• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga Dan Stres Ibu Yang Baru Memiliki Anak Pertama Terhadap Kepuasan Perkawinan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga Dan Stres Ibu Yang Baru Memiliki Anak Pertama Terhadap Kepuasan Perkawinan."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA DAN STRES

IBU YANG BARU MEMILIKI ANAK PERTAMA TERHADAP

KEPUASAN PERKAWINAN

RAHMAITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga dan Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama terhadap Kepuasan Perkawinan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

4

RINGKASAN

RAHMAITA. Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga dan Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama terhadap Kepuasan Perkawinan. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI dan LILIK NOOR YULIATI.

Keluarga yang baru memiliki anak pertama berada pada tahapan kedua dalam perkembangan keluarga, dan memiliki beberapa tugas perkembangan keluarga antara lain menyesuaikan berbagai peran baru sebagai orangtua dalam mengasuh anak dan kembali memantapkan hubungan suami istri. Tugas baru ibu untuk selalu mengurus dan memperhatikan anak pertama dapat menimbulkan stres pada ibu dan dapat mengakibatkan penurunan kepuasan perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tugas perkembangan keluarga dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama usia di bawah dua tahun terhadap kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive di Kelurahan Ratu Jaya dan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Jawa Barat. Data dikumpulkan pada bulan April – Agustus 2014. Contoh merupakan ibu bekerja dan tidak bekerja yang baru memiliki anak pertama usia di bawah dua tahun yang dipilih secara stratified nonproporsional random sampling sebanyak 120 ibu masing-masing terdiri dari 60 ibu bekerja dan 60 ibu tidak bekerja.

Satu dari lima contoh ibu bekerja dan tidak bekerja memiliki tugas perkembangan keluarga yang rendah. Separuh contoh ibu bekerja dan ibu tidak bekerja memiliki tugas perkembangan keluarga kategori sedang. Lebih dari separuh ibu bekerja memiliki stres yang lebih rendah, dan kurang dari separuh ibu tidak bekerja memiliki stres dalam kategori sedang. Lebih dari separuh ibu yang bekerja dan tidak bekerja berada pada kategori kepuasan perkawinan pada kategori sedang. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan dimensi orang tua, stres ibu dan kepuasan perkawinan. Hasil uji hubungan menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan usia ayah mempunyai hubungan positif dengan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua. Usia ibu, usia ayah dan lama pernikahan mempunyai hubungan positif dengan tugas perkembangan keluarga dimensi anak. Usia ibu, usia ayah, pendidikan ibu dan lama pernikahan mempunyai hubungan positif terhadap kepuasan perkawinan. Hasil analisis juga menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua dan dimensi anak terhadap kepuasan perkawinan. Hasil uji pengaruh menunjukkan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua dan dimensi anak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan perkawinan. Stres ibu yang baru memiliki anak pertama mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan perkawinan.

(5)

SUMMARY

RAHMAITA. Influence of Family Developmental Tasks and New-Mother’s Stress Who Has First Baby on Her Marital Satisfaction. Supervised by DIAH KRISNATUTI and LILIK NOOR YULIATI.

The family that just had their first baby is at the second stage in the family development, which has some family developmental tasks, such as to be able to adjust a variety of new roles as parents in parenting and re-establish the marital relationship. Duty to always care and pay attention to her first baby can cause stress on mother and may lead to a decrease in marital satisfaction. This study was aimed to analyze the influence of family development tasks and new-mothers’ stress who just had their first child age under two years on marital satisfaction of working and not working mother.

This study was designed using cross sectional study. The location determination is done by purposive in the Ratu Jaya and Bojong Pondok Terong village, Cipayung sub-district, Depok. Data was collected in April-August 2014. Subjects were 120 working and not working mothers who just had their first child age under two years, selected by stratified non-proporsional random sampling, consisting of 60 working mothers and 60 not working mothers.

One of five samples working mother and not working mother has low family developmental task. Half of the entire subjects of working mothers and not working mothers have a moderate category family developmental task. More than half of working mothers have lower stress, and less than half of the not working mothers have moderate stress category. More than half of the working and not working mothers have marital satisfaction in the moderate category. T-test results showed no significant difference in family development task child dimension and parents dimension, mother’s stress and marital satisfaction.The correlation test result indicates that the per capita income and father age have a positive correlation with the family developmental taskparents dimension. Mother age, father age and the long of marriage has a positive correlation with family developmental task child dimension. Mother’s age, father’s age, maternal education and long age of marriage have a positive correlation to marital satisfaction. The analysis also shows that there is a positive correlation between the family developmental task parents dimension and child dimension to marital satisfaction. The influence test result shows the family developmental task parents dimension and child dimension have a significant positive effect on marital satisfaction. Stress of the new mothers who just had their first child has a negative effect on marital satisfaction.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

PENGARUH TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA, DAN

STRES IBU YANG BARU MEMILIKI ANAK PERTAMA

TERHADAP KEPUASAN PERKAWINAN

RAHMAITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

JudulTesis : Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga dan Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama terhadap Kepuasan Perkawinan

Nama : Rahmaita NIM : I251120151

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Diah Krisnatuti, MS Ketua

Dr Ir Lilik Noor Yuliati, MFSA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan anak

Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pengaruh Tugas Perkembangan Keluarga dan Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama Terhadap Kepuasan Perkawinan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini mendapat bantuan, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSA selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, pikiran serta kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya tesis ini.

2. Dr. Tin Herawati, SP., Msi selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi masukan dan arahan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc, MSc, wakil ketua program studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc beserta seluruh staf pengajar pada Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya pada Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak, yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan pada penulis.

4. Keluargaku tercinta Mama, Papa, Anggi, Ucok dan Iwan yang senantiasa memberikan doa, semangat serta motivasi yang tak terhingga selama masa perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

5. Teman-teman seangkatan yang selalu memberi support, Dian, Fitrim, Fitria, Mba Woel, Mba Bion, Risda, Mba Lita, Mas Iman, Mas Oks, Mas Adam, Nora, Anggi, Bu yani, Mba Conny, Mba Herlin, Mba Eka, Mba Iin dan teman seperjuangan Ria O.

6. Sahabat-sahabatku Fifah dan Wika yang tidak pernah berhenti mendukung. Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dalam dan untuk dapat menyempurnakan dari penulisan ini. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Masalah 3

Manfaat Penelitian 3

2.TINJAUAN PUSTAKA 4

Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori 4

Keluarga 4

Pendekatan teori keluarga : struktral fungsional 4

Pendekatan teori perkembangan 5

Tugas Perkembangan Keluarga Tahap Kedua 6

Stres ibu yang baru memiliki anak pertama 7

Stres 7

Tingkat stres 9

Teori stres 10

Model stres ABC-X (Hill 1949) 10

Family Adjustment and Adaption Response (FARR) ( Patterson ) 11

Kepuasan Perkawinan 11

Aspek -aspek kepuasan perkawinan 12

3 KERANGKA PEMIKIRAN 14

4. METODE PENELITIAN 17

Desain Waktu dan Tempat Penelitian 17

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18

Pengolahan dan Analisis Data 20

Definisi Operasional 21

5. PENGARUH TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA TERHADAP KEPUASAN PERKAWINAN IBU YANG BARU MEMILIKI ANAK PERTAMA 22

Abstrak 22

Abstrack 22

Pendahuluan 23

Tujuan penelitian 24 Metode Penelitian 24

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 24

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh 24

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 24

Pengolahan dan Analisis Data 25

(12)

Karakteristik Keluarga 25

Tugas Perkembangan Keluarga 26

Kepuasan Perkawinan 28

Hubungan Antar Peubah Penelitian 29

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Tugas Perkembangan Keluarga Terhadap Kepuasan Perkawinan Ibu 30

Pembahasan 30

Simpulan 34

6. PENGARUH STRES IBU YANG BARU MEMILIKI ANAK PERTAMA TERHADAP KEPUASAN PERKAWINAN PADA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA 35

Abstrak 35

Abstrack 35

Pendahuluan 36

Tujuan penelitian 37

Metode Penelitian 37

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 37

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh 37

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 37

Pengolahan dan Analisis Data 38

Hasil 38

Karakteristik Individu 38

Karakteristik Keluarga 39

Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama 40

Kepuasan Perkawinan 41

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama Terhadap Kepuasan Perkawinan Ibu 42

Pembahasan 43

Simpulan 44

7. Pengaruh Karakateristik, Tugas Perkembangan Keluarga, Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama Terhadap Kepuasan Perkawinan 45

8. PEMBAHASAN UMUM 46

9. SIMPULAN DAN SARAN 48

Simpulan 48

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 56

(13)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, skala data dan kategori data 19

2 Data karakteristik keluarga 26

3 Capaian variabel dimensi dan item tugas perkembangan keluarga 27 4 Sebaran contoh berdasarkan tugas perkembangan keluarga 28

5 Capaian dimensi kepuasan perkawinan 28

6 Sebaran contoh berdasarkan kepuasan perkawinan 29 7 Koefisien korelasi anatara karakteristik keluarga, tugas perkembangan

keluarga dan kepuasan perkawinan 29

8 Pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga terhadap

kepuasan perkawinan 30

9 Karakteristik individu berdasarkan status pekerjaan ibu 38 10 Karakteristik keluarga berdasarkan status pekerjaan ibu 39 11 Sebaran jenis pekerjaan berdasarkan status pekerjaan ibu 39 12 Capaian stres ibu yang baru memiliki anak pertama berdasarkan status

pekerjaan ibu 40

13 Sebaran contoh berdasarkan stres ibu berdasarkan status pekerjaan ibu 41 14 Capaian variabel dan dimensi kepuasan perkawinan berdasarkan status

pekerjaan ibu 41

15 Sebaran contoh kepuasan perkawinanberdasarkan status pekerjaan ibu 42 16 Sebaran koefisien regresi karakteristik keluarga, stres ibu yang baru

memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan 42 17 Sebaran koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga, tugas

perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memilki anak pertama

terhadap kepuasan perkawinan 45

DAFTAR GAMBAR

1 Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan derajat stres

dan alternatif pemecahan masalah 10

2 Kerangka pikir penelitian 16

3 Teknik penarikan contoh 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta wilayah kecamatan Cipayung Kota Depok 56

2 Dokumentasi penelitian 56

3 Jumlah penduduk luas kelurahan dan kepadatan di Kecamatan

Cipayung tahun 2012 58

(14)

7 Pendapatan perkapita keluarga berdasarkan ibu bekerja dan tidak

bekerja 59

8 Sebaran kategori tugas perkembangan keluarga berdasarkan status

bekerja ibu 59

9 Uji beda tugas perkembangan keluarga berdasarkan status bekerja ibu 60 10 Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik individu, karakteristik

keluarga, tugas perkembangan keluarga dan kepuasan perkawinan 61 11 Sebaran koefisien korelasi karakteristik keluarga, tugas perkembangan

keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan

perkawinan 62

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap individu yang telah menjalani kehidupan pernikahan tentunya ingin mendapatkan rumah tangga yang bahagia dan mendapatkan kepuasan perkawinan. Menurut Lemme (1995) kepuasan perkawinan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri. Kepuasan perkawinan dapat merujuk pada hasil evaluasi pasangan suami istri terhadap hubungan kualitas pernikahan keduanya untuk mencapai tujuan dari perkawinan (Hendrick dan Hendrick 1992).

Salah satu tujuan perkawinan adalah mendapatkan keturunan, sehingga suami isteri akan merasa kurang lengkap sebagai sebuah keluarga bila belum ada kehadiran anak ditengah-tengah keluarga. Hal ini merupakan babak baru didalam kehidupan pasangan suami istri dan biasanya menimbulkan berbagai perasaan yang bercampur baur antara bahagia dan penuh harapan antara kecemasan menanti kelahiran sang buah hati dan merawatnya (Sloane dan Benedict 1997). Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh seorang ibu baru dan salah satu yang terpenting adalah cara mengasuh dan merawat anak dengan benar.

Saat menyambut kelahiran anak pertama, merupakan saat membahagiakan dan sekaligus situasi yang paling kritis dan sulit karena dalam beberapa hal kedua orang tua merasa belum mampu berperan sebagai orang tua. Di lain pihak, pasangan suami istri baru masih dipengaruhi susasana yang romantis sehingga kehadiran bayi dianggap mengganggu dan mempengaruhi keharmonisan hubungan suami istri dan mengubah hubungan yang bersifat dwi tunggal ke bentuk tritunggal (Hurlock 1999). Ayah dan ibu muda perlu mengenal lebih jauh mengenai perkembangan sang buah hati karena bayi mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada tahun-tahun awal kehidupannya. Bayi memerlukan perawatan dan penanganan yang khusus, mulai dari masalah kebersihan, kesehatan, pertumbuhan hingga gangguan yang mungkin terjadi, baik yang bersifat psikis maupun fisik.

Masa transisi menjadi orang tua merupakan tahap kedua dari delapan tahapan keluarga menurut Duvall (1971). Pada tahap kedua ini ada masalah yang harus dihadapi oleh keluarga yang baru mempunyai anak pertama yaitu pendidikan maternitas, fokus keluarga, perawatan bayi serta penyesuaian peran baru sebagai orang tua. Pada tahap ini banyak ibu baru yang merasa tidak mampu mengerjakan banyak hal akan merasa tertekan dan ingin lari dari kenyataan (Suryabudhi 1994). Setiap keluarga mempunyai tugas-tugas perkembangan yang harus di capai agar mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil. Menurut Duvall (1971) ada dua dimensi yang dapat dilihat sebagai tugas perkembangan keluarga tahap kedua yaitu dimensi anak dan dimensi orangtua.

(16)

obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Tuntutan itu dapat bersifat fisik, psikologis (misalnya perasaan bersalah, frustasi, dan lain-lain). Cole menyatakan bahwa pasangan menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi pada awal tahun kehadiran anak dalam pernikahan, kepuasan perkawinan menurun sepanjang tahun-tahun mengasuh anak dan meningkat kembali pada tahun selanjutnya (LeFrancois 1993). Hasil penelitian Ross Wilkoson dari Australian National University menunjukkan bahwa kehadiran anak pertama umumnya berpengaruh negatif bagi kesehatan psikologis orang tua, gejala yang umum adalah kurangnya waktu tidur, kurangnya ransangan intelektual, dan ketidakpuasan terhadap pasangan. Hal ini umumnya disebabkan oleh kesulitan penyesuaian diri pada masa transisi menjadi orangtua (Arifin dan Wirawan 2005).

Ibu bekerja dan ibu tidak bekerja akan berbeda dalam melakasanakan tugas perkembangan keluarganya. Tercatat ada sekitar 33.5 persen perempuan yang hanya mengurus rumah tangga sehingga tidak dimasukkan sebagai angkatan kerja (Sakernas 2011). Wicaksono diacu Larasati (2012) menemukan peningkatan jumlah istri yang bekerja menjadi tren yang berkembang pada saat ini yang berdampak pada tugas ibu yang dahulunya hanya mengurus anak, suami, dan rumah tangga saat ini telah mengalami pergeseran. Ibu yang bekerja akan berkurang waktu bersama dengan keluarga, bahkan terkadang mereka pulang terlambat karena harus menyelesaikan pekerjaan mereka di tempat kerja (Sari 2012).

Berdasarkan pada berbagai uraian diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang Pengaruh tugas perkembangan keluarga dan stres ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan pada ibu bekerja dan tidak bekerja.

Rumusan Masalah

(17)

pertama juga dianggap membatasi kebebasan kelurga karena pada umumnya mereka masih cenderung ingin hidup bebas dan berkumpul dengan teman sebayanya daripada merawat dan terikat dengan bayinya (Poli 1995).

Meninjau kepada fenomena di atas, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan permasalahan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan antara karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja?

2. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dengan kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja?

3. Bagaimana pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak terhadap kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh tugas perkembangan keluarga, stress ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perbedaan antara karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja.

2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja.

3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama terhadap kepuasan perkawinan ibu bekerja dan tidak bekerja.

Manfaat Penelitian

(18)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Keluarga Dan Pendekatan Teori

Keluarga

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan adopsi serta berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan serta merupakan pemelihara kebudayaan bersama. Keluarga adalah satuan terkecil dari masyarakat yang sekurang-kurangnya terdiri dari orangtua dan anak. Orangtua, khususnya ibu, sebagai pengasuh dan pendidikan anak dalam keluarga dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan anak. Keluarga menurut Sumarwan (2011) keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan. Darah (keturunan: anak atau cucu) dan adopsi dan kelompok orang tersesbut biasanya tinggal bersama dalam suatu rumah namun bisa saja semua anggota keluarga tersebut tidak tinggal dalam satu rumah.

Keluarga menyediakan keseimbangan kebutuhan antar-individu sebagai anggota keluarga dan tuntutan serta harapan dari masyarakat yang ada. Empat ciri keluarga yaitu: (1) susunan orang-orang yang disatukan oleh perkawinan, darah atau adopsi; (2) hidup bersama di bawah satu atap (rumah tangga); (3) kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi (peran sosial); dan (4) pemeliharaan suatu kebudayaan (Puspitawati 2012).

Terdapat 8 fungsi keluarga menurut PP No.21 tahun 1994, Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang dijalankan untuk mencapai tujuan keluarga, yaitu : fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosial dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan. Fungsi suatu keluarga dipengaruhi oleh jumlah, jenis kelamin dan jarak kelahiran anak. Keluarga inti dalam semua masyarakat di dunia, mempunyai dua fungsi pokok yang sama yaitu:

1. Keluarga inti merupakan kelompok dimana individu pada dasarnya dapat menikmati bantuan utama sesamanya serta keamanan dalam hidup.

2. Keluarga inti merupakan kelompok dimana individu, ketika anak-anak mendapatkan pengasuhan dan permulaan pendidikannya. Gabungan dari keluarga inti yang berkerabat sangat dekat ( keturunan satu kakek/nenek) disebut keluarga luas.

Pendekatan Teori Keluarga: Struktural Fungsional

(19)

Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan struktural-fungsional adalah pendekatan teori sosiologi yang dapat diterapkan dalam institusi keluarga. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999).

Pendekatan teori struktural-fungsional dapat digunakan untuk menganalisa peran anggota keluarga agar keluarga dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Muflikhati 2010). Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah bahwa setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas, fungsi tersebut terpolakan dalam struktur hirarki yang harmonis dan ada komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem. Sejumlah kegiatan atau aktivitas yang memiliki kesamaan sifat dan tujuan dikelompokkan ke dalam sebuah fungsi.

Pendekatan Teori Perkembangan

Teori perkembangan keluarga adalah sebuah pendekatan dalam mempelajari perkembangan dalam suatu keluarga, yang bermafaat dalam menjelaskan pola, sifat dinamis dari keluarga dan bagaimana perubahan terjadi dalam siklus keluarga. Konsep dasar teori perkembangan keluarga adalah proses perubahan dalam keluarga, waktu keluarga adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam perkembangan keluarga.

Tahap-tahap perkembangan dianggap sebagai masa-masa stabilitas relatif yang berbeda secara kuantitatif dan kualitatif diantara tahap-tahapnya. Empat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga: (1) Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama dan dapat diprediksi; (2) Manusia menjadi matang karena berinteraksi dengan orang lain, sehingga mereka memulai tindakan-tindakan serta reaksi terhadap tuntutan lingkungannya; (3) Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat; dan (4) Kecenderungan keluarga untuk memulai dengan sebuah awal dan akhir yang kelihatan jelas.

(20)

pertama berada pada tahapan kedua dimana keluarga memulai dari kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan ( 2.5 tahun).

Tugas Perkembangan Keluarga Tahap Kedua

Tugas-tugas perkembangan keluarga terjadi apabila keluarga sebagai sebuah unit berupaya memenuhi tuntutan-tuntutan perkembangan mereka secara individual. Tugas-tugas perkembangan keluarga juga diciptakan oleh tekanan-tekanan komunitas terhadap keluarga dan anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan kelompok acuan keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Selain itu, tugas-tugas perkembangan keluarga juga meliputi tugas-tugas spesifik pada setiap tahap yang melekat dalam pelaksanaan lima fungsi dasar keluarga yang terdiri dari (1) Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian); (2) Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial; (3) Fungsi perawatan kesehatan – penyediaan dan pengelolaan kebutuhan-kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan; (4) Fungsi reproduksi; dan (5) Fungsi ekonomi. Tugas-tugas perkembangan keluarga menyatakan tanggung jawab yang dicapai oleh keluarga selama setiap tahap perkembangannya sehingga dapat memenuhi (1) Kebutuhan biologis keluarga, (2) Imperatif budaya keluarga, dan (3) Aspirasi dan nilai-nilai keluarga (Duvall 1971).

Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah. Setiap anggota keluarga memainkan peran yang baru dan memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek nenek pun lahir. Istri sekarang harus berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Ini merupakan suatu perkembangan kritis bagi semua yang terlibat. Keluarga menanti kelahiran dan mengasuh anak. Adapun tugas perkembangan pada tahap ini yaitu persiapan menjadi orangtua, adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan seksual, serta mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan tujuan yang teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan pengalaman penuh arti dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang mendadak. Faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima peran orangtua adalah bahwa kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua. Menjadi orangtua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan dalam transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan bayi secara merugikan.

Menurut Duvall (1971) ada dua dimensi dalam tugas perkembangan keluarga tahap ke dua yaitu:

1. Dimensi orang tua

a. Rekonsiliasi penyesuaian peran.

(21)

c. Belajar merawat bayi dengan kompeten.

d. Membangun dan mempertahankan rutinitas keluarga yang sehat. e. Memberikan kesempatan penuh untuk perkembangan anak. f. Berbagi tanggung jawab orang tua dengan suami.

g. Mempertahankan hubungan yang romantis dengan suami

h. Membuat penyesuaian yang memuaskan dengan realitas kehidupan. i. Menjaga kehidupan ibu muda melalui otonomi pribadi.

j. Mengeksplorasi dan mengembangkan rasa memuaskan menjadi keluarga. 2. Dimensi anak

a. Mencapai keseimbangan fisiologis setelah kelahiran. b. Belajar untuk mendapatkan kepuasan akan makanan.

c. Belajar mengetahui kapan, dimana dan bagaimana terjadi penghilangan. d. Belajar untuk mengelola tubuh secara efektif.

e. Belajar menyesuaikan dengan orang lain. f. Belajar untuk menyayangi dan disayangi. g. Mengembangkan sistem komunikasi.

h. Belajar untuk mengekspresikan dan mengendalikan perasaan. i. Menempatkan dasar untuk kesadaran diri.

Stres Ibu yang Baru Memiliki Anak Pertama

Stres

Menurtut Atkinson et al. (2000) stres terjadi jika orang dihadapkan pada peristiwa yang mereka rasakan dapat mengancam kesehatan fisik atau psikologinya. Stres merupakan hasil dari hubungan (relationship) antara individu dengan lingkungannya. Salah satu ciri yang paling jelas tentang pengalaman stres adalah kuatnya pengaruh psikologis. Orang menunjukkan perbedaan individual yang besar dalam reaksi mereka terhadap stresor. Bahkan respon fisiologis terhadap peristiwa yang sulit dapat dipengaruhi oleh proses psikologis (Atkinson et al. 2000).

Burgess (1978) diacu dalam Friedman et al. (2003) mengartikan stres sebagai ketegangan pada diri seseorang atau sistem sosial (seperti keluarga) dan merupakan reaksi terhadap situasi yang menghasilkan tekanan. Stres menurut Spielberger (1996) adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif berbahaya. Tuntutan itu dapat bersifat fisik, psikologis (misalnya perasaan bersalah, frustasi, dan lain-lain), sosial atau beberapa kombinasi faktor-faktor tersebut (misalnya kematian orang yang dicintai, pekerjaan yang menumpuk atau kelahiran anak pertama).

(22)

Cooper 1990). Orangtua yang stres berarti orangtua yang kemampuan sumber dayanya terbatas terhadap tuntutan dalam melakukan pengasuhan. Menurut Baker et al. (2001) keadaan stres berkaitan dengan pengasuhan, dan ketidakmampuan yang dimiliki orangtua. Pengasuhan diartikan sebagai sebuah proses dari serangkaian tindakan dan interaksi orangtua untuk meningkatkan perkembangan anak, proses interaksi yang terjadi antara orangtua dan anak dipengaruhi oleh budaya dan sosial (Brooks 1999). Bila keadaan stres terus menerus terjadi dalam proses pengasuhan maka akan terjadi stres pengasuhan. Stres pengasuhan dapat didefinisikan sebagai kecemasan yang berlebihan dan ketegangan spesifik yang berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi orangtua dengan anak (Abidin 1995). Stres pengasuhan yang tinggi berhubungan dengan kurangnya kerjasama, banyaknya sikap tidak mengacuhkan dan banyak intrusif dalam gaya pengasuhan (Ahern, 2004). Stres tersebut dapat meningkat mungkin menyebabkan orangtua menjadi bersikap mencela, menghukum dan cepat marah, hal ini dapat menyebabkan anak berperilaku salah (Webster-Stratton 1990). Keadaan stres pengasuhan yang dialami oleh orangtua berpengaruh negatif terhadap interaksi orangtua dan anak. Hal tersebut dapat memicu timbulnya permasalahan pada perkembangan anak yang berkaitan dengan stres ibu dalam mengasuh anak. Dapat disimpulkan bahwa stres pada ibu yang baru mempuyai anak pertama adalah suatu keadaan tegang dan tertekan yang dapat menimbulkan suatu reaksi fisiologis maupun psikologis pada diri seorang perempuan/ibu karena adanya tuntutan dalam mengurus atau menjaga anak pertamanya.

Stres yang terjadi pada setiap orang pasti berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala yang dialaminya. Menurut Badran (2006) menyatakan bahwa gejala stres dapat dilihat dari ciri-ciri segi fisik maupun mental. Berdasarkan segi fisik dapat dilihat bahwa dalam keadaan stres terjadi berbagai perubahan pada fisik seseorang. Para ahli mengatakan bahwa perubahan itu diakibatkan karena adanya aktifitas besar pada alat terpenting yang berfungsi untuk menggerakkan tubuh ketika menghadapi sesuatu bahaya/reaksi refleks. Akibat adanya aktifitas itu dapat mempengaruhi anggota tubuh lainnya yang berhubungan. Misalnya tangan berkeringat lebih banyak, perut terasa mual, pencernaan terasa sakit, denyut jantung naik, suara serak, sering buang air kecil. Berdasarkan segi mental, stres dapat mengganggu mental dan perasaan seseorang serta menyebabkan berbagai kelainan pada dirinya sendiri seperti gampang tersinggung, tidak percaya diri, ragu-ragu mengambil keputusan, susah tidur, merasa lemah dan gagal.

Golizek (2005) menyatakan bahwa gejala stres dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu gejala fisik, emosional dan perilaku. Adapun gejala tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Gejala Fisik

a. Stres dapat menyebabkan sakit kepala

b. Perubahan nafsu makan (nafsu makan hilang atau bertambah) c. Terjadi perubahan berat badan (bertambah atau berkurang) d. Jantung berdebar-debar

e. Berkeringat secara berlebihan f. Cenderung mengalami kecelakaan

(23)

h. Stres menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun, melemah, sehingga mudah masuk angin dan pilek.

i. Disfungsi seksual: penderita stres sering mengeluh masalah seksual, impotensi, frigiditas, ejakulasi dini dan lain-lain.

j. Gangguan sistem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung)

k. Sindrom ketegangan pramestrurasi, nyeri-nyeri di tubuh, mual-mual, sakit kepala, rasa tidak nyaman sebelum haid, yang disebabkan terganggunya keseimbangan hormon yang sering berkaitan dengan stres seseorang dan haid yang tidak teratur.

2. Gejala Emosional

a. Perasaan tidak menentu, takut, cemas, yang tidak jelas dan tidak terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar sehingga menyebabkan penderita menjauh dari lingkungan sosial atau tempat dan keadaan tertentu.

b. Merasa putus asa, bingung, sedih, gangguan tidur, apatis, kehilangan minat, pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif mengenai dirinya pengalaman dan hari depan, pikiran dan dorongan melakukan percobaan bunuh diri.

c. Ketidakseimbangan emosi: suasan hati cepat berubah, cepat marah, emosi, cepat meluap, menjadi histeris.

e. Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan f. Memakai obat-obatan secara berlebihan g. Kehilangan ketertarikan pada penampilan fisik h. Perilaku sosial berubah secara tiba-tiba

i. Mengantuk-antukkan kaki atau jari Tingkat stres

Selye (1956) mengemukakan bahwa berat ringannya stress tergantung kepada tiga hal, yaitu :

1. Stressor atau sumber stres itu sendiri, dalam hal ini rangsangan yang dirasakan sebagai ancaman atau yang dapat menimbulkan perasaan negatif.

2. Frekuensi atau lama terpapar terhadap stressor,

3. Intensitas reaksi fisik dan emosi yang disebabkan oleh stressor.

(24)

Tingkat stres yang berbeda-beda tiap individu merupakan salah satu faktor pembeda dalam melakukan coping terhadap stres.

Menurut Selye (1956) stres dibatasi sebagai respon non spesifik pada tubuh terhadap berbagai jenis tuntutan. Sindrom Adaptasi Umum (General Adaption Syndromel/ GAS) adalah konsep yang dikemukakan oleh Selye yang menggambarkan efek umum pada tubuh ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Peringatan (alarm reaction), tahap pengenalan terhadap stres dimana terjadi shock bersifat sementara (pertahanan terhadap stres di bawah normal) dan mencoba dihilangkan. Tahap ini berlangsung singkat, jika stres berlanjut maka individu akan ke tahap selanjutnya.

2. Perlawanan (resistance), pertahanan terhadap stres menjadi semakin intensif, dan semua upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada tahap ini, tubuh dipenuhi hormon stres; tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan meningkat. Bila upaya yang dilakukan gagal dan stres tetap ada, akan masuk ke tahap selanjutnya.

3. Kelelahan (exhausted), kerusakan pada tubuh semakin meningkat dan kerentanan terhadap penyakit pun meningkat. Secara spesifik stres merupakan gejala psikologis yang menurut Lazarus (1999), sebagai sebuah hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuan dan membahayakan kebahagiaan dan kepuasannya, singkatnya merupakan gejala yang timbul akibat kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antara keinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi.

Teori Stres

Model Stres ABC-X (Hill 1949)

Model stres ABC-X pertama kali diperkenalkan oleh Hill (1949) sebagai model stres dalam keluarga sebagai dampak dari “life event” yang terjadi dalam keluarga sepanjang rentang kehidupan. Dalam kerangka kerja model stres Hill diperkenalkan tiga variabel yaitu: faktor A merupakan kejadian yang menjadi pencetus timbulnya stres (stressor); faktor B merupakan sumberdaya atau kekuatan yang dimiliki keluarga pada saat kejadian stres dan faktor C merupakan pemahaman atau pemakanaan keluarga terhadap kejadian yang dialami, yang pada akhirnya ketiga variabel tersebut saling berinteraksi dan menimbulkan X (sebagai krisis atau stres) (Boss 1987).

(25)

Family Adjusment and Adaptation Response (FAAR) (Paterrson 1988)

Model ini dibangun berdasarkan pada Double ABC-X Model, yang menekankan pada kemungkinan-kemungkinan dari keluaran yang positif. Model ini konsisten dengan banyak studi yang telah dilakukan yaitu berfokus pada relationship dan resiliency (kelentingan) dari keluarga dan individu (Antonovsky 1979, diacu dalam Friedman et al. 2003). Berdasarkan situasi dan pengertian umum (seperti hubungan keluarga) dipandang mempengaruhi keduanya yaitu tuntutan atau stressor (ketegangan dan pertengkaran) dan kemampuan (sumberdaya dan perilaku koping). Tuntutan versus kemampuan berperan penting untuk membedakan tingkatan dari penyesuaian keluarga (sebelum krisis) dan adaptasi keluarga (setelah krisis) (Friedman et al. 2003).

Kepuasan Perkawinan

Menurut Roach et al. (1981) kepuasan perkawinan merupakan persepsi terhadap kehidupan perkawinan seseorang, sedangkan menurut Gray-Little & Burks (1983) kepuasan perkawinan adalah pandangan subyektif pasangan terhadap perkawinannya secara keseluruhan, juga terhadap aspek-aspek khusus dalam hubungan perkawinannya.

Menurut Lemme (1995) kepuasan perkawinan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan itu sendiri. Sedangkan definisi kepuasan perkawinan menurut Olson dan Hamilton meliputi (1) suatu evaluasi seseorang terhadap perkawinannya; (2) bersifat subyektif; (3) pada saat ini; dan (4) berkaitan dengan aspek-aspek khusus maupun keseluruhan dalam hubungan perkawinannya; (5) suatu kontinum dari sangat memuaskan hingga sangat tidak memuaskan (Domiskus 2002). Kepuasan perkawinan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan (Hendrick dan Hendrick 1992).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan perkawinan adalah penilaian suami dan istri yang bersifat subjektif dan dinamis mengenai kehidupan pernikahan.

Menurut Hendrick dan Hendrick (1992), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan, yaitu:

a. Faktor sebelum menikah.

1. Latar belakang ekonomi, yaitu status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan. 2. Pendidikan, yaitu pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang

rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah.

3. Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap anak terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian.

b. Faktor setelah menikah.

(26)

bertambahnya anak bisa menambah stres pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick dan Hendrick 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaan anak tersebut.

2. Lama Pernikahan, dikemukakan oleh Duvall bahwa tingkat kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kehadiran anak dan kemudian meningkat kembali setelah anak mandiri. Pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya.

Aspek-Aspek Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Fower dan Olson (1989; 1993). Adapun aspek aspek tersebut antara lain:

Komunikasi. Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Aspek ini berfokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam membagi dan menerima informasi emosional dan kognitif.

Aktifitas bersama. Aspek ini mengukur pada pilihan kegiatan yang dipilih untuk menghabiskan waktu senggang. Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial versus aktivitas personal, pilihan untuk saling berbagi antar individu, dan harapan dalam menghabiskan waktu senggang bersama pasangan.

Orientasi religius. Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan prakteknya dalam pernikahan. Nilai yang tinggi menunjukan agama merupakan bagian yang penting dalam pernikahan. Menurut Wolfinger dan Wilcox (2008) Agama secara langsung mempengaruhi kualitas pernikahan dengan memelihara nilai-nilai suatu hubungan, norma dan dukungan sosial yang turut memberikan pengaruh yang besar dalam pernikahan, mengurangi perilaku yang berbahaya dalam pernikahan. Pengaruh tidak langsung dari agama yaitu kepercayaan terhadap suatu agama dan beribadah cenderung memberikan kesejahterahan secara psikologis, norma prososial dan dukungan sosial diantara pasangan (Wolfinger dan Wilcox 2008).

Penyelesaian konflik. Aspek ini mengukur persepsi pasangan mengenai eksistensi dan resolusi terhadap konflik dalam hubungan mereka. Aspek ini berfokus pada keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian dan strategi-strategi yang digunakan untuk menghentikan argumen serta saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama dan membangun kepercayaan satu sama lain.

(27)

Relasi seksual. Aspek ini mengukur perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan seksual mereka. Aspek ini menunjukan sikap mengenai isu-isu seksual, perilaku seksual, kontrol kelahiran, dan kesetiaan.Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidakbahagiaan apabila tidak dicapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini bisa terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri.

Keluarga dan teman. Aspek ini menunjukan perasaan-perasan dan berhubungan dengan hubungan dengan anggota keluarga dan keluarga dari pasangan, dan teman-teman.Aspek menunjukan harapan-harapan untuk dan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman.

Anak dan pernikahan. Aspek ini mengukur sikap-sikap dan perasaan-perasaan mengenai mempunyai dan membesarkan anak. Aspek ini berfokus pada keputusan-keputusan yang berhubungan dengan disiplin, tujuan-tujuan untuk anak-anak dan pengaruh anak-anak terhadap hubungan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

Masalah kepribadian. Aspek ini mengukur persepsi individu mengenai pasangan mereka dalam menghargai perilaku-perilaku dan tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap masalah-masalah itu.

Kesetaraan peran. Aspek ini mengukur perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu mengenai peran-peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada pekerjaan, pekerjaan rumah, seks, dan peran sebagai orang tua.Semakin tinggi nilai ini menunjukan bahwa pasangan memilih peran-peran egalitarian.

Menurut Lemme (1995), ada beberapa kriteria dari pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain:

a. Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan, dimana dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima antar sesama anggota dalam keluarga.

b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga.

c. Model parental role yang baik. Pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak mereka. Hal ini bisa memberntuk keharmonisan dalam keluarga.

d. Penerimaan terhadap konflik-konflik, Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga. Levenson (1996) mengatakan bahwa kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut.

(28)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga berada dalam kondisi dinamis dan selalu berubah setiap saat. Perubahan dapat terjadi dalam peran, penyesuaian terhadap perkawinan, mengasuh anak dan disiplin terbukti merupakan perubahan dari satu tahap ke tahap lain. Kehadiran anak pertama hingga anak berusia dua tahun merupakan tahap ke dua dari perkembangan keluarga. Apabila pada masa tersebut anak balita tidak dibina secara baik, maka anak tersebut akan mengalami gangguan perkembangan baik emosi, sosial, mental, intelektual dan moral yang akan sangat menentukan sikap serta nilai pola perilaku seseorang dikemudian hari.

Karakteristik keluarga dan individu seperti seperti usia ibu dan ayah, usia ibu dan ayah saat menikah, pendidikan ibu dan ayah, status bekerja ibu, pendapatan perkapita serta lama pernikahan turut mempengaruhi tugas perkembangan keluarga. Tingkat pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak dan keluarga (Ariani 2012). Pada tugas perkembangan keluarga tahap kedua keluarga mempunyai tugas-tugas perkembangan keluarga yang dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi anak dan dimensi orangtua. Pada tahap ini semua anggota keluarga akan menyesuaikan perannya yang baru. Terlebih saat sang anak dilahirkan, para orang tua akan sadar betapa mereka harus mengubah pola makan, pola tidur serta pola hubungan suami istri (Anderson dan Johson 2003). Alhborg (2004) menemukan bahwa dengan hadirnya anak pertama dapat menyebabkan stabilitas pekerjaan menjadi terganggu, merusak keintiman antar pasangan, frekuensi kegiatan waktu luang menurun, kepuasan perkawinan menurun serta kehilangan kepuasan dan kesejahteraan individu. Tugas perkembangan yang terpenuhi akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa pada kepuasan perkawinan yang tinggi. penelitian terhadap seratus pasangan selama beberapa tahun menunjukkan bahwa menjadi orang tua merupakan pengalaman yang paling kritis dan kepuasan perkawinan menurun drastis seiring kehadian anak pertama (E.E. Lemasters).

Usia ibu dan ayah, pendidikan ibu dan ayah, status bekerja ibu, usia ibu dan ayah saat menikah, usia ibu saat melahirkan, usia anak, pekerjaan ayah, pendapatan perkapita serta lama pernikahan dapat mempengaruhi stres ibu yang baru memiliki anak pertama. Usia 20-24 tahun adalah usia yang tepat untuk menikah dan mengasuh anak (Fauzi 2002). Anak dengan usia yang masih muda dianggap lebih menegangkan bagi orangtua dibandingkan anak yang lebih tua (Mash dan Johsnton 1983). Pada penelitian Cooper (2007) menunjukkan hubungan yang signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres pengasuhan. Forgays (2001) menemukan ibu yang bekerja menunjukkan level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Walker (2000) menyebutkan karakteristik keluarga yang mempengaruhi stres pengasuhan stres pengasuhan seperti usia orangtua, jumlah anak di rumah, dan lama pernikahan. Abidin (1995) menyebutkan bahwa stres ibu dalam mengasuh anak dipengaruhi oleh karakteristik keluarga.

(29)

ibu yang dapat menimbulkan suatu reaksi fisiologis maupun psikologis pada diri ibu karena adanya tuntutan dalam mengurus atau menjaga anak pertamanya. Beragam masalah yang dihadapi ibu saat mengasuh anak pertama dapat menimbulkan perasaan stres atau tertekan.

(30)

30

Gambar 2 kerangka pikir penelitian Karakteristik Individu:

 Usia Ibu  Pendidikan ibu  Status bekerja ibu  Usia Ibu saat menikah  Usia ibu saat

melahirkan Karakteristik

Keluarga:  Usia ayah  Usia anak  Usia ayah saat

menikah  Pekerjaan ayah  Pendidikan ayah  Pendapatan Per kapita  Lama pernikahan

Tugas Perkembangan keluarga:  Dimensi orangtua  Dimensi anak

Stres ibu

(31)

31

4

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan hanya satu kali. Pemilihan lokasi Penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kelurahan Ratu Jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong di Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Jawa Barat. Kecamatan ini memiliki IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terendah dari seluruh kecamatan yang berada di Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan mulai April 2014 –Agustus 2014.

Contoh dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang bekerja dan tidak bekerja yang mempunyai anak pertama usia 0 – 24 bulan, yang bertempat tinggal di Depok. Contoh dalam penelitian ini adalah: (1) Ibu bekerja maupun tidak bekerja; (2) Baru memiliki anak pertama usia kurang dari dua tahun dan bukan anak kembar; (3) berasal dari keluarga lengkap (utuh) dan (4) bersedia dijadikan contoh. Contoh tinggal dikawasan Kelurahan Bojong Pondok Terong dan Ratu Jaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Setiap Kelurahan diambil masing-masing tiga RW secara purposive berdasarkan jumlah anak dari posyandu. Teknik Penarikan contoh dilakukan secara stratified nonpropotional random sampling berdasarkan bekerja dan tidak bekerja dan diambil contoh masing-masing adalah 60, sehingga jumlah seluruh contoh adalah 120 orang. Teknik penarikan contoh yang dilakukan pada penelitian ini ditunjukkan oleh gambar 3.

(32)

Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini jika ditinjau dari jenis datanya, maka penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Angka-angka dalam data kuantitatif menunjukkan nilai dari sebuah subjek, istri, atau kasus-kasus. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data gambaran umum tentang lokasi penelitian dan data kependudukan yang diperoleh dari kantorkelurahan, kecamatan dan dinas kesehatan setempat, serta studi literatur dari buku, internet dan penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis yang berhubungan dengan topik penelitian-penelitian. Sedangkan data primer diperleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner, meliputi:

1. Karakteristik individu (usia ibu, pendidikan ibu, status bekerja ibu, usia ibu saat menikah dan usia ibu saat melahirkan anak pertama) dan karakterisik keluarga (usia ayah, usia anak, usia ayah saat menikah, pekerjaan ayah, pendidikan ayah, pendapatan perkapita, lama pernikahan).

2. Tugas perkembangan keluarga terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi orangtua dan dimensi anak. Kuisioner dikembangkan mandiri melalui pendekatan teori tugas perkembangan keluarga tahap dua indikator Duvall (1971). Tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua terdiri dari 19 pertanyaan dengan cronbach’s alpha 0.660. Tugas perkembangan keluarga dimensi anak terdiri dari 16 pertanyaan dengan cronbach’s alpha 0.832. Secara keseluruhan dengan menggabungkan dari ke dua dimensi tersebut, maka diketahui cronbach’s alpha tugas perkembangan keluarga sebesar 0.784. Dalam setiap butir pertanyaan terdiri dari empat pilihan jawaban dari tidak pernah sampai selalu dengan skor satu sampai empat.

3. Stress ibu yang baru memiliki anak pertama modifikasi kuisioner parenting stress indeks (PSI) oleh Abidin (1995) sebanyak 15 pertanyaan dan memiliki cronbach’s alpha sebesar 0.744. Dalam setiap butir pertanyaan terdiri dari lima pilihan jawaban dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju dengan skor satu sampai lima.

(33)

Tabel. 1 Variabel, Skala data dan Kategori data

Status bekerja ibu Nominal [1] Tidak Bekerja [2] Bekerja

Usia ibu saat menikah Rasio Rataan data

Usia ibu saat melahirkan Rasio Rataan data

Karakteristik Keluarga

Usia ayah saat menikah Rasio Rataan data

Pekerjaan ayah Nominal [1] Tidak bekerja / IRT [2] PNS

Pendapatan perkapita [1] < 310.279

(34)

Pengolahan dan Analisis data

Data yang telah dikumpulkan dari kuesioner diolah dengan komputer. Kegiatan yang dilakukan mulai dari presurvei, pengambilan data sekunder, pengambilan data primer, entry data, cleaning data, dan analisis data. Berikut urutan kegiatan dalam pengolahan data yaitu penyusunan code-book sebagai panduan entry dan pengolahan data; setelah entry data, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Setelah itu dilakukan penyajian hasil dari pengolahan data dan penganalisisan data. Reliabilitas data dilakukan dengan menggunakan uji Cronbach α, menyajikan statistik deskriptif untuk setiap peubah, pemberian skor terhadap jawaban kusioner; kategorisasi terhadap data, dan analisis data. Pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for windows. Data penelitian yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis secara deskriptif. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik individu (usia ibu, pendidikan ibu, status bekerja ibu, usia ibu saat menikah dan usia ibu saat melahirkan anak pertama), Karakterisik keluarga (usia ayah, usia anak, usia ayah saat menikah, pekerjaan ayah, pendidikan ayah, pendapatan perkapita, lama pernikahan), tugas perkembangan keluarga, stress ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan. Kategori pengelompokkan untuk tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama dan kepuasan perkawinan dibedakan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Secara umum pengkategorian yang digunakan adalah rendah (Skor <60%), sedang (skor 60-79.9 %) dan tinggi (skor > 80%). Nilai tersebut didapatkan dari rumus yang disajikan sebagai berikut:

Y = X – nilai minimum X x 100 Nilai Maksimum X – nilai minimum

Keterangan:

Y = Skor dalam persen;

X = Skor yang diperoleh untuk setiap contoh

2. Analisis hubungan untuk melihat hubungan antara karakteristik individu, karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres mengasuh anak pertama, dan kepuasan perkawinan.

3. Uji Independent T-test digunakan untuk mengetahui perbedaan pemenuhan tugas perkembangan keluarga, stres merawat anak pertama, dan kepuasan perkawinan antara keluarga dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja

4. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu, karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, stres ibu yang baru memiliki anak pertama, dan kepuasan perkawinan.

(35)

Keterangan:

Y = Kepuasan perkawinan α = Konstanta

1-9 = Koefisien regresi ε = galat

X1 = Usia ibu (tahun) X2 = Pendidikan ibu (tahun) X3 = usia ibu saat menikah (tahun) X5 = lama pernikahan (tahun)

X6 = pendapatan perkapita (rupiah/ bulan) X7 = pendidikan ayah (tahun)

X8 = tugas perkembangan keluarga

X9 = stres ibu yang baru memiliki anak pertama 1 = Koefisien dummy

D1 = status bekerja ibu (0= tidak bekerja; 1= bekerja)

Definisi Operasional

Contoh adalah keluarga yang memiliki anak pertama usia 0–2 tahun dalam keluarga dengan ibu bekerja dan tidak bekerja.

Ibu bekerja adalah seorang wanita atau ibu yang telah berkeluarga yang bekerja di luar rumah untuk menghasilkan uang

Ibu tidak bekerja adalah seorang wanita atau ibu yang telah berkeluarga dan dalam kesehariannya berada di rumah melaksanakan seluruh kegiatan rumah tangga serta tidak menghasilkan uang

Tugas perkembangan keluarga adalah serangkaian kewajiban atau tuntutan yang harus dicapai atau dilaksanakan keluarga tahap kedua yaitu dengan anak usia 0-2 tahun, sehingga mencapai kebahagiaan dalam keluarga dan sebagai modal dasar untuk tahapan berikutnya.

Dimensi orangtua adalah salah satu dimensi dalam tugas perkembangan keluarga dengan anak pertama berusia di bawah dua tahun yang mengukur ibu dan pasangan.

Dimensi anak adalah salah satu dimensi dalam tugas perkembangan keluarga dengan anak pertama berusia di bawah dua tahun yang mengukur beberapa perkembangan anak.

Stres ibu adalah persepsi yang dirasakan ibu terhadap situasi yang merupakan hasil dari tekanan yang terjadi saat merawat dan mengasuh anak pertamanya. Diukur dalam respon ibu terhadap pernyataan tentang stres Kepuasan Perkawinan adalah suatu evaluasi atau penilaian dari ibu mengenai

(36)

5 Artikel 1

PENGARUH TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA

TERHADAP KEPUASAN PERKAWINAN IBU YANG BARU

MEMILIKI ANAK PERTAMA

Influence of Family Developmental Tasks On Mother’s Marital Satisfaction Who Has First Baby

Rahmaita, Diah Krisnatuti, Lilik Noor Yuliati

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga terhadap kepuasan perkawinan ibu yang baru memliki anak pertama. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yang dilakukan pada 120 contoh dari keluarga yang baru memiliki anak pertama usia di bawah dua tahun. Penarikan contoh dilakukan dengan metode purposive sampling di dua kelurahan (Kelurahan Ratu Jaya dan Bojong Pondok Terong) di Cipayung Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2014. Hasil penelitian menunjukkan capaian tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua 61.9 persen dan capaian tugas perkembangan keluaraga dimensi anak 73.1 persen. Capaian keseluruhan dari tugas perkembangan keluarga yaitu 67.1 persen. Tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua mempunyai hubungan positif dengan pendapatan perkapita dan usia ayah. Tugas perkembangan keluarga dimensi anak mempunyai hubungan positif dengan usia ibu, usia ayah, dan lama pernikahan. Kepuasan perkawinan mempunyai hubungan positif dengan pendidikan ibu, lama pernikahan, dan tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan dimensi orangtua. Hasil uji pengaruh menunjukkan kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh tugas perkembangan keluarga dimensi anak dan dimensi orangtua (R²=0.247). Kata kunci: Tugas perkembangan keluarga, Kepuasan perkawinan, Anak pertama

Abstract

(37)

marriage, and family developmental task. By using regression analysis, it show that marital satisfaction influenced by dimension child and dimension parent of family developmental tasks (R²=0.247).

Keywords: Family developmental tasks, Marital satisfaction, First Baby

Pendahuluan

Saat ini banyak pasangan yang kurang dalam mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan berumah tangga, hanya siap untuk menikah namun tidak siap untuk berkeluarga. Akibatnya, tidak jarang pasangan setelah pernikahan mengalami disfungsi keluarga yang berujung pada perceraian. Menurut Data Kementerian Agama RI, pada tahun 2013 sebanyak 324.527 pasangan yang bercerai di Indonesia atau sudah melebihi angka 10% dari jumlah perkawinan sebanyak 2.218.130 pasangan. Ironisnya perceraian terbanyak terjadi pada usia rumah tangga muda yakni dibawah lima tahun. Salah satu yang menjadi penyebab dari perceraian yaitu berkurangnya kepuasan perkawinan antara suami dan istri. Kepuasan perkawinan merefleksikan secara umum kebahagiaan dan keberfungsian dalam pernikahan seseorang (Schoen et al. 2002). Hawkins (1968) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan adalah perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami atau istri. Kepuasan perkawinan merupakan sebentuk persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu (Roach et al. 1981). Berkurangnya kepuasan perkawinan antara suami dan istri dapat disebabkan hadirnya anak ditengah tengah pasangan yang baru membentuk sebuah keluarga. Kehadiran anak dapat menambah sekaligus mengurangi keharmonisan suami istri, yang mengubah hubungan yang bersifat dwitunggal menjadi tritunggal (Hurlock 1999). Keluarga yang sedang mengalami masa transisi menjadi orang tua dengan anak pertama usia dibawah dua tahun merupakan masa yang paling kritis dan rentan karena para orang tua akan sadar betapa harus mengubah pola makan, pola tidur serta pola hubungan suami istri. Tuntutan sebagai ayah dan ibu akan dirasa semakin berat apabila ayah dan ibu tidak dapat menyesuaikan peran dan tugas perkembangan keluarganya. Pemenuhan tugas perkembangan keluarga memerlukan dukungan baik dari segi materi maupun non materi.

Tugas perkembangan keluarga yang terpenuhi akan mengarahkan pada tugas – tugas perkembangan selanjutnya dan mengarahkan pada kebahagiaan serta kesuksesan keluarga. Tugas perkembangan keluarga yang baru mempunyai anak pertama merupakan tahap kedua dari delapan tahapan keluarga menurut Duvall (1971). Pada tahap ini peran dan tugas orang tua lebih kepada memantapkan hubungan antara suami isteri dan cara orangtua untuk mampu berinteraksi, dan merawat serta mengasuh anaknya dengan baik, sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal. Apabila keluarga tidak berhasil memenuhi tugas perkembangannya akan berdampak pada ketidakbahagiaan dan kesulitan dalam menjalankan tugas perkembangan pada tahap selanjutnya.

(38)

melakukan penelitian untuk melihat pengaruh tugas perkembangan keluarga terhadap kepuasan perkawinan ibu yang baru mempunyai anak pertama usia dibawah dua tahun.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, dan kepuasan perkawinan ibu yang baru memiliki anak pertama.

2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga, dan kepuasan perkawinan ibu yang baru memiliki anak pertama. 3. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan

keluarga, dan kepuasan perkawinan ibu yang baru memiliki anak pertama. Metode penelitian

Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian dipilih secara purposive berdasarkan data terkait tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah yang berada di Kecamatan Cipayung, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat (BPS Kota Depok 2011). Selanjutnya dipilih yaitu dua Kelurahan Ratujaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong yang sebagai lokasi pengumpulan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Agustus 2014.

Contoh dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak pertama usia di bawah dua tahun baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Kriteria contoh pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak pertama usia di bawah dua tahun. Selanjutnya data tersebut dipilih secara stratified nonproporsional random sampling sehingga jumlah seluruh contoh adalah 120 orang terdiri dari 60 ibu bekerja dan 60 ibu tidak bekerja.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Berdasarkan sumber datanya, maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi: (1) karakteristik keluarga; (2)Tugas perkembangan keluarga dan (3) Kepuasan perkawinan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data monografi lokasi penelitian yang diperoleh dari kantor kelurahan dan kecamatan setempat.

Karakteristik keluarga terdiri dari usia ayah, usia ibu, usia menikah ayah, usia menikah ibu, usia ibu saat melahirkan anak pertama, pendidikan ayah, pendidikan ibu, lama pernikahan dan pendapatan perkapita keluarga.

Gambar

Gambar 2 kerangka pikir penelitian
Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh
Tabel. 1 Variabel, Skala data dan Kategori data
Tabel 3 Capaian dimensi dan item tugas perkembangan keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan metode pembelajaran ini siswa diberikan suatu permasalahan yang harus siswa pecahkan bersama-sama hal ini menuntut siswa untuk berfikir tingkat tinggi

Penyebab munculnya masalah utama/factor penyebab konflik (Letak di akar Pohon) Penyebab dari tawuran adalah Cuma gara-gara hal sepele, yaitu rebutan seorang pacar yang akhirnya

Selanjunya dari awal SAYA selalu dan tidak akan pernah bosan mengingatkan bahwa, Kajian Hakikat Zat Pada Sifat Allah ini adalah sebuah kajian yang bersifat pendalaman dari ilmu tauhid

Berdasarkan aturan dalam pelelangan umum dengan pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi perusahaan,

Penulis sekiranya dapat memberikan alternatif pilihan dalam pengaturan lampu lalu lintas tersebut sehingga dapat mengurangi kemacetan pada suatu

Boulevard Raya Blok RA 19/15 Kelapa Gading Telp... 8

 Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan

Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi penempatan TKI pada beberapa negara Asia adalah model regresi data panel. Variabel bebas yang digunakan