M2+ berturut-turut adalah kation monovalen dan divalen. Tanda kurung pertama adalah kation yang dapat tukar (exchangeable cations) sedangkan yang kedua adalah kation struktural, disebut struktural (penyusun dasar) karena bersama- sama dengan atom O menyusun kerangka zeolit, sedangkan m adalah suatu bilangan tertentu yang khas untuk suatu zeolit (Gottardi 1976).

Kerangka aluminasilikat zeolit terdiri atas unit bangun primer, sekunder, dan polihedral sebagaimana terlihat pada Gambar 2-4.

Gambar 2 Tetrahedral alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit.

Gambar 3 Unit bangun sekunder struktur zeolit: Single-4-Ring (S4R),

Double-4-Ring (D4R), dan

Complex 4-1 (T5O10).

Gambar 4 Unit bangun polihedral struktur zeolit.

Struktur kristal zeolit dengan semua atom Si dan Al dalam bentuk tetrahedral (TO4)

disebut unit bangun primer. Unit bangun sekunder terdiri atas unit tetrahedral SiO4 dan

AlO4 yang saling berhubungan dengan

pemakaian bersama atom oksigen membentuk cincin, seperti cincin tunggal jenis lingkar 4, 6, 8, bentuk kubus, cincin ganda lingkar 4, prisma heksagonal, dan dua cincin lingkar 6. Zeolit hanya dapat diidentifikasi berdasarkan unit bangun sekunder (UBS). Unit bangun polihedral terdiri atas unit bangun sekunder (Thamzil 2005).

Aktivasi Zeolit

Aktivasi zeolit adalah proses persiapan sebelum zeolit digunakan. Aktivasi bertujuan menghilangkan pengotor yang berupa oksida logam dari alam yang menutupi rongga, sehingga kapasitas tukar ion dan kapasitas adsorpsi menjadi optimal. Peningkatan daya guna zeolit sebagai adsorben dapat dilakukan melalui aktivasi secara fisis maupun kimia (Priatna et al. 1985).

Proses aktivasi secara fisis dilakukan dengan pemanasan (kalsinasi) pada suhu 300- 375 °C selama 3-4 jam (Suwardi 2000). Pemanasan ini bertujuan menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga jumlah pori dan luas permukaan spesifiknya bertambah. Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan penambahan asam dan basa. Penambahan asam yaitu menggunakan larutan asam klorida atau asam sulfat yang bertujuan membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor, dan menata kembali letak atom yang dapat dipertukarkan. Penambahan basa menggunakan larutan natrium hidroksida (Suyartono & Husaini 1991).

Adsorpsi

Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari air limbah adalah adsorpsi (Diantariani et al. 2008). Adsorpsi merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben. Zat yang diadsorpsi disebut fase teradsorpsi (adsorbat) dan zat yang mengadsorpsi disebut adsorben. Adsorben pada umumnya adalah zat padat yang berongga, contohnya zeolit. Pada umumnya untuk dapat mengadsorpsi, zeolit harus didehidrasi terlebih dahulu dengan aktivasi, baik secara fisis maupun kimia.

Terdapat 2 metode adsorpsi, yaitu tumpak (batch) dan lapik tetap (fixed bed). Pada metode tumpak, larutan contoh dicampur dan dikocok bersama-sama dengan adsorben sampai tercapainya kesetimbangan. Adsorpsi pada fase padat-cair ini mencapai kesetimbangan saat adsorben telah jenuh oleh adsorbat. Zat yang tidak teradsorpsi dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan. Ketika kesetimbangan sudah tercapai, kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi sisa larutan.

Metode lapik tetap merupakan metode adsorpsi dalam kolom sebagai lapik dan zat yang akan diadsorpsi dialirkan ke dalam kolom tersebut sebagai influen. Larutan yang keluar dari kolom merupakan sisa zat yang tidak teradsorpsi yang disebut efluen. Influen dialirkan melewati lapik hingga padatan lapik tersebut mendekati jenuh dan pemisahan yang diinginkan tidak dapat diperoleh lagi. Aliran tersebut lalu diteruskan ke lapik berikutnya hingga adsorben yang telah jenuh dapat digantikan atau diregenerasi. Kemampuan adsorpsi pada zeolit dapat dinyatakan oleh kapasitas adsorpsi. Kapasitas adsorpsi adalah

jumlah adsorbat tiap gram adsorben (McCabe 2001).

Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbang antara konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi pada permukaan padatan dan jumlah adsorben pada suhu tetap. Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya (Muhammad et al.

1998).

Terdapat beberapa isoterm yang dikembangkan untuk menggambarkan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm adsorpsi yang umum digunakan untuk menggambarkan fenomena adsorpsi padat-cair adalah tipe isoterm Langmuir dan Freundlich (Alberty & Silbey 1992).

Isoterm Adsorpsi Langmuir

Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu (a) adsorpsi hanya terjadi pada lapisan tunggal (monolayer), (b) panas adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan, (c) semua bagian dan permukaannya bersifat homogen, dan (d) sejumlah tertentu tapak aktif adsorben yang membentuk ikatan kovalen atau ion (Oscik 1982). Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan secara teoritis dengan menganggap terjadinya kesetimbangan antara molekul-molekul zat yang diadsorpsi pada permukaan adsorben dengan molekul-molekul zat yang tidak teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat dituliskan sebagai berikut:

C merupakan konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm), x/m adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per gram adsorben, α,β adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi (Atkins 1999).

Isoterm Adsorpsi Freundlich

Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich didasarkan atas beberapa asumsi, yaitu (a) terbentuknya beberapa lapisan (multilayer) dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan adsorben, (b) bagian tapak aktif pada permukaan adsorben bersifat heterogen, dan (c) hanya melibatkan gaya Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain dari adsorben. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut:

Log ( m x ) = log k + n 1 log C

C merupakan konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm), x/m adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per gram adsorben, k,n adalah konstanta yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi (Atkins 1999).

Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada semua tapak permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya tapak-tapak pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa tapak aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Jason 2004).

Kromium

Kromium merupakan salah satu logam berat unsur transisi golongan VIB dengan sifat-sifat antara lain mempunyai nomor atom 24, massa atom 51.996 sma, massa jenis 7.9 g/cm3, titik didih 2658 °C, dan titik leleh 1875 °C. Kromium dapat membentuk 3 macam senyawa yang berasal dari proses oksidasi kromium oksida (CrO), yaitu kromium divalen (+2), trivalen (+3), dan heksavalen (+6). Bentuk kromium heksavalen adalah CrO42- dan Cr2O72-, sedangkan dalam bentuk

kromium trivalen adalah Cr3+, [Cr(OH)]2+, [Cr(OH)2]+, dan [Cr(OH)4]+ (Cotton &

Wilkinson 1989). Kromium mempunyai konfigurasi elektron [Ar] 3d54s1. Jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam encer membentuk garam kromium(II) (Vogel 1990).

Kromium sebagai logam berat, termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh kromium ditentukan oleh valensi ionnya. Kromium(VI) merupakan bentuk yang paling banyak dipelajari sifat racunnya, dikarenakan kromium(VI) merupakan unsur toksik yang sangat kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis (Soemirat 2002). Pemasukan kromium(VI) ke dalam tubuh, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Akumulasi kromium(VI) dalam tubuh dapat menyebabkan kanker hati dan ginjal (Jugade & Joshi 2006).

Metode umum yang digunakan untuk pengukuran kadar kromium total dan heksavalen adalah spektrofotometri sinar

C α αβ x/m C 1 1 + =

Cr 2O72-

tampak. Metode ini didasarkan pada pengukuran absorban larutan berwarna ungu kemerahan yang menunjukkan terjadinya kompleks antara 1,5-difenilkarbazida [(C6H5NHNH)2CO) (DPC)] dengan

kromium(VI) (Gambar 5). Reaksi kromium dengan DPC sangat sensitif, absorpsivitas molar kira-kira 40.000 L mol-1 cm-1 pada 530 atau 540 nm (Clesceri et al. 2005).

+

Gambar 5 Reaksi antara DPC dan kromium (VI) (Clesceri et al. 2005).

Kapasitas Tukar Kation

Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas zeolit. Kemampuan ini dinyatakan sebagai nilai kapasitas tukar kation (KTK). KTK adalah jumlah milligram ekuivalen (mek) kation yang dapat dipertukarkan maksimum oleh 100 g bahan penukar ion dalam kondisi kesetimbangan. Nilai KTK zeolit bergantung pada derajat substitusi jumlah atom Al3+ atau Fe3+ terhadap Si4+ yang menghasilkan muatan negatif pada kerangka zeolit. Semakin besar derajat substitusi menunjukkan semakin banyak kation alkali atau alkali tanah yang diperlukan untuk menetralkan muatan negatif pada kerangka sehingga nilai KTK makin besar (Ming dan Mumpton 1989). Selain itu, nilai KTK juga bergantung pada suhu, konsentrasi dari kation dalam larutan, jenis anion yang tergabung dengan kation, pelarut, ukuran kation baik dalam bentuk hidrat dan anhidrat, serta muatan kation (Nizam 2007).

Zeolit mempunyai KTK yang sangat tinggi, sekitar 80-200 mek/100g. Zeolit yang mempunyai KTK kurang dari 80 mek/100g menunjukkan kandungan zeolit murninya sangat rendah, sehingga mutunya juga sangat rendah (Suwardi 2000). Nilai KTK yang rendah disebabkan oleh rendahnya kandungan zeolit pada contoh dan pengaruh mineral

pengotor. Mineral pengotor kuarsa dan feldspar menyebabkan KTK rendah, sedangkan mineral montmorilonit menyebabkan KTK tinggi. Terdapat hubungan yang erat antara KTK dan kandungan zeolit, semakin tinggi kandungan zeolit, memiliki nilai KTK semakin tinggi. Oleh karena itu, besarnya nilai KTK pada contoh zeolit dapat digunakan untuk menduga kandungan mineral zeolit dan kualitas zeolit (Suwardi 1998).

Heksadesiltrimetilamonium

Heksadesiltrimetilamonium (HDTMA) adalah suatu tetra-substitusi kation amonium dengan pengikatan nitrogen bervalesi lima secara permanen dan rantai lurus panjang alkil (C16) yang memberikan tingkat hidrofobisitas. HDTMA biasanya berada dalam bentuk garamnya seperti HDTMA bromida dan HDTMA klorida. HDTMABr memiliki rumus molekul, yaitu C19H42NBr

dengan rumus bangun tertera pada Gambar 6 (Husaini 2003).

Gambar 6 Struktur HDTMA bromida. Menurut Li (1998) HDTMA merupakan kation organik yang dapat dipertukarkan dengan kation anorganik yang berada dalam kerangka zeolit. Pertukaran kation anorganik dengan kation organik pada kerangka zeolit dapat meningkatkan daya adsorpsi zeolit terhadap anion. Menurut Nizam (2007) HDTMA merupakan garam amonium kuartener yang kationnya dapat dipertukarkan dengan kation lain yang berada pada struktur zeolit, yang memungkinkan peningkatan adsorpsi zeolit pada ion dikromat.

Zeolit memiliki muatan negatif dalam struktur jaringan yang merupakan hasil dari substitusi isomorfik kation dalam jaringan kisi-kisi kristal. Karena adanya muatan negatif ini maka zeolit memiliki kemampuan yang kecil atau bahkan tidak memiliki daya jerap pada anion. Zeolit yang termodifikasi dengan amina kuartener seperti HDTMA, daya adsorpsinya terhadap anion dapat meningkat khususnya untuk mengadsorpsi oksianion anorganik dalam larutan encer. Amina kuartener pada permukaan zeolit dapat menetralisir muatan negatif. Oleh karena itu, perlakuan proses pelapisan permukaan zeolit dengan amina kuartener tidak menurunkan

Permukaan

daya jerap zeolit yang secara alamiah memang tinggi (Husaini 2003).

HDTMA terdiri atas gugus amina yang merupakan gugus kepala hidrofilik dan hidrokarbon yang merupakan gugus ekor hidrofobik. Interaksi antar ekor hidrokarbon pada HDTMA membentuk 2 lapisan (bilayer). Lapisan pertama gugus amina yang bermuatan positif melekat pada permukaan eksternal dari zeolit yang bermuatan negatif sehingga berperan sebagai penukar kation dalam kerangka zeolit. Lapisan kedua, dengan ikatan hasil interaksi antara gugus hidrofobik, muatan positif dari gugus amina yang mengarah keluar untuk mengadsorpsi ion bermuatan negatif sehingga berperan sebagai penukar anion. Pembentukan dua lapisan

(bilayer) HDTMA pada permukaan zeolit

dapat disajikan seperti pada Gambar 7 (Nizam NA 2007).

Gambar 7 Pembentukan dua lapisan (bilayer) HDTMA pada zeolit.

BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait