• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Ekonomi Total Sumberdaya Hutan KPHP Model Kerinci

Kawasan hutan produksi yang sekarang dibentuk menjadi KPHP Model Kerinci memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi. Potensi tersebut dapat dilihat dari Nilai Ekonomi Total (NET) sumber daya alam yang dimilikinya.

Nilai ekonomi total sumber daya hutan KPHP Model Kerinci dalam penelitian ini merupakan penjumlahan nilai guna langsung (direct use value) yang terdiri dari nilai ekonomi kayu bulat dan nilai ekonomi agroforestri; dan nilai guna tak langsung (indirect use value), yaitu nilai ekonomi jasa lingkungan. Penilaian ekonomi dibatasi hanya pada tiga komponen tersebut karena merupakan manfaat yang paling dirasakan langsung oleh masyarakat terutama yang berada di sekitar KPHP Model Kerinci.

Nilai Ekonomi Kayu

Kayu/pohon adalah penopang utama ekosistem hutan. Kedudukan pohon sangatlah sentral dalam ekosistem hutan produksi, sehingga manakala pohon tidak hadir, maka ekosistem tersebut dalam banyak hal berubah ke arah yang terdegradasi, yang terutama adalah dalam hal kelengkapan jenis atau keragaman biologisnya. Hilangnya unsur pohon memberi dampak lebih besar terhadap

29 kehilangan jenis-jenis lainnya daripada sebaliknya. Dengan kata lain, kehilangan peluang ekonomi sumber daya hutan akibat hilangnya pohon akan lebih besar daripada hilangnya unsur/jenis lainnya. (Darusman 2002).

Berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut 2014) bahwa Potensi kayu yang ada di KPHP Model Kerinci dapat dikatakan cukup tinggi dimana pada hutan primer potensinya mencapai 222,49 m3/ha, dengan taksiran potensi kayu per hektar diperkirakan sekitar 193,50 - 251,48 m3/ha dan pada hutan sekunder sekitar 101,13 m3/ha, dengan taksiran potensi kayu per hektar diperkirakan sekitar 87,89 - 114,36 m3/ha. Dengan demikian potensi total kayu yang ada di KPHP Model Kerinci dapat diketahui dengan mengalikan rata-rata potensi kayu per hektar dengan luas penutupan hutan (hutan primer dan hutan sekunder). Total potensi kayu untuk areal berpenutupan primer adalah sebesar 1.621.526, 92 m3, sedagkan total potensi kayu untuk areal berpenutupan hutan sekunder adalah sebesar 58.795,45 m3.

Penilaian ekonomi kayu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai ekonomi kayu pada areal yang boleh ditebang yaitu pada areal yang berpenutupan hutan sekunder dengan luas 510,88 ha dengan potensi kayu sebesar 58.795,45 m3. Sedangkan perhitungan nilai ekonomi kayu pada penutupan hutan primer tidak dilakukan karena hutan primer diperuntukkan sebagai blok perlindungan yang kayunya tidak boleh ditebang. Dari total potensi kayu pada hutan sekunder, yang termasuk ke dalam jenis kayu komersil sebanyak 33.610 m3.

Pada hutan alam campuran diameter pohon inti ditetapkan menjadi 20 cm ke atas dengan jumlah pohon inti 25 batang per ha. Rotasi tebang ditetapkan 35 tahun dan batas diameter yang boleh ditebang adalah 50 cm ke atas dengan riap diameter/tahun tetap yaitu 1 cm/tahun). Dari jumlah tersebut, potensi kayu jenis komersial sekitar 65,79 m3/ha. Diperoleh etat tebang 537,77 m3/tahun.

Jenis-jenis pohon yang mendominasi di areal KPHP Kerinci adalah Medang, Kelat, Mempening dan Meranti dengan sebaran kelas diameter pohon mulai dari 20 cm sampai dengan diameter di atas 80 cm yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran Kelas Diameter Pohon di KPHP Model Kerinci (Sumber : Kementerian Kehutanan 2014)

30

Nilai ekonomi kayu diperoleh dengan menghitung jumlah kayu yang boleh ditebang per tahun dikalikan dengan harga jualnya. Harga kayu di tegakan dihitung setelah dikurangi biaya operasional (biaya tebang dan biaya transportasi dari lokasi tebangan ke pabrik), maka didapatkan harga tegakan sebesar Rp 1.500.000/m3 untuk semua jenis kayu. Hal ini berdasarkan harga pasar lokal untuk tahun 2014 di daerah Kerinci khususnya. Maka nilai ekonomi kayu pada hutan sekunder adalah Rp. 806.655.000/tahun.

Nilai Ekonomi Agroforestri

Agroforestri merupakan suatu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan antara jenis tanaman kehutanan dengan tanaman bukan kehutanan yang dilaksanakan pada waktu bersamaan atau bergiliran untuk memperoleh manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara berkelanjutan.

Di Kabupaten Kerinci, agroforestri telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu. Istilah lokal untuk agroforestri di Kabupaten Kerinci adalah “Pelak”. Jenis tanaman yang ditanam di lahan agroforestri pada umumnya adalah kombinasi antara tanaman surian, kayu manis, kopi, dan tanaman hortikultura seperti cabe dan tomat, terdapat juga pohon pisang, pinang, bambu dan beberapa jenis tanaman lainnya.

Adapun contoh praktek agroforestri di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Praktek Agroforestri yang Didominasi Kayu Manis

Keberadaan KPHP Model Kerinci memberikan manfaat dari agroforestri. Areal agroforestri ini berada pada penutupan lahan pertanian dan perkebunan seluas 24.713,61 ha. Penilaian ekonomi agroforestri ini dilakukan dengan menghitung produksi rata-rata setiap komoditas per hektar per tahun. Komoditas

31 yang ditanam di areal agroforestri KPHP Model Kerinci pada umumnya hampir sama. Jenis yang dominan yaitu kopi, kayu manis, surian, kemiri, cengkeh, alpukat, durian, sirih, cabe, tomat, pisang, bambu, kayu bakar, pinang. Diperoleh nilai agroforestri sebesar Rp. 12.235.000/ha/tahun. Sehingga total nilai

ekonomi agroforestri untuk luasan 24.713,61 ha adalah sebesar Rp. 302.371.018.400/tahun.

Nilai Ekonomi Jasa Lingkungan

Berbeda halnya dengan perhitungan dari manfaat tangible dari hasil hutan yang berupa kayu dan bukan kayu yang dapat secara langsung dinilai oleh sistem pasar, maka untuk manfaat intangible yang mencakup manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, penyerap karbon, kesuburan tanah, pencegahan erosi dan lain-lain sampai saat ini tidak dapat atau masih sulit dinilai oleh sistem pasar.

Pemahaman dan pengetahuan yang masih rendah terhadap manfaat

intangible hutan, serta belum adanya penilaian ekonomi secara kuantitatif, telah mengakibatkan kurangnya pemahaman akan pentingnya fungsi hutan bagi kesejahteraan manusia secara lengkap dan mendalam (Darusman 2002).

Nilai ekonomi jasa lingkungan pada wilayah KPHP Model Kerinci diestimasi dengan menggunakan pendekatan analisis Willingness To Pay (WTP). Pendekatan WTP ini dilakukan dengan mewawancarai 60 responden yang tinggal di sekitar KPHP Model Kerinci dimana mereka diminta pendapatnya tentang kesediaan untuk melakukan pembayaran atas manfaat dari jasa lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap keberadaan hutan pada KPHP Model Kerinci. Manfaat dari jasa lingkungan yang dimaksud seperti pengaturan tata air, penyerap karbon, pencegah erosi dan longsor, pencegah banjir, pengatur iklim dan ekowisata.

Berdasarkan hasil wawancara, dari 60 responden yang diwawancarai yang merupakan petani dan bukan petani, semuanya bersedia membayar untuk tetap memperoleh manfaat jasa lingkungan dari keberadaan sumberdaya hutan KPHP Model Kerinci, karena selama ini mereka memang merasakan manfaat dari keberadaan hutan, seperti ketersediaan air untuk keperluan rumah tangga, juga untuk pengairan lahan pertanian dan perkebunan, kesejukan udara, sebagai tempat wisata alam dan manfaat jasa lingkungan lainnya. Distribusi nilai WTP masyarakat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran Nilai WTP Manfaat Jasa Lingkungan KPHP Model Kerinci

No. WTP

(Rp/bulan) Jumlah Frekuensi Relatif (Rp/bulan) Nilai WTP

1 5.000 21 0,35 105.000 2 10.000 16 0,27 160.000 3 15.000 7 0,12 105.000 4 20.000 9 0,15 180.000 5 25.000 5 0,08 125.000 6 30.000 2 0,03 60.000 Jumlah 60 1,00 735.000

32

WTP masyarakat yang merasakan manfaat jasa lingkungan dari sumber daya hutan KPHP Model Kerinci cukup bervariasi, mulai dari Rp.5.000 sampai Rp.30.000 per bulan. Berdasarkan hasil perhitungan data WTP masyarakat, diperoleh total nilai WTP yang dikeluarkan responden adalah sebesar 735.000 per bulan dengan rata-rata WTP masyarakat adalah sebesar Rp.12.250/bulan atau Rp.147.000/tahun. Nilai ini terbilang cukup kecil dikarenakan sebagian besar penduduk yang tinggal di kawasan KPHP Model Kerinci memiiki pendapatan yang relatif rendah.

Nilai jasa lingkungan diperoleh dengan mengalikan nilai WTP per tahun dengan jumlah populasi Kabupaten Kerinci, yaitu sebanyak 235.797 KK (Kerinci dalam angka 2012), maka nilai jasa lingkungan dari KPHP Model Kerinci adalah sebesar Rp.34.662.159.000/tahun.

Dari perhitungan ketiga komponen nilai ekonomi tersebut, maka diperoleh Nilai Ekonomi Total Sumber daya Hutan KPHP Model Kerinci yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Nilai Ekonomi Total Sumber Daya Hutan pada KPHP Model Kerinci

No. Jenis Manfaat Nilai Ekonomi

(Rp/tahun) 1 Nilai Guna Langsung

Nilai Kayu 806.655.000

Nilai Agroforestri 302.371.018.400

2 Nilai Guna Tidak Langsung

Nilai Jasa Lingkungan 34.662.159.000

Jumlah 337.839.832.400

Dari hasil analisis Nilai Ekonomi Total pada KPHP Model Kerinci dapat disimpulkan bahwa Keberadaan sumber daya hutan pada wilayah KPHP Model Kerinci saat ini berpotensi berperan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Kerinci. Hal ini terlihat dari nilai ekonomi total sumber daya hutan KPHP Model Kerinci sebesar Rp. 337 milyar/tahun, artinya berpotensi menyumbang sebesar 8,38 % terhadap PDRB Kabupaten Kerinci. Potensi kontribusi sebesar 8,38% tersebut dianggap masih dalam bentuk PDRB Hijau karena di dalamnya terdapat nilai jasa lingkungan yang selama ini tidak diperhitungkan dalam PDRB (PDRB Coklat) Kabupaten Kerinci. Nilai yang diperhitungkan dalam PDRB Coklat Kabupaten Kerinci adalah nilai dari komoditas kehutanan seperti kayu, getah, rotan, bambu dan sebagainya yang dalam penelitian ini diambil dari nilai ekonomi kayu dan nilai ekonomi agroforestri. Oleh karena itu, dari nilai ekonomi total sebesar Rp. 337 milyar/tahun tersebut yang berpotensi menyumbang terhadap PDRB tercatat (PDRB Coklat) adalah sebesar Rp.303 milyar/tahun ( nilai ekonomi kayu dan nilai ekonomi agroforestri) atau sekitar 7,51%. Hal ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Kerinci tahun 2012 yang tercatat (PDRB Coklat) sebesar Rp. 1,7 Milyar atau sebesar 0,04% dari total PDRB Kabupaten Kerinci Rp. 4.03 Triliun.

33 Kelembagaan KPHP Model Kerinci

Analisis kelembagaan dalam penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model kelembagaan KPHP Model Kerinci yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Komponen yang menjadi input dalam analisis ini adalah (1) Stakeholders

yang terlibat dalam Kelembagaan KPHP Model Kerinci; (2) Model Kelembagaan KPHP Model Kerinci saat ini; dan (3) Pengembangan Model Kelembagaan KPHP Model Kerinci sesuai dengan persepsi dan harapan stakeholders .

Stakeholders dalam Kelembagaan KPHP Model Kerinci

Stakeholders yang terlibat dalam KPHP Model Kerinci secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) stakeholders primer yang terdiri dari masyarakat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci dan Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan); (2) stakeholders sekunder yang terdiri dari Bappeda Kabupaten Kerinci, Dinas Pertanian Kabupaten Kerinci, Pemerintah Pusat ( Kementerian Kehutanan), Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BBTNKS), Akademisi (Universitas Jambi) dan LSM pemerhati lingkungan. Kepentingan, pengaruh dan peluang partisipasi stakeholders dalam pengelolaan KPHP Model Kerinci disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Stakeholders, Kepentingan dan Tingkat Kepentingannya serta Pengaruh dan Peluang Partisipasinya dalam Pengelolaan KPHP Model Kerinci

No. Stakeholders Kepentingan Tingkat

Kepentingan Tingkat Pengaruh Peluang Partisipasi A Stakeholders Primer 1 Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Sumber daya lahan untuk pertanian/perk ebunan Tinggi, penerima dampak langsung Tinggi, sumber daya manusia dan kontrol Pengelolaan, perlindungan dan pemanfaatan 2 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pengelolaan sumber daya hutan di daerah Tinggi, wilayah teritorial Tinggi, pengelola sumber daya hutan daerah Pengelolaan dan pembinaan 3 Pemerintah Pusat (Kemenhut) Pengelolaan KPH Tinggi, wilayah teritorial Tinggi, pengelola sumber daya hutan Pembinaan B Stakeholders Sekunder 1 Bappeda

Kab.Kerinci Pembangunan daerah Rendah, sumberdaya yang terbatas Rendah, dapat bekerjasama tanpa kekuatan intervensi Perencanaan 2 Dinas Pertanian Kab.Kerinci Pembangunan

pertanian Tinggi, intensitas pemanfaatan lahan untuk pertanian Rendah, dapat bekerjasama tanpa kekuatan intervensi Fasilitasi kegiatan pertanian

34 Tabel 10 (Lanjutan) 3 BBTNKS Konservasi Tinggi, pengelolaan kawasan TNKS Sedang, otoritas pengelolaan hanya pada kawasan TNKS Pengelolaan kawasan TNKS 5 LSM Kelestarian sumberdaya hutan dan kesejahteraan masyarakat Tinggi, dukungan para pihak dan pendamping an Sedang, koordinasi, mobilisasi dan advokasi Fasilitasi dan mediasi 6 Universitas

Jambi Pengembangan tempat penelitian Sedang, penelitian terkait KPHP Model Kerinci Tinggi, academic authority Penelitian

Berdasarkan matrik tingkat kepentingan dan pengaruh terhadap para

stakeholders , menunjukkan bahwa pihak yang paling berperan dalam pengelolaan KPHP Model Kerinci adalah stakeholders primer, yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci, masyarakat sekitar hutan, dan Pemerintah Pusat (Kementerian Kehutanan) yang memiliki tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan yang tinggi. Stakeholders primer tersebut harus dilibatkan secara intensif serta dapat bekerjasama dengan baik agar pembangunan KPHP Model Kerinci dapat terlaksana dengan baik, sedangkan stakeholders sekunder yang terdiri dari Bappeda, Akademisi, Dinas Pertanian, BBTNKS dan LSM memiliki tingkat kepentingan yang rendah sampai tinggi. Kelompok stakeholders sekunder ini mempunyai dampak langsung terhadap keberadaan KPHP Model Kerinci, namun mempunyai pengaruh yang rendah sampai tinggi. Kelompok ini tidak menjadi prioritas dalam pengelolaan KPHP Model Kerinci, artinya tidak memerlukan pelibatan secara intensif, namun jika memungkinkan, perlu untuk dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui perkembangan kepentingannya.

Kelembagaan KPHP Model Kerinci Saat ini

Saat ini kelembagaan KPHP Model Kerinci masih berupa Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 tahun 2010 tentang Pedoman organisasi dan tata kerja KPHP dan KPHL di daerah bahwa bentuk organisasi KPH adalah berupa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Struktur Organisasi UPTD KPHP Model Kerinci berdasarkan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 14 Tahun 2013 seperti pada Gambar 6.

35

Gambar 6 Struktur Organisasi KPHP Model Kerinci

Kelembagaan KPHP Model Kerinci berdasarkan Persepsi dan Harapan Stakeholders

Model kelembagaan KPHP Model Kerinci berdasarkan persepsi dan harapan stakeholder bahwa KPHP Model Kerinci tetap menjadi UPTD Kabupaten sehingga amanat Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 dapat terpenuhi. Dengan demikian UPTD KPHP Model Kerinci berada di bawah Kepala Dinas yang menangani kehutanan di Kabupaten Kerinci . KPHP menjalankan tugas mengelola hutan pada tingkat lapangan didukung oleh sumber daya manusia yang diangkat dan diberhentikan oleh Bupati.

Oleh karena wilayah KPHP Model Kerinci tersebar di 13 Kecamatan, maka berdasarkan persepsi para pihak, perlu dibentuk beberapa resort pengelolaan di beberapa kecamatan agar memudahkan dalam pemantauan dan pengawasan di lapangan. Pada setiap resort akan satu orang terdapat kepala resort dan beberapa staf dengan jabatan fungsional. Pembentukan resort pengelolaan didasarkan pada pertimbangan kedekatan lokasi, sub DAS dan luas kawasan. Adapun arahan pembagian resort pada KPHP Model Kerinci dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Resort Pengelolaan pada KPHP Model Kerinci

Resort Lokasi

(Kecamatan) Luas (Ha) Penutupan Lahan Pemanfaatan Potensi 1 Gunung Tujuh,

Kayu Aro, Kayu Aro Barat

±4.000 Pertanian dan perkebunan, hutan primer, semak belukar, tubuh air

Pengembangan Agroforestri Kayu Manis Kepala UPTD (Kepala KPHP) Kepala Dinas Sub Bagian Tata Usaha Kelompok Jabtan Fungsional

36

Tabel 11 (Lanjutan) 2 Gunung Kerinci,

Siulak, ±7.500 Pertanian dan perkebunan, hutan primer, hutan sekunder, semak belukar Pengembangan Agroforestri Kopi 3 Siulak Mukai, Air Hangat, Air Hangat Timur

±7.300 Pertanian dan perkebunan, hutan primer, hutan sekunder, semak belukar dan lahan terbuka

Pengembangan Agroforestri Kayu Manis

4 Sitinjau Laut,

Keliling Danau ±3.500 Pertanian dan perkebunan, hutan primer, semak belukar dan lahan terbuka

Pengembangan Agroforestri Surian

5 Batang Merangin ±4.000 Pertanian dan perkebunan, hutan primer, semak belukar dan lahan terbuka

Perlindungan Keanekaragaman Hayati

6 Bukit Kerman,

Gunung Raya ±7.000 Pertanian dan perkebunan, hutan sekunder, semak belukar dan lahan terbuka

Pengembangan Agroforestri Surian

Resort 1

Resort 1 merupakan gabungan dari lokasi KPHP Model Kerinci yang berada di Kecamatan Gunung Tujuh, Kecamatan Kayu Aro, dan Kecamatan Kayu Aro Barat dengan luas resort diperkirakan sekitar 4.000 Ha. Jenis Penutupan lahan yang dominan pada resort ini adalah lahan pertanian dan perkebunan. Jenis penutupan lahan lainnya pada resort adalah tubuh air, penutupan hutan primer, hutan sekunder dan semak belukar. Oleh karena jenis penutupan lahan yang dominan pada resort ini adalah lahan pertanian dan perkebunan, maka potensi Pemanfaatan lahan pada resort 1 ini diarahkan untuk pengembangan agroforestri kayu manis.

Resort 2

Resort 2 merupakan gabungan dari lokasi KPHP Model Kerinci yang berada di Kecamatan Gunung Kerinci dan Kecamatan Siulak dengan luasan diperkirakan sekitar 7.500 Ha. Resort ini merupakan resort paling luas dibandingkan dengan resort lainnya. Jenis Penutupan lahan yang dominan hampir sama dengan resort 1 yaitu lahan pertanian dan perkebunan. Penutupan lahan lain adalah hutan primer, hutan sekunder dan semak belukar. Oleh karena jenis penutupan lahan pada resort ini yang dominan adalah berupa lahan pertanian dan

37 perkebunan, maka pemanfaatan lahan diarahkan untuk pengembangan agroforestri kopi.

Resort 3

Resort 3 merupakan gabungan dari lokasi KPHP Model Kerinci yang berada di Kecamatan Siulak Mukai, Kecamatan Air Hangat dan Kecamatan Air Hangat Timur dengan luasan diperkirakan sekitar 7.300 Ha. Jenis Penutupan lahan yang dominan hampir sama dengan resort 1 dan 2 yaitu lahan pertanian dan perkebunan. Penutupan lahan lain adalah hutan primer, hutan sekunder, semak belukar dan lahan terbuka. Pemanfaatan lahan pada resort ini diarahkan untuk pengembangan agroforestri kayu manis

Resort 4

Resort 4 merupakan gabungan dari lokasi KPHP Model Kerinci yang berada di Kecamatan Sitinjau Laut dan Kecamatan Keliling Danau dan Kecamatan Siulak dengan luasan diperkirakan sekitar 3.500 Ha. Resort ini merupakan resort yang memiliki luasan yang paling kecil di antara resort-resort lainnya. Jenis Penutupan lahan yang dominan yaitu lahan pertanian dan perkebunan. Penutupan lahan lain adalah hutan primer, hutan sekunder dan semak belukar. Pemanfaatan lahan resort ini diarahkan untuk pengembangan agroforestri surian.

Resort 5

Resort 5 merupakan lokasi KPHP Model Kerinci yang berada di Kecamatan Batang Merangin dengan luasan diperkirakan sekitar 4.000 Ha. Jenis Penutupan lahan yang dominan yaitu lahan pertanian dan perkebunan. Jenis penutupan lahan lain adalah hutan primer dan semak belukar. Resort ini merupakan resort yang memiliki luasan hutan primer paling tinggi di antara resort-resort lainnya. Pemanfaatan lahan diarahkan untuk perlindungan keanekaragaman hayati.

Resort 6

Resort 6 merupakan gabungan dari lokasi KPHP Model Kerinci yang berada di Kecamatan Bukit Kerman dan Kecamatan Gunung Raya dengan luasan diperkirakan sekitar 7.000 Ha. Jenis Penutupan lahan yang dominan hampir sama dengan resort-resort lainnya yaitu berupa lahan pertanian dan perkebunan. Penutupan lahan lain adalah hutan primer, hutan sekunder dan semak belukar. Pemanfaatan lahan diarahkan untuk pengembangan agroforestri surian.

Dengan adanya arahan pembentukan resort-resort pengelolaan KPHP Model Kerinci ini, diharapkan dapat mempermudah dalam pengawasan wilayah KPHP karena akan terdapat petugas-petugas yang langsung berada di lapangan yang akan mengawasi wilayah KPHP, sehingga dapat mengurangi berbagai bentuk gangguan terhadap wilayah KPHP Model Kerinci, seperti perambahan, pembalakan liar, konflik tata batas, pendudukan kawasan hutan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan sebagainya.

Model pengembangan kelembagaan KPHP Model Kerinci dengan pembentukan beberapa resort secara skematis dapat dilihat pada Gambar 7.

38

Gambar 7 Model Pengembangan Kelembagaan KPHP Model Kerinci dengan Pembentukan Resort-resort Pengelolaan

Kesiapan Daerah dalam Pembangunan KPHP Model Kerinci

Kesiapan daerah yang dimaksud disini adalah kesiapan dari para pihak yang tertarik dengan keberadaan KPHP Model Kerinci yang kemungkinan mendukung atau bertentangan/berlawanan dengan keberadaan KPHP Model Kerinci. Para pihak yang dimaksud adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kerinci, Bappeda Kabupaten Kerinci, Masyarakat sekitar lokasi KPHP Model Kerinci, para pemerhati lingkungan dan kehutanan (LSM/akademisi), Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XIII Pangkal Pinang, BP2HP wilayah IV Jambi.

Analisis kesiapan daerah dalam pelaksanaan KPHP Model Kerinci didasarkan pada persepsi para pihak yang terlibat. Struktur hirarki yang dibangun pada AHP dan hasil analisis dirumuskan dari persepsi para pihak yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Kepala KPH Sub Bagian Tata Usaha Kelompok Jabatan Fungsional Resort 1

Kec. Gunung Tujuh Kec. Kayu Aro Barat Kec. Kayu Aro

Resort 2

Kec. Gunung Kerinci Kec. Siulak

Resort 3

Kec. Siulak Mukai Kec. Air Hangat Kec. Air Hangat Timur

Resort 4

Kec. Sitinjau Laut Kec. Keliling Danau

Resort 5

Kec. Bukit Kerman Kec. Gunung Raya

Resort 6

39

Gambar 8 Struktur Hirarki dan Bobot Kesiapan Daerah dalam Pembangunan KPHP Model Kerinci

Perencanaan

Pembangunan KPHP Model Kerinci harus diselenggarakan melalui dukungan perencanaan yang baik, komprehensif dan melibatkan para pihak. Dari hasil persepsi para pihak diketahui bahwa Rencana Pengelolaan KPHP Model Kerinci telah disusun namun belum disahkan, rencana bisnis KPHP Model Kerinci belum disusun, Rencana Anggaran Kegiatan KPHP Model Kerinci tahun 2015 sudah ada dan sudah disahkan.

Dukungan Regulasi

Dukungan regulasi dipilih sebagai prioritas pertama karena KPHP Model Kerinci merupakan hutan milik negara yang pengelolaan dan pemanfaatannya harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku. Dukungan regulasi merupakan pijakan dasar dan pedoman dalam melakukan pembangunan KPHP Model Kerinci.

Kesiapan daerah terkait dengan dukungan regulasi saat ini dapat dilihat dari persepsi para pihak di antaranya : (1) Dukungan Peraturan Perundangan Nasional terkait KPH sudah ada namun belum memadai; (2) Peraturan Bupati terkait KPHP Model Kerinci sudah ada, namun Peraturan Daerah belum ada; (3) Beberapa daerah di Kabupaten Kerinci yang berbatasan langsung dengan lokasi KPHP Model Kerinci tidak memiliki Peraturan Desa/Hukum Adat terkait pemanfaatan dan pengelolaan hutan.

Pendanaan

Pembangunan KPHP Model Kerinci harus didukung dengan dana yang

memadai agar semua kegiatan dapat terealisasi. Alokasi dana untuk pembangunan KPHP Model Kerinci sebagian besar bersumber dari APBN

Kesiapan Daerah

dalam Pembangunan KPHP Model Kerinci

Perencanaan (0,18) Penyusunan Rencana Pengelolaan (0,71) Penyusunan Rencana Bisnis (0,14) Penyusunan Rencana Anggaran (0,15) Dukungan

Dokumen terkait