• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebanyak 0.5 g sampel daun diekstraksi dalam 10 ml asam sulfosalisilik 3%, dan difiltrasi dengan kertas saring Wattman no 1. Selanjutnya 2 ml filtrat direaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glasial pada tabung reaksi selama 1 jam pada suhu 100°C. Setelah 1 jam, larutan didinginkan segera di dalam ice-bath. Campuran ini selanjutnya diekstraksi dengan 4 ml toluen, di vorteks selama 20 detik. Hasil pemisahan larutan tersebut di ambil dengan pipet kemudian diukur absorbansi pada 520 nm dengan spektrofotometer, dengan menggunakan toluene sebagai blanko. Konsentrasi prolin ditentukan dari kurva standar dan dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:

=

= g prolin/ g bobot segar

Hasil dan Pembahasan

Padi Ciherang adalah kultivar padi sawah irigasi yang tidak toleran kekeringan, untuk itu dilakukan overekspresi gen OsNAC6 yang dikendalikan oleh promoter konstitutif CaMV 35S untuk mempelajari fungsi gen OsNAC6

yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan terhadap cekaman kekeringan.

Gambar 24 Seleksi tanaman transgenik dengan menggunakan media yang mengandung higromisin 50 mg l-1, A) tanaman transgenik yang tahan pada media seleksi yang mengandung higromisin 50 mg-l, B) tanaman yang tidak tahan pada media seleksi.

Tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanaman dari generasi pertama yang bersegregasi dan belum homozigot maka tanaman terlebih dahulu diseleksi pada media mengandung higromisin 50 mg-1 (Gambar 24). Oleh karena itu, untuk evaluasi tingkat toleransi tanaman padi transgenik terhadap kekeringan maka pengamatan difokuskan pada ke-3 galur padi Ciherang yaitu

A

B

[( g prolin/ml) x ml toluen]/[ml tera/ml contoh]

C.72, C.83 dan C.91 yang telah diketahui jumlah salinan gen antara 1-3 berdasarkan hasil analisis southern blot. Tanaman yang tahan terhadap higromisisn 50 mg l-1 merupakan tanaman transgenik yang akan digunakan untuk perlakuan lebih lanjut.

Gambar 25 Perlakuan PEG (20%) pada tanaman kontrol dan tanaman transgenik A) Pertumbuhan tanaman kontrol kultivar Ciherang yang tidak ditransformasi dan galur transgenik C.72, C.83 dan C.91 yang ditumbuhkan pada kondisi cekaman PEG (20%) pada fase seedling, B) Pengamatan panjang akar dan daun pada tanaman kontrol dan galur transgenik pada kondisi cekaman PEG 20%, pada 14 hari setelah perlakuan.

A

Evaluasi awal tingkat toleransi galur padi transgenik OsNAC6 terhadap kekeringan dan salinitas mengindikasikan bahwa gen OsNAC6 berperan penting dalam mekanisme toleran kekeringan dan salinitas pada tanaman padi. Tiga galur padi transgenik OsNAC6 yang diuji (C.72, C.83 dan C.91) menunjukkan tingkat toleransi yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol, berdasarkan pengamatan terhadap panjang akar dan tinggi tanaman dari masing-masing galur terhadap perlakuan PEG dan salinitas. Galur padi transgenik memiliki akar dan tinggi tanaman lebih baik dibanding tanaman kontrol (Gambar 25 dan 26). Pertumbuhan benih padi menurun akibat adanya kandungan PEG pada media perkecambahan. Hal ini diduga terjadi akibat terhambatnya proses pembelahan sel, pemanjangan sel, atau keduanya akibat cekaman PEG (Kaur et al. 1998).

Arifai (2009) menyatakan bahwa perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan selama 12 hari setelah perlakuan (HSP) menghambat pertumbuhan tinggi tanaman dan luas daun pada tanaman padi, hal ini disebabkan ketersediaan air dalam media tumbuh yang rendah dan juga peranan air yang penting bagi pertumbuhan tanaman untuk pembelahan dan menjaga turgor sel agar tidak rusak (Dedywiryanto 2006). Menurut Gardner et al. (1991) dan Parker (2004), fungsi air bagi tanaman adalah sebagai pelarut, media untuk transport, memberikan turgor pada sel, dan bahan baku untuk fotosintesis. Decoteau (2005) menyatakan bahwa kekeringan dapat menurunkan turgor sel sehingga mengakibatkan penurunan pada ukuran sel, menghambat pembelahan sel dan fotosintesis.

Hal ini diduga berhubungan dengan ekspresi gen OsNAC6, sehingga analisis ekspresi gen dari masing-masing galur akan dilakukan untuk melihat korelasi antara peningkatan ekspresi gen OsNAC6 dengan tingkat kelangsungan hidup tanaman transgenik. Meningkatnya toleransi galur C.72 C.83 dan C.91 tanaman transgenik yang dikendalikan promoter CaMV 35S mengindikasikan bahwa gen OsNAC6 berperan dalam menentukan sifat toleran kekeringan dan salinitas. Nakashima et al. (2007) berhasil merakit tanaman padi transgenik dari kultivar Nipponbare yang mengekspresikan protein OsNAC6 secara berlebihan, tanaman tersebut menunjukkan toleransi lebih baik terhadap cekaman kekeringan dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Secara umum perlakuan cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan PEG 20% menyebabkan terhambatnya laju pertumbuhan tanaman. Hambatan pertumbuhan disebabkan oleh berkurangnya tekanan turgor sel akibat menurunnya potensial air sehingga proses pembesaran dan pemanjangan sel akan terhambat (Levitt 2003; Tezara et al. 2002; Hamim 2003). Hal ini berkaitan dengan perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan, yang menyebabkan keterbatasan air sebagai pelarut unsur hara, sehingga kemampuan akar untuk menyerap unsur hara tersebut menjadi turun. Penurunan penyerapan hara dan air oleh akar, mengakibatkan suplai zat-zat yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman tidak terpenuhi, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Sharma dan Flotcher 2002).

Gambar 26 Perlakuan salinitas (NaCl 200 mM) pada tanaman kontrol dan tanaman transgenik, A) Pertumbuhan tanaman kontrol kultivar Ciherang yang tidak ditransformasi dan galur transgenik C.72, C.83 dan C.91 yang ditumbuhkan pada kondisi cekaman salinitas (NaCl 200 mM), B) Pengamatan terhadap panjang akar dan daun setelah 14 hari setelah perlakuan salinitas.

A

Pada perlakuan salinitas 200 mM NaCl memperlihatkan respon pertumbuhan yang berbeda antara tanaman transgenik dengan tanaman kontrol. Tanaman transgenik galur C.72, C.83 dan C. 91 menunjukkan pertumbuhan lebih baik dibanding dengan tanaman kontrol yang tidak ditransformasi (Gambar 26). Tanaman yang mengalami cekaman salinitas umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada media dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala klorosis. Gejala ini timbul karena tingginya konsentrasi garam terlarut yang menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air.

Menurut Rahmawati (2006) pengaruh cekaman salinitas terhadap tanaman padi adalah berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan, pertumbuhan akar terhambat dan berkurangnya bobot kering tanaman. Zhou et al. (2007) menambahkan bahwa gejala keracunan garam pada tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan, ujung-ujung daun berwarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang klorosis pada daun.

Respon-respon tanaman yang terinduksi oleh cekaman lingkungan melibatkan jejaring transduksi sinyal dan aktivasi cepat ekspresi gen (Desveaux et al. 2003). Cekaman lingkungan seperti salinitas tinggi, temperatur rendah dan kekeringan menginduksi sejumlah sinyal seluler yang diintegrasikan di dalam inti sel oleh sekelompok faktor transkripsi yang menginduksi pemrograman kembali transkripsi secara masif (Nimchuk et al. 2003). Gen-gen yang diinduksi oleh cekaman abiotik seperti salinitas tinggi, kekeringan dan suhu dingin menyandikan enzim-enzim yang diperlukan untuk biosintesis berbagai osmoprotektan, enzim- enzim yang mengelimasi spesies oksigen aktif, protein-protein embriogenesis, enzim-enzim untuk detoksifikasi dan faktor transkripsi.

McKimmie dan Dobrenz (2001) menyatakan bahwa toleransi terhadap cekaman NaCl berhubungan dengan ketidakmampuan tanaman yang rentan untuk mengurangi pengangkutan ion Na dan Cl ke pucuk dan sebaliknya tanaman toleran menjaga konsentrasi yang rendah dari ion Na dan Cl dalam pucuk sementara konsentrasi ion Na meningkat pada jaringan akar. Cong et al. (2008) menambahkan mengenai mekanisme ketahanan akibat penurunan potensial air dan tanaman yang tahan dapat mengakumulasi protein-protein hidrofilik seperti prolin yang melindungi tanaman dengan cara menurunkan potensial air intraseluler sehingga dapat menyeimbangkan potensial osmotik sel dengan lingkungannya. Ekspresi tinggi gen faktor transkripsi OsNAC6 dapat meningkatkan ekspresi dari gen-gen target yang berhubungan dengan ketahanan terhadap salinitas salah satunya adalah gen yang menyandikan protein-protein hidrofilik sehingga meningkatkan toleransi tanaman padi terhadap salinitas tinggi (Xiong dan Fei 2006; Zhang et al. 2004).

Pola ekspresi OsNAC6 di bawah kondisi perlakuan ABA, PEG dan NaCl memperlihatkan peningkatan ekspresi pada tanaman transgenik (Gambar 27). Ekspresi OsNAC6 dari ketiga perlakuan tersebut tidak sama, pada kondisi cekaman salinitas ekspresi OsNAC6 pada tanaman transgenik ekspresinya tidak setinggi pada kondisi cekaman ABA dan PEG. Ekspresi OsNAC6 pada galur transgenik C. 83 lebih tinggi dibanding dengan galur C. 72 dan C. 91.

Gambar 27 Pola ekspresi OsNAC6 pada daun muda tanaman padi kontrol kultivar ciherang yang tidak ditransformasi dan tanaman transgenik galur C.72, C.81 dan C.91 terhadap respon (a) ABA (100 µM), (b)

PEG (20%) dan NaCl (200mM), sampel daun diambil sebelum (0 jam) dan sesudah 24 jam perlakuan, masing-masing dilakukan 2

Adanya perbedaan ekspresi OsNAC6 pada pada ketiga perlakuan yaitu ABA, PEG dan NaCl, pada perlakuan ABA dan PEG ekspresi OsNAC6 lebih tinggi dibanding dengan perlakuan NaCl. Hal ini diduga karena adanya respon yang berbeda dari tanaman kultivar Ciherang terhadap perlakuan ABA, PEG dan salinitas. Ekspresi transgen pada tanaman transgenik dipengaruhi oleh jumlah salinan gen (Rai et al.2007), posisi integrasi transgen (position-effect) di dalam genom (Bhattachryya et al. 1994; Kohli et al. 2003). Pada perlakuan PEG yang merupakan simulasi untuk kekeringan ekspresi OsNAC6 hampir tiga kali lipat lebih tinggi dibanding tanaman kontrol.

Hal ini menunjukkan bahwa ketiga galur tanaman transgenik responsif terhadap PEG. Gen OsNAC6 terinduksi berbagai macam cekaman pada padi, khususnya cekaman kekeringan (Ohnishi et al. 2005). Nakashima et al. (2007) melaporkan bahwa OsNAC6 diinduksi oleh kekeringan, salinitas tinggi, suhu rendah, ABA, MeJA, pelukaan, hidrogen peroksida dan penyakit blast. Hal ini menunjukkan bahwa OsNAC6 berperan dalam merespon cekaman biotik dan abiotik pada tanaman padi. Analisis microarray menunjukan bahwa banyak gen yang terkait dengan cekaman dan stres-responsif yang meningkat pada tanaman padi.

Asam absisat (ABA) adalah hormon tanaman yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam merespon terhadap berbagai sinyal cekaman. Peningkatan konsentrasi ABA pada akar tumbuhan merupakan sinyal kimia yang akan dikirim ke daun saat tumbuhan mengalami kekurangan air dari tanah. Ketika cekaman kekeringan terjadi peningkatan sintesis ABA pada akar tanaman sebagai respon terhadap keadaan defisit air tanah. ABA diketahui mempunyai peranan penting dalam regulasi gen-gen responsif cekaman dibawah kondisi suhu rendah, salinitas, atau dalam keadaan tercekam kekeringan tanaman mengakumulasi ABA (Xiong et al. 2002). ABA mempunyai peranan penting terkait toleransi dan adaptasi tanaman terhadap cekaman (Zhang et al. 2006). Hal ini karena adanya beberapa sekuen cis-acting element yang terdapat pada promoter OsNAC6 seperti ABA-responsif element (ABREs; ACGTGG/TC) (Hattori et al. 2002), sisi pengenalan MYB (MYBRSs. C/TAACNA/G) dan MYC (MYCRSs; CANNTG) yang responsif terhadap cekaman abiotik (Abe et al. 2003).

Tanaman transgenik yang mengoverekspresi OsNAC6 galur C.72, C. 83 dan C.91 selain meningkatkan ekspresi OsNAC6 juga berpengaruh terhadap ekspresi gen regulator lain yang terkait dengan toleransi terhadap cekaman abiotik. Beberapa gen regulator yang diamati pada penelitian ini adalah AP2, Zinc Finger Protein dan MYB (Gambar 28). Dari hasil analisisi ekspresi dengan menggunakan kuantitatif RT-PCR menunjukan bahwa ekspresi OsNAC6 juga dapat meningkatkan ekspresi relatif AP2, Zinc Finger Protein dan MYB. Hal ini menunjukan bahwa OsNAC6 merupakan faktor transkripsi yang dapat mengaktifkan gen regulator lainnya terkait cekaman abiotik atau berasosiasi dengan gen regulator tersebut. Beberapa famili faktor transkripsi, seperti MYB, Zn-finger, bHLH, NAC, AP2/ ERF, bZIP dan WRKY telah ditemukan berasosiasi dengan respon terhadap cekaman (Eulgem dan Somssich 2007; Kang et al. 2002; Kizis 2001; Singh et al. 2002). AP2/ERF merupakan salah satu famili penting yang dilibatkan respon tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik (Kizis et al.

Gambar 28 Analisis pola ekspresi tiga gen yang responsif terhadap cekaman abiotik yang disimulasikan dengan PEG (20%) pada tanaman transgenik galur C.72, C.83, C.91 dan tanaman kontrol ciherang yang tidak ditransformasi, masing-masing gen responsif cekaman abiotik yaitu: MYB, AP2 dan ZincFinger protein.

Gambar 29 Uji cekaman kekeringan pada padi transgenik yang mengandung overekspresi OsNAC6 dan tanaman kontrol pada tanaman umur 4 minggu. Kultivar Ciherang sebagai tanaman kontrol dan tanaman transgenik galur C.72, C.83 dan C.91. (A) Pada kondisi normal; (B) Setelah 7 hari perlakuan cekaman kekeringan, dan pemulihan selama 7 hari; (C) Kemampuan tingkat recovery tanaman kontrol dan galur transgenik setelah 7 hari cekaman diikuti 7 hari periode pemulihan.

A

B

Tingkat toleransi kekeringan dari masing-masing galur dihitung berdasarkan tingkat pemulihan (survival rate) tanaman padi umur 4 minggu yang dikeringkan selama 7 hari di rumah kaca, kemudian disiram kembali selama 7 hari sebelum pengamatan. Tiga galur, yaitu C.72, C. 83 dan C.91 menunjukkan tingkat pemulihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe liarnya (Gambar 29), mengindikasikan bahwa OsNAC6 meningkatkan toleransi tanaman padi terhadap cekaman kekeringan. Galur C.83 menunjukkan tingkat pemulihan paling tinggi (74.43 %) dilanjutkan oleh galur C.72, C. 91 dan kontrol yang tidak ditransformasi masing-masing 65.53 %, 67.76 % dan 33.33%.

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kandungan Prolin

Toleransi cekaman kekeringan pada tanaman hampir selalu melibatkan akumulasi senyawa yang dapat melindungi sel dari kerusakan yang terjadi pada saat potensial air rendah. Sejalan dengan itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme adaptasi tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan potensial osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotik sel diantaranya yaitu senyawa prolin dan gula total. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketahanan terhadap cekaman kekeringan berhubungan dengan peningkatan kandungan prolin yang berperan penting dalam menjaga pertumbuhan akar pada potensial osmotik air yang rendah (Sharp 2002).

Sintesis prolin tanaman dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tiap galur memiliki respon yang berbeda dalam sintesis prolin dan secara umum terjadi peningkatan akumulasi prolin pada perlakuan cekaman kekeringan pada 14 HSP dan 21 HSP (Gambar 30). Kandungan prolin di dalam jaringan meningkat seiring terjadinya cekaman. Akumulasi prolin tertinggi pada perlakuan 14 HSP ditunjukan oleh galur C.91 sebesar 93.487 µmol g-1 dan terendah pada galur 72 sebesar 47.810 µmol g-1. Akumulasi prolin tertinggi pada 21 HSP galur C.91 sebesar 121.161 µmol g-1 naik 6 kali dibanding tanaman kontrol, sedangkan akumulasi terendah akibat perlakuan cekaman kekeringan ditunjukan oleh galur C.83 sebesar 25.184 µmol g-1 .

Tingginya akumulasi prolin pada tanaman transgenik menunjukkan bahwa prolin merupakan indikator tanaman yang mengalami cekaman kekeringan. Seiring dengan peningkatan cekaman kekeringan yang dialami maka tanaman akan lebih banyak mengakumulasi prolin. Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa ketika terjadi peningkatan cekaman kekeringan, akumulasi prolin akan lebih banyak ditemukan pada varietas toleran (Verbrugen et al 1996; Nanjo et al.1999; Wijana 2001; Ashri 2006). Prolin merupakan asam amino bebas yang disintesis tanaman dalam jaringan floem, akar dan biji (Simpson 2001). Pada kondisi cekaman kekeringan, beberapa tanaman memiliki mekanisme adaptasi berupa kemampuan untuk mensintesis senyawa osmoprotektan (Ronde et al

2000). Osmoprotektan merupakan larutan yang tidak beracun sehingga dapat diakumulasi sampai batas tertentu tanpa mengganggu metabolisme tanaman, biasanya terdiri dari beberapa grup asam amino (Rhodes dan Samaras 1994). Peranan prolin adalah sebagai osmoregulator atau sebagai protektor enzim

tertentu (Yoshiba et al. 1997) dan memproteksi denaturasi protein, dan menjaga kestabilan membran fosfolipid, menjaga membran sel dari bahaya senyawa radikal bebas (Claussen 2005). Menurut Pireivatlou et al. (2010) kandungan prolin yang dihasilkan pada kondisi kekeringan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi normal.

Gambar 30 Grafik peningkatan konsentrasi prolin tanaman µmol g-1 pada perlakuan 0, 14 dan 21 HSP cekaman kekeringan pada tanaman kontrol dan galur transgenik.

Kerapatan Stomata

Stomata merupakan bukaan-bukaan kecil di daun yang jika membuka secara maksimal hanya selebar 0.0001 mm. Stomata diapit oleh sepasang sel penjaga. Pada tumbuhan darat, stomata banyak terdapat pada bagian bawah daun, sedangkan pada tumbuhan yang hidup di air stomata banyak terdapat pada permukaan atas daun. Jumlah stomata per mm² berbeda-beda pada setiap tumbuhan. Daun dikotil yang memiliki pertulangan menyirip stomatanya tersebar, sedangkan pada daun monokotil stomata terletak bersusun sejajar.

Tabel 13 Kerapatan stomata pada galur transgenik dan tanaman kontrol

Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Mekanisme penutupan stomata selain dipengaruhi oleh ABA juga dipengaruhi oleh adanya penurunan konduktansi hidrolik daun (leaf hidraulic conductance) sehingga terjadi pengurangan tekanan turgor daun sebagai upaya penyelamatan proses fotosintesis agar tetap dapat berjalan (Broodribb dan Holbrook 2003). Tanaman memiliki reaksi yang sangat kompleks menghadapi cekaman kekeringan. Bentuk morfologi, anatomi dan metabolisme tanaman yang berbeda menyebabkan tanaman memiliki respon yang beragam. Ketika kekeringan semakin meningkat maka tanaman menyesuaikan diri melalui proses fisiologi yang kemudian diikuti perubahan struktur morfologi tanaman seperti layu, meningkatkan pertumbuhan akar dan menghambat pertumbuhan pucuk. Penurunan pertumbuhan vegetatif menyebabkan penurunan proses fotosintesis dan pertumbuhan, sehingga tanaman juga mengalami penurunan produksi seperti berkurangnya hasil panen secara kualitas maupun kuantitas (Taiz dan Zeiger 2002).

Penghitungan jumlah stomata pada beberapa bidang pandang terhadap tanaman yang diamati menunjukkan bahwa kerapatan stomata pada tanaman kontrol Ciherang lebih tinggi dibanding tanaman transgenik. Karakter genetik stomata yang menentukan tingkat adaptasi tanaman terhadap lingkungan kering dan kerapatan stomata yang rendah merupakan potensi untuk meningkatkan ketenggangan terhadap defisit air. Pada tanaman kontrol mempunyai kerapatan stomata sebesar 270.33/mm2 sedang pada berbagai galur transgenik yang diamati mempunyai kerapatan stomata terendah sebesar 205.16/mm2 dan tertinggi 215.59/mm2 (Tabel 13; Gambar 31 dan 32).

Comstock (2002) menambahkan bahwa pengaturan konduktan stomata berkaitan dengan sinyal hidrolik (hydraulic signaling) dan sinyal kimia (chemical signaling). Ketika tumbuhan mengalami kondisi cekaman kekeringan, terjadi perubahan potensial air pada tanaman. Pada keadaan ini terjadi penurunan gradient potensial air antara akar dan tanah, sehingga laju penyerapan air No Galur Rata-rata kerapatan

(mm2) Rata-rata panjang (µm) Rata-rata lebar (µm) 1 Ciherang 270.33a 21.82 11.73 2 C.72 215.59b 24.04 13.35 3 C.83 205.16b 26.83 16.03 4 C.91 213.52b 22.65 15.11

oleh akar menurun. Penurunan laju penyerapan air ini dan ditambah dengan peningkatan transpirasi akibat radiasi matahari membuat tanaman mengalami kekurangan air (Blake dan Li 2003). Gradien potensial air akan menimbulkan

hydraulic signaling terhadap cekaman kekeringan sehingga stomata menutup (Comstock 2002).

Gambar 31 Stomata pada tanaman kontrol kultivar Ciherang yang tidak ditransformasi dan transgenik setelah 14 HSP kekeringan A (Kontrol ) dan B (C. 72).

A

Gambar 32 Stomata pada tanaman transgenik setelah 14 HSP kekeringan C (C.83) dan D (C.91)

Penghambatan pertumbuhan ini salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun. Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan. Keterbatasan air akan menghambat perpanjangan sel yang secara perlahan akan menghambat pertumbuhan luas daun. Kecilnya luas daun mengakibatkan rendahnya transpirasi, sehingga menurunnya laju suplai air dari akar ke daun (Taiz dan Zeiger 2002). Akibat cekaman kekeringan, laju pertumbuhan daun akan menurun dan stomata akan menutup sebagai respon yang

C

diterima dari akar (Sinaga 2008). Perubahan morfologi akibat cekaman kekeringan biasanya tergantung pada faktor waktu terjadinya cekaman dan besarnya perlakuan cekaman (Bouman et al 2007; Keles dan Oncel 2002; Pantuwan et al 2002).

Cekaman kekeringan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Penghambatan pertumbuhan ini salah satunya dapat dilihat pada perluasan daun. Penurunan luas daun merupakan respon pertama tanaman terhadap kekeringan. Keterbatasan air akan menghambat pemanjangan sel yang secara perlahan akan menghambat pertumbuhan luas daun. Penurunan penyerapan hara dan air oleh akar, mengakibatkan suplai zat-zat yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman tidak terpenuhi, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Sharma dan Flotcher 2002).

Kandungan klorofil a dan b

Klorofil dan karoten merupakan pigmen fotosintetik pada tumbuhan. Klorofil merupakan pigmen utama dalam fotosintesis, turunan d-aminolevulinic acid (ALA) yang dibentuk di plastid (Sandmann dan Scherr 1998). Struktur klorofil terdiri dari cincin porfirin, dengan atom magnesium sebagai pusat dan ekor hidrokarbon yang berinteraksi dengan daerah hidrofobik protein pada membran tilakoid. Bagian cincin berisi elektron yang tidak terikat secara ketat dan merupakan bagian molekul yang terlibat dalam transisi elektronik dan reaksi redoks (Campbell et al 2002, Taiz dan Zeiger 2002, Hopkins dan Huner 2004)

Klorofil a (C55H72O5N4Mg) berperan sebagai penangkap cahaya dan klorofil a tertentu (P680 dan P700) berperan-serta secara langsung dalam reaksi terang, mengubah energi matahari menjadi energi kimiawi. Klorofil b (C55H70O6N4Mg) hampir identik dengan klorofil a, tetapi perbedaan struktural yang kecil di antara keduanya cukup untuk membuat kedua pigmen tersebut mempunyai spektra absorpsi yang berbeda, sehingga warnanyapun juga berbeda. Klorofil a berwarna biru-hijau sementara klorofil b berwarna kuning-hijau. Klorofil b berfungsi sebagai pigmen pemanen cahaya yang dibentuk dari klorofil a melalui oksidasi methyl (-CH3) pada tetraphyrrole cincin B menjadi bentuk formil (-CHO) setelah terjadi akumulasi klorofil a (Ito et al.1996) oleh enzim oxigenase (Sandmann dan Scheer 1998). Bila klorofil b disintesa melebihi kebutuhan, klorofil b akan dikonversi ke klorofil a dan akan terikat ke komplek protein klorofil a. Bila klorofil b tidak dapat dikonversi ke klorofil a, klorofil b akan dilepaskan dari apoprotein LHCII (light-harvesting complexes II) dan ditimbun pada membran tilakoid sebagai klorofil bebas. Klorofil bebas ini beracun bagi kloroplas karena membentuk oksigen radikal, yang merusak kloroplas (Ito et al.1996).

Gambar 33 Kandungan klorofil a dan b (mg/g) pada tanaman kontrol dan galur transgenik 14 hari setelah perlakuan (HSP).

Pengamatan kandungan klorofil daun pada tanaman transgenik menunjukan hasil yang lebih tinggi dibanding dengan kandungan klorofil pada tanaman kontrol. Kandungan klorofil tertinggi yaitu pada galur C.91 yaitu 2,28 mg g-1 dan tanaman kontrol yaitu 1,06 mg g-1. Tingginya kandungan klorofil tanaman transgenik pada saat cekaman mengindikasikan lebih toleran terhadap cekaman kekeringan. Salah satu aspek fisiologi yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan daya hasil tanaman pada kondisi cekaman kekeringan adalah kandungan klorofil tanaman. Klorofil merupakan penyerap energi radiasi matahari dan sebagai organel yang dapat mengubah energi radiasi menjadi energi kimia (Elfarisna 2000). Klorofil merupakan faktor internal tanaman yang sangat mempengaruhi efisiensi dan laju fotosintesis. Tanaman yang memiliki kandungan klorofil tinggi akan sangat efisien dalam penggunaan energi radiasi matahari untuk melaksanakan proses fotosintesis. Tanaman tersebut juga akan mampu memanfaatkan energi matahari semaksimal mungkin (Lawlor 1987).

Penurunan potensial osmotik tanaman sebagai respon terhadap kekeringan merupakan mekanisme yang telah banyak diketahui ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan (Levitt 2003), hal ini dapat dihasilkan melalui peningkatan konsentrasi solut, yang dapat mempertahankan turgor sel (Patakas et al 2002). Kandungan klorofil berpengaruh terhadap besarnya hasil fotosintesis yang terjadi. Penurunan kandungan klorofil pada kondisi cekaman kekeringan disebabkan oleh

Dokumen terkait