• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bogor Keadaan geografi, penduduk dan ekonomi Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki luas 2 071.21 km2. Kabupaten Bogor terletak antara 6.18o – 6.4o Lintang Selatan dan 106o – 107o 13 Bujur Timur. Batas administrasi Kabupaten Bogor terdiri dari : 1) sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi, Kota Depok, 2) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang, 3) sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur Jawa Barat, dan 4) sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten, dan sebelah tengah berbatasan dengan Kota Bogor (BPS 2012). Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar 29.28 persen berada pada ketinggian 15-100 meter di atas permukaan laut (dpl, 42.62 persen berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19.53 persen berada pada ketinggian 500- 1000 meter dpl, 8.43 persen berada pada ketinggian 2.000-2.500 meter dpl. Kondisi morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan.

Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri atas tiga wilayah dan 4 kecamatan. Kecamatan-kecamatan tersebut dibagi atas sejumlah desa dan kelurahan, yang terdiri dari 410 desa dan 16 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Bogor terletak di Kecamatan Cibinong yang berada di sebelah utara Kota Bogor. Berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Bogor adalah sekitar 4 770 744 orang, yang terdiri atas 2 450 426 laki-laki dan 2 320 318 perempuan. Rata-rata penduduk Kabupaten Bogor bertambah 3.16 persen per tahun atau mengalami peningkatan hingga 140 ribu jiwa tiap tahunnya. Rata- rata kepadatan penduduk Kabupaten Bogor adalah 1 453 jiwa per km2. Penyebaran penduduk Kabupaten Bogor masih bertumpu di Kecamatan Cibinong yakni sebesar 6.85 persen diikuti oleh Kecamatan Gunung Putri sebesar 6.56 persen dan Kecamatan Cileungsi sebesar 5.16 persen sedangkan kecamatan lainnya dibawah 4 persen. Kecamatan Cibinong, Gunung Putri dan Cileungsi masing masing berjumlah 326 957 orang, 312 834 orang dan 246 041 orang. Sedangkan Kecamatan Cariu merupakan kecamatan yang paling sedikit penduduknya yakni sebanyak 46 231 orang (BPS 2012).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bogor berdasarkan harga berlaku pada tahun 2010 mencapai Rp 73.80 Triliun, lebih besar dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar Rp 65.21 triliun. Demikian juga dengan nilai PDRB berdasarkan harga konstan, yaitu semula sebesar Rp 30.92 triliun pada tahun 2009 kemudian naik menjadi Rp 32.53 triliun pada tahun 2010 sebesar Rp 15 493 903/kapita/tahun, dan menurut PDRB harga konstan adalah sebesar Rp 6 828 684/ kapita/tahun (Pemda Kab. Bogor 2011).

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bogor selama lima tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan, yaitu sebesar 5.95 persen pada tahun 2006 kemudian meningkat menjadi 6.04 persen pada tahun 2007. Penurunan terjadi pada tahun 2008 menjadi 5.85 persen dan 4.05 persen

pada tahun 2009, namun pada tahun 2010 berhasil meningkat lagi menjadi 5.09 persen. Kondisi ekonomi Kabupaten Bogor pada tahun 2010 relatif stabil bahkan mengalami peningkatan seiring dengan tumbuhnya beberapa sektor penggerak ekonomi dan membaiknya infrastruktur penunjang ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari pergerakan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Kontribusi laju pertumbuhan ekonomi yang terbesar diberikan oleh kelompok lapangan usaha sektor sekunder seperti industri pengolahan, listrik, gas air dan bangunan sebesar 4.04 persen. Kontribusi sektor primer masih sebesar 0.30 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peranan pertumbuhan industri bergerak positif seiring dengan dimulainya realisasi investasi yang masuk ke Kabupaten Bogor pada kelompok lapangan usaha di sektor sekunder tersebut. Selain itu, tingginya kontribusi sektor sekunder ini membuka peluang dalam menunjang sektor lain bergerak terutama sektor primer, (Pemda Kab.Bogor 2011). Mata pencaharian penduduk Kabupaten Bogor beragam, yaitu sebagai pegawai negeri sipil (PNS), sektor pertanian, perdagangan, angkutan, industri pengolahan, dan jasa. Sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting di Kabupaten Bogor, karena lahan pertanian yang dimiliki masih luas dan sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor adalah pedesaan yang menitikberatkan pada sektor pertanian terutama tanaman padi. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi rakyat di Kabupaten Bogor.

Keragaan Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Bogor

Jumlah industri kecil di Kabupaten Bogor pada Tahun 2010 adalah sebesar 14 975 unit usaha, dan dapat menyerap tenga kerja sebesar 336 594 orang (Disperindag Jabar 2013). Banyaknya industri pengolahan di Kabupaten Bogor diharapkan dapat menampung jumlah angkatan kerja yang ada, sehingga dapat menekan angka pengangguran. Jumlah industri pengolahan ini tersebar di berbagai Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor mengelompokkan industri pengolahan terutama industri mikro kecil kepada tiga kelompok besar, yaitu industri kimia sebanyak 2 864 unit usaha, industri aneka sebanyak 2 137 unit usaha, dan industri logam mesin dan elektronika (ILME) sebanyak 1 078 unit usaha. Industri Kimia meliputi Industri Kimia dan Barang Kimia, Industri Karet dan Barang Karet, Industri Bahan Bangunan dan Bahan Galian, Industri Agro, dan Industri Hasil Hutan. Industri Aneka meliputi Industri alas kaki, Industri Konveksi, Industri Tas, dan Industri Boneka (Dikukm Perindag Kab.Bogor 2012).

Industri pengolahan berskala kecil juga dikelompokkan berdasarkan sentra-sentra usaha yang tersebar di berbagai Kecamatan. Sentra usaha ini merupakan suatu kawasan atau wilayah yang menjalankan kegiatan usaha yang seragam. Sentra-sentra industri kecil tersebut terdiri dari sentra industri logam, sentra dodol dan rengginang, sentra manisan pala, sentra tahu dan tempe, sentra alas kaki, sentra tas, sentra bahan bangunan dan bahan galian, sentra logam, serta sentra industri hasil hutan. Dengan demikian dapat dikelompokkan sentra industri berbasis agro atau sentra industri yang bahan bakunya berasal dari hasil pertanian yaitu sentra manisan pala, dodol, rengginang, tahu dan tempe, dan sentra industri hasil hutan. Tabel 3 menunjukkan sebaran industri kecil berdasarkan sentra- sentra industri kecil yang ada di Kabupaten Bogor.

Tabel 3 Sentra-sentra industri kecil di Kabupaten Bogor Tahun 2011

No Sentra industri kecil Jumlah unit usaha Kecamatan

1 Dodol 100 Kemang

2 Manisan pala 48 Dramaga

3 Tahu dan tempe 350 Citereup, Parung

4 Hasil hutan 676 Parung, Kemang, Cileungsi

5 Bahan bangunan dan galian 40 Parung panjang

6 Alas kaki 1854 Ciomas, Tamansari

7 Tas 141 Ciampea

8 Logam 139 Citereup

9 Dandang 42 Cigombong

Sumber: Dikukm Perindag Kab Bogor 2012

Sentra usaha yang termasuk dalam industri pangan adalah sentra industri tempe, tahu, dodol dan manisan pala. Sentra industri tempe dan tahu merupakan sentra industri dengan jumlah usaha yang paling besar, yaitu mencapai 350 unit yang tersebar di Kecamatan Citereup dan Parung, sedangkan sentra industri kecil lainnya memiliki jumlah unit usaha yang lebih sedikit. Industri hasil hutan terlihat besar, namun jenis usahanya cukup beragam (Dikukm Perindag Kab. Bogor 2012).

Karakteristik Desa Sampel

Wilayah penelitian meliputi tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Citereup, Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga. Pemilihan keempat kecamatan ini didasarkan pada kelompok sentra industri kecil berbasis pangan yang ada di Kabupaten Bogor. Sentra usaha tersebut merupakan sentra industri yang bahan baku pengolahannya menggunakan hasil pertanian dan untuk dimakan.

Kecamatan Citereup terdiri dari 14 kelurahan/desa. Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup sebanyak 198 197 jiwa, yang terdiri dari 101 316 jiwa laki- laki dan 96 881 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk pada Kecamatan Citereup adalah 26.04 jiwa per km2. Penduduk Kecamatan Citereup memiliki mata

pencaharian yang beragam, yaitu sebagai buruh, pengusaha, pedagang, pengemudi/jasa, dan pegawai negeri sipil. Pada Kecamatan Citereup telah banyak berdiri industri pengolahan yang berskala kecil dan besar. Industri pengolahan yang ada antara lain industri pengolahan semen, industri tekstil, dan industri kecil yang berbasis rumahtangga. Luas lahan pertanian sudah sangat sempit di Kecamatan ini, hanya 416 ha lahan sawah saja. Kecamatan Citereup merupakan sentra dari industri tempe yang terdapat di Desa Citereup. Jumlah industri tempe berjumlah sekitar 200 unit.

Kecamatan Kemang merupakan bagian dari kecamatan semplak. Kecamatan Kemang terdiri dari 1 kecamatan dan 8 desa. Memiliki jumlah penduduk 84 428 jiwa yang terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 43 284 jiwa, jumlah penduduk perempuan 41 144 jiwa, dan jumlah kepala keluarga 27 499 KK. Mata pencaharian penduduk di kemang lebih banyak sebagai wirausaha seperti usaha industri makanan ringan, usaha bengkel motor/mobil, usaha pertokoan, dan perdagangan lainnya. Terdapat sentra industri makanan

ringan/cemilan yang saat ini berkembang di kecamatan kemang, tepatnya di Kampung Anyar Desa Semplak Barat. Adanya sentra industri pengolahan makanan ringan di Kampung Anyar, membuat perekonomian penduduk di Kecamatan Kemang semakin membaik dari tahun ke tahun.

Kecamatan Dramaga merupakan kecamatan yang terletak di bagian barat Kota Bogor dan terdiri dari 10 desa. Kecamatan Dramaga berkembang pesat di karena letaknya berdekatan dengan universitas negeri (Institut Pertanian Bogor) yang membuat sarana prasarana dan fasilitas seperti jalan dan pertokoan banyak dibangun. Jumlah penduduk di Kecamatan Dramaga mengalami peningkatan setiap tahun, dan pada tahun 2011 penduduk dramaga berjumlah 102 443 jiwa. Kecamatan ini mempunyai jumlah penduduk miskin paling sedikit dibanding dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor. Tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Dramaga masih rendah dimana terdapat 41.97 persen penduduknya tidak tamat SD. Mata pencaharian penduduk sebagian besar di sektor jasa/buruh. Lahan di Kecamatan Dramaga sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian/sawah. Komoditas pertanian yang menjadi andalan di Kecamatan Dramaga adalah Jambu dan Pala. Terdapat beragam industri makanan yang mampu menunjang perekonomian serta meningkatkan kemandirian penduduk kecamatan dramaga. Salah satunya yaitu sentra industri manisan pala.

Keseluruhan wilayah penelitian (Kecamatan Citereup, Kemang dan Dramaga) memiliki fasilitas lembaga keuangan baik formal, semi formal maupun informal. Sumber pembiayaan formal yang tersedia adalah lembaga keuangan perbankan. Lembaga keuangan bank yang ada di sekitar wilayah penelitian terdiri dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Jawa Barat (BJB), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sumber pembiayaan semi formal terdiri dari Kredit Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang disediakan oleh perusahaan Telkom dan ADIRA. Sedangkan sumber pembiayaan informal adalah sekolah berjanji dan bank keliling.

Analisis Sosial Ekonomi Sampel Karakteristik Demografi Sampel

Karakteristik demografi sampel terdiri dari jenis kelamin pengusaha, usia pengusaha, tingkat pendidikan pengusaha, jumlah tanggungan keluarga pengusaha, posisi pemilik usaha, keikutsertaan organisasi, serta keikutsertaan pelatihan. Seluruh karakteristik demografi dijelaskan dengan diagram pie dan grafik.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 72 pengusaha. Untuk tujuan 1 digunakan 72 pengusaha yang terdiri dari 19 pengusaha yang akses ke sumber pembiayaan formal dan 53 pengusaha yang tidak akses ke sumber pembiayaan formal. Tujuan 2 digunakan seluruh pengusaha yang akses maupun tidak akses ke sumber pembiayaan. Pengusaha tersebut terdiri dari 19 pengusaha yang akses ke sumber pembiayaan formal, 17 pengusaha akses ke sumber pembiayaan semi formal, 7 pengusaha akses ke informal dan sebanyak 29 pengusaha menggunakan sumber pembiayaan pribadi. Pengusaha indutri ini tersebar di 3 kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu 30 orang pengusaha tempe di Kecamatan Citereup, 30 orang pengusaha dodol di Kecamatan Kemang, dan 12 orang pengusaha dodol di Kecamatan Dramaga.

Jenis Kelamin Sampel

Pengusaha industri agro mikro kecil pada umumnya adalah perempuan yaitu sebesar 64 persen, hal ini ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan wawancara dengan pengusaha di lapang, kaum perempuan berusaha untuk mencari nafkah terjadi karena dorongan kebutuhan, kemauan mandiri dan kemampuan serta kesempatan yang ada. Penghasilan suami sebagai buruh atau supir dan lainnya yang dirasa kurang memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga menjadi awal alasan perempuan memulai usaha.

Dari keseluruhan pengusaha yang akses ke sumber pembiayaan, pengusaha perempuan adalah yang mendominasi dalam mengakses kredit yaitu sebesar 72.09 persen. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa dalam suatu program kredit mikro, perempuan mempunyai kecenderungan lebih baik dibanding pria dalam hal pengembalian pinjaman. Hal ini karena karakteristik perempuan yang lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan dan bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Gambar 6 Jenis kelamin pengusaha Usia Sampel

Pengusaha industri agro skala mikro kecil mayoritas ada pada usia produktif yaitu 40-49 tahun dan 50-59 tahun. Sedangkan yang paling sedikit adalah usia 20-29 yang hanya sebanyak 3 pengusaha (Gambar 7). Berdasarkan studi lapang, kalangan usia muda di sektor agro berskala mikro kecil lebih tertarik memilih menjadi pegawai/karyawan baik di perusahaan swasta ataupun instansi pemerintah dengan penghasilan yang pasti setiap bulannya, daripada memilih menjadi seorang entrepreneur atau pengusaha. Pengusaha yang akses pada sumber pembiayaan lebih banyak pada usia produktif.

Pengusaha pada usia produktif memiliki pengalaman dan semangat yang tinggi dalam mengisi waktunya untuk hal yang dapat menopang kebutuhan hidup pengusaha. Selain itu, keahlian dan penilaian terhadap usaha yang dirintis lebih akurat dibanding pengusaha yang berusia muda. Oleh sebab itu, lebih banyak pengusaha usia produktif yang melakukan usaha mikro kecil.

Gambar 7 Usia pengusaha Tingkat Pendidikan Sampel

Gambar 8 menunjukkan bahwa pengusaha industri agro mikro kecil mayoritas memiliki tingkat pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan studi lapang, kebanyakan pengusaha industri mempunyai tingkat pendidikan rendah yaitu antara 1 sampai 6 tahun, hal ini karena kebanyakan pengusaha mikro tidak mempunyai kemampuan ekonomi untuk melanjutkan studi. Selain itu, banyak pengusaha yang merasa tidak membutuhkan pendidikan formal untuk melakukan usaha. Tingkat pendidikan yang rendah membuat pengusaha mikro kecil tidak bisa bekerja di sektor yang mensyaratkan ijazah sebagai pertimbangan masuknya, sehingga pengusaha berkeinginan untuk berwirausaha dan hidup secara mandiri. Sebagian besar pengusaha yang akses ke sumber pembiayaan adalah pengusaha yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi yaitu antara 9 sampai 12 tahun (22 orang pengusaha).

Dalam sebuah lembaga pembiayaan terdapat berbagai syarat administrasi terkait karakteristik pengusaha, rumah tangga pengusaha dan karakteristik usaha. Tingkat pendidikan menjadi salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam pemberian pinjaman oleh sumber pembiayaan khususnya pembiayaan formal (bank). Pengusaha dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mampu menerima persyaratan dengan lebih terbuka dibanding pengusaha yang sampai tingkat SD.

Jumlah Tanggungan Keluarga Sampel

Gambar 9 menunjukkan jumlah tanggungan keluarga, dimana jumlah tanggungan yang paling banyak berkisar antara 4-6 orang yaitu 61 pengusaha atau 84.72 persen. Selanjutnya untuk tanggungan 0-3 orang sebanyak 10 orang atau 13.89 persen, dan untuk tanggungan keluarga lebih dari 7 orang sebanyak 1 orang pengusaha. Pengusaha yang akses kredit mayoritas mempunyai tanggungan keluarga sebanyak 4–6 orang (86.04 persen). Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha yang akses ke sumber pembiayaan adalah yang memiliki tanggungan keluarga cukup banyak sekitar 4-6 orang.

Gambar 9 Jumlah tanggungan keluarga pengusaha

Pengusaha dengan jumlah tanggungan keluarga cukup banyak merasa membutuhkan modal untuk pengembangan usahanya. Dengan meminjam kredit pada sumber pembiayaan, pengusaha mengharapkan dapat meningkatkan produksi usaha dan akhirnya meningkatkan pendapatan.

Dummy Posisi Pemilik Usaha

Gambar 9 menunjukkan posisi kepemilikan usaha sampel industri agro skala mikro kecil. Mayoritas pengusaha industri memiliki posisi sebagai pengelola dan sekaligus ikut bekerja. Salah satu karakteristik pengusaha mikro kecil adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan biasanya berasal dari dalam keluarga dan berkisar antara 1 sampai 4 orang untuk usaha mikro serta 4 sampai 19 orang untuk usaha kecil. Berdasarkan studi lapang, pemilik usaha memilih ikut bekerja dalam proses produksi dengan alasan untuk mengurangi biaya tenaga kerja.

Sebagian besar usaha mikro kecil tidak mempunyai struktur pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan usaha mikro kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.

Gambar 10 Posisi pemilik usaha Dummy Ikut Organisasi

Mayoritas pengusaha industri agro skala mikro kecil tidak pernah ikut dalam kegiatan organisasi. Berdasarkan studi lapang, pengusaha industri yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya pada kegiatan yang berhubungan dengan usaha saja, pengusaha juga lebih banyak berurusan dalam rumah tangga, sehingga tidak tertarik untuk bergabung dalam kegiatan organisasi.

Gambar 11 Dummy ikut organisasi

Pengusaha industri agro mikro kecil sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Kegiatan organisasi dirasa tidak terlalu dibutuhkan bagi pengembangan usaha dan hanya menghasbiskan waktu. Pengusaha yang ikut dalam kegiatan organisasi biasanya adalah pengusaha yang skala usaha nya sudah berkembang dengan omset yang lebih besar (Gambar 11).

Dummy Ikut Pelatihan

Mayoritas pengusaha industri agro skala mikro kecil tidak pernah ikut dalam kegiatan pelatihan. Berdasarkan studi lapang, pengusaha industri tidak tertarik mengikuti pelatihan karena kebanyakan pelatihan yang diadakan biasanya tidak sesuai dengan kebutuhan pengusaha industri mikro kecil. Selain itu, pengusaha yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan lebih banyak

menghabiskan waktunya pada kegiatan yang berhubungan dengan usaha saja, pengusaha juga lebih banyak berurusan dalam rumah tangga (Gambar 12).

Gambar 12 Dummy ikut pelatihan Karakteristrik Usaha Sampel

Setiap pengusaha memiliki karakteristik usaha yang berbeda tergantung dari jenis usaha yang dijalankan. Karakteristik usaha meliputi pengalaman usaha, tenaga kerja yang digunakan, aset yang dimiliki, omset penjualan yang dihasilkan, pendapatan usaha, pendapatan luar usaha dan pengeluaran total pengusaha industri agro skala mikro kecil. Seluruh karakteristik ini menunjukkan kemampuan pengusaha dalam mengembangkan usahanya, (Tabel 4).

Tabel 4 Rata-rata karakteristik usaha berdasarkan jenis industri mikro kecil di Kabupaten Bogor

No

Karakteristik usaha Jenis industri

Industri tempe Industri dodol Industri pala

1 Pengalaman usaha (thn) 12.03 14.16 31.41

2 Penggunaan tenaga kerja (org) 5.3 3.9 10

3 Total aset (Rp) 211 500 000 19 916 667 314 166 667 4 Pendapatan total (Rp/thn) 283 256 800 212 966 433.3 231 189 445 5 Pendapatan usaha (Rp/thn) 247 030 133.3 138 735 166.7 20 949 1445 6 Pendapatan luar usaha (Rp/thn) 36 226 666.67 33 820 000 21 698 000 7 Penjualan (Rp/thn) 406 363 466.7 202 988 266.7 414 216 066 8 Pengeluaran (RP/thn) 190 986 666.7 96 953 100 202 250 290

Sumber: data primer

Rata-rata pengalaman usaha pada pengusaha industri tempe adalah 12.03 tahun, usaha dodol adalah 14.16 tahun dan usaha pala selama 31.41 tahun. Ini menunjukkan bahwa pengusaha industri pala memiliki pengalaman usaha yang lebih lama dari kedua industri lainnya. Berdasarkan studi lapang, pengusaha industri pala memiliki pengalaman usaha yang lebih lama dikarenakan pengusaha manisan pala rata-rata berada pada usia di atas 40 tahun dan merupakan makanan yang sudah disukai sejak jaman VOC Belanda. Selain itu, pengalaman bekerja

sebagai karyawan dalam pembuatan manisan pala sebelumnya membuat pengusaha pala lebih punya banyak pengalaman.

Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan pada usaha industri secara keseluruhan adalah 5.5 orang, yang tersebar pada usaha tempe sebanyak 5.3 orang, pada usaha dodol sebanyak 3.9 orang, dan pada usaha pala sebesar 10 orang. Kondisi ini menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar antara usaha industri tempe, usaha dodol dan industri pala dalam penggunaan tenaga kerja. Usaha pala memiliki skala usaha yang lebih besar dan memerlukan penggunaan tenaga kerja yang lebih banyak dalam proses produksinya, sedangkan usaha tempe dan dodol masih bersifat usaha rumahtangga yang tidak memerlukan banyak tenaga kerja serta masih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Sistem upah yang digunakan pada kelompok industri tempe, dodol dan pala juga berbeda. Sistem upah pada usaha tempe dan dodol pada umumnya bersifat borongan, sedangkan pada usaha pala bersifat harian.

Rata-rata aset yang dimiliki oleh pengusaha industri agro skala mikro kecil termasuk tanah dan bangunan secara keseluruhan bernilai Rp 223 472 222. Aset pengusaha tempe lebih besar dari aset pengusaha dodol, yaitu pengusaha tempe memiliki rata-rata aset Rp 211 500 000 sedangkan pengusaha dodol memiliki rata- rata aset Rp 199 166 667. Pengusaha pala memiliki total aset yang paling besar dengan jumlah Rp 314 166 667. Ini menunjukkan bahwa pengusaha pala memiliki tingkat kekayaan yang lebih baik dari pengusaha dodol dan tempe. Besarnya aset menunjukkan kemampuan usaha industri untuk memenuhi persyaratan collateral

yang digunakan sebagai jaminan untuk mengakses kredit.

Rata-rata omset penjualan pengusaha industri agro skala mikro kecil adalah Rp 322 932 567 pertahun, dimana rata-rata omset penjualan pengusaha pala lebih besar (Rp 414 421 6066.7 per tahun) dari pengusaha tempe (Rp 406 363 466.7 pertahun) dan pengusaha dodol Rp 202 988 266.7 pertahun. Ini menunjukkan usaha dodol masih memiliki skala usaha yang kecil dan lebih bersifat industri rumahan. Perbedaan jumlah tenaga kerja yang digunakan antara industri tempe, dodol, dan pala sudah menunjukkan bahwa usaha pala lebih besar dari usaha tempe dan dodol, sehingga ini juga akan terlihat pada omset penjualan per tahun yang dihasilkan. Dengan demikian, perbedaan sifat produk yang dihasilkan juga akan membedakan omset penjualan. Selain itu, berdasarkan studi lapang pengusaha industri manisan pala memasarkan produknya ke toko-toko hingga di jual ke beberapa daerah di luar Bogor seperti Jakarta dan Bandung. Berbeda dengan industri tempe dan industri dodol yang lebih banyak menjual produknya ke daerah sekitaran Bogor saja. Hal ini yang membuat omset penjualan manisan pala adalah yang paling besar dibandingkan dengan usaha tempe dan usaha dodol.

Rata-rata pengeluaran pengusaha industri pala adalah yang paling besar. Hal ini karena biaya produksi yang digunakan usaha manisan pala lebih tinggi dibandingkan dengan tempe dan dodol yaitu Rp 171 500 290, biaya produksi tempe Rp 159 333 333 dan biaya produksi dodol adalah Rp 64 253 100 per tahun. Selain itu, tenaga kerja kerja yang dibutuhkan juga lebih banyak dibandingkan dengan usaha tempe dan dodol.

Tabel 5. Rata-rata karakteristik usaha berdasarkan jenis sumber pembiayaan yang diakses di Kabupaten Bogor

Sumber: data primer

Tabel 5 menjelaskan bahwa pengusaha industri lebih banyak yang tidak menggunakan sumber pembiayaan atau memilih menggunakan modal sendiri.

Dokumen terkait