• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil perhitungan LD50 bakteri A. hydrophila terhadap ikan lele dumbo didapatkan konsentrasi bakteri sebanyak 105 cfu/ml (Lampiran 6). Dengan konsentrasi tersebut dapat membuat populasi ikan lele dumbo mati sebanyak 50% dalam waktu 7 hari.

4.1.2 Uji In Vitro

Dari hasil uji in vitro, dapat diketahui bahwa sari jeruk nipis dapat berfungsi sebagai bahan antibakteri, hal ini dapat terlihat dari zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram dalam cawan petri yang telah disebar bakteri A. hydrophila

dengan kepadatan 105 cfu/ml (Gambar 5 dan 6). Adanya zona hambat diduga berkaitan dengan pH asam dari sari jeruk nipis pada masing-masing dosis (Lampiran 7). 9.0 11.0 9.2 8.2 7.2 8.3 7.8 0.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 K 5% 10% 20% 40% 60% 80% 100%

Dosis jeruk nipis

D iam et e r r a ta -r a ta z o na ha m b a t (m m ) a b b b b b b b

Keterangan : Huruf dalam grafik yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 5. Rata-rata diameter zona hambat sari jeruk nipis terhadap bakteri

A.hydrophila

Berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan, terlihat bahwa rata-rata zona hambat cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya dosis sari jeruk nipis yang diberikan. Tetapi, terlihat penurunan zona hambat pada dosis

19

20%, kemudian meningkat kembali pada dosis 40%. Zona hambat terbesar terlihat pada dosis 80% dengan rata-rata zona sebesar 11 mm lalu menurun kembali pada dosis 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 80% merupakan puncak aktivitas antibakteri dari sari jeruk nipis sehingga menghasilkan zona hambat yang paling besar.

Dosis 5% Dosis 10% Dosis 20% Dosis 40%

Bakteri A. hydrophila

Kertas cakram

Zona hambat

Dosis 60% Dosis 80% Dosis 100% Gambar 6. Zona hambat jeruk nipis

Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis sari jeruk nipis berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 8). Kemudian dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT), hasilnya menunjukkan semua perlakuan dosis berbeda nyata terhadap kontrol (Lampiran 8). Oleh sebab itu, digunakan dosis 5% yang merupakan dosis paling kecil dan tidak berbeda nyata dengan dosis lainnya (Lampiran 8) agar lebih efisien dan efektif.

4.1.3 Uji In Vivo

4.1.3.1 Respon Makan dan Uji Refleks Ikan

Ikan lele merupakan ikan yang sangat responsif terhadap pakan, ikan ini merupakan omnivora yang dapat memakan pakan alami, keong sampai pelet atau pakan buatan. Respon ikan terhadap pakan yang diberikan dapat menjadi salah satu indikator kondisi tubuh ikan. Ikan yang sehat akan makan dengan lahap dan responsif terhadap pakan yang diberikan, sebaliknya ikan yang kondisinya tidak baik biasanya nafsu makannya juga akan menurun.

20

Tabel 2. Respon makan ikan lele dumbo selama uji in vivo

Hari ke-(dari penyuntikan A. hydrophila)

PENCEGAHAN PENGOBATAN K POSITIF K NEGATIF

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 -7 + - - +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ -6 ++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -2 +++ +++ +++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ -1 +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ 0 - + - - + + - + - ++ +++ ++ 1 + + + - + ++ + + - +++ +++ +++ 2 + + ++ + + + + + + +++ +++ +++ 3 ++ ++ ++ + + + + + + +++ +++ +++ 4 ++ ++ ++ + + ++ + + + +++ +++ +++ 5 ++ ++ ++ + + ++ + + + +++ +++ +++ 6 +++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + ++ +++ +++ +++ 7 +++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ +++ +++ +++

Keterangan : - = Respon makan tidak ada = Penyuntikan jeruk nipis + = Respon makan sedikit = Penyuntikan A. hydrophila ++ = Respon makan baik = Penyuntikan PBS

+++ = Respon makan sangat baik

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa respon makan ikan pada perlakuan pencegahan hari H-7 sedikit bahkan cenderung tidak ada, hal ini disebabkan adanya penyuntikan sari jeruk nipis ke dalam tubuh ikan sehingga ikan mengalami stres dan tidak mau makan. Tetapi memasuki hari selanjutnya nafsu ikan mulai kembali normal dan cenderung sangat baik sampai hari ke-0. Ketika dilakukan uji tantang dengan penyuntikan bakteri A. hydrophila pada hari ke-0, ikan menurun kembali nafsu makannya, bahkan cenderung tidak mau makan. Nafsu makan ikan mulai membaik memasuki hari ke-3. Tetapi nafsu makan ikan tidak terlihat sebaik seperti sebelum disuntikkan bakteri sampai akhir perlakuan.

Pada perlakuan pengobatan, ikan terlihat sangat baik nafsu makannya dari awal perlakuan sampai hari ke-0, yaitu ketika dilakukan penyuntikan bakteri. Setelah dilakukan penyuntikan bakteri ikan terlihat tidak nafsu makan. Pada hari ke-2 ketika dilakukan penyuntikan sari jeruk nipis ikan terlihat makan sedikit. Kurangnya nafsu makan telihat sampai hari ke-5, lalu mulai membaik sampai akhir perlakuan.

Pada kontrol positif nafsu makan ikan sangat baik dari awal sampai hari ke-0. Setelah dilakukan penyuntikan bakteri ikan terlihat tidak nafsu makan dan

21

makan hanya sedikit. Memasuki hari ke-6 ikan mulai membaik nafsu makannya tetapi tidak sebaik seperti sebelum dilakukan penyuntikan bakteri. Sedangkan pada kontrol negatif nafsu makan ikan terlihat sangat baik dari awal hingga akhir perlakuan.

Hasil pengamatan uji refleks menunjukkan bahwa refleks ikan paling kuat terjadi pada kontrol negatif, ikan dengan lincah langsung bergerak menjauhi dinding akuarium ketika dinding tersebut ditepuk. Sebaliknya, pada kontrol positif ikan cenderung diam, tidak langsung menjauhi sumber tepukan. Pada perlakuan pencegahan dan pengobatan tingkah laku ikan juga cenderung kurang aktif ketika terdapat tepukan di dinding akuarium. Ikan tidak langsung menjauhi sumber tepukan melainkan menunggu beberapa saat, kemudian berenang menjauhi sumber tepukan.

4.1.3.2 Pertambahan Bobot Rata-rata

87.27 51.21 37.66 40.16 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00

Pencegahan Pengobatan Kontrol positif Kontrol negatif

Pe rla kua n Pe rt a m ba han bobot r a ta -r at a ( % ) a a a b

Keterangan : Huruf dalam grafik yang berbeda menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)

Gambar 7. Pertambahan bobot rata-rata ikan lele dumbo (%) selama uji in vivo

Dari Gambar 7, dapat terlihat bahwa pertumbuhan paling baik terjadi pada kontrol negatif, yaitu sebesar 87.27% dengan jumlah ikan tetap 15 ekor sampai akhir perlakuan. Sedangkan pertumbuhan paling rendah terjadi pada perlakuan pengobatan sebesar 37.66% dengan jumlah total ikan pada akhir perlakuan adalah 13 ekor ikan. Pertambahan bobot rata-rata pada perlakuan pencegahan yaitu 40.16% dengan jumlah ikan pada akhir perlakuan 14 ekor, sedangkan kontrol positif sebesar 51.21% dengan total ikan pada akhir perlakuan adalah 11 ekor ikan (Lampiran 9). Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan

22

bahwa pertambahan bobot rata-rata kontrol positif tidak berbeda nyata dengan perlakuan pencegahan dan pengobatan. Sedangkan kontrol negatif berbeda nyata terhadap kontrol positif, perlakuan pencegahan dan pengobatan (Lampiran 10).

4.1.3.3 Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Klinis

Gejala klinis didapatkan dari pengukuran diameter tukak yang terdapat pada tubuh ikan, kemudian dilakukan skoring. Gejala klinis menunjukkan seberapa parah tubuh ikan terinfeksi bakteri, semakin tinggi skor yang didapat, berarti kerusakan pada tubuh ikan juga semakin parah.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7

Har i k e - pas ca infe k s i bak te r i

S ko r r at a-rat a g ej al a kl in is

Pengobatan Pencegahan Kontrol Positif

Gambar 8. Skor rata-rata gejala klinis ikan lele dumbo pada uji in vivo

Gambar 8 menunjukkan bahwa skor rata-rata gejala klinis paling kecil terlihat pada perlakuan pencegahan, sebaliknya paling besar terlihat pada kontrol positif. Pada pencegahan, skor rata-rata gejala klinis pada hari pertama adalah 1.53 dan mengalami peningkatan sampai hari ke-3 menjadi 2.53, lalu memasuki hari ke-4 mengalami penurunan sampai akhir perlakuan menjadi 1.93. Pada perlakuan pencegahan, setelah dilakukan penyuntikan bakteri pada hari ke-0, hari selanjutnya mulai terlihat gejala klinis. Pada hari ke-1, skor gejala klinis mulai meningkat dan berlanjut sampai hari ke-3, lalu pada hari selanjutnya rata-rata skor mulai menurun sampai akhir perlakuan (Lampiran 11). Pada hari pertama setelah dilakukan penyuntikan bakteri, terdapat 11 ekor ikan (78.6%) yang mengalami radang dan 3 ekor ikan (21.4%) terlihat normal. Radang berkembang menjadi tukak (borok) pada hari ke-3, tetapi hanya 5 ekor ikan (35.7%) yang mengalaminya, 3 ekor ikan (21.4%) terlihat mengalami penyembuhan, 3 ekor ikan (21.4%) terlihat normal, sedangkan 3 ekor lainnya (21.4%) tetap mengalami

23

radang tetapi diameter radang terlihat lebih kecil. Radang dan tukak terlihat semakin kecil pada hari selanjutnya sampai akhir perlakuan, bahkan ada penambahan 1 ekor ikan yang mengalami penyembuhan. Pada akhir perlakuan, terdapat 7 ekor ikan (50%) terlihat sehat, 2 ekor ikan (13.3%) mengalami radang dengan diameter yang kecil dan 5 ekor ikan (35.7%) mengalami tukak (Lampiran 12). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan pencegahan berbeda nyata dengan kontrol positif (Lampiran 13).

Pada perlakuan pengobatan, skor gejala klinis terlihat lebih besar daripada pada pencegahan, namun demikian skor pengobatan masih lebih baik dibandingkan kontrol positif. Skor rata-rata awal adalah 3.47 kemudian meningkat sampai hari ke-3 menjadi 7.20 lalu mengalami penurunan sampai hari ke-7 menjadi 6.07. Pada pencegahan, semua ikan mengalami peradangan pada hari pertama setelah penyuntikan bakteri (Lampiran 11). Hari selanjutnya dilakukan penyuntikan sari jeruk nipis sebagai pengobatan dan 11 ekor ikan (73.3%) mengalami hemoragi atau pendarahan dan kerusakan jaringan, sedangkan sisanya (26.6%) telah mengalami tukak. Setelah dilakukan penyuntikan, terlihat peningkatan gejala klinis menjadi tukak, 12 ekor ikan (80%) mengalami tukak dan 1 ekor ikan (6.7%) mengalami kematian. Memasuki hari ke-4, terdapat 1 ekor ikan lagi yang mati, sedangkan ikan yang lain mulai mengalami penurunan diameter gejala klinis. Penurunan gejala klinis terus terjadi sampai akhir perlakuan, bahkan terdapat ikan yang sembuh pada hari ke-4 dan ke-6 (Lampiran 12). Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan pengobatan tidak berbeda nyata dengan kontrol positif (Lampiran 13).

Pada kontrol positif, terlihat skor gejala klinis paling besar. Skor rata-rata pada hari pertama adalah 4.93 dan mengalami kenaikan sampai hari ke-3 menjadi 7.27 lalu hari selanjutnya mengalami penurunan sedikit tetapi pada akhir perlakuan skor meningkat menjadi 7.33. Pada kontrol positif, 2 ekor ikan (13.3%) mengalami hemoragi sehari setelah dilakukan penyuntikan bakteri, 3 ekor ikan (20%) mengalami kematian, sedangkan 10 ekor ikan (66.7%) mengalami peradangan. Hari selanjutnya 3 ekor ikan tetap mengalami peradangan (25%), 6 ekor ikan (50%) mengalami hemoragi dan 3 ekor ikan (25%) mengalami tukak.

24

Hari ke-3 rata-rata ikan mengalami tukak dan terus berlanjut sampai akhir perlakuan (Lampiran 12). Pada hari ke-7, terdapat satu ekor ikan lagi yang mati.

Pada kontrol negatif tidak terdapat gejala klinis karena tidak dilakukan penyuntikan bakteri A. hydrophila. Tidak terlihat adanya peradangan, kerusakan jaringan, hemoragi atau tukak.

4.1.3.4 Mortalitas 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7

Hari pasca infeksi bakteri

M o rt a li tas (% )

Pencegahan Pengobatan K Positif K Negatif

Gambar 9. Mortalitas (%) ikan lele dumbo pada uji in vivo

Dari Gambar 9 terlihat bahwa tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada kontrol positif sebesar 26.67%. Kemudian diikuti oleh perlakuan pengobatan sebesar 13.33%, kematian terjadi di hari ke-3 dan ke-4 dan terus konstan sampai akhir perlakuan. Pada perlakuan pencegahan, tidak terjadi kematian karena penyuntikan sari jeruk nipis maupun infeksi bakteri. Kematian terjadi pada hari H-3, tetapi hal ini bukan disebabkan penyuntikan jeruk nipis karena tidak terlihat adanya peradangan di sekitar area suntikan, melainkan karena kanibalisme antara sesama ikan yang ditandai dengan kulit ikan yang koyak karena dimakan oleh ikan yang lain (Gambar 10).

25

Pada kontrol negatif, nilai mortalitas 0% atau tidak terjadi kematian sampai akhir perlakuan (Lampiran 14). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa mortalitas pada perlakuan pencegahan dan pengobatan berbeda nyata dengan kontrol positif (Lampiran 15).

4.1.3.5 Pengamatan Organ Dalam

Tabel 3. Pengamatan organ dalam ikan lele dumbo

Organ Pencegahan Pengobatan Kontrol Positif Kontrol Negatif Ginjal Merah tua

kecoklatan

Merah tua Merah tua kehitaman dan

membengkak

Merah kecoklatan

Hati Merah gelap Merah sedikit pucat Merah kekuningan dan membengkak Merah kecoklatan Empedu Hijau kebiruan Hijau kekuningan

Kuning Hijau kebiruan

Limpa Merah gelap Merah kecoklatan

Merah kecoklatan dan membengkak

Merah tua

Dari hasil pembedahan organ dalam (Tabel 3), dapat terlihat bahwa pada perlakuan pencegahan ginjal terlihat berwarna merah tua kecoklatan, hati terlihat merah gelap, empedu berwarna hijau kebiruan dan limpa terlihat berwarna merah gelap. Pada perlakuan pengobatan ginjal terlihat merah tua, hati terlihat berwarna merah sedikit pucat, empedu hijau kekuningan, dan limpa berwarna merah kecoklatan. Pada perlakuan kontrol positif terlihat ginjal berwarna merah tua kehitaman dan membengkak, hati merah kekuningan dan membengkak, empedu berwarna kuning dan limpa merah kecoklatan serta membengkak. Sedangkan pada perlakuan kontrol negatif ginjal dan hati berwarna merah kecoklatan, empedu terlihat hijau kebiruan dan limpa berwarna merah tua.

4.1.3.6 Kualitas Air

Air merupakan media tempat hidup ikan, karenanya kualitas air merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ikan. Ikan akan tumbuh secara optimal apabila parameter kualitas air di tempat hidupnya sesuai dengan kisaran toleransi yang dapat diterima oleh ikan tersebut. Ikan lele dumbo memiliki

aborescent organ, sehingga bahkan dalam keadaan perairan yang minim oksigen ikan lele dumbo masih dapat bertahan hidup.

26

Tabel 4. Kisaran kualitas air selama uji in vivo

Perlakuan Suhu (0C) pH DO (mg/l) TAN (mg/l)

Pencegahan 25-27 6.6-6.8 4.23-6.89 0.07-0.072

Pengobatan 25-27 6.6-6.8 4.21-6.89 0.07-0.114

Kontrol Positif 25-27 6.5-6.8 5.13-6.89 0.07-0.058

Kontrol Negatif 25-27 6.6-6.8 4.40-6.89 0.07-0.089

Dari Tabel 4 diatas, dapat diketahui bahwa kisaran kualitas air selama perlakuan memenuhi syarat kualitas air dalam memelihara lele. Kualitas air diukur sebelum dan setelah perlakuan, khusus untuk suhu dilakukan pengukuran setiap hari. Kualitas air yang terukur selama perlakuan untuk suhu adalah antara 25-270C, pH antara 6.5-6.8, DO antara 4.21-6.89 dan TAN antara 0.07-0.114 (Lampiran 16).

Dokumen terkait