• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Insana Barat

Insana Barat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan luas wilayah 102 km2 atau 3,82 persen dari luas daerah Kabupaten Timor Tengah Utara, yang terbagi dalam enam desa dan satu kelurahan yaitu Desa Subun, Desa Usapinonot, Desa Lapeon, Kelurahan Atmen, Desa Letneo, Desa Banae, dan Desa Atmen. Kecamatan ini berbatasan wilayah bagian utara dengan Kecamatan Insana Tengah, sebelah selatan dengan Kecamatan Bikomi Selatan, sebelah timur dengan Kecamatan Insana dan sebelah barat dengan Kecamatan Kota Kefamenanu.

Letak geografis Kecamatan Insana Barat secara umum adalah dataran dengan ketinggian yang bervariasi antara 100 sampai 500 meter di atas permukaan laut. Keadaan iklim umumnya beriklim kering dengan temperatur tertinggi 320C pada bulan kering dan terendah 180C pada bulan basah. Jumlah bulan basah relatif pendek (4 bulan) berlangsung antara Desember sampai Maret, sedangkan jumlah bulan kering berlangsung kurang lebih delapan bulan (April sampai November) dengan curah hujan rata-rata antara 50-2,135 mm dalam satu tahun.

Kecamatan Insana Barat dapat ditempuh melalui jalan darat dari provinsi maupun kabupaten. Jarak dari Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 195 km yang dapat ditempuh dalam waktu enam jam dan jarak dari Kefamenanu sebagai ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara adalah 25 km yang dapat ditempuh dalam waktu satu jam perjalanan.

Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Insana Barat sampai dengan tahun 2010 mencapai 9390 jiwa dengan jumlah rumah tangga 2676 kk. Hal ini sebagai akibat dari pemekaran Kecamatan Insana Barat yang dilakukan pada tahun 2007 dari kecamatan induk yakni Kecamatan Insana. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran jumlah penduduk, rumah tangga, luas wilayah dan kepadatan penduduk kondisi tahun 2010 Kecamatan Insana Barat

Desa/kelurahan Jumlah (jiwa) Jumlah rumah tangga (kk) Luas wilayah (km2) Kepadatan penduduk per km2 (jiwa) Desa Subun 1756 389 18,35 96 Desa Usapinonot 1029 287 8,65 119 Desa Lapeon 1256 306 16,00 78 Desa Letneo 1481 422 12,00 123 Kelurahan Atmen 1466 477 21,00 70 Desa Banae 1370 550 20,00 68 Desa Atmen 1030 245 6,00 172 Jumlah 9390 2676 102 726

Sumber: BPS Kabupaten TTU, 2010

Keadaan penduduk di Kecamatan Insana Barat berdasarkan kepadatan penduduk per km2 masih tergolong rendah yakni 92,05 km2/jiwa. Jumlah penduduk ini memberikan gambaran bahwa masih adanya peluang untuk dikembangkan unit usaha yang dapat memberikan nilai tambah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Berdasarkan banyaknya kepala keluarga yang bekerja menurut lapangan usaha terdapat 1737 kk berusaha dibidang pertanian, 280 kk dibidang industri, 22 kk dibidang perdagangan, 38 dibidang angkutan/komunikasi, 332 dibidang jasa-jasa dan 107 kk adalah PNS.

Listrik dan air bersih

Pada umumnya di Kecamatan Insana Barat belum terjangkau oleh pelayanan fasilitas listrik PLN. Pelayanan hanya di lakukan di pusat perjalanan umum dan yang memanfaatkan fasilitas tersebut hanya orang berada (guru, pegawai kantor dan aparat desa) sedangkan kawasan pedalaman atau perkampungan masih menggunakan petromax dan pelita yang dibuat dari sumbu serta ada yang masih secara tradisional menggunakan pelita yang bahan bakunya dari biji jarak.

Ketersediaan air bersih secara umum cukup tersedia karena menggunakan sumber mata air dan sungai dengan kondisi fisik cukup baik yaitu tidak berbau dan tidak berwarna/jernih tetapi jarak untuk mencapainya cukup jauh (1-3 km) yang membutuhkan waktu dan tenaga karena kondisi jalan yang kurang memadai.

Infrastruktur

Infrastruktur wilayah yang terdapat di Kecamatan Insana Barat adalah mikrolet tujuh buah, ojek sebanyak 120 buah dan truck/pick up sebanyak tujuh buah. Kondisi jaringan jalan berdasarkan jenis permukaan adalah jalan umum dari kabupaten ke kecamatan beraspal dengan kondisi kerusakan cukup tinggi (85 persen), sedangkan jalan dari kecamatan ke desa berupa sirtu yang secara lokal merupakan hasil gotong royong dari masyarakat.

Pos dan telekomunikasi

Kawasan Kecamatan Insana Barat belum memiliki sarana unit kantor pos dan giro serta untuk sarana telekomunikasi adalah sistem jaringan satelit (HP) yang diakses dari jaringan kota kabupaten tetapi sinyal hanya terdapat pada kawasan atau tempat-tempat tertentu.

Pendidikan dan kesehatan

Kondisi fasilitas pendidikan terutama SD tersedia di semua desa/kelurahan (5 unit) di Kecamatan Insana Barat Kabupaten Timor Tengah Utara. Adapun pendidikan SLTP ada satu unit dan SMA satu unit yang terdapat di kota kecamatan. Ketersediaan puskesmas di Kecamatan Insana Barat masih berupa puskesmas pembantu yang terdapat di tiga desa/kelurahan yakni Desa Subun, Desa Usapinonot dan Kelurahan Atmen sedangkan untuk polindes untuk masing-masing desa/kelurahan sudah ada dengan ketersediaan tenaga termasuk puskesma pembantu terdapat dua tenaga perawat dan tujuh bidan. Kondisi fisik dan jumlah fasilitas kesehatan cukup memadai namun umumnya membutuhkan rehabilitas ringan sampai berat. Jumlah tenaga medis dan ketersediaan obat-obatan di tiap puskesmas pembantu maupun polindes belum cukup memadai, perlu dilakukan penambahan untuk dapat melaksanakan pelayanan optimal kepada masyarakat baik masyarakat di perkotaan kecamatan maupun perkampungan yang cukup jauh (4-6 km) dan sulit dijangkau dengan kendaraan. Ekonomi

Fasilitas penunjang ekonomi wilayah seperti perbankan dan pusat perkoperasian serta terminal agribisnis di Kecamatan Insana Barat sampai saat ini belum ada (terpusat di ibukota kabupaten). Kondisi sarana prasarana perdagangan

terdiri dari pasar tradisional di pusat kecamatan sedangkan kios-kios kecil terdapat di semua desa/kelurahan yang kadang belum maksimal melayani kebutuhan pelanggan termasuk usahatani jagung hibrida.

Produksi komoditas

Secara umum, komoditas unggulan tanaman pangan di Kecamatan Insana Barat Kabupaten Timor Tengah Utara terdiri dari jagung, padi sawah, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar dengan luas panen lahan usaha adalah jagung 1850 ha, padi sawah 57 ha, kacang tanah 384 ha, kacang hijau 73 ha, ubi kayu 14 ha, ubi jalar 6 ha. Adapun komoditi sayuran yang di usahakan di Kecamatan Insana Barat terdiri dari bawang merah,bawang putih, pitsai/sawi dan tomat. Di Kecamatan Insana Barat juga terdapat jenis usaha perkebunan berupa adpukat, rambutan, jeruk, pepaya, pisang, kelapa, nenas dan nangka.

Produksi jagung hibrida di Kecamatan Insana Barat pada tahun 2010 tercatat sebanyak 1737 petani memberikan produksi sebesar 566,262 ton sedangkan jagung lokal 373,455 ton; padi sawah 280 GKG, sayuran sebesar 17,2 ton, umbian sebesar 906 ton, kacangan sebesar 507 ton dan buah-buahan sebanyak 5198 ton. Selanjutnya populasi ternak sapi 2326 ekor, kerbau 13 ekor, kuda 72 ekor, babi 1587 ekor, kambing/domba 758 ekor, ayam buras/kampong 9321 ekor dan itik sebanyak 101 ekor. Baik ditingkat kecamatan maupun desa/kelurahan sasaran penelitian, jagung hibrida dan jagung lokal, sapi, kerbau, babi dan ayam kampung merupakan komoditi dominan diusahakan masyarakat sebagai mata pencaharian keluarga. Namun demikian, sistem budidaya yang diterapkan masih bersifat sederhana.

Lahan jagung hibrida pada umumnya ditanami satu kali/tahun dan hanya sebagian kecil ditanami kacang tanah, kacang hijau dan sayuran (mentimun, kacang panjang/kacang nasi, tomat) serta dibatasi dengan ubi kayu dan pisang. Berdasarkan hal tersebut, pola tanam dominan pada lahan jagung hibrida adalah jagung hibrida- bera- jagung hibrida. Sedangkan yang lainnya adalah jagung lokal-kacang hijau-ubi jalar.

Usahatani jagung hibrida dalam satuan luasan lahan kering yang dilakukan adalah persiapan lahan pada bulan Juli sampai bulan Oktober. Lahan yang dimiliki

diolah jika lahan lama diolah dengan pembersihan lahan (rumput yang tumbuh dibersihkan, dikumpulkan dan dibiarkan hingga kering serta dibakar pada bulan Oktober). Pada lahan yang kurang tanaman hijauan dapat dilakukan proses pembalikan tanah yang dilakukan secara manual. Sedangkan untuk lahan baru, secara gotong royong dilakukan pembersihan, dikumpulkan dan dibiarkan hingga kering. Biasanya dilakukan pembakaran secara bersamaan dengan petani lainnya pada bulan Oktober atau menjelang hari hujan. Jika lahan tersebut belum siap untuk ditanami dapat dilakukan kegiatan pembakaran lanjutan yang disebut ko’no. Mengacu pada pola curah hujan, pola tanam yang diterapkan petani adalah pola tumpang sari antara jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau dan kacang nasi. Jagung hibrida biasanya ditanam pada waktu yang hampir bersamaan dengan jagung lokal namun tempat penanamannya biasanya terpisah. Tanaman jagung hibrida ditanam pada akhir bulan November atau awal bulan Desember dan panen pada bulan Pebruari sampai awal bulan Maret. Tanaman kacang hijau ditanam setelah tanaman jagung tumbuh (bulan Desember) dan panen sebelum jagung panen yaitu pada bulan Pebruari. Sedangkan ubi kayu ditanam bersamaan dengan jagung dan akan dipanen setelah tanaman berumur 11 bulan atau bahkan mencapai dua tahun.

Desa Subun

Desa Subun merupakan salah satu desa peserta program pengembangan jagung hibrida di Kecamatan Insana Barat Kabupaten Timor Tengah Utara yang terletak sekitar 10 km dari Ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara yang ditempuh dengan kendaraan roda empat 0,25 jam dan sekitar 15 km dari ibu kota kecamatan dengan jarak tempuh sekitar 0,35 jam.

Desa ini memiliki luas wilayah 18,35 km2 yang ditempati oleh 1758 jiwa penduduk (389 kk) dengan jumlah laki-laki 880 jiwa dan perempuan 878 jiwa yang terdapat tiga dusun.

Keadaan prasarana jalan jalan desa masih berupa jalan sirtu yang merupakan hasil gotong royong masyarakat Desa Subun Luas wilayah 1,300 ha dengan batas wilayah administratif sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Usapinonot, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Tublopo, sebelah timur

berbatasan dengan Desa Lapeon dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tububue Kecamatan Kota Kefamenanu.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Subun secara umumnya belum/tamat SD 1566 orang atau 89,07 persen, SLTP 103 orang atau 5,85 persen, SLTA 74 orang atau 4,2 persen, Diploma delapan orang atau 0.45 persen dan sarjana tujuh orang atau 0,39 persen. Dominannya masyarakat berpendidikan rendah membawa pengaruh pada kesempatan kerja di luar pertanian. Kenyataan ini tercermin dari mata pencaharian penduduk di mana sebagian besar adalah berusaha dibidang pertanian 124 kk atau 31,78 persen, selanjutnya diikuti oleh bidang industri 70 kk atau 17,99 persen, bidang jasa-jasa 58 kk atau 14,91 persen, PNS sebanyak 14 kk atau 3,89 persen sedangkan sisanya bergerak dibagian perdagangan dan angkutan sebesar tujuh kk atau 1,79 persen.

Berdasarkan data statistik, luas lahan kering usahatani jagung di Desa Subun adalah 90 ha dengan perincian usahatani jagung hibrida 69,44 ha dan jagung lokal 20,56 ha. Berdasarkan status pemilikan lahan adalah 100 persen sebagai petani pemilik. Luas garapan pada umumnya berkisar antara 0,25-1,50 ha dan diatas 1,0 ha berjumlah 30 kk (24,19 persen) dan dibawah 1,0 ha sebanyak 94 kk atau 75,8 persen. Desa Lapeon

Desa Lapeon merupakan salah satu desa sasaran penelitian yang terletak sekitar 14 km dari Ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara yang ditempuh dengan kendaraan roda empat 0,5 jam dan sekitar 11 km dari ibu kota kecamatan dengan jarak tempuh sekitar 0,5 jam. Batas wilayah desa ini adalah sebelah utara Desa Subun, selatan Kelurahan Tublopo, timur Desa Usapinonot dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tubuhue. Posisi desa ini berada pada poros jalan menuju kantor desa memanjang sekitar 10 km dimana, jalan aspal kasar dan berlubang dua km dan pengerasan lokal delapan km dan berada pada ketinggian kurang dari 500 m dari permukaan laut.

Desa ini memiliki luas wilayah 16.00 km2 atau 654.032 ha yang ditempati oleh 1256 jiwa penduduk (306 kk) dengan jumlah laki-laki 658 jiwa dan perempuan 598 jiwa yang terdapat empat dusun.

Berdasarkan data rata curah hujan bulanan (BPS Kabupaten TTU, 2010) suhu udara terendah 220C dan suhu udara tertinggi 340C. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember - Maret dan bulan kering April - November. Kelembaban udara berkisar antar 69 - 87 persen dan penyinaran matahari antara 50 - 98 persen.

Kebutuhan air untuk usahatani umumnya bergantung pada air hujan. Air yang berasal dari sungai belum banyak dimanfaatkan. Terdapat satu buah sungai besar yang melintasi wilayah Selatan Desa Lapeon yaitu Sungai Asbam. Air yang ada di sungai hanya dapat dipakai oleh 17 kk, selebihnya menggunakan air dari sumur gali sebanyak 201 kk, dari mata air sebanyak 84 kk dan yang menggunakan embung 302 kk. Potensi air minum di Desa Lapeom terdiri atas: mata air empat buah, sumur gali 20 buah, sungai satu buah dan embung dua buah.

Sumberdaya lahan pertanian di desa ini sangat luas, total luas lahan pertanian (lahan kering) di desa ini adalah 250 ha yang terbagi di empat dusun. Selain itu, lahan kering juga terdapat lahan sawah irigasi yaitu sawah Bangkoto yang luasnya lima ha dan terdapat di sebelah Timur desa ini.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Lapeon umumnya belum/tidak/tamat SD 1138 orang atau 90,66 persen; SLTP 56 orang atau 4,45 persen; SLTA 51 orang atau 4,06 persen dan diploma empat orang atau 0,31 persen serta sarjana tujuh orang atau 0,55 persen. Banyaknya masyarakat yang berpendidikan rendah ini sangat berpengaruh pada sumber mata pencaharian penduduk dimana 153 kk atau 50 persen yang pendapatannya bersumber dari hasil pertanian (tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan), jasa-jasa 88 orang atau 28,75 persen, 51 orang atau 16,66 persen bersumber dari industri, 12 orang atau 3,92 persen bersumber dari perdagangan dan pengemudi bis/bemo/truk, dan pendapatan yang bersumber dari PNS sebanyak 6 orang atau 1,96 persen.

Berdasarkan data statistik, luas lahan kering usahatani jagung di Desa Lapeon adalah 108 ha dengan perincian usahatani jagung hibrida 91,80 ha dan jagung lokal 16,20 ha. Berdasarkan status pemilikan lahan adalah 100 persen sebagai petani pemilik. Luas garapan pada umumnya berkisar antara 0,25-1,50 ha dan diatas 1,0 ha

berjumlah 36 kk (23,52 persen) dan di bawah 1,0 ha sebanyak 117 orang atau 76,47 persen.

Desa Letneo

Desa Letneo termasuk salah satu desa di Kecamatan Insana Barat yang menjadi sasaran penelitian dengan luas wilayah 12,00 km2 dan jumlah penduduk 1481 jiwa yang terdiri dari laki-laki 648 dan perempuan 833 yang tergabung dalam 422 kk.

Desa Letneo merupakan pusat ibukota Kecamatan Insana Barat dengan jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara adalah 25 km yang dicapai dalam waktu satu jam dengan kendaraan roda empat.

Keadaan prasarana jalan desa masih berupa jalan sirtu yang merupakan hasil gorong royong masyarakat Desa Letneo. Batas wilayah Desa Letneo sebelah utara berbatasan dengan Desa Banae, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tublopo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sekon Kecamatan Insana dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Atmen.

Kebutuhan air untuk usahatani umumnya bergantung pada air hujan. Air yang berasal dari sungai belum banyak dimanfaatkan. Terdapat satu buah sungai besar yang melintasi wilayah timur Desa Letneo yaitu Sungai Pissil. Air yang ada di sungai hanya dapat dipakai oleh 28 kk, selebihnya menggunakan air dari sumur gali baik dari hasil gotong royong masyarakat maupun program pemerintah (PNPM), dari mata air sebanyak 206 kk yang menggunakan dan yang menggunakan embung 142 kk. Potensi air minum di Desa Letneo terdiri atas : mata air enam buah, sumur gali 16 buah, sungai satu buah dan embung dua buah.

Sumberdaya lahan pertanian di desa ini sangat luas, total luas lahan pertanian (lahan kering) di desa ini adalah 325 ha yang terbagi di empat dusun. Selain lahan kering juga terdapat lahan sawah irigasi yaitu sawah Beskem yang luasnya delapan ha dan terdapat di sebelah timur desa ini. Sumberdaya lahan kering yang ada di desa ini dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu lahan bukit, lahan datar dengan solum tanah dalam, lahan datar dengan solum tanah dangkal dan lahan di tepi sungai.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Letneo terdiri dari penduduk yang belum/tidak/tamat SD sebanyak 1042 orang atau 70,35 persen, SLTP 341 orang atau

23,02 persen, SLTA 89 orang atau enam persen, diploma tiga orang atau 0,2 persen serta sarjana sebanyak sembilan orang atau 0,6 persen.

Dominannya tingkat pendidikan yang rendah ini sangat berhubungan dengan sumber mata pencaharian. Hal ini berdasarkan realitas yang terlihat dapat diketahui bahwa sumber mata pencaharian penduduk Desa Letneo sebagian besar adalah dibidang pertanian di mana terdapat 262 kk atau 62 persen sumber mata pencaharian utamanya adalah bertani, dibidang industri 82 kk atau 14,69 persen, PNS 22 kk atau 5,21 persen, atau jasa-jasa 18 kk atau 4,62 persen, dan perdagangan dan angkutan 16 kk atau 3,79 persen.

Berdasarkan data statistik, luas lahan kering usahatani jagung di Desa Letneo adalah 178 ha dengan perincian usahatani jagung hibrida 141 ha dan jagung lokal 37 ha. Berdasarkan status pemilikan lahan adalah 100 persen sebagai petani pemilik. Luas garapan pada umumnya berkisar antara 0,25-1,50 ha dan di atas 1,0 ha berjumlah 43 kk (16,41 persen) dan dibawah 1,0 ha sebanyak 219 orang atau 83,58 persen.

Kelurahan Atmen

Kelurahan Atmen merupakan satu-satunya kelurahan yang berada di Kecamatan Insana Barat yang menjadi sasaran penelitian dengan luas wilayah 21,00 km2 atau 20,59 persen terhadap luas wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk 1466 jiwa yang terdiri dari laki-laki 736 jiwa dan perempuan 730 jiwa yang tergabung dalam 477 kk.

Jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara adalah 15 km yang dicapai dalam waktu 0,45 jam dengan kendaraan roda empat dan jarak tempuh ke Ibukota kecamatan 10 km dalam waktu 0, 15 jam.

Keadaan prasarana kelurahan masih berupa jalan sirtu yang merupakan hasil gotong royong masyarakat kelurahan. Batas wilayah kelurahan, sebelah utara berbatasan dengan Desa Banae, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tublopo Kecamatan Bikomi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Letneo dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Usapinonot.

Kebutuhan air untuk usahatani umumnya bergantung pada air hujan. Air yang dapat dipakai oleh masyarakat Kelurahan Atmen adalah air sumur dan sumber mata air. Jumlah kk yang menggunakan air dari sumur gali baik dari hasil gotong royong masyarakat maupun program pemerintah (PNPM) sebanyak 167 kk, dari mata air sebanyak 209 kk yang menggunakan. Potensi air minum di Kelurahan Atmen terdiri atas: mata air empat buah, sumur gali sembilan buah dan embung dua buah.

Sumberdaya lahan pertanian di kelurahan ini sangat luas, total luas pertanian lahan kering di kelurahan ini adalah 385 ha yang terbagi di empat dusun. Selain lahan kering juga terdapat lahan sawah tadah hujan yaitu sawah Kuanek yang luasnya enam ha dan terdapat di sebelah selatan kelurahan ini. Sumberdaya lahan kering yang ada di desa ini dapat dibedakan atas tiga kelompok yaitu lahan bukit, lahan datar dengan solum tanah dalam, lahan datar dengan solum tanah dangkal.

Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Atmen terdiri dari penduduk yang belum/tidak/tamat SD 1133 orang atau 77,28 persen, SLTP 241 orang atau 16,43 persen, SLTA 92 orang atau 6,27 persen, diploma tiga orang atau 0,2 persen dan sarjana sebanyak sembilan orang atau 0,6 persen.

Banyaknya tingkat pendidikan yang rendah ini sangat berpengaruh terhadap sumber mata pencaharian. Hal ini dapat diketahui bahwa sumber mata pencaharian penduduk Kelurahan Atmen sebagian besar adalah dibidang pertanian di mana terdapat 365 kk atau 76,51 persen sumber mata pencaharian utamanya adalah bertani, dibidang industri 22 kk atau 4,61persen, PNS 37 kk atau 7,75 persen, atau jasa-jasa 18 kk atau 3,77persen, dan perdagangan dan angkutan 16 kk atau 3,35 persen,

Berdasarkan data statistik, luas lahan kering usahatani jagung di Kelurahan Atmen adalah 178 ha dengan perincian usahatani jagung hibrida 141 ha dan jagung lokal 37 ha. Berdasarkan status pemilikan lahan adalah 100 persen sebagai petani pemilik. Luas garapan pada umumnya berkisar antara 0,25-1,50 ha dan diatas 1,0 ha berjumlah 33 kk (9,04 persen) dan dibawah 1,0 ha sebanyak 332 orang atau 90,95 persen.

Faktor Internal Petani Usahatani Jagung Hibrida

Faktor internal petani turut serta mempengaruhi perilakunya dalam mengadopsi suatu teknologi baru terutama menentukan tingkat pemahaman individu terhadap inovasi yang diterimanya. Peubah internal yang diamati adalah: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) pengalaman berusahatani jagung hibrida, (5) luas lahan garapan, (6) jumlah anggota keluarga, (7) akses terhadap informasi, (8) keaktivannya dalam kelompok tani. Deskripsi selengkapnya disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8 Deskripsi faktor internal petani usahatani jagung hibrida

Faktor internal Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Umur Muda (< 42 tahun)

Dewasa ( 42-55 tahun) Tua (> 55 tahun) Jumlah 45 76 12 133 34,0 57,0 9,0 100,0

Pendidikan formal Rendah (< 5 tahun)

Sedang (5-8 tahun) Tinggi (> 8 tahun) Jumlah 67 36 30 133 50,4 27,1 22,5 100,0

Pendidikan nonformal Rendah (< 3 kali)

Sedang (3-4 kali) Tinggi (> 4 kali) Jumlah 76 51 6 133 57,0 38,0 4,0 100,0 Pengalaman berusahatani jagung

hibrida Rendah (< 3 tahun) Sedang (3-4 tahun) Tinggi (> 4 tahun) Jumlah 102 29 2 133 76,7 21,8 1,5 100,0 Jumlah anggota keluarga Rendah (< 4 orang)

Sedang (4-5 orang) Tinggi (> 5 orang) Jumlah 4 70 59 133 3,0 52,6 44,4 100,0

Luas lahan garapan Sempit(< 0,70 ha)

Sedang (0,70-1 ha) Luas (> 1 ha) Jumlah 70 55 8 133 52,6 41,4 6,0 100,0 Akses terhadap informasi Rendah ( < 5 kali)

Sedang (5-8 kali) Tinggi (> 8 kali) Jumlah 85 31 17 133 64,0 23,3 12,7 100,0 Keaktivan dalam kelompoktani Rendah (< 6 kali)

Sedang (6-12 kali) Tinggi (> 12 kali) Jumlah 9 75 49 133 6,8 56,4 36,8 100,0 Keterangan: n=133

Umur

Umur rata-rata petani jagung hibrida di Kecamatan Insana Barat adalah 43 tahun dengan variasi mulai dari 28 tahun sampai dengan 68 tahun, seperti tersaji pada Tabel 8 proporsi terbesar dewasa (57,0 persen) dari para petani jagung hibrida adalah umur anatara 42-55 tahun. Hal ini berarti bahwa umur petani jagung hibrida tergolong produktif. Berdasarkan penggolongan umur produktif, sebagian besar petani jagung hibrida tergolong dalam usia produktif yaitu antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun (BPS Kabupaten TTU, 2010)

Kondisi ini menunjukkan bahwa petani jagung hibrida secara fisik masih sangat kuat untuk menjalankan kegiatan usahataninya secara baik. Petani usia produktif memiliki kemampuan bekerja dan berpikir yang lebih tinggi dibanding dengan petani yang sudah tidak produktif. Petani yang lebih muda biasanya mempunyai semangat tinggi karena keingintahuannya sehingga mereka berusaha lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya belum berpengalaman (Soekartawi, 2005). Pendidikan formal

Tingkat pendidikan formal sebagai suatu landasan ilmu pengetahuan yang akan

Dokumen terkait