• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMILIKI ANAK PERTAMA

HASIL Karakteristik Keluarga

perkawinan.

HASIL Karakteristik Keluarga

Pada Tabel 2 yaitu karakteristik keluarga dapat dilihat rata-rata usia ayah dan ibu pada penelitian ini sebesar 29.1 dan 25.6 tahun atau berada pada kelompok usia dewasa muda menurut Hurlock (1980) dengan rentangan usia antara 18 - 40 tahun. Rataan usia ayah dan ibu menikah yaitu 26.4 dan 22.8 tahun. Rataan usia ibu melahirkan yaitu 24.4 tahun dengan usia minimum dan maksimum sebesar 16 - 41 tahun. Usia dibawah 20 tahun dan usia diatas 35 tahun

merupakan usia yang dianggap rawan bagi kehamilan. Kategori rawan tersebut hanya berlaku pada kehamilan anak pertama. Hal ini sesuai dengan pendapat Mochtar (1998) kehamilan beresiko tinggi berada pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Rataan lama pendidikan yang ditempuh oleh ayah dan ibu sebesar 11.5 tahun dan 11.4 tahun yaitu setara dengan SMA. Rataan pendapatan perkapita yang dimiliki oleh keluarga yaitu sebesar Rp 1.080.611,00 dan pendapatan perkapita terendah yang dimiliki oleh keluarga yaitu sebesar Rp333.333,00 yang dapat dikatakan bahwa penghasilan perkapita itu sudah berada diatas garis kemiskinan Kota Depok tahun 2012 yaitu sebesar Rp 310.279,00. Rataan lama pernikahan 2.8 tahun.

Berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ayah dan ibu dapat dipaparkan beberapa jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ibu dan juga ayah yang terdiri dari tidak bekerja atau ibu rumah tangga (IRT); Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang meliputi guru, dosen, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi, pegawai instansi milik negara, perawat; karyawan yaitu pegawai swasta yang memiliki gaji tetap setiap bulannya; wiraswasta atau memiliki usaha sendiri; dan buruh yaitu pekerjaan dengan penghasilan tidak tetap (misalnya petani, tukang). Pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh contoh yaitu sebagai ibu rumahtangga sebesar 50 persen dan pekerjaan kedua tertinggi yaitu adalah sebagai karyawan sebesar 32.5 persen. Lebih dari separuh jenis pekerjaan yang dimiliki suami adalah sebagai karyawan, dan persentase terkecil pekerjaan suami yaitu sebagai PNS.

Tabel 2 Data Karakteristik Keluarga

Karakteristik Keluarga Ayah Ibu

Minimum-Maksimum Rata-rata + Standar Deviasi Minimum-Maksimum Rata-rata + Standar Deviasi Usia (Tahun) 18 – 43 29.1 + 4.35 17 - 42 25.6 + 4.56

Usia Menikah (tahun) 18 – 41 26.4 + 4.12 15 - 41 22.8 + 4.45 Usia Ibu Melahirkan

(Tahun) - - 16 - 41 24.4 + 4.42 Pendidikan (Tahun) 6 – 16 11.5 + 2.32 6 - 16 11.4 + 2.35 Keluarga Minimum-Maksimum

Rata-rata + Standar Deviasi Pendapatan Perkapita keluarga (Ribu

rupiah/bulan)

333 – 2 666 1 068 610 + 564604

Lama Pernikahan (tahun) 1 - 15 2.8 + 1.99

Tugas Perkembangan Keluarga

Tugas perkembangan keluarga terbagi menjadi dua dimensi yaitu tugas perkembangan keluarga dimensi orang tua dan tugas perkembangan keluarga dimensi anak. Capaian keseluruhan dari tugas perkembangan keluarga sebesar 67.3 persen (Tabel 3). Berdasarkan hasil penelitian menemukan bahwa capaian dari tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua sebesar 61.9 persen, terdiri dari capaian yang paling tinggi (80 persen) yaitu bergbagi tanggung jawab sebagai orang tua dengan suami. Dilihat dari dimensi orangtua, capaian yang masih

rendah atau kurang dari 50 persen tampak pada mempertahankan hubungan yang romantis dengan suami (41.7 persen) dan menjaga kehidupan ibu muda melalui otonomi pribadi (46.5 persen).

Berdasarkan hasil penelitian menemukan bahwa capaian dari tugas perkembangan keluarga dimensi anak secara keseluruhan sebesar 73.1 persen. Terdapat perbedaan yang signifikan pada tugas perkembangan keluarga dimensi anak usia 1-2 tahun lebih tinggi (79.85 persen) daripada dimensi anak usia 0-1 tahun (64.93 persen). Terdapat perbedaan yang signifikan pada indikator belajar untuk mendapatkan kepuasan akan makanan, belajar untuk mengelola tubuh secara efektif, belajar menyesuaikan dengan orang lain, belajar untuk menyayangi dan disayangi, mengembangkan sistem komunikasi, belajar untuk mengekspresikan dan mengendalikan perasaan, dan memiliki kemampuan terhadap kesadaran diri dengan capaian pada usia 1 - 2 tahun lebih tinggi daripada usia 0 - 1 tahun.

Tabel 3 Capaian dimensi dan item tugas perkembangan keluarga

Tugas Perkembangan Keluarga Rata-rata + Standar deviasi a. Rekonsiliasi penyesuaian peran 73.2 + 21.26 b. Menerima dan menyesuaikan tuntutan

sebagai ibu muda

69.3 + 24.27 c. Belajar merawat bayi dengan kompeten 57.8 + 26.76 d. Membangun dan mempertahankan

rutinitas keluarga yang sehat

60.4 + 27.40 e. Memberi kesempatan penuh untuk

perkembangan anak

56.8 + 29.21 f. Berbagi tanggung jawab sebagai orang tua

dengan suami

80.0 + 23.71 g. Mempertahankan hubungan yang romantis

dengan suami

41.7 + 41.66 h. Membuat penyesuaian yang memuaskan

dengan realitas kehidupan

60.8 + 30.64 i. Menjaga kehidupan ibu muda melalui

otonomi pribadi

46.5 + 29.91 j. Mengeksplorasi dan mengembangkan rasa

memuaskan menjadi keluarga

62.4 + 33.19

Total Dimensi Orangtua 61.9 +13.75

0 – 1 tahun 1 – 2 tahun p-value a. Mencapai keseimbangan fisiologis setelah

kelahiran

76.12 + 27.35 81.00+ 30.05 0.355 b. Belajar untuk mendapatkan kepuasan akan

makanan

67.88 + 29.48 84.71 + 18.91 0.000* c. Belajar mengetahui bagaimana, dimana

dan kapan terjadi eliminasi

81.40 + 27.48 88.58 + 23.47 0.126 d. Belajar untuk mengelola tubuh secara

efektif

64.05 + 28.94 77.92 + 22.39 0.004* e. Belajar menyesuaikan dengan orang lain 67.28 + 25.25 77.98 + 20.24 0.011* f. Belajar untuk menyayangi dan disayangi 63.47 + 23.61 81.69 +18.61 0.000* g. Mengembangkan sistem komunikasi 61.98 + 22.63 78.73 + 19.93 0.000* h. Belajar untuk mengekspresikan dan

mengendalikan perasaan

57.45 + 30.29 80.15 + 21.53 0.000* i. Memiliki kemampuan terhadap kesadaran

diri

60.40 +32.69 74.47 + 26.32 0.010* Total Dimensi Anak 64.93 + 17.09 79.85 + 12.03 0.000* Total Tugas Perkembangan Keluarga 67.33 + 11.20

Berdasarkan Tabel 4 sebaran contoh berdasarkan tugas perkembangan keluarga, rata-rata ibu termasuk dalam kategori sedang dengan skor minimum dan maksimum yaitu 31 sampai 87. Hasil penelitian menemukan bahwa 60 persen ibu melakukan tugas perkembangan keluarga berada pada kategori sedang.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tugas perkembangan keluarga

Tugas perkembangan keluarga Total

n % Rendah ( < 60%) 29 24.2 Sedang (60-79%) 72 60.0 Tinggi (>80%) 19 15.8 Rata + SD 67.33 + 11.20 Min-Maks 37.00– 87.00 Kepuasan Perkawinan

Dapat dilihat pada Tabel 5 Capaian kepuasan perkawinan yaitu sebesar 63.1 persen dengan rataan sebesar 12,65. Dimensi kepuasan perkawinan yang paling tinggi capaiannya (75.2%) adalah orientasi religius yaitu ibu merasa senang tentang bagaimana keluarga mempraktekkan keyakinan agama dan nilai-nilai dalam sebuah keluarga. Capaian terendah (52.0%) adalah pengelolaan keuangan yang dapat dikatakan ibu masih kurang bahagia dengan posisi keuangan keluarga dan cara ibu dan ayah dalam membuat keputusan keuangan serta ibu masih memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam hubungan dengan pasangan. Tabel 5 Capaian dimensi kepuasan perkawinan

Kepuasan Perkawinan Rata-rata + standar

deviasi Masalah kepribadian 62.6 + 22.11 Kesetaraan peran 71.3 + 26.85 Komunikasi 63.0 + 18.89 Penyelesaian konflik 66.0 + 31.88 Pengelolaan keuangan 52.0 + 29.15 Aktifitas bersama 68.5 + 32.49 Relasi seksual 69.0 + 29.88

Anak dan pernikahan 61.9 + 22.33

Keluarga dan teman 54.0 + 33.21

Orientasi religious 75.2 + 26.22

Total kepuasan perkawinan 63.1+ 12.65

Berdasarkan hasil penelitian menemukan bahwa rata-rata sebaran contoh kepuasan perkawinan ibu termasuk dalam kategori sedang (Tabel 6). Berdasarkan tingkat kategori kepuasan perkawinan terdapat tigaperlima (60.8%) termasuk dalam kategori sedang dengan skor minimum dan maksimum 30.00 sampai 80.00.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kepuasan perkawinan

Kepuasan Perkawinan Total

n % Rendah ( < 60%) 38 31.7 Sedang (60-79.9%) 73 60.8 Tinggi (>80%) 9 7.5 Rata + SD 62.69+ 12.65 Min-Maks 30.00 – 88.00

Hubungan antar peubah penelitian

Hasil analisis hubungan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua mempunyai hubungan positif dengan pendapatan perkapita dan usia ayah, semakin tinggi pendapatan perkapita keluarga dan semakin tinggi usia ayah maka semakin baik tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua. Tugas perkembangan keluarga dimensi anak berhubungan positif dengan usia ibu, usia ayah dan lama pernikahan. Dapat diartikan semakin tinggi usia ibu dan ayah dan semakin lama pernikahan maka semakin baik pula keluarga dalam menjalankan tugas perkembangan keluarga pada dimensi anak. Kepuasan perkawinan berhubungan positif dengan usia ibu, usia ayah, pendidikan ibu dan lama pernikahan. Artinya, semakin tinggi usia ayah dan ibu, semakin tinggi pendidikan ibu, dan semakin lama pernikahan maka kepuasan perkawinan meningkat atau semakin baik. Hasil analisis juga menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua dan dimensi anak terhadap kepuasan perkawinan. Semakin baik tugas perkembangan keluarga baik dari dimensi orangtua maupun anak maka semakin tinggi kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh ibu.

Tabel 7 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan tugas perkembangan keluarga dengan kepuasan perkawinan

Variabel Tugas Perkembangan Keluarga Kepuasan

Perkawinan Dimensi orangtua Dimensi Anak

Usia ibu .162 .316** .269**

Pendidikan ibu .117 .036 .203*

Status Bekerja ibu .168 -.083 .076

Usia ayah .192* .387** .285** Pendidikan ayah .142 -.011 .161 Pendapatan perkapita .267** -.074 .133 Lama pernikahan .138 .288** .185* Dimensi orangtua 1 .250** .443** Dimensi anak 1 .313** Kepuasan perkawinan 1

Pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga terrhadap kepuasan perkawinan ibu

Hasil uji analisis pada Tabel 8 menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0.247. angka ini menunjukkan sebesar 24.7 persen kepuasan perkawinan dipengaruhi oleh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua dan tugas perkembangan keluarga dimensi anak terhadap kepuasan perkawinan ibu. Tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua dan dimensi anak mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan perkawinan (p=0.000; adjusted R2= 0.247). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik tugas perkembangan yang dipengaruhi orangtua dan anak, maka semakin tinggi tingkat kepuasan perkawinan yang dimiliki ibu. Hasil regresi menunjukkan tidak ada dari karakteristik keluarga yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan perkawinan.

Tabel 8 Pengaruh karakteristik keluarga, tugas perkembangan keluarga terhadap kepuasan perkawinan

Variabel

Kepuasan perkawinan tidak

terstandarisasi terstandarisasi Sig.

Konstanta 16.59 0.044

Usia ibu (tahun) 0.28 0.10 0.249

Pendidikan ibu (tahun) 0.70 0.13 0.56

Status bekerja ibu ( 0 = tidak bekerja; 1=

bekerja) 0.07 0.01 0.97

Usia anak (bulan) -0.29 -0.15 0.14

Pendapatan Per kapita (Rp/bulan) -2.11 -0.01 0.93

Lama pernikahan (tahun) 0.74 0.12 0.21

Tugas perkembangan dimensi orangtua 0.33 0.36 0.00**

Tugas perkembangan dimensi anak 0.17 0.22 0.02*

F 5.87

Sig 0.000

R Square 0.297

Adjusted RSquare. 0.247

Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; ** Signifikan pada p<0.01 Pembahasan

Hasil analisis deskriptif pada penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata usia menikah ayah dan ibu adalah 26.4 dan 22.8. Hal ini dapat berarti bahwa sebagian besar suami dan istri telah menikah pada batas usia yang ideal menurut program PUP BKKBN, laki-laki sebaiknya menikah diatas usia 25 tahun dan perempuan diatas 20 tahun.

Hasil capaian yang kurang berkontribusi pada tugas perkembangan keluarga dimensi orang tua yaitu mempertahankan hubungan yang romantis dengan suami. Menurut Guerrero dan Mongeau (2008) hubungan romantis dapat muncul dari pertemanan yang kemudian berkembang menjadi percintaan. Akan

tetapi, tidak mudah untuk mempertahankan hubungan romantis yang dimiliki dalam jangka waktu lama. Hal ini merujuk pada kemampuan individu dalam melakukan penetapan, perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai hubungan romantis yang sedang dijalani (McCabe dan Barnett 2000).

Capaian yang paling berkontribusi pada tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua yaitu bahwa ibu telah mampu dalam berbagi tanggung jawab dengan suami, menyesuaikan peran baik sebagai ibu maupun sebagai istri. Suami dan istri bersepakat dalam membagi peran dan tugas sehari-hari, bertanggung jawab terhadap peran dan tugas masing-masing dan saling menjaga komitmen bersama. Menurut Hoffman (1984) masyarakat pada umumnya menilai pekerjaan rumah tangga terbatas pada tanggung jawab untuk mempersiapkan makanan, membersihkan, dan mengatur rumah tangga serta mengasuh anak. Padahal sebagai ibu rumah tangga, ibu juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan hubungan yang memuaskan bersama keluarga yaitu suami dan anak. Walaupun kedengaran sederhana pekerjaan sebagai ibu rumah tangga pada kenyataannya cukup berat dan menyita waktu.

Capaian tugas perkembangan keluarga dimensi anak pada anak berusia satu hingga dua tahun lebih tinggi daripada tugas perkembangan keluarga dimensi anak usia nol hingga satu tahun. Hal ini dapat dikarenakan anak pada usia satu hingga dua tahun telah mencapai hampir semua perkembangan baik dari segi emosi, bahasa, gerakan, dan tingkah laku sosial akan tetapi pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak dapat berbeda-beda, namun demikian ada patokan umur tentang kemampuan apa saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Proses pertumbuhan dan perkembangan ini perlu diikuti secara teratur yaitu dipantau, sehingga bila ada keterlambatan dalam proses tumbuh kembang dapat segera diketahui dan dilakukan tindakan (Soegeng & Rianti 2004). Rata-rata pendidikan ibu berada pada tingkat SMA, dengan tingkat pendidikan yang tinggi, pengetahuan, pengalaman dan kesadaran ibu terhadap pentingnya menstimulasi anak akan lebih tinggi (Yudrik 2011). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ertem (2007) yang menyimpulkan bahwa perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang bagaimana dan kapan ibu memberikan stimulasi kepada anaknya.

Lebih dari separuh keluarga telah menjalankan tugas perkembangan keluarga kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih dari separuh keluarga siap dalam tugas perkembangan selanjutnya. Sesuai dengan pernyataan Hill (1963) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi terpenuhi tugas perkembangan keluarga adalah keberhasilan pada tahap sebelumnya dan kemampuan dalam menangani masalah yang terjadi. Kesuksesan keluarga dalam pelaksanaan tugas perkembangan keluarga tidak menutup kemungkinan akan memberikan dukungan dalam perkembangan anak, karena perkembangan anak pada lima tahun pertama merupakan dasar untuk perkembangan selanjutnya. Hal ini sesuai pendapat Thabita (2012) mengatakan ibu yang kurang berperan dalam memenuhi kebutuhan dasar anak mempunyai dampak pada perkembangan anak yang kurang baik.

Lebih dari seperempat ibu mengalami kepuasan perkawinan yang rendah dan lebih dari separuh ibu yang berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua indikator kepuasan perkawinan dapat dipenuhi oleh contoh. Indikator yang tidak dapat dipenuhi oleh contoh yaitu pada dimensi

pengelolaan keuangan. Menurut Hurlock (1999) konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan tentang kemampuan keuangan untuk memiliki barang-barang yang dianggap penting dan ketidakmampuan untuk memenuhi biaya hidup dapat menjadi masalah yang timbul dalam perkawinan. Hal ini sesuai pendapat Furstenber dalam Wiliams et al. (2006) konflik keuangan biasanya terjadi karena adanya perbedaan harapan dalam masing-masing peran yang dijalankan oleh pasangan. Keterbukaan dalam hal pengelolaan dan pengeluaran keuangan akan membuat pasangan lebih berbahagia dalam perkawinan. Capaian terendah kedua yaitu dimensi keluarga dan teman. Ibu masih kurang dalam menyesuaikan diri dengan mertua dan ipar. Penyesuaian ini seharusnya dilakukan karena adanya perbedaan latar belakang budaya, minat dan usia sehingga pasangan harus belajar untuk memahami mertua dan ipar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiliams et. al (2006) seiringnya waktu kebersamaan yang terjalin dengan kerabat dari pihak masing-masing pasangan seperti mertua dan ipar turut berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan.

Orientasi religius merupakan capaian paling tinggi pada kepuasan perkawinan. Orientasi religius memiliki peran dalam kepuasan perkawinan, karena orientasi religius seseorang dapat mempengaruhi pola pikir dan perilakunya dalam menjalani kehidupan pernikahan. Hal ini disebabkan karena pernikahan merupakan sebuah proses adaptasi, agamalah yang memfasilitasi dan menjadi sumber kekuatan dalam suatu hubungan. Pendapat di atas didukung oleh hasil penelitian Dudley dan Kosinski (1990) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara orientasi religius dan kepuasan perkawinan. Hal ini juga didukung Bradburry (2000) yang menyatakan adanya korelasi positif antara kepuasan perkawinan dengan partisipasi religius. Adapun prediksi terkuat untuk kepuasan perkawinan adalah ibadah keluarga, orientasi religius yang sesuai dengan pasangan, dan kedatangan ke tempat ibadah. Beberapa studi juga telah banyak menyebutkan bahwa adanya hubungan yang positif antara religiusitas dengan kepuasan perkawinan (Filsinger dan Wilson 1984; Oluwole dan Adebayo 2008; Ardhianita dan Andayani 2004). Capaian tertinggi kedua yaitu kesetaraan peran. Hal ini sesuai dengan pernyataan istri yang merasakan kepuasan adalah apabila istri dapat memenuhi perannya dalam mengerjakan tugas rumah tangga, suami juga berpartisipasi dalam mengerjakan tugas rumah tangga (Khawaja dan Habib 2007). Kesetaraan peran dapat berlangsung dengan baik apabila ada pembagian peran didalam keluarga. Sesuai dengan pernyataan Puspitasari, Puspitawati dan Herawati (2013) Pembagian peran dan kotribusi anggota keluarga sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan dalam menjalankan fungsi keluarga menuju terwujudnya tujuan keluarga. Suami dan istri bersepakat dalam membagi peran dan tugas sehari-hari, bertanggung jawab terhadap peran dan tugasnya masing-masing, dan saling menjaga komitmen. Hal ini sejalan dengan Saginak (2005) menyatakan kepuasan perkawinan berhubungan dengan cara pasangan bernegosiasi untuk membagi tugas pekerjaan rumah, mencari nafkah, dan tanggung jawab antara suami dan istri. Sebaliknya, ketika suami dan istri tidak dapat menyeimbangkan peran mereka, maka akan menghasilkan stres yang akan berdampak pada kepuasan perkawinan.

Hasil analisis hubungan menyatakan bahwa lama pernikahan mempunyai hubungan positif dengan tugas perkembangan keluarga. Artinya bahwa semakin lama perikahan ayah dan ibu maka semakin baik tugas perkembangan keluarga

yang dijalankan. Hasil analisis hubungan juga menyatakan bahwa kepuasan perkawinan mempunyai hubungan positif dengan lama pernikahan. Hal ini sejalan dengan penelitian Glenn (1990) menemukan bahwa lama pernikahan mempengaruhi kepuasan perkawinan seseorang. Penelitian Greenstein (1996) menemukan bahwa wanita yang masa pernikahannya semakin lama maka pernikahannya semakin stabil. Hasil penelitian Rini & Retnaningsih (2007) juga mendukung penelitian ini yang menyatakan bahwa pasangan yang menikah dibawah lima tahun memiliki kepuasan perkawinan yang lebih tinggi dibandingkan yang menikah diatas lima tahun. Hal ini mungkin dapat disebabkan pasangan ini masih berada pada tahap awal perkawinan dimana pasangan akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama pasangan dan anaknya. Beberapa penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian lebih awal menunjukkan bahwa kepuasan perkawinan memperlihatkan hasil yang tidak konsisten, maka masih ada hal-hal yang diperdebatkan dalam literatur-literatur tersebut (Clements dan Swensen 2000). Penelitian yang dilakukan Burr (1970) mrnunjukkan mengalami penurunan dalam masa dua puluh tahun pertama setelah perkawinan kemudian akan meningkat kembali di tahun-tahun berikutnya mengikuti kurva-U. White and Booth (1985) juga menemukan dalam penelitian mereka bahwa kepuasan perkawinan dialami paling tinggi pada saat awal pernikahan, lalu menurun secara bertahap di tahun-tahun selanjutnya. Penelitian Vaillant dan Vaillant (1993) juga menunjukkan bahwa lamanya pernikahan tidak cukup prediktif bagi munculnya kebahagiaan perkawinan yang dirasakan oleh para istri.

Pendidikan ibu behubungan dengan kepuasan perkawinan. Pasangan yang berpendidikan cenderung menciptakan equalitarian marriage, yaitu menciptakan kesempatan yang sama antara suami dan istri untuk bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan penelitian Glenn dan Weaver (1988), yang menjelaskan bahwa perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan aspirasinya. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan ibu semakin jelas wawasannya, sehingga persepsi terhadap diri dan kehidupan pernikahannya menjadi semakin baik.

Hasil analisis uji pengaruh menyatakan bahwa dimensi anak dan dimensi orangtua pada variabel tugas perkembangan keluarga berpengaruh signifikan terhadap kepuasan perkawinan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kapinus dan Johnson (2003) yaitu pemenuhan tugas perkembangan keluarga berhubungan positif dengan kepuasan perkawinan. Artinya semakin baik tugas perkembangan yang dijalankan dalam keluarga maka semakin tinggi kepuasan perkawinan yang didapat. Tidak ada satupun dari karakteristik keluarga yang berpengaruh terhadap kepuasan perkawinan, hal ini sejalan dengan penelitian Schmitt, Kliegel, dan Shapiro (2007). Variabel sosial ekonomi, seperti usia, pendapatan keluarga per kapita, pendidikan, dan jumlah anak tidak dapat memprediksi kepuasan pernikahan.

Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu penelitian ini menganalisis kepuasan perkawinan namun persepsi yang dinyatakan hanya dari pihak ibu saja, akan lebih lengkap apabila ayah juga ikut serta sebagai contoh sehingga dapat saling melengkapi.

Simpulan

Rataan usia ayah dan ibu 29.1 dan 25.6 tahun. Rata-rata lama pendidikan yang ditempuh oleh ayah dan ibu setara dengan SMA. Pendapatan yang dimiliki keluarga sudah diatas garis kemisikinan kota Depok 2012. Rataan lama pernikahan yang dimiliki sebesar 2.78 tahun. Terdapat lebih dari tigaperlima ibu telah melakukan tugas perkembangan keluarga pada kategori sedang. Terdapat lebih dari tigaperlima ibu memiliki kepuasan perkawinan dalam kategori sedang. Kepuasan perkawinan berhubungan dengan tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua, dimensi anak dan lama pernikahan. Dapat dikatakan bahwa semakin baik keluarga dalam memenuhi tugas perkembangan keluarga maka semakin tinggi kepuasan perkawinan yang dimiliki oleh ibu. Tugas perkembangan keluarga dimensi orangtua dan dimensi anak berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan perkawinan.

6 Artikel 2

PENGARUH STRES IBU YANG BARU MEMILIKI ANAK PERTAMA

Dokumen terkait