• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan

Menginduksi Tunas Mahkota Dewa dengan Eksplan Biji .………... 28 Percobaan II: Pengaruh Taraf Konsentrasi 2,4-D dan BA dalam

Menginduksi Kalus Mahkota Dewa dengan Eksplan Daun dan Biji ... .…………. 30 Percobaan III: Pengaruh Taraf Konsentrasi NAA dan BA dalam

Menginduksi Kalus Mahkota Dewa dengan Eksplan Daun dan

Biji ……….. 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Hasil ………... 36 Kondisi Umum ... 36 Pembahasan ... 40 Percobaan II Hasil ………... 44 Kondisi Umum ... 44 Pembahasan ... 57

Percobaan III

Hasil ………... 59 Kondisi Umum ... 59 Pembahasan ………... 70 Pembahasan Umum ... 74

SIMPULAN DAN SARAN ... 81

DAFTAR PUSTAKA ………

82

DAFTAR TABEL

halaman 1 Rekapitulasi uji F pengaruh NAA dan BA terhadap pembentukan

tunas dari eksplan biji mahkota dewa ………... 36 2 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap saat inisiasi primordial

tunas dari eksplan biji mahkota dewa ………... 37 3 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap jumlah tunas dari

eksplan biji mahkota dewa ………... 38 4 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap jumlah daun dari

eksplan biji mahkota dewa ………... 41 5 Rekapitulasi uji F pengaruh 2,4-D dan BA terhadap pembentukan

kalus eksplan daun mahkota dewa ……… 45 6 Rekapitulasi uji F pengaruh 2,4-D dan BA terhadap pembentukan

kalus eksplan biji mahkota dewa ……… 46 7 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap perubahan warna

eksplan daun mahkota dewa ……….. 47

8 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap perubahan warna

eksplan biji mahkota dewa ……… 48

9 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap saat inisiasi kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 49

10 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap saat inisiasi kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 49

11 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap perkembangan kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 51

12 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap perkembangan kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 52

13 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan

daun mahkota dewa ……….. 53

14 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan

biji mahkota dewa ……… 54

15 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap bobot basah kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 55

16 Pengaruh kombinasi 2,4 -D dan BA terhadap bobot kering kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 55

17 Pengaruh kombinasi 2,4-D dan BA terhadap bobot basah kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 56

18 Pengaruh kombinasi 2,4 -D dan BA terhadap bobot kering kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 56

19 Rekapitulasi uji F pengaruh NAA dan BA terhadap pembentukan kalus eksplan daun mahkota dewa ……… 60 20 Rekapitulasi uji F pengaruh NAA dan BA terhadap pembentukan

kalus eksplan daun mahkota dewa ……… 61 21 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap perubahan warna

eksplan daun mahkota dewa ……….. 62

22 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap perubahan warna

23 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap saat inisiasi kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 64

24 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap saat inisiasi kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 64

25 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap perkembangan kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 65

26 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap perkembangan kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 66

27 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan

daun mahkota dewa ……….. 67

28 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan

biji mahkota dewa ……… 68

29 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap bobot basah kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 69

30 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap bobot kering kalus

eksplan daun mahkota dewa ……….. 69

31 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap bobot basah kalus

eksplan biji mahkota dewa ……… 69

32 Pengaruh kombinasi NAA dan BA terhadap bobot kering kalus

DAFTAR GAMBAR

halaman 1 Perdu mahkota dewa dan buah mahkota dewa ……….. 6 2 Rumus bangun dan berat molekul NAA, 2,4-D, dan BA ... 21 3 Skoring perubahan warna eksplan daun ………... 33 4 Skoring perubahan warna eksplan biji ………. 33 5 Skoring perkembangan kalus pada eksplan daun ………..…. 34 6 Skoring perkembangan kalus pada eksplan biji ……… 34 7 Skoring viabilitas kalus pada eksplan daun ………... 35 8 Skoring viabilitas kalus pada eksplan biji ………. 35 9 Tunas yang terbentuk pada 16 perlakuan ……….. 39 10 Interaksi BA dan NAA terhadap jumlah tunas mahkota dewa pada

12 MST, 14 MST, dan 16 MST ……… 39

11 Interaksi NAA dan BA terhadap jumlah daun mahkota dewa pada

12 MST, 14 MST, dan 16 MST ……… 40

12 Histogram rata-rata tinggi tanaman ……….. 40

13 Skema pertumbuhan kalus ……… 72

14 Eksplan daun dengan satu ujung berkalus ………. 73 15 Eksplan daun dengan dua ujung berkalus ………. 73 16 Sistem kontrol ZPT pada aliran informasi dari DNA ke protein ….. 75 17 Peran ZPT pada pascatranslasi ……….. 76 18 Model dugaan keberadaan auksin dalam mempengaruhi aktivitas

enzim hingga menghasilkan suatu produk akhir ………… 77 19 Model dugaan keberadaan senyawa penghambat dalam

mempengaruhi aktivitas enzim ……….. 78 20 Nisbah auksin – sitokinin dalam proses morfogenesis ……….. 79

DAFTAR LAMPIRAN

halaman 1 Tahapan Pekerjaan Kultur Jaringan Tanaman ... 87

2 Diagram Alir Penelitian ……….. 88

3 Pembuatan Larutan Stok untuk Medium Murashige dan Skoog .... 89 4 Pembuatan Larutan Stok untuk Zat Pengatur Tumbuh …………... 89 5 Tabel sidik ragam pengaruh BA dan NAA terhadap saat inisiasi

primordia tunas mahkota dewa ………... 90 6 Tabel sidik ragam pengaruh BA dan NAA terhadap jumlah tunas

mahkota dewa ………. 90

7 Tabel sidik ragam pengaruh BA dan NAA terhadap jumlah daun

mahkota dewa ………. 91

8 Tabel sidik ragam pengaruh BA dan NAA terhadap tinggi tanaman mahkota dewa ………... 91 9 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4 -D dan BA terhadap perubahan

warna eksplan daun mahkota dewa pada media kalus I …………. 92 10 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap saat inisiasi

kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus I …………... 93 11 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap perkembangan

kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus I

………... 94

12 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus I …………... 95 13 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap bobot basah

kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus I …………... 96 14 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap bobot kering

kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus I …………... 96 15 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4 -D dan BA terhadap perubahan

warna eksplan biji mahkota dewa pada media kalus I ……… 97 16 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap saat inisiasi

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus I ………. 98 17 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap perkembangan

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus I

……… 99

18 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus I ………. 100 19 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap bobot basah

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus I ………. 101 20 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap bobot kering

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus I ………. 101 21 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap perubahan

warna eksplan daun mahkota dewa pada media kalus II ………… 102 22 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap saat inisiasi

23 Tabel sidik ragam pengaruh 2,4-D dan BA terhadap perkembangan kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus II

………... 104

24 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus II …………... 105 25 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap bobot basah

kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus II …………. 106 26 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap bobot kering

kalus eksplan daun mahkota dewa pada media kalus II …………. 106 27 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap perubahan

warna biji mahkota dewa pada media kalus II ……… 107 28 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap saat inisiasi

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus II ……… 108 29 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap perkembangan

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus II

………... 109

30 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap viabilitas kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus II ………... 110 31 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap bobot basah

kalus eksplan biji mahkota dewa pada media kalus II ……… 111 32 Tabel sidik ragam pengaruh NAA dan BA terhadap bobot kering

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] merupakan tanaman asli Indonesia yang diperkirakan berasal dari Papua (Irian Jaya), jika dilihat dari sinonim nama botani dari mahkota dewa (Phaleria papuana). Tanaman ini termasuk famili Thymelaeacae (Dalimartha 2003). Tanaman mahkota dewa digolongkan ke dalam tanaman obat dan saat ini telah menyebar hampir ke seluruh Indonesia, walaupun belum dibudidayakan secara khusus. Tanaman ini umumnya tumbuh liar di hutan -hutan, di kebun sebagai tanaman peneduh, atau di pekarangan sebagai tanaman hias.

Pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka memerlukan penanganan yang cukup serius, karena berbagai permasalahan muncul, seperti masalah yang berkaitan dengan sumber daya alam, sumber daya manusia, pengolahan, modal, serta pemasaran. Meningkatnya pemakaian obat tradisional mengakibatkan peningkatan penggunaan tanaman obat, tetapi hal ini tidak diimbangi dengan budidaya dan pelestarian plasma nutfah. Tanaman mahkota dewa belum dibudidayakan dengan baik dan bermutu rendah.

Permasalahan yang muncul adalah salah satu mata rantai agribisnis yang mencakup hubungan antara penyediaan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) dengan kegiatan agroindustri. Komoditas dalam hal ini adalah mahkota dewa, yang diupayakan penyediaan dalam jumlah banyak dan berkesinambungan. Sekarang ini mahkota dewa cenderung diperbanyak dengan biji, walaupun ada juga yang memperbanyak dengan cangkok.

Pembibitan mahkota dewa yang diperbanyak dengan biji, dilakukan selama lebih kurang tiga bulan. Biji tidak dapat digunakan untuk bahan baku obat, karena dipakai kembali untuk penanaman. Permasalahan lain yang timbul yaitu keharusan penggunaan bahan baku obat yang seragam, terutama kandungan kimia tanaman mahkota dewa.

Perbanyakan dengan biji merupakan perbanyakan generatif yang nantinya dapat menyebabkan tingkat keragaman yang sangat tinggi (Griffiths et al. 1996). Dengan kata lain perbanyakan dengan biji dapat menyebabkan kandungan kimia

berubah. Tanaman mahkota dewa dapat diperbanyak melalui biji dan cangkokan. Kedua cara tersebut mempunyai kekurangan-kekurangan seperti tidak seragam, tergantung musim, tidak bebas penyakit, serta membutuhkan waktu yang lama.

Perbanyakan klonal secara in vitro dapat membuka jalan untuk mengatasi kekurangan-kekurangan perbanyakan secara biasa. Dalam budidaya apapun, masalah bahan tanam sangat penting, karena bibit yang kurang baik akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil. Penggunaan teknik in vitro dengan metode kultur jaringan akan mengatasi kendala-kendala yang umumnya dijumpai pada teknik-teknik budidaya dengan pembiakan generatif ataupun vegetatif yang dapat dikatakan sebagai teknik konvensional. Penelitian tentang budidaya mahkota dewa, terutama pada aspek pembibitan serta perbanyakan tanaman tersebut dengan teknik in vitro belum banyak dilakukan.

Pembibitan akan lebih efisien dan ekonomis dengan teknik in vitro; dalam waktu satu tahun dapat dihasilkan ribuan bibit dari sedikit bahan tanam yang digunakan. Dengan metode kultur yang tepat, bahan eksplan yang baik, dan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat, akan didapat hasil perbanyakan dengan kualitas plantlet yang baik serta dalam jumlah banyak dalam waktu singkat tanpa tergantung musim.

Teknik kultur jaringan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan - permasalahan tersebut. Pembibitan dilakukan dalam waktu lebih cepat, seragam, dan menggunakan bahan tanam yang sedikit, sehingga biji mahkota dewa juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat. Keberhasilan teknik kultur jaringan ini sangat ditentukan oleh jenis bahan tanam, medium, dan zat pengatur tumbuh yang digunakan.

Kemajuan ilmu kimia menyebabkan orang mengenal susunan molekul hormon tumbuhan yang dikenal dengan zat pengatur tumbuh (ZPT), sehingga dapat dimanfaatkan dalam kultur jaringan untuk memacu terbentuknya jaringan tertentu dari organ dengan ukuran kecil sebagai bahan tanam (eksplan) maupun sel-sel kalus yang belum terdiferensiasi.

Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan zat pengatur tumbuh antara lain jenis yang akan digunakan, konsentrasi, urutan

penggunaan, dan periode masa induksi kultur seperti yang dikemukakan oleh Gunawan (1995).

Berdasarkan konsep George dan Sherrington (1984) bahwa untuk induksi kalus tanaman dikotil diperlukan auksin dengan konsentrasi tinggi dan tetap memerlukan sitokinin pada konsentrasi sangat rendah. Induksi tunas diperlukan sitokinin dengan konsentrasi tinggi dan auksin pada konsentrasi rendah, ada juga induksi tunas dapat dihasilkan dengan penggunaan sitokinin tunggal tanpa auksin. Kultur in vitro tanaman mahkota dewa sejauh ini belum ada penelitian ataupun literatur mengenai hal tersebut. Namun demikian, untuk menentukan konsentrasi auksin dan sitokinin yang diperlukan pada penelitian ini mengacu kepada tanaman lain yang mendekati kesamaan walaupun tidak sefamili. Penelitian kultur in vitro tanaman lain dengan famili yang sama dengan mahkota dewa yaitu Thymeleaceae juga tidak ditemukan.

Aplikasi teknik in vitro pada tanaman mahkota dewa akan sangat bermanfaat pada aspek pembibitan yang cepat, sehat, dan tersedia berkesinambungan. Selain itu aspek penting dari teknik in vitro adalah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan melalui kultur kalus. Aspek ini yang nantinya akan berperan dalam bidang agroindustri bidang fitofarmaka dari komoditi mahkota dewa sebagai tanaman obat unggulan Indonesia.

Tujuan

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengevaluasi pengaruh taraf konsentrasi BA dan NAA dalam menginduksi tunas mahkota dewa dengan eksplan biji.

2. Mengevaluasi pengaruh taraf konsentrasi 2,4-D dan BA dalam menginduksi kalus mahkota dewa dengan eksplan daun dan biji.

3. Mengevaluasi pengaruh taraf konsentrasi NAA dan BA dalam menginduksi kalus mahkota dewa dengan eksplan daun dan biji.

Hipotesis

1. Terdapat interaksi antara taraf BA dan NAA dalam menginduksi tunas mahkota dewa dengan eksplan biji.

2. Terdapat interaksi antara taraf 2,4-D dan BA dalam menginduksi kalus mahkota dewa dengan eksplan daun dan biji.

3. Terdapat interaksi NAA dan BA dalam menginduksi kalus mahkota dewa dengan eksplan daun dan biji.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Mahkota Dewa

Taksonomi dan Morfologi

Klasifikasi botani mahkota dewa menurut Balitbang Depkes (1999) yaitu: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Thymelaeales Famili : Thymelaeacae Genus : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.

Mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] termasuk famili Thymelaeaceae dan memiliki sinonim P. papuana Warb. var. wichnannii (val.) Back. Nama daerah Mahkota Dewa adalah Simalakama (Melayu), Makutadewa, Makuto Mewo, Makuto Ratu, Makuto Rojo (Jawa). Nama simplisia tanaman ini adalah Phaleriae fructus yang berarti buah mahkota dewa (Dalimartha 2003). Nama asing tanaman ini adalah pau (dari bahasa Cina) dan Crown of God (Inggris).

Mahkota dewa merupakan perdu menahun (Gambar 1) yang tumbuh subur di tanah yang gembur dan subur pada ketinggian 10 - 1200 m dpl. Perdu ini tumbuh tegak setinggi 1 - 2,5 m bahkan ada yang lebih dari 2,5 m. Karakteristik tanaman ini adalah batang bulat, permukaan kasar, warna coklat, berkayu dan bergetah, serta percabangan simpodial. Tanaman ini memiliki daun tunggal, letak berhadapan, bertangkai pendek, bentuk lanset atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan licin , warna hijau tua, panjang 7 - 10 cm, dan lebar 2 - 5 cm.

Berbunga sepanjang tahun letak tersebar di batang atau ketiak daun, bentuk tabung, berukuran kecil, berwarna putih dan harum. Bentuk buah tanaman ini adalah bulat dengan diameter 3-5 cm, permukaan licin, beralur, berwarna hijau pada waktu masih muda dan merah setelah masak (Gambar 1).

Daging buah berwarna putih, berserat, dan berair. Biji bulat, keras, berwarna coklat. Akar tanaman mahkota dewa adalah tunggang berwarna kuning kecoklatan. Bijinya bersifat racun sedangkan buahnya berkhasiat menghilangkan gatal (antipruritas) dan anti kanker. Daun dan biji digunakan untuk pengobatan penyakit kulit seperti eksim dan gatal-gatal (Dalimartha 2003).

(a) (b)

Gambar 1 Perd u Mahkota Dewa (a) dan Buah Mahkota Dewa (b).

Manfaat dan Kandungan Kimia

Fitokimia merupakan suatu studi mengenai senyawa yang bersifat aktif farmakologis yang terkandung pada tumbuh-tumbuhan, merupakan penelitian dasar yang sangat penting untuk mengetah ui khasiat dan kegunaannya. Penelitian dapat meliputi ekstraksi, isolasi, dan skrining fitokimia. Harbone (1987) menyatakan bahwa skrining dimaksudkan untuk mengetahui jenis/golongan kandungan aktif yang terdapat di dalam suatu tanaman, seperti alkaloid, glikosida, minyak atsiri, dan steroid.

Kandungan kimia tanaman mahkota dewa belum banyak terungkap. Namun demikian ada beberapa penelitian tentang fitokimia, bahwa daun mahkota dewa mengandung antihistamin, alkaloid, saponin, dan polifenol (lignan). Kulit buah mengandung alkaloid, saponin, dan flavonoid. Zat antihistamin yang terkandung dalam mahkota dewa ini yang berguna untuk mencegah berbagai penyakit alergi seperti biduran, gatal, salesma, dan sesak napas. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian medis dan masyarakat luas yang telah membuktikan secara empiris.

Alkaloid ada yang bersifat antitumor, antara lain yaitu alkaloid pirosilisin, isokinolin, benzofenantridin, indol, sefalotaksus, dan kompetensi (Sutaryadi

1991). Senyawa aktif dari golongan terpen bersifat iritasi dan karsinogen, seperti croton oil dari Croton tiglium. Forbol yang diisolasi dari Croton berkhasiat sebagai antileukimia.

Kandungan kimia mahkota dewa terdiri atas alkaloid, fenol, tanin, flavonoid, saponin, sterol/terpen. Senyawa toksik yang terdapat dalam buah mahkota dewa adalah lignan dengan rumus molekul C6H20O6 dan telah diketahui strukturnya (Widowati 2004). Batang mahkota dewa terbukti secara empiris bisa mengobati penderita kanker tulang. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan daun mahkota dewa antara lain lemah syahwat, disentri, alergi, dan tumor. Bijinya beracun, oleh karena itu dianjurkan sebagai obat oles untuk aneka penyakit kulit. (Harmanto 2005).

Harmanto (2005) dalam bukunya juga menyatakan bahwa dalam

pengobatan alternatif, mahkota dewa terbukti bisa mengobati berbagai penyakit berbahaya pada manusia, seperti kanker, tumor, diabetes, asam urat, gangguan ginjal, lever, penyakit kulit, menurunkan kolesterol, menambah stamina, dan menghilangkan ketergantungan narkoba. Ekstrak mahkota dewa juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit pada hewan piaraan.

Mahendra (2005) menyatakan bahwa kandungan buah Mahkota dewa terdiri dari golongan alkaloid, tanin, flavonoid, fenol, saponin, lignan, minyak astiri, dan sterol. Senyawa lignan baru yang terdapat pada ekstrak daging buah mahkota dewa berfungsi sebagai antikanker dan antioksidan. Rumus molekul lignan baru tersebut adalah C6H20O6 dan berstruktur 5-{4(4-methoxy-phenyl- tetrahydrofuro - [3,4 – C] furan-1-yl)-benzene-1,2,3, triol}.

Arti Ekonomi Mahkota Dewa

Tanaman mahkota dewa merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan menjadi bahan obat, karena tanaman tersebut diketahui mempunyai khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Buah mahkota dewa dapat langsung digunakan dalam bentuk simplisia, yaitu buah dipotong kecil-kecil tanpa terkena bijinya, selanjutnya dioven ataupun dijemur dengan panas matahari. Simplisia tersebut langsung dapat digunakan setelah direbus. Pembuatan simplisia ini bisa dibuat dari daun dan buah.

Pengolahan hasil mahkota dewa dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk serbuk dari buah dan biji, kapsul, tablet, dan liquid yang biasanya dicampur dengan madu. Sisi ekonomi lain yang penting dari mahkota dewa yaitu produksi bahan obat untuk spektrum luas yang mengacu pada suatu proses Agroindustri fitofarmaka, akan menyebabkan suatu keharusan persediaan bahan baku tanaman dengan jumlah sangat besar dalam waktu relatif cepat yang nantinya dapat mengimbangi kontinuitas agroindustri.

Pengembangan obat tradisional ke arah fitofarmaka memiliki peluang pasar yang sangat besar. Selama ini obat-obat fitofarmaka yang berada di pasaran masih kalah bersaing dengan obat paten. Oleh karena itu Sjamsuhidayat (1996) menyatakan bahwa kegiatan yang berkaitan dengan upaya pengembangan tanaman obat meliputi: 1) pemetaan ekonomis flora alami, 2) seleksi dan pembuktian keaslian spesies tanaman, 3) pengumpulan data etnomedik dan etnobotanik, 4) percobaan pemuliaan untuk pengembangan varietas dengan hasil tinggi, 5) budidaya tanaman skala menengah, 6) penelitian kimia kandungan tanaman, 7) penelitian analisis kimia kandungan bahan aktif, 8) penelitian farmakologi dan toksikologi, 9) pembuatan ekstrak tanaman skala pilot plan, 10) standardisasi ekstrak, 11) formulasi ekstrak ke bentuk sediaan obat, 12) penelitian toksisitas terhadap formulasi, dan 13) penelitian analisis produk formulasi.

Perbanyakan Tanaman secara in vitro

Teknik Kultur Jaringan

Kultur jaringan dalam bahasa Inggris disebut tissue culture. Tissue berarti jaringan yaitu sekumpulan sel dengan bentuk dan fungsi yang sama. Culture berarti kultur yaitu budidaya. Teknik kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi atau mengambil bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, kemudian menumbuhkannya dalam kondisi aseptic (bebas hama dan penyakit). Selanjutnya bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan menjadi tanaman lengkap (Nugroho & Sugito 1996).

Gunawan (1995) mendefinisikan kultur jaringan dengan suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik yang kaya akan nutrisi

serta ZPT dalam wadah tertutup yang tembus cahaya agar bagian -bagian tersebut memperbanyak diri dan beregenerasi kembali menjadi tanaman lengkap.

Teknik kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan secara in vitro. Pada mulanya teknik kultur jaringan ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori totipotensi sel. Akan tetapi berkembang untuk penelitian di bidang fisiologi tanaman dan biokimia.

Menurut Gamborg (1982) kultur jaringan merupakan sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman. Jaringan dapat dikulturkan secara aseptic dalam medium hara. Kemudahan dalam melakukan kultur tergantung pada jenis tanaman dan asal jaringan.

Prinsip biologi kultur organ dan kultur jaringan, pertama kali diperkenalkan oleh Haberlandt, seorang ahli fisiologi Jerman pada tahun 1902, dengan cara menanam sel pada media buatan, akan tetapi sel tersebut gagal tumbuh. Kemudian tahun 1934, White dari Amerika Serikat berhasil menumbuhkan akar tomat secara in vitro dengan menambahkan ekstrak ragi dan thiamin. Tahun 1939 White, Goutheret, dan Noubecort melaporkan hasil penelitian mereka yang berhasil

Dokumen terkait