• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMILIKI ANAK PERTAMA

HASIL Karakteristik Individu

anak pertama, dan kepuasan perkawinan ibu.

HASIL Karakteristik Individu

Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja yaitu 26.1 tahun dan 25.1 tahun. Pendidikan ibu yang bekerja lebih tinggi dibanding dengan ibu bekerja yaitu sebesar 11.9 tahun dan 10.9 tahun. Rataan usia ibu saat menikah pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja yaitu sebesar 23.3 tahun dan 22.3 tahun. Rataan usia ibu saat melahirkan anak pertama hampir sama baik ibu bekerja maupun ibu tidak bekerja yaitu sebsesar 24.7 tahun dan 24.1 tahun.

Tabel 9 Karakteristik Individu berdasarkan status pekerjaan ibu Karakteristik individu Total

Rata-rata + SD

Status Istri Bekerja Rata-rata + SD

P value Bekerja Tidak Bekerja

Usia ibu (tahun) 25.6 + 4.562 26.1 + 4.65 25.1 + 4.45 0.239 Pendidikan ibu (tahun) 11.4 + 2.350 11.9 + 2.58 10.9 + 2.01 0.035* Usia ibu saat menikah

(tahun)

22.8 + 4.456 23.3 + 4.62 22.3 + 4.25 0.191 Usia ibu saat melahirkan

anak pertama (tahun)

Karakteristik Keluarga

Tabel 10 menunjukkan bahwa karakteristik keluarga (usia anak, usia ayah, usia ayah saat menikah, pendidikan ayah dan lama pernikahan) tidak berbeda antara ibu bekerja dan tidak bekerja hanya pada pendapatan perkapita keluarga dan pendapatan keluarga lebih tinggi pada ibu bekerja daripada ibu tidak bekerja (p<0.001).Hasil penelitian menemukan bahwa rata-rata pendapatan perkapita ibu bekerja memiliki jumlah yang lebih besar (Rp 1.373.610) dibandingkan dengan pendapatan perkapita ibu tidak bekerja (Rp 763.610) berarti dapat terlihat bahwa dengan bekerjanya ibu maka pendapatan perkapita keluarga pun meningkat. Hasil penelitian juga menemukan bahwa rata-rata pendapatan keluarga ibu bekerja memiliki jumlah yang lebih besar (Rp 4.120.833) dibandingkan dengan pendapatan keluarga ibu tidak bekerja (Rp 2.290.833) berarti dapat terlihat bahwa dengan bekerjanya ibu maka akan memenuhi dalam perekonomian keluarga. Tabel 10 Karakteristik keluarga berdasarkan status pekerjaan ibu

Karakteristik individu Total Rata-rata + SD

Status Istri Bekerja Rata-rata + SD

P value Bekerja Tidak Bekerja

Usia Anak (bulan) 14.3 + 6.313 14.1 + 6.234 14.6 + 6.476 0.678 Usia Ayah (tahun) 29.1 +4353 29.1 + 3.609 29.1 + 5.020 1.000 Usia Ayah saat menikah

(tahun) 26.5 + 4.124 26.6 + 3.505 26.3 + 4.689 0.758 Pendidikan Ayah (tahun) 11.5 + 2.322 11.9 + 2.573 11.2 + 2.035 0.070 Pendapatan perkapita (rupiah) 1 068 610+ 564604 1373610+ 559503 763610 + 375 114 0.000* Pendapatan keluarga (rupiah) 3 205 833 + 1 693 812 4 120 833+ 1 678 510 2 290 833+ 1 125 343 0.000* Lama pernikahan (tahun) 2.8 + 1.998 2.7 + 1.298 2.9 + 2.518 0.555

Tabel 11 menunjukkkan bahwa jenis pekerjaan ibu sebanyak 65 persen bekerja sebagai karyawan dan jenis pekerjaan ayah sebanyak 55 persen bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 20 persen, wiraswasta sebanyak 8.3 persen dan sisanya sebagai buruh. Jenis pekerjaan ayah terbanyak sebagai karyawan.

Tabel 11 Sebaran jenis pekerjaan ibu dan ayah berdasarkan status pekerjaan ayah

Ibu Ayah

Bekerja Tidak bekerja Bekerja Tidak bekerja

Jenis pekerjaan n % n % n % n %

Tidak bekerja/ IRT 0 0.0 60 100.0 0 0.0 0 0.0

PNS 12 20.0 0 0.0 6 10.0 0 0.0

Karyawan 39 65.0 0 0.0 33 55.0 32 53.3 Wiraswasta 5 8.3 0 0.0 16 26.7 24 40.0

Buruh 4 6.7 0 0.0 5 8.3 4 6.7

Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama

Tabel 12 menunjukkan bahwa capaian total dari stres ibu yang baru memiliki anak pertama sebesar 58.13 persen dengan capaian yang paling tinggi yaitu pada pernyataan ibu menyadari bahwa pada akhirnya mencurahkan seluruh waktu dan tenaga hanya untuk mengasuh anak.

Tabel 12 Capaian stres ibu yang baru memiliki anak pertama berdasarkan status pekerjaan ibu

Penyataan

Total Status bekerja p-value Bekerja Tidak

bekerja Sering merasa bahwa tidak dapat mengasuh anak dengan

baik.

68.54 67.50 69.58 0.679 Menyadari bahwa akhirnya mencurahkan seluruh waktu

dan tenaga hanya untuk mengasuh anak.

84.58 85.00 84.17 0.849 Merasa terbebani dengan tanggung jawab sebagai orang

tua.

40.63 41.67 39.58 0.680 Sejak memiliki anak, tidak bisa mencoba suatu hal yang

baru dan berbeda.

63.54 65.00 62.08 0.632 Sejak memiliki anak, merasa hampir tidak bisa

melakukan hal yang di sukai.

65.63 62.92 68.33 0.355 Karena keterbatasan waktu tidak puas dengan pembelian

pakaian terakhir untuk diri sendiri.

68.33 65.83 70.83 0.416 Ada sedikit hal (masalah anak) yang mengganggu dalam

hidup.

55.83 52.92 58.75 0.300 Memiliki anak menyebabkan lebih banyak masalah dari

apa yang di bayangkan.

44.79 44.58 45.00 0.944 Sejak memiliki anak, merasa kesepian dan tidak memiliki

teman.

47.29 51.67 42.92 0.159 Tidak dapat menikmati waktu berkumpul bersama teman

karena teringat dengan anak yang berada di rumah.

60.42 59.17 61.67 0.686 Setelah menjadi orangtua, tidak tertarik

berkenalan/berkumpul dengan orang-orang baru seperti dulu.

63.33 57.92 68.75 0.047*

Setelah menjadi orangtua, tidak dapat menikmati kegiatan yang di sukai (hobi).

64.79 57.50 72.08 0.010* Merasa bahwa saya adalah seorang:

1. Orang tua yang baik.

2. Lebih baik daripada orang tua biasanya. 3. Orang tua biasa saja.

4. Seseorang yang memiliki masalah sebagai orang tua. 5. Orangtua yang tidak baik.

36.67 37.92 35.42 0.671

Berharap memiliki perasaan dekat dan hangat dengan anak tetapi tidak berhasil sehingga membuat khawatir.

50.83 47.08 54.58 0.199 Sulit untuk menetapkan serta membiasakan jadwal

makan/minum susu dan tidur anak..

61.88 59.58 64.17 0.487

Total 58.13 56.75 59.51 0.216

Capaian total stres ibu yang baru memiliki anak pertama pada ibu bekerja (56.75%) dan ibu tidak bekerja (59.51%) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hanya pada item pernyataan 11 dan 12 yaitu setelah menjadi orangtua, tidak tertarik berkenalan/berkumpul dengan orang-orang baru seperti dulu dengan ibu bekerja sebanyak (57.92%) dan ibu tidak bekerja sebanyak (68.75%) dan setelah menjadi orangtua tidak dapat menikmati kegiatan yang sukai dengan ibu

bekerja sebanyak (57.50) dan ibu tidak bekerja sebanyak (72.08%). Hal ini menunjukkan bahwa ibu tidak bekerja cenderung lebih stres dalam mengasuh anak pertamanya daripada ibu yang bekerja. Hal ini dikarenakan ibu tidak bekerja area yang dimiliki hanya seputar rumah dan lingkungan dan perannya sebagai istri dan orang tua saja.

Tabel 13 rata rata sebaran ibu berdasarkan stres ibu yang baru memiliki anak pertama secara keseluruhan berada pada kategori rendah (54.2%). Berdasarkan status bekerja ibu, terdapat 60 persen ibu bekerja berada pada kategori stres tingkat rendah dan terdapat 48.3 persen ibu tidak bekerja berada pada kategori stres tingkat rendah dan sedang.

Tabel 13 Sebaran contoh stres ibu berdasarkan status pekerjaan ibu

Stres ibu n Bekerja % Tidak Bekerja n % Total

n % Rendah ( < 60%) 36 60 29 48.3 65 54.2 Sedang (60-79%) 22 36.7 29 48.3 51 42.5 Tinggi (>80%) 2 3.3 2 3.3 4 3.3 Rata + SD 56.75+ 12.322 59.51+ 12.042 58.13 + 12.211 Min-Maks 30 – 85 30 – 91 30.00 – 91.00 Kepuasan Perkawinan

Tabel 14 menunjukkan capaian kepuasan perkawinan ibu bekerja (63.65%) lebih tinggi daripada ibu tidak bekerja (61.73%) walaupun perbedaan kepuasan perkawinan pada ibu bekerja dan tidak bekerja tidak signifikan. Jika dilihat dari total keseluruhan ibu bekerja dan tidak bekerja capaian kepuasan perkawinan yaitu sebesar 63.01 persen. Perbedaan siginifikan kepuasan perkawinan hanya tampak pada dimensi masalah kepribadian dengan rataan ibu bekerja sebesar 67.21 persen dan ibu tidak bekerja sebesar 57.38 persen dengan p-value sebesar 0.014 persen.

Tabel 14 Capaian variabel dan dimensi kepuasan perkawinan berdasarkan status pekerjaan ibu

Kepuasan Perkawinan Total Status Bekerja p-value

Bekerja Tidak bekerja

Masalah kepribadian 62.60 67.21 57.38 0.014* Kesetaraan peran 71.3 70.42 72.08 0.735 Komunikasi 62.99 63.76 61.48 0.510 Penyelesaian konflik 66.0 62.92 69.17 0.285 Pengelolaan keuangan 52.0 49.60 53.37 0.481 Aktifitas bersama 68.5 72.92 64.17 0.141 Relasi seksual 69.0 73.33 64.58 0.109

Anak dan pernikahan 61.87 61.85 61.40 0.913

Keluarga dan teman 54 54.17 53.75 0.946

Orientasi religious 75.2 52.83 62.83 0.795

Tabel 15 menunjukkan rata-rata sebaran ibu berdasarkan kategori kepuasan perkawinan secara keseluruhan berada pada kategori sedang (60.8%). Berdasarkan status bekerja ibu, terdapat lebih dari tigaperlima ibu bekerja (66.7%) berada pada kategori sedang dan lebih dari separuh (55%) ibu tidak bekerja berada pada kategori sedang.

Tabel 15 Sebaran contoh kepuasan perkawinan berdasarkan status pekerjaan ibu Kepuasan perkawinan Bekerja Tidak Bekerja Total

n % n % n % Rendah ( < 60%) 16 26.7 22 36.7 38 31.7 Sedang (60-79.9%) 40 66.7 33 55.0 73 60.8 Tinggi (>80%) 4 6.7 5 8.3 9 7.5 Rata + SD 63.65 + 1.19459 61.73 + 1.3352 62.69+1.265 Min-Maks 30 - 88 33 - 86 30 – 88

Analisis pengaruh karakteristik keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama terrhadap kepuasan perkawinan ibu

Hasil uji analisisi regresi linier berganda pada tabel 16 menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0.188. Hal ini berarti bahwa sebesar 18.8 persen kepuasan perkawinan ibu dapat dijelaskan oleh lama pernikahan dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama. Berdasarkan hasil analisis menunjukan lama pernikahan berpengaruh positif (p <0.05) dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama (p <0.01) berpengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan. Status bekerja ibu dan pendidikan ayah berpengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan meskipun tidak signifikan.

Tabel 16 Sebaran koefisien regresi pengaruh, karakteristik keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan.

Variabel Kepuasan perkawinan

β tidak terstandarisasi β terstandarisasi Sig.

Konstanta 58.355 0.000**

Pendidikan ibu (tahun) 0.851 0.158 0.135

Status bekerja ibu (( 0 =

tidak bekerja; 1= bekerja) -0.922 -0.037 0.715

Usia ibu menikah (tahun) 0.259 0.091 0.388

Usia anak (bulan) 0.093 0.047 0.624

Pendidikan ayah (tahun) -0.499 -0.092 0.399

Pendapatan per kapita (ribu

rupiah/ bulan) 2.206 0.098 0.384

Usia ayah menikah (tahun) 0.383 0.125 0.233

Lama pernikahan (tahun) 1.279 0.202 0.031*

Stres ibu -0.386 -0.372 0.000**

F 4.065

Sig 0.000

R Square 0.250

Adjusted RSquare. 0.188

Pembahasan

Rata-rata usia ibu bekerja dan tidak bekerja yaitu 26.06 tahun dan 25.10 tahun. Pendidikan ibu bekerja lebih tinggi dibanding dengan ibu tidak bekerja. Rata-rata pekerjaan yang banyak dimiliki ibu yang bekerja adalah sebagai karyawan. Ratan usia ayah ditinjau dari status bekerja ibu adalah 29.08 tahun. Pendapatan keluarga dengan ibu bekerja lebih besar dibanding dengan ibu tidak bekerja.

Capaian stres ibu yang baru memiliki anak pertama 58.13 persen, jika ditinjau dari ibu bekerja dan tidak bekerja maka capaian stres ibu yang baru memiliki anak pertama 56.75 persen dan 59.51 persen. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara ibu bekerja dan tidak bekerja terhadap stres. Hal ini beretentangan dengan pendapat Hidangmayun (2010) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan stres pengasuhan yang dialami oleh ibu. Terdapat 3.3 persen ibu yang berada pada kategori stres tinggi. Hal ini dapat menyebabkan beberapa ibu yang berada dalam kategori stres tinggi dapat menggunakan ancaman, memperlakukan anak dengan kata-kata kasar, menanamkan kedisiplinan pada diri anak dengan melakukan tindak kekerasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahern (2004) melakukan studi yang menunjukkan adanya hubungan stres pengasuhan dengan potensi penganiayaan anak dengan berbagai variasi yang ekstrim dalam perilaku pengasuhan.

Hasil capaian indikator kepuasan perkawinan yang kurang dari 50 persen adalah pengelolaan keuangan dengan pernyataan ibu tidak bahagia dengan keadaan keuangan keluarga dan cara keluarga dalam membuat keputusan keuangan serta ibu masih memiliki kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi dalam hubungan ini. Hal ini sesuai pendapat Wiliams et al. (2006) konflik keuangan biasanya terjadi karena adanya perbedaan harapan dalam masing-masing peran yang dijalankan oleh pasangan. Keterbukaan dalam hal pengelolaan dan pengeluaran keuangan akan membuat pasangan lebih berbahagia dalam perkawinan. Capaian kepuasan perkawinan ibu sebesar 63.01 persen. Ibu bekerja memiliki masalah kepribadian pasangan yang lebih tinggi daripada ibu tidak bekerja. Hal ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah ibu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian dari ayah bahkan dengan pura-pura menjadi orang lain. Namun setelah menikah, kepibadian yang sebenarnya akan muncul dan perbedaan dari yang diharapkan dengan yang terjadi dapat menimbulkan masalah. Persoalan tingkah laku ayah yang tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku ayah sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia. Terdapat 31.7 persen ibu yang berada pada kategori kepuasan perkawinan rendah. Kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh ibu bekerja lebih tinggi daripada ibu tidak bekerja meskipun tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pujiastuti dan Retnowati (2004) yang mengatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok wanita menikah yang bekerja dengan kelompok yang tidak bekerja mengenai kepuasan perkawinan dan depresinya.

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa lama pernikahan berpengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan ibu. Menunjukkan bahwa semakin lama usia

perkawinan maka semakin tinggi kepuasan ibu dalam perkawinan. Hal ini sesuai dengan pendapat Glenn (1990) mengatakan bahwa lama usia perkawinan mempengaruhi kepuasan perkawinan seseorang. Hal ini mungkin di karenakan ayah dan ibu belum lama menikah dan masih dalam tahap awal yaitu 0 sampai 10 tahun. Hal ini bertentangan dengan pendapat White dan Booth (1985) yang mencatat adanya penurunan kepuasan perkawinan seiring dengan lama pernikahan baik bagi pria maupun wanita. Menurut Cavanaugh dan Blanchard-Fields (2011) tahap awal perkawinan tahap dimana pasangan mulai menyesuaikan persepsi dan ekspetasi dari pasangan masing-masing. Taole (2004) juga mengatakan usia perkawinan tahap early years adalah usia perkawinan 0 hingga 10 tahun yang biasanya banyak terjadi ketegangan dan tekanan yang muncul. Lama pernikahan juga menentukan adaptasi antara ekspetasi pasangan dan kenyataan kehidupan perkawinan. Tahun-tahun pertama kehidupan pernikahan biasanya akan diisi dengan eksplorasi dan evaluasi, ayah dan ibu akan mulai menyesuaikan harapan dan fantasi dan menghubungkannya dengan kenyataan. Hal ini didukung dengan hasil dari dimensi masalah kepribadian dan idealistic disortion. Masalah kepribadian membahas persepsi ibu mengenai pasangannya. Idealistic disortion dapat diartikan sebagai perilaku yang mengandai-andaikan hubungan dalam bentuk yang terlalu indah, bahagia dan ideal (Fowers dan Olson 1993). Pasangan yang baru menikah tidak hanya mengetahui peran baru dalam pernikahan, namun juga mengembangkan penyesuaian diri ke dalam pekerjaan (Belsky 1997). Stres ibu yang baru memiliki anak pertama berpengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan, semakin rendah stres yang dirasakan oleh ibu dengan anak pertama dalam mengasuh dan merawat anak pertama maka semakin tinggi kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh ibu. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan Hess (2008) yang menunjukkan stres saat pengasuhan yang dilakukan ibu berpengaruh negatif dengan kepuasan perkawinan. Menunjukkan bahwa tingginya stres pengasuhan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kemiskinan dan kepuasan perkawinan (Levendosky dan Graham-Bermann 1998)

Simpulan

Rata-rata usia ibu baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja yaitu 26.1 tahun dan 25.1 tahun. Lama pendidikan yang ditempuh ibu bekerja (11.9 tahun) lebih tinggi daripada ibu tidak bekerja (10.9 tahun) atau setara dengan SMA. Ibu yang bekerja memliliki pendapatan perkapita dan pendapatan keluarga yang lebih tinggi daripada ibu tidak bekerja. Jenis pekerjaan yang banyak dimiliki oleh ibu bekerja adalah sebagai karyawan. Rataan lama pernikahan yang dimiliki oleh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja yaitu 2.8 tahun. Terdapat satu dimensi dari variabel kepuasan perkawinan yaitu masalah kepribadian yang berbeda signifikan antara ibu bekerja dan tidak bekerja. Sedangkan pada stres ibu yang baru memiliki anak pertama terdapat dua dimensi yang berbeda antara ibu bekerja dan tidak bekerja tetapi secara keseluruhan tidak ada yang berbeda signifikan pada stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan ibu.

Lama pernikahan berpengaruh positif dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama berpengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan ibu. Semakin lama usia perkawinan maka semakin tinggi kepuasan ibu di dalam perkawinan. Semakin rendah tingkat stres yang dialami oleh ibu yang baru memiliki anak pertama dalam merawat dan mengasuh anak, maka semakin tinggi tingkat kepuasan perkawinan ibu.

7 Pengaruh Karakateristik, Tugas Perkembangan Keluarga, Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama Terhadap Kepuasan Perkawinan Ibu

Pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga,dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan pada ibu bekerja dan tidaki bekerja di analisis dengan uji regresi linier berganda. Model yang dibangun memiliki nilai adjusted R square sebesar 0.302.

Hasil penelitian yang disajikan pada tabel 17 menunjukkan bahwa sebesar 30.2 persen kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, dan stres ibu yang baru memilki anak pertama, sedangkan sisanya 69.8 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak teramati dalam peneitian ini. Hasil uji analisisi regresi linier berganda pada tabel 17 menunjukkan tugas perkembangan keluarga berpengaruh positif (p<0.05) dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama berpengaruh negatif (p<0.01) terhadap kepuasan perkawinan. Berdasarkan hasil uji regresi, status bekerja ibu dan pendidikan ayah berpengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan meskipun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja cenderung memiliki kepuasan yang negatif dan semakin rendah tingkat pendidikan yang dimiliki ayah maka kepuasan perkawinan ibu meningkat.

Tabel 17 Sebaran koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga stres ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan

Variabel Kepuasan perkawinan

β tidak terstandarisasi β terstandarisasi Sig.

Konstanta 41.201 0.000**

Status bekerja ibu ( 0 = tidak

bekerja; 1= bekerja) -.549 -.022 .815

Usia ibu (tahun) .293 .106 .217

Pendidikan ibu (tahun) .666 .124 .205

Pendidikan ayah (tahun) -.294 -.054 .593

Pendapatan perkapita (ribu

rupiah/bulan) 8.436 .0378 .721

Lama pernikahan (tahun) .460 .073 .387

Tugas perkembangan .388 .362 .000** Stres ibu -.308 -.298 .000** F 7.436 Sig 0.000 R Square 0.349 Adjusted RSquare. 0.302

8. PEMBAHASAN UMUM

Rata-rata usia ayah dan ibu pada penelitian ini berada pada kategori dewasa muda menurut Hurlock (1980). Usia anak berkisar antara 6-24 bulan dengan perbandingan jumlah jenis kelamin anak dari seluruh responden didomiasi oleh anak laki-laki sebanyak 96.7 persen. Lama pendidikan rata-rata yang ditempuh oleh ayah dan ibu setara dengan SMA. Pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh ibu adalah sebagai karyawan. Sama seperti ibu, pekerjaan paling banyak yang dimiliki oleh ayah adalah sebagai karyawan. Secara keseluruhan pendapatan perkapita keluarga per bulan pada penelitian ini sudah berada diatas garis kemiskinan kota Depok tahun 2012. Sebagian besar ayah dan ibu menikah berada pada batas usia yang ideal menurut program PUP BKKBN. Masih ada beberapa contoh yang melahirkan pada usia rawan. Menurut Mochtar (1998) kehamilan beresiko tinggi berada pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

Hasil uji beda menunjukkan pendidikan ibu yang berada pada kelompok ibu bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ibu tidak bekerja sehingga ibu tidak bekerja dapat memiliki kecenderungan kepuasan perkawinan yang rendah daripada dengan kelompok ibu bekerja. Hal ini tidak sejalan dalam penelitian ini dikarenakan kepuasan perkawinan ibu bekerja lebih rendah dari pada kepuasan perkawinan pada ibu tidak bekerja meskipun perbedaan yang tampak tidak signifikan. Hal ini dapat dimungkinkan karena ibu yang bekerja tidak mudah dalam menjalankan dua peran antara pekerjaan dan keluarga, karena kesibukan dalam pekerjaan dan keluarga adalah dua hal yang seringkali membuat ibu tidak dapat membagi waktu. Hal ini bertentangan dengan penelitian Unger dan Crawford (1992) istri yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) mempunyai tingkat peneyesuaian psikologis yang paling rendah, diikuti oleh para istri yang bekerja, dan yang paling tinggi tingkat penyesuaiannya adalah para suami yang bekerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Long (1984) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan hubungan sosial memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat kepuasan hidup. Dengan demikian dapat memeberikan dampak yang positif terhadap keluarga yang berhubungan terhadap kepuasan perkawinan. Hasil Analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan ibu pada kelompok ibu bekerja dan ibu tidak bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pujiastuti dan Retnowati (2004) yang mengatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok wanita menikah yang bekerja dengan kelompok yang tidak bekerja mengenai kepuasan pernikahannya dan depresinya.

Hasil uji pengaruh pada karakteristik individu, keluarga, tugas perkembangan keluarga, dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan pada ibu bekerja dan tidak bekerja yaitu sebesar 30.2 persen dengan tugas perkembangan keluarga memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan ibu.

Sebaliknya stres ibu yang baru memiliki anak pertama memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan. Hal ini senada dengan Yi Pik (2007) yang melakukan penelitian di Hongkong menemukan bahwa semakin rendah stres ibu dalam pangasuhan anaknya maka semakin tinggi kepuasan perkawinan. Hal ini

diperkuat dengan pendapat Goldberg diacu dalam Luster dan Okagaki (2005) mengungkapkan kepuasan perkawinan yang tinggi berhubungan dengan pengasuham yang peka, responsive, hangat dan menerima, sebaliknya kepuasan perkawinan yang rendah berhubungan dengan pengasuhan yang permisif. Karakteristik seperti usia ibu berpengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan meskipun tidak signifikan. Dapat dikatakan semakin tinggi usia ibu maka semakin tinggi pula kepuasan perkawinan ibu. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kamo (2004) yang dilakukan pada wanita di Jepang yang menyebutkan bahwa usia kronologis berpengaruh negatif tehadap kepuasan perkawinan. Hal ini tidak sejalan mungkin karena ibu pada penelitian ini rata-rata masih berusia dewasa madya dan lama pernikahan masih relatif muda sehingga berpengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan.

Walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan status bekerja ibu memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepuasan perkawinan. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja memiliki pengaruh kepuasan perkawinan yang negatif. Konflik kerja dan keluarga berhubungan negatif dengan kepuasan perkawinan (Oscharoff 2011; Ford et al., 2007; Frone et al., 1992; Frone et al., 1997; Geurts et al., 2003; McElwain et al., 2005). Hal ini dapat dikarenakan ibu yang bekerja fisik dan emosionalnya terkuras pada saat bekerja dan sulit untuk memenuhi dan bertanggung jawab pada tugas rumah. Pendidikan ayah berpengaruh negatif dengan kepuasan perkawinan meskipun tidak signifikan. Sebaliknya dengan ibu, pendidikan ibu berpengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Kurdek (1991), ditemukan bahwa rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berhubungan terjadiya persengketaan dalam perkawinan. Hal ini terjadi karena kurangnya pendidikan akan mengurangi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan verbaldan sosial dalam menyelesaikan konflik, dan persiapan yang kuranga baik terjadi pada awal perkawinan. Hendrick dan Hendrick (1992) menambahkan bahwa pasangan yang memiliki tingkat pendidikan rendah merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor. Meliani (2014) menunjukkan hal serupa bahwa pendidikan ibu berpengaruh positif terhadap kepuasan perkawinan. Hal ini sejalan dengan pendapat Winahyu (2001) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya yang akan memberi sumbangan dalam memperoleh kehidupan perkawinan yang lebih memuaskan

9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dalam penelitian ini menemukan pendidikan ibu, pendapatan perkapita, dan pendapatan keluarga berbeda antara ibu bekerja dan tidak bekerja. Pendidikan ibu yang berada pada kelompok ibu bekerja lebih tinggi daripada dengan kelompok tidak bekerja. Hasil uji beda stres ibu yang baru memiliki anak pertama

Dokumen terkait