• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN PERLAKUAN VARIABEL TUJUAN Umbi Dioskorea

2 PENGARUH FAKTOR PENGOLAHAN PADA RETENS

2.3 Hasil dan Pembahasan

Tepung Umbi dan Komposisi Proksimat

Umbi DA yang digunakan dalam penelitian ini berwarna ungu. Umbi memiliki ukuran yang bervariasi dengan diameter antara 30–40 cm dengan bobot rata-rata 2−3 kg per umbi (Gambar 2.2). Kulit umbi DA cukup tebal, bobotnya sekitar sepertiga dari total bobot umbi. Daging umbi berwarna putih dengan banyak bintik-bintik ungu yang menyebar. Mendekati kulit, daging umbi berwarna ungu kehitaman. Saat daging umbi dipotong, warnanya berubah menjadi kecokelatan tanda bahwa terjadi oksidasi terhadap komponen fenolat dengan adanya enzim PPO endogen. Untuk mencegah oksidasi, daging umbi tidak dapat terbuka lama di udara, segera setelah dipotong, umbi harus segera dipreparasi dengan menggunakan perendaman di dalam asam sitrat.

Gambar 2.2 Umbi Dioscorea alata dan tepung umbi

Pembuatan tepung umbi menghasilkan rendemen sebesar 34.5%. Rendeman ini dihitung berdasarkan rasio bobot tepung terhadap bobot umbi yang telah dikupas. Tepung yang diproduksi berwarna ungu (Gambar 2.2), akan tetapi perlakuan dengan perendaman asam sitrat 0% menghasilkan tepung yang berwarna kecokelatan. Tepung yang dihasilkan segera dikemas dalam aluminium foil, dan disimpan di dalam lemari pembeku pada -20ºC sampai dilakukan analisis.

Umbi segar mengadung 77.16% air dan 22.84% total padatan. Total padatan terdiri atas protein 8.01%, lemak 1.42%, abu 3.29%, dan 86.96% karbohidrat basis kering (Tabel 2.1). Hasil ini mirip dengan apa yang diperoleh oleh Behera et al (2009). Pada penelitian tersebut total padatan umbi DA adalah antara 26.81–33.33%, protein, lemak, dan abu berturut-turut antara 7.31–9.67%, 0.67–1.30% dan 1.89–7.08%.

lama konsentrasi

blanching asam sitrat

(menit) (%) umbi segar 77.16 ± 7.75 3.29 ± 1.64 1.42 ± 0.46 8.01 ± 1.30 86.95 ± 2.69 tepung 5 0.00 8.67 ± 1.05 2.78 ± 1.00 0.67 ± 0.12 b7.98 ± 1.88 88.57 ± 2.39 5 0.25 8.63 ± 0.95 2.84 ± 0.95 0.63 ± 0.12 b8.29 ± 1.44 88.24 ± 1.97 5 0.50 8.36 ± 0.46 2.67 ± 1.02 0.67 ± 0.14 b7.71 ± 1.47 88.95 ± 2.19 5 1.00 8.70 ± 0.36 2.54 ± 0.95 0.66 ± 0.12 b7.57 ± 1.42 89.23 ± 2.07 10 0.00 8.48 ± 0.46 3.04 ± 0.49 1.00 ± 0.16 a 8.08 ± 0.60 87.88 ± 0.56 10 0.25 8.54 ± 0.50 2.79 ± 0.60 1.02 ± 0.13 a 8.37 ± 0.09 87.82 ± 0.69 10 0.50 9.05 ± 0.76 2.86 ± 0.52 1.14 ± 0.16 a 8.71 ± 0.66 87.29 ± 1.10 10 1.00 8.55 ± 0.33 2.62 ± 0.76 0.97 ± 0.14 a 8.55 ± 0.75 87.86 ± 1.06 Perlakuan

Kadar air Abu Lemak Protein

( g / 100 g) basis kering Rata-rata ± SD

Karbohidrat

Tepung umbi yang dihasilkan memiliki komposisi proksimat yang berbeda dari umbi segar. Komponen yang berubah drastis akibat proses pengeringan, adalah kadar air dan kadar karbohidrat. Kadar air mengalami penurunan dari 77.16% menjadi antara 8.36–9.05%. Penurunan ini menyebabkan proporsi total padatan dan komponennya meningkat. Pengolahan tepung dengan perlakuan perendaman pada konsentrasi asam sitrat dan lama steam blanching yang berbeda tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap komposisi proksimat tepung yang dihasilkan, kecuali pada kadar lemak (p ≤ 0.05) (Lampiran 1).

Tabel 2.1 Komposisi proksimat umbi segar dan tepung DA dengan perlakuan perendaman dalam beberapa konsentrasi asam sitrat dan lama steam blanching

*Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan per edaan yang nyata (p ≤ 0.05)

Penurunan kadar air menjadi di bawah 10% meningkatkan stabilitas pangan karena terbatasnya air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrob atau reaksi biologis. Penurunan kadar air dapat menstabilkan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam umbi. Kadar air merupakan hal penting untuk menghambat oksidasi komponen bioaktif, dimana oksidasi komponen bioaktif akan lebih intensif terjadi pada kadar air yang lebih tinggi (Stratil et al. 2006). Akan tetapi, proses pengeringan itu sendiri juga merupakan hal penting yang harus dikontrol, karena suhu pengolahan dapat menurunkan total fenolat, sehingga akan menurunkan aktivitas penangkapan radikal dan menurunkan kapasitas antioksidannya (Chung et al. 2008).

Total Antosianin, Fenolat, Diosgenin, dan Serat Pangan

Antosianin termasuk dalam golongan flavonoids, yang tersebar sebagai fenolat tumbuhan yang memberi warna merah hingga biru pada bunga, buah, batang, daun, dan akar. Antosianin merupakan glikosida yang larut air yang mengandung derivat polihidroksil dan polimetoksi. Kandungan total antosianin umbi DA sangat bervariasi antar ulangan. Secara kasat mata, intensitas warna ungu antara umbi yang satu dengan yang lainnya berbeda, sehingga menyebabkan variansi yang besar. Pigmen antosianin pada umbi DA ditentukan dengan metode

Retensi

Lama Konsentrasi (%)

steam blanching asam sitrat

(menit) (%) umbi segar 234.46 ± 34.27 tepung 5 0.00 36.09 ± 5.90e 15.39 5 0.25 40.85 ± 12.49de 17.43 5 0.50 53.28 ± 8.31cd 22.73 5 1.00 63.76 ± 12.30c 27.19 10 0.00 57.28 ± 3.40c 24.43 10 0.25 62.24 ± 6.22c 26.55 10 0.50 82.34 ± 1.39b 35.12 10 1.00 104.36 ± 13.98a 44.51

Perlakuan Total antosianin

( mg/100 g) basis kering rata-rata ± SD

perbedaan pH. Total antosianin dihitung menggunakan koefisien molar ekstingsi dari cyanidin-3-rutinosida, yaitu 28.800 L cm-1 mol-1 dengan bobot molekul 445.2 mol-1. Pada pH 1, antosianin membentuk kation flavilium yang berwarna merah, sedangkan pada pH 4.5 antosianin pada umumnya ditemukan dalam bentuk hemiketal yang tidak berwarna.

Tabel 2.2 menunjukkan bahwa tepung yang dihasilkan dengan perendaman di dalam asam sitrat 1% memiliki total antosianin yang paling tinggi pada setiap level lama blanching (P ≤ 0.05, Lampiran 2). Peningkatan konsentrasi asam sitrat sebesar 0.5 % meningkatkan total antosianin secara nyata (P ≤ 0.05). Perendaman umbi DA di dalam asam sitrat ditujukan untuk menstabilkan kandungan antosianin dengan cara menurunkan pH larutan. Pada konsentrasi asam sitrat 0%, 0.25%, 0.5% dan 1%, pH larutan berturut-turut adalah 6.0, 5.4, 4.8, dan 4.3.

Tabel 2.2 Total antosianin tepung DA dengan perlakuan perendaman dalam beberapa konsentrasi asam sitrat dan lama steam blanching

*Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan per edaan yang nyata (p ≤ 0.05)

Antosianin pada umumnya bersifat tidak stabil, akan tetapi kestabilannya dapat ditingkatkan dengan menurunkan pH. Kirca et al (2007) melaporkan bahwa meningkatnya pH dari 4.3 menjadi 6.0 akan meningkatkan degradasi antosianin. Karena perubahan pH, terjadi transformasi struktur antosianin yang menyebabkan perubahan warna (Chaovanalikit dan Wrolstad 2004). Pada pH sekitar 1, struktur antosianin pada umumnya adalah kation flavilium. Jika pH meningkat menjadi 4.5, struktur antosianin adalah hemiketal yang tidak berwarna. Pada larutan netral, antosianin akan membentuk struktur quononidal berwarna biru (Lee et al. 2005). Antosianin dalam bentuk kation flavilium pada pH asam, lebih stabil dibandingkan dengan bentuk hemiketal dan bentuk basa quinonoidal.

Retensi Lama Konsentrasi (%)

steam blanching asam sitrat (menit) (%) umbi segar 317.73 ± 29.91 tepung 5 0.00 85.36 ± 8.65 d 26.87 5 0.25 142.53 ± 11.36c 44.86 5 0.50 159.91 ± 15.75b 50.33 5 1.00 190.65 ± 1.00 a 60.00 10 0.00 167.22 ± 11.83b 52.63 10 0.25 166.70 ± 5.89 b 52.47 10 0.50 163.70 ± 2.30 b 51.52 10 1.00 198.52 ± 10.38a 62.48

Perlakuan Total fenolat ( mg EAG 100 g-1 )

basis kering rata-rata ± SD

Tepung yang dihasilkan dengan perlakuan steam blanching selama 10 menit menghasilkan kadar total antosianin yang lebih tinggi secara bermakna pada setiap level asam sitrat (p ≤ 0.05) (Tabel 2.2). Steam blanching ditujukan untuk menginaktivasi enzim PPO yang berperan sebagai katalis dalam oksidasi komponen fenolat. Enzim PPO merupakan katalis yang sangat efektif, karena memiliki kemampuan untuk menurunkan energi aktivasi dari sebuah reaksi oksidasi sehingga lebih mudah terjadi (Knowles 1991). Dengan kecukupan blanching, aktivitas enzim PPO menurun sehingga degradasi antosianin karena oksidasi juga dapat dihambat.

Hasil analisis kandungan total fenolat sesuai dengan kandungan total antosianin. Perlakuan perendaman asam sitrat mempengaruhi kandungan total fenolat secara nyata (p ≤ 0.05) (Lampiran 3). Perendaman potongan umbi di dalam larutan 1% asam sitrat menghasilkan kandungan total fenolat yang paling tinggi pada setiap level lama blanching (p ≤ 0.05) (Tabel 2.3). Pengaruh perendaman menggunakan asam dilakukan oleh Khrisnan et al. (2010), menunjukkan bahwa indeks pencokelatan sering digunakan sebagai tingkat oksidasi oleh fenolat, di mana warna yang lebih cerah mengindikasikan rendahnya oksidasi komponen fenolat. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa indeks pencokelatan yang paling rendah, yang mengindikasikan tingginya kadar fenolat, terdapat pada perlakuan yang direndam di dalam asam sitrat.

Tabel 2.3. Total fenolat tepung DA dengan perlakuan perendaman dalam beberapa konsentrasi asam sitrat dan lama steam blanching

*Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan per edaan yang nyata (p≤0.05)

Lama steam blanching juga mempengaruhi kandungan total fenolat. Sepuluh menit steam blanching menghasilkan kandungan total fenolat yang lebih tinggi dibandingan dengan 5 menit steam blanching, pada tingkat perendaman asam sitrat 0 dan 0.25 (p ≤ 0.05) (Tabel 2.3). Akan tetapi, pada konsentrasi asam sitrat yang lebih tinggi yaitu 0.5% dan 1%, steam blanching tidak mempengaruhi secara nyata kandungan fenolat pada tepung DA. Proses blanching

bertujuan untuk menginaktivasi enzim PPO yang dapat mendegradasi antosianin dan komponen fenolat pada umumnya. Cara blanching dengan menggunakan steam (uap) telah digunakan untuk menstabilkan antosianin pada buah ceri. Dimana, ceri yang diblanching dengan cara ini memiliki kandungan total antosianin yang lebih banyak dibandingkan yang tidak diblanching. Dengan steam blanching, enzim PPO diinaktivasi secara total, sehingga antosianin tidak terdegradasi (Lee et al. 2002).

Kandungan total antosianin dan fenolat sejalan dengan pengukuran aktivitas enzim PPO, dimana pada perlakuan yang menghasilkan kandungan fenolat yang tinggi, ternyata perlakuan itu dapat mengurangi aktivitas enzim PPO). Perlakuan perendaman asam sitrat pada konsentrasi 0.25% dapat menurunkan aktivitas enzim PPO menjadi setengah dari aktivitas awal, dan peningkatan konsentrasi menjadi 0.5% menurunkan aktivitas enzim ini secara bermakna (p ≤ 0.05) (Gam ar 2.3).

Gambar 2.3 Penurunan aktivitas PPO dengan perlakuan perendaman asam sitrat (A) dan lama steam blanching (B).

Pada saat umbi diblanching selama 5 menit, aktivitas enzim menurun secara drastis, menjadi 10% dari aktivitasnya semula. Blanching selama 10 menit menurunkan aktivitas enzim lebih lanjut. Akan tetapi nilainya tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan 5 menit blanching (Gambar 2.3). Panas dari uap mereduksi aktivitas enzim PPO, karena panas membuat enzim, yang merupakan protein, terdenaturasi dan berubah struktur tiga dimensinya sehingga kehilangan sisi aktif (Duangmal et al. 1999).

Secara umum enzim tidak stabil di semua tingkat pH sehingga sangat penting mengetahui kisaran pH pada saat enzim dalam keadaan stabil. PPO memiliki aktivitas yang optimal pada pH antara 6.0-6.5, dengan sedikit aktivitas pada pH di bawah pH 4.5 (Whitaker 1994). Perendaman di dalam 1% asam sitrat akan menurunkan pH jaringan umbi DA ke pH 4.3. Penggunaan zat pengasam ini dapat menurunkan aktivitas enzim PPO. Pada pH yang rendah, aktivitas enzim PPO akan terhambat. Nilai pH untuk aktivitas enzim PPO bergantung pada sifat genetik tanaman dan asal substrat fenolat. Sebagai contoh, enzim PPO dari talas mentah memiliki aktivitas optimal antara pH 4.6 dan pH 6.8 dan aktivitasnya menurun pada pH 4.4. Pada umumnya enzim PPO dari berbagai sumber akan inaktif pada pH 4.00 (Duangmal et al. 1999). Inaktivasi PPO secara permanen dapat diperoleh pada pH di bawah 3 (Richardson dan Hyslop 1985).

Enzim polifenol oksidase (PPO) merupakan enzim yang mengandung Cu, dapat mengkatalisis oksidasi komponen o-difenol menjadi o-quinone. Kuinon ini sangat reaktif dan secara cepat mengalami oksidasi, polimerisasi, dan bereaksi dengan molekul kuinon lainnya dengan komponen fenolik atau dengan amino grup dari protein. Polimerisasi ini membentuk pigmen berwarna cokelat yang disebut melanin. Aktivitas PPO sangat dipengaruhi oleh keberadaan oksigen, adanya substansi pereduksi, ion metal, pH, dan suhu (Carbonaro et al. 2001). Keberadaan Cu pada PPO sangat penting sehingga keberadaan agen pengkelat yang dapat membentuk kompleks dengan Cu dapat menjadi inhibitor aktivitas enzim ini. Asam sitrat merupakan senyawa yang memiliki kemampuan mengkelat Cu dan membentuk senyawa kompleks. Dengan dikelatnya Cu, kemampuan PPO dalam mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenolat menjadi berkurang. Dalam hal ini, efek penghambatan asam sitrat terhadap aktivitas PPO adalah melalui dua mekanisme, yaitu sebagai asidulan yang menurunkan pH dan agen pengkelat (Pilizota dan Subaric 1998)

Interaksi antara perendaman asam sitrat konsentrasi 1% dan 10 menit steam blanching menghasilkan nilai antosianin dan total fenolat yang paling tinggi, yaitu antosianin sebesar 104.6 mg/100 g tepung dan total fenolat 198.52 mg ekuvalen asam galat/100 g tepung. Efek penurunan pH dari perlakuan perendaman dalam 1% asam sitrat yang dikombinasikan dengan kecukupan perlakuan panas selama 10 menit dengan steam blanching ini, berhasil mempertahankan antosianin dan komponen fenolat di dalam tepung DA berturut- turut sebanyak 44.51% (Tabel 2.2) dan 62.58% (Tabel 2.3) dari yang terdapat pada umbi segar.

Perlakuan perendaman di dalam asam sitrat terutama pada 0.5% dan 1% mempengaruhi kadar diosgenin (p≤0.05) (Lampiran 4), akan tetapi blanching tidak mempengaruhi kadar diosgenin pada tepung yang dihasilkan (p=0.9171) (Tabel 2.4). Diosgenin merupakan aglikon dari saponin steroid yang terdapat pada umbi DA. Penelitian oleh Yang et al. (2009) menemukan bahwa diosgenin bersifat stabil terhadap perlakuan blanching dan pengeringan. Konsentrasi asam sitrat 0.5% dan 1% pada setiap taraf steam blanching menghasilkan kadar diosgenin yang paling tinggi, dengan retensi paling tinggi sebesar 88%.

Kadar serat pangan di dalam umbi DA cukup tinggi. Pada keadaan segar, total serat pangan adalah sekitar 4% basis basah, atau 20.46% pada basis kering. Perlakuan perendaman asam sitrat tidak mempengaruhi kandungan serat pangan

Lama Konsentrasi

steam blanching asam sitrat (menit) (%) umbi segar 20.46 ± 3.57 tepung 5 0.00 16.29 ± 0.79c 5 0.25 19.02 ± 1.32bc 5 0.50 19.54 ± 2.76b 5 1.00 18.58 ± 2.86bc 10 0.00 20.66 ± 0.93ab 10 0.25 21.32 ± 0.64ab 10 0.50 19.36 ± 0.68b 10 1.00 22.84 ± 1.31a rata-rata ± SD Perlakuan Serat pangan

(g /100 g) basis kering

Retensi Lama Konsentrasi (%)

steam blanching asam sitrat (menit) (%) umbi segar 4.36 ± 0.61 tepung 5 0.00 2.25 ± 0.26de 51.48 5 0.25 2.64 ± 0.27cd 60.60 5 0.50 3.84 ± 0.27a 87.93 5 1.00 3.39 ± 0.32ab 77.82 10 0.00 1.94 ± 0.04e 44.46 10 0.25 2.85 ± 0.47bc 65.24 10 0.50 3.63 ± 0.41a 83.29 10 1.00 3.76 ± 0.40a 86.29

Perlakuan Total diosgenin ( g/100 g) basis kering rata-rata ± SD

dalam tepung DA yang dihasilkan (p=0.1427), akan tetapi perlakuan steam blanching mempengaruhi kandungan serat pangan (Tabel 2.5) (Lampiran 1).

Tabel 2.4 Total diosgenin tepung DA dengan perlakuan perendaman dalam beberapa konsentrasi asam sitrat dan lama steam blanching

*Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan per edaan yang nyata (p ≤ 0.05)

Tabel 2.5 Total serat pangan tepung DA dengan perlakuan perendaman dalam beberapa konsentrasi asam sitrat dan waktu steam blanching

*Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan per edaan yang nyata (p ≤ 0.05)

Waktu Konsentrasi

blanching asam sitrat (menit) ( % ) 5 0.00 536 ± 172 c 367 ± 92 c 1340 ± 351 c 5 0.25 585 ± 298 c 399 ±161 c 1664 ± 772 c 5 0.50 666 ± 199 c 453 ±127 c 1621 ± 390 c 5 1.00 752 ± 237 bc 511 ±128 bc 1723 ± 325 bc 10 0.00 1016 ± 280ab 688 ±153 ab 2539 ± 573 ab 10 0.25 1229 ± 50 a 831 ± 28 a 3074 ± 105 a 10 0.50 1269 ± 27 a 857 ± 15 a 3173 ± 57 a 10 1.00 1300 ± 17 a 878 ± 9 a 3249 ± 35 a

Kapasitas antioksidan 100 g tepung ( mg Eq Trolox) rata-rata ± SD ( mg Eq asam askorbat) rata-rata ± SD ( mg Eq α-tokoferol) rata-rata ± SD Kapasitas antioksidan

Nilai kapasitas antioksidan pada penelitian ini dinyatakan sebagai mg ekuivalen trolox, asam askorbat, dan α-tokoferol sebagai standar. Nilai kurva standar trolox, asam askorbat, dan α-tokoferol diperoleh dengan menghubungkan beberapa tingkat konsentrasi standar-standar ini (dari 250 sampai 2000 ppm) (sebagai axis X) dengan selisih nilai absorbansi antara larutan radikal bebas DPPH dengan absorbansi larutan setelah penambahan standar, yang diukur pada panjang gelombang 517 nm (sebagai axis Y). Perbedaan nilai absorbansi ini disebut kapasitas antioksidan. Korelasi antara kedua variabel ini digunakan untuk membuat persamaan garis. Semakin tinggi korelasi maka semakin akurat prediksi yang dapat dibuat menggunakan kurva standar ini. Persamaan regresi (r2) dihitung untuk memprediksi hubungan antara dua variabel. Semakin dekat nilai r2 pada nilai 1, korelasi antara dua variabel adalah semakin sempurna. Standar kurva trolox, asam askorbat, dan α-tokoferol yang diperoleh pada penelitian ini memiliki nilai r2 yang baik, yaitu sebesar 0.9947, 0.9904, dan 0.9856 (Lampiran 5).

Perlakuan steam blanching mempengaruhi kapasitas antioksidan secara nyata (p ≤ 0.05) (Lampiran 5). Sepuluh menit steam blanching meningkatkan nilai kapasitas antioksidan pada setiap taraf konsentrasi asam sitrat. Nilai kapasitas antioksidan yang tertinggi adalah setara dengan 1300 mg trolox, 878 mg asam askorbat dan 3249 mg α-tokoferol per 100 g tepung DA (Tabel 2.6). Steam blanching merupakan faktor yang lebih menentukan kapasitas antioksidan dibandingkan dengan perendaman asam sitrat. Perbedaan konsentrasi asam sitrat pada setiap taraf lama steam blanching tidak menyebabkan perbedaan nilai kapasitas antioksidan secara nyata. Proses blanching bertujuan menginaktivasi enzim PPO yang dapat mendegradasi antosianin dan komponen fenolat pada umumnya. Cara blanching dengan menggunakan steam (uap) telah terbukti dapat mempertahankan kandungan antosianin, karena enzim PPO diinaktivasi secara total, sehingga antosianin tidak terdegradasi (Lee et al. 2002).

Tabel 2.6 Nilai kapasitas antioksidan tepung DA menurut perlakuan

*Nilai yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama Menunjukkan per edaan yang nyata (p ≤ 0.05)

Terdapat korelasi antara kandungan total fenolat, total antosianin dan kapasitas antioksidan. Korelasi antara kandungan total fenolat dan antosianin adalah 0.7035. Kandungan antosianin dan fenolat yang lebih tinggi juga

menghasilkan nilai kapasitas antioksidan yang lebih tinggi (Gambar 2.6). Kandungan fenolat diketahui memiliki korelasi yang tinggi dan merupakan kontributor utama terhadap kapasitas antioksidan (Du et al. 2009). Kadar antosianin dan fenolat di dalam tepung umbi berhubungan dengan kapasitas antioksidan dalam membersihkan radikal DPPH. Akan tetapi kapasitas antioksidan ini kurang berhubungan dengan kandungan diosgenin tepung DA. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa nilai korelasi antara kapasitas antioksidan dan kandungan antosianin adalah sebesar 0.6993, sedangkan korelasi kapasitas antioksidan dengan total fenolat adalah 0.5419.

Gambar 2.6 Kadar total fenolat, antosianin dan diosgenin dan hubungannya dengan kapasitas antioksidan setara mg trolox, asam askorbat, dan

α-tokoferol

2.4 Simpulan

Kandungan total antosianin dan fenolat tertinggi didapatkan dengan perlakuan perendaman menggunakan asam sitrat 1% dan steam blanching selama 10 menit dengan nilai berturut-turut 104.36 mg/100 g tepung dan 198.52 mg ekuivalen asam galat/100 g tepung. Perlakuan ini dapat mempertahankan 44.51% total antosianin dan 62.58% fenolat yang terdapat pada umbi segar. Umbi DA yang dihasilkan memiliki kapasitas antioksidan setara dengan 1300 mg trolox, 878 mg asam askor at atau 3249 mg α-tokoferol per 100 g tepung DA. Kapasitas antioksidan ini dapat meningkatkan potensi tepung DA sebagai makanan fungsional.

3 STRES OKSIDATIF PADA KELINCI YANG DIBERI

Dokumen terkait