• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI

3.3 Metode Penelitian

3.3.2 Pembuatan Sari Jeruk Nipis

Untuk mendapatkan sari jeruk nipis, pertama-tama buah jeruk nipis dibelah menjadi empat bagian. Kemudian masing-masing bagian diperas dan disaring agar ampas jeruk nipis dapat terpisah. Sari jeruk nipis yang telah didapatkan ditempatkan dalam wadah kaca. Kemudian dilakukan pengenceran sari jeruk nipis agar didapatkan berbagai konsentrasi. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil sari jeruk nipis dari wadah kaca ke dalam eppendorf, kemudian ditambahkan akuades steril sampai mendapat konsentrasi yang diinginkan (Lampiran 1). Konsentrasi pengenceran sari jeruk nipis yang dilakukan adalah 5%, 10%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.

3.3.3 Uji In Vitro

Uji in vitro dilakukan untuk mengetahui daya antibakteri dari jeruk nipis dan menentukan dosis terbaiknya dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila. Dosis terbaik yang didapatkan dari uji in vitro akan digunakan dalam uji in vivo. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode Kirby-Bauer (Lay, 1994) atau kertas cakram.

Dalam uji in vitro, pertama-tama disiapkan isolat murni bakteri A. hydrophila, kemudian secara aseptik diambil isolat bakteri tersebut sebanyak satu ose dan dibiakkan dalam media LB (Lampiran 2). Setelah umur bakteri dalam media LB mencapai 18 jam, bakteri dapat dipanen dan dilakukan pengenceran berseri sampai kepadatan 105 (sesuai dengan kepadatan bakteri yang didapatkan dari uji LD50). Setelah itu disiapkan media TSA (Lampiran 2) dalam cawan petri sebagai media tempat hidup bakteri A. hydrophila. Isolat cair bakteri A. hydrophila dengan kepadatan 105 diambil sebanyak 0.1 ml menggunakan mikropipet dan disebar menggunakan batang penyebar dalam cawan petri.

Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode kertas cakram, sehingga perlu disiapkan kertas cakram steril. Kertas cakram yang digunakan adalah kertas Whatman no.42 berdiameter 6 mm yang mempunyai kemampuan dalam menyerap bahan sebanyak 15 µm. Sebelum digunakan, kertas cakram disterilkan menggunakan autoclave selama 15 menit. Setelah itu, kertas cakram direndam dalam larutan jeruk nipis berbagai konsentrasi. Setelah + 15 menit, kertas cakram

13

diambil secara aseptik dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah disebar bakteri. Kemudian cawan petri diinkubasi selama 24 jam dan diukur zona hambat yang terbentuk (Lampiran 3).

3.3.4 Uji In Vivo

3.3.4.1 Persiapan Wadah

Akuarium yang digunakan berjumlah 12 buah, diletakkan dalam 2 buah rak yang berhadapan (Lampiran 4). Sebelum digunakan akuarium terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan kaporit 100 mg/l, kemudian didiamkan atau dijemur sampai benar-benar kering. Air yang akan digunakan juga didesinfeksi menggunakan kaporit 30 mg/l dan Na-thiosulfat sebanyak 30% dari jumlah kaporit kemudian diberi aerasi kuat. Setelah proses desinfeksi selesai, akuarium dapat diisi dengan air yang telah didesinfeksi. Sekeliling akuarium ditutup dengan plastik hitam untuk menghindari stres pada ikan lele.

3.3.4.2 Adaptasi Ikan Uji

Ikan lele yang akan digunakan untuk uji in vivo diadaptasikan terlebih dahulu untuk menghindari stres karena perpindahan tempat. Sebelum dimasukkan ke dalam akuarium, ikan terlebih dahulu direndam dalam larutan PK 4 ppm selama + 5 menit, hal ini bertujuan untuk mematikan parasit dan penyakit yang mungkin menempel pada tubuh ikan. Kemudian ikan ditimbang bobot dan diukur panjang tubuhnya untuk data awal sebelum dimulai perlakuan. Setelah itu ikan dapat dimasukkan ke dalam akuarium dengan kepadatan lima ekor ikan dalam satu akuarium. Ikan diadaptasikan selama tiga hari dan diberi makan pelet komersil dengan kadar protein 28% pada pagi dan sore hari. Dilakukan pula penyiponan dan penggantian air setiap hari untuk menjaga kualitas air.

3.3.4.3 Uji In Vivo

Uji in vivo dilakukan dengan dua macam perlakuan, yaitu pencegahan dan pengobatan, serta kontrol positif dan kontrol negatif (Gambar 4). Masing-masing perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Dalam uji in vivo, pakan tetap diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari, serta dilakukan

14

penyiponan dan pergantian air setiap hari untuk menjaga kualitas air. Sebelum dilakukan penyuntikan bakteri, terlebih dahulu disiapkan bakterinya (Lampiran 5).

Pada perlakuan pencegahan, ikan disuntik secara intramuskular dengan sari jeruk nipis dosis 5% (dosis yang didapatkan dari uji in vitro) sebanyak 0.1 ml/ekor. Penyuntikan dilakukan tujuh hari sebelum uji tantang atau H-7. Kemudian uji tantang dilakukan pada hari ke-0 dengan cara ikan disuntik secara intramuskular dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 105 (kepadatan bakteri yang didapatkan dari uji LD50) sebanyak 0.1 ml/ekor.

Pada perlakuan pengobatan, ikan disuntik secara intramuskular dengan sari jeruk nipis dosis 10% (dua kali lipat dari dosis pencegahan)sebanyak 0.1 ml/ekor. Penyuntikan dilakukan dua hari setelah uji tantang atau H+2.

Pada hari ke-0, ikan kontrol positif disuntik secara intramuskular dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 105 sebanyak 0.1 ml/ekor. Sedangkan pada kontrol negatif, ikan disuntik dengan PBS (Lampiran 2) sebanyak 0.1 ml/ekor juga secara intramuskular.

Injeksi jeruk nipis Injeksi A. hydrophila

Gambar 4. Skema metode penelitian (uji in vivo)

Pencegahan

-7 0 7

Injeksi A. hydrophila Injeksi jeruk nipis

Pengobatan -7 0 2 7 Injeksi A. hydrophila Kontrol Positif -7 0 7 Injeksi PBS Kontrol Negatif -7 0 7

15

3.3.4.4 Parameter yang Diamati

Pengamatan masing-masing perlakuan dilakukan selama 14 hari yang terdiri dari beberapa parameter, antara lain:

3.3.4.4.1 Respon Makan dan Uji Refleks Ikan

Pengujian terhadap respon makan dilakukan dengan cara ikan diberi pakan kemudian diamati responnya, kemudian diamati pula banyaknya pakan yang tersisa. Untuk uji refleks ikan, bagian luar akuarium ditepuk kemudian diamati respon dari ikan uji tersebut.

3.3.4.4.2 Pertambahan Bobot Rata-rata

Pengukuran bobot tubuh ikan uji dilakukan pada awal dan akhir perlakuan dengan menggunakan timbangan digital. Ikan pada masing-masing akuarium ditimbang bobot biomassanya, kemudian dihitung nilai rataan bobot tiap perlakuan dan pertambahan bobotnya. Pertambahan bobot tubuh ikan dihitung dengan menggunakan rumus:

Wo Wo Wt

x 100% Pertambahan bobot (%) =

Keterangan : ΔW = pertambahan bobot (%) Wo = bobot awal (g)

Wt = bobot akhir (g)

3.3.4.4.3 Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Kelainan Klinis

Pengamatan terhadap gejala klinis dilakukan setiap hari setelah ikan uji diinfeksi bakteri A. hydrophila. Pengukuran diameter klinis dilakukan dengan mengukur luas tukak dengan menggunakan penggaris, kemudian data yang diperoleh diberi skor (skoring). Dari nilai skor tersebut dapat diketahui kondisi tubuh ikan uji, semakin tinggi nilai skor maka kondisi tubuh ikan semakin buruk.

Nilai skor kelainan klinis dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut (modifikasi dari Normalina, 2007):

16

Sn = ikan sembuh nilai skor 0 N = ikan normal nilai skor 0 R = ikan radang nilai skor 1 H = ikan hemoragi nilai skor 2 T = ikan tukak nilai skor 3 M = ikan mati nilai skor 4 Diameter klinis dibagi menjadi 4 kelompok :

- bila diameter kelainan klinis berada diantara (0.1-0.4 cm) diberi angka 1 - bila diameter kelainan klinis berada diantara (0.5-0.8 cm) diberi angka 2 - bila diameter kelainan klinis berada diantara (0.9-1.2 cm) diberi angka 3 - bila diameter kelainan klinis berada diantara (1.3-1.7 cm) diberi angka 4

3.3.4.4.4 Mortalitas

Pengamatan terhadap mortalitas ikan uji dilakukan setiap hari, mulai dari awal hingga akhir perlakuan. Kematian ikan dicatat untuk mengetahui mortalitas ikan uji dan dihitung dengan menggunakan rumus:

Mortalitas (%) = Jumlah ikan yang mati (ekor) x 100% Jumlah populasi (ekor)

3.3.4.4.5 Pengamatan Organ Dalam

Pada akhir perlakuan, ikan uji dibedah untuk mengetahui keadaan organ dalam tubuh ikan tersebut kemudian dilakukan pembandingan antara perlakuan pencegahan, pengobatan, kontrol positif dan kontrol negatif.

3.3.4.4.6 Analisis Kualitas Air

Selama perlakuan kualitas air dijaga dengan disipon dan dilakukan pergantian air sekali sehari sebanyak 10-20%. Suhu air diukur setiap hari menggunakan termometer. Selain itu, dilakukan pula pengukuran terhadap pH, DO (dissolved oxigen) dan TAN pada awal dan akhir perlakuan.

17

Dokumen terkait