• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANSUM EKSTRAK AIR DAN TEPUNG UMBI DIOSCOREA ALATA

5 PEMBAHASAN UMUM

Aktivitas fisiologis dari senyawa-senyawa yang terdapat di dalam umbi Dioscorea alata (DA), membuat umbi ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan fungsional untuk mencegah terjadinya aterosklerosis yang merupakan faktor langsung dari kejadian penyakit kardiovaskuler. Tahapan penelitian dilakukan untuk mempelajari bagaimana senyawa-senyawa aktif tersebut dapat dipertahankan dan menguji efek pemberiannya dalam mencegah kejadian aterosklerosis pada hewan coba.

Pengolahan umbi DA menggunakan perlakuan perendaman di dalam asam sitrat membantu mempertahankan kandungan antosianin dan fenolat dengan dua mekanisme. Penurunan pH menyebabkan antosianin menjadi lebih stabil karena adanya perubahan struktur (Kirca et al. 2007, Lee et al. 2005) dan berakibat pada bergesernya pH optimal untuk aktivitas enzim polifenol oksidase (PPO) dari pH optimum 6 menjadi 4.3. Asam sitrat mengkelat logam Cu yang merupakan komponen enzim PPO sehingga menurunkan aktivitasnya sebagai katalis proses oksidasi komponen polifenol yang terkandung di dalam umbi DA.

Pengolahan umbi DA dengan steam blanching selama 10 menit memberikan pengaruh pada aktivitas enzim PPO (Lee et al. 2002). Paparan terhadap panas mengubah struktur tiga dimensi enzim yang merupakan protein, sehingga kehilangan sisi aktifnya (Duangmal et al. 1999). Dengan demikian, degradasi antosianin dan komponen fenolat pada umumnya dapat dicegah.

Proses pengolahan tepung umbi menggunakan perendaman asam sitrat 1% dan lama blanching 10 menit dipilih untuk membuat tepung umbi DA. Di dalam tepung umbi tersebut, terdapat kandungan antosianin, fenolat, diosgenin, dan serat pangan berturut-turut 104.36 mg, 198.52 mg, 2.98 g, dan 21.43 g per 100 g tepung. Kandungan antosianin di dalam ekstrak air DA kering-beku dijadikan sebagai dasar penyamaan jumlah bahan aktif di dalam tepung dan ekstrak air.

Substitusi jumlah tepung DA ke dalam ransum hewan percobaan, memiliki keterbatasan karena ransum harus memenuhi kebutuhan protein, lemak, serat, dan energi untuk pertumbuhan normal kelinci dewasa. Oleh karena itu, kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi hanya dari tepung DA, sehingga harus dipenuhi dari bahan penyusun ransum lainnya. Supaya ransum memenuhi kebutuhan zat gizi makro, akan tetapi juga dapat menyumbangkan senyawa bioaktif dari tepung DA, maka penambahan tepung ke dalam ransum adalah sebesar 15% dan 30%. Jumlah antosianin yang ditambahkan dalam bentuk ekstrak kering-beku disesuaikan dengan jumlah yang dikandung oleh 15% dan 30% tepung tersebut agar dapat dibandingkan efektivitasnya sebagai antioksidan secara in vivo.

Pemberian ransum tinggi kolesterol sebanyak 0.5% dari total ransum atau sebesar 0.5 g/hari menyebabkan peningkatan total kolesterol serum hingga 16 kali lipat. Kenaikan yang drastis ini disebabkan kelinci merupakan hewan herbivora sangat sensitif terhadap kolesterol makanan, akan tetapi tidak mampu mendegradasi kolesterol atau mensekresikannya dalam bentuk asam empedu dalam jumlah yang cukup, untuk menyeimbangkan dengan apa yang telah diserap, sehingga timbulah kondisi hiperkolesterolemia yang parah. Pemberian kolesterol yang disertai tepung DA dengan dosis 30% dapat mengembalikan kondisi hiperlipidemia ke arah normal (≤ 100 mg/dL). Dengan penambahan tepung DA

Kelompok Kolesterol Antosianin Serat Pangan Diosgenin K0 0.00 0.00 367.30 0.00 K1 42.71 0.00 365.80 0.00 KE1 44.25 13.93 348.67 5.20 KE2 40.41 24.37 340.85 9.09 KT1 41.05 12.06 523.63 29.63 KT2 42.02 24.82 768.37 61.00

Asupan selama 60 hari (g)

ini, kadar kolesterol sekitar 2000 mg/dL dapat ditekan hingga 300 mg/dL. Perbedaan komponen pakan yang utama antara kelompok kolesterol adalah antosianin, serat pangan dan diosgenin. Akan tetapi efek penurunan kondisi hiperlipidemia ini tidak tampak pada hewan coba yang diberi ransum yang mengandung ekstrak air DA. Pengaruh pemberian tepung DA bersamaan dengan pemberian ransum tinggi kolesterol pada kejadian aterosklerosis dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1 Pengaruh pemberian tepung DA pada kejadian aterosklerosis

Pemberian ransum yang berbeda memberikan asupan senyawa aktif yang berbeda. Jumlah asupan kolesterol, antosianin, serat pangan, dan diosgenin selama selama 60 hari, sebagai faktor yang membedakan perlakuan, dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Jumlah asupan kolesterol, antosianin, serat pangan dan diosgenin pada setiap kelompok selama penelitian

Substitusi 30% tepung DA dapat menyumbangkan 13% serat pangan dari jenis selulosa, lignin, hemiseslulosa, dan pektin (Baah et al. 2009) pada ransum. Kelinci pada kelompok KT2 memperoleh serat pangan dari ransum sebanyak 768 g atau dua kali lipat dibandingkan dengan yang ada pada ransum K0, K1, KE1 dan KE2. Serat pangan dapat mempengaruhi pencernaan dan penyerapan lipida dalam usus halus. Selain itu, serat pangan juga berpengaruh terhadap metabolisme asam empedu (Muchtadi, 2013).

Penghambatan penyerapan lipida oleh serat pangan adalah dengan cara berinteraksi langsung dengan enzim lipase, sehingga menurunkan aktivitas enzim (Klinkerson et al. 2009) dan membentuk membran protektif di sekeliling droplet lipida sehingga mencegah lipase untuk kontak dengan lipida (Mun et al. 2006), serta mengikat garam empedu sehingga mencegah terjadinya emulsi lipida di dalam usus halus (Thongngam et al. 2005). Pengaruh serat pangan, khususnya serat larut air dalam metabolisme asam empedu adalah melalui kemampuannya mengikat asam empedu pada saluran gastrointestinal. Dengan terikatnya asam empedu, maka pembentukan misel menjadi terganggu dan reabsospsi asam empedu menurun. Hal ini menyebabkan eksresi kompleks serat pangan-asam empedu ke dalam feses meningkat. Penggantian asam empedu yang dieksresikan tadi dilakukan dengan meningkatkan sintesis asam empedu di dalam hati dengan regulasi hormon kolesitokinin (CCK). Untuk bahan baku sintesis terjadi peningkatan kebutuhan kolesterol sehingga kolesterol yang terdapat di dalam hati tidak disirkulasikan ke tubuh sebagai VLDL (very low density lipoprotein), dan VLDL dan LDL diambil dari sirkulasi di tubuh. Efek keseluruhan dari perubahan ini adalah penurunan kadar LDL dan total kolesterol serum (Anderson et al. 1999).

Hal lain yang diduga berperan dalam menurunkan kolesterol adalah adanya kandungan diosgenin yang merupakan saponin steroid pada tepung DA. Kelinci pada kelompok KT2 yang menerima ransum yang disubstitusi 30% tepung DA memperoleh 61 g diosgenin, dibandingkan dengan kelompok K0 dan K1 yang tidak mendapatkan asupan diosgenin. Saponin tanaman terbukti mencegah absorpsi kolesterol di lumen usus halus hewan percobaan sehingga menurunkan konsentrasi kolesterol plasma. Diosgenin juga terbukti dapat meningkatkan eksresi kolesterol melalui feses dan meningkatkan sekresi kolesterol melalui asam empedu (Temel et al. 2009). Sterol dan steroid tumbuhan memiliki efek antihiperlipidemia dengan menghambat absorpsi kolesterol makanan. Sterol dan steroid dari makanan akan berkompetisi dengan kolesterol makanan dalam membentuk misel yang bersifat lebih larut dan berfungsi untuk penyerapan lipida di dalam usus. Dengan adanya kompetisi ini jumlah kolesterol makanan yang diabsorpsi oleh sel mukosa usus halus akan menurun (Deng et al. 2009).

Kondisi hiperlipidemia merupakan kondisi yang dapat meningkatkan stres oksidatif. Secara alamiah radikal bebas terbentuk sebagai respons normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh. Bahan sumber terbentuknya radikal bebas dalam tubuh di antaranya adalah sitokrom P-450, xantin oksidase, dan lipoksigenase. Selain itu, mekanisme oksidasi dan sistem transpor elektron secara normal menghasilkan radikal bebas. Pada kondisi hiperlipidemia, terutama dengan LDL tinggi, akan meningkatkan masuknya asam lemak ke dalam sel-sel, sehingga meningkatkan proses ß-oksidasi yang menghasilkan radikal bebas sebagai produk

samping. Selain itu, kondisi hiperlipidemia juga dapat meningkatkan sitokrom P- 450 dan xantin oksidoreduktase, yang juga menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas (Wresdiyati et al. 2006). Tinggi kadar LDL dapat menyebabkan inflamasi dan meningkatkan NADPH reduktase yang menghasilan radikal superoksida (Griendling dan Fitsgerald 2003). Dengan berbagai mekanisme, kondisi hiperlipidemia dapat meningkatkan stress oksidatif di dalam sel.

Penambahan antioksidan eksogen dari umbi DA, yaitu antosianin diharapkan dapat membantu antioksidan endogen sperti SOD dan GPHPx dalam memerangi radikal-radikal bebas yang terbentuk karena kondisi hiperlipidemia. Asupan antosianin ekstrak saja tidak cukup membantu mempertahankan kandungan enzim antioksidan SOD dan GSH, akan tetapi penambahan tepung DA sebanyak 30% dapat mempertahankan SOD serum sama seperti kondisi normal. Analisis imunohistokimia yang menunjukkan kandungan enzim Cu, Zn SOD pada jaringan ginjal juga memperkuat temuan ini. Kandungan Cu,Zn SOD yang tinggi seperti pada kondisi normal ditemukan pada jaringan ginjal kelinci yang diberi ransum tepung DA bersamaan dengan ransum tinggi kolesterol. Terutama pada pemberian tepung DA 30%. Tampaknya efek simultan dari serat pangan dan antosianin dapat menurunkan stres oksidatif yang terjadi akibat kondisi hiperlipidemia.

Pada kondisi hiperlipidemia, tingginya kadar LDL secara terus menerus di dalam pembuluh darah menyebabkan tingginya kemungkinan retensi LDL yang berakibat berinfiltrasinya LDL ke dalam intima. Sel-sel endotel berfungsi sebagai pagar yang mencegah molekul-molekul besar dan sel darah masuk ke ruang sub endotel dan menyebabkan luka endotel. Sel-sel pada dinding arteri mengeluarkan produk oksidatif yang dapat membuat LDL yang terperangkap tersebut teroksidasi sehingga terjadilah modifikasi oksidatif (Berliner et al. 1995). LDL yang teroksidasi akan melepaskan molekul P-selectin dan meningkatkan jumlahnya, dan juga menginduksi sel-sel endotelial untuk memproduksi molekul-molekul seperti monocyte activators monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1) dan monocyte colony stimulating factor (M-CSF), yang akan menyebabkan adhesi monosit, dan sel-sel imun lainnya. Monosit kemudian berubah menjadi makrofag, dan memfagositasi LDL teoksidasi, sehingga sel-sel makrofag dipenuhi oleh lemak dan kemudian terbentuklah sel-sel busa dan gurat lemak sebagai awal terjadinya aterosklerosis.

Terjadinya aterosklerosis akibat kondisi hiperlipidemia ini dibuktikan dengan analisis histologi terhadap pembuluh aorta kelinci. Pada pemberian ransum kolestrol selama 60 hari, pembentukan aterosklerosis sudah dapat diamati dengan jelas. Aorta kelinci yang diberi ransum kolesterol memiliki tingkat keparahan plak berat dengan banyaknya tonjolan-tonjolan aterosklerosis. Terbentuk lesi jaringan ikat-lemak dalam intima yang mengakibatkan sempitnya lumen disertai perubahan degenerasi tunika media dan adventisia. Pemberian tepung DA dapat menahan terbentuknya lesi aterosklerosis ini, terbukti dengan tidak didapatinya tonjolan-tonjolan plak, walaupun terdapat degenerasi serabut elastik yang menyebabkan penebalan pembuluh aorta. Proses pembentukan aterosklerosis ini merupakan faktor lanjut akibat kondisi hiperlipidemia berkepanjangan.

Kaitan antara aterosklerosis dengan kerusakan pada jaringan ginjal juga diamati dalam penelitian ini. Glomerulus pada jaringan ginjal memiliki karakter

sel yang mirip dengan dinding pembuluh darah, sehingga proses yang terjadi pada keduanya hampir mirip. Lipoprotein menyebabkan luka dan disfungsi sel pada keduanya. Dari pengamatan morfologi pada sel-sel tubuli renalis kontrol kolesterol, terdapat infiltrasi sel-sel radang yang sangat banyak pada jaringan ginjal, banyaknya sel-sel yang mengalami degenerasi dan nekrosis. Dengan pemberian tepung umbi DA, gambaran morfologi jaringan ginjal kelinci membaik, bahkan sama dengan kondisi normal.

Pemberian tepung DA memiliki efek sinergis kandungan serat, diosgenin dan antosianin dalam mencegah pembentukkan plak aterosklerosis. Serat dan diosgenin dapat menormalkan kondisi hiperlipidemia yang merupakan faktor inisisasi perkembangan plak aterosklerosis. Antosianin yang termasuk dalam grup flavonoid memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan pembuluh darah dengan cara memodulasi sel-sel endotel untuk memproduksi nitrik oksida (NO). NO merupakan suatu senyawa yang diperlukan dalam mempertahankan relaksasi (vasodilatasi) pembuluh darah (Muchtadi 2012). Berbagai pecobaan klinis dan epidemiologis menunjukkan bahwa pemberian flavonoid dari berbagai sumber meningkatkan fungsi endotelium dengan memperbaiki efek vasodilatasi (Wang- Polagruto et al. 2006, Taubert et al. 2007). Produksi nitrik oksida oleh endotel juga menghambat adhesi dan agregasi platelet yang merupakan salah satu tahap yang berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis (Vita et al. 2003).

6 SIMPULAN

Perlakuan retensi komponen bioaktif umbi DA dapat dilakukan dengan menggunakan asam sitrat dengan konsentrasi 1% dikombinasikan dengan steam blanching selama 10 menit. Perlakuan ini menghasilkan tepung yang memiliki kandungan antosianin dan senyawa polifenol yang tinggi. Secara in vitro, ekstrak tepung memiliki kapasitas antioksidan setara dengan 1300 mg trolox, dan dapat memiliki efek antiagregasi platelet pada konsentrasi 400 ppm. Pemberian tepung DA sebanyak 30% secara nyata dapat mempertahankan enzim SOD pada serum dan kadar Cu,Zn SOD pada sel-sel tubuli renalis kelinci percobaan. Tepung umbi DA juga memiliki efek antihiperlipidemia dengan menormalkan profil lipida darah kelinci. Suplementasi tepung DA dalam jangka waktu panjang dapat menghambat pertumbuhan plak aterosklerosis. Dengan potensinya ini tepung umbi DA dapat dikembangkan sebagai pangan fungsional yang bermanfaat untuk mencegah aterosklerosis.

Dokumen terkait