Hasil
Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Faktor fisika dan kimia yang diukur pada penelitian ini adalah suhu,
arus, kedalaman, kecerahan, kekeruhan, pH, oksigen terlarut, BOD5, COD, nitrit,
nitrat dan posfat. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia air yang diperoleh
masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan mendukung
bagi kehidupan ikan. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia yang diperoleh
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Rata-Rata Parameter Kualitas Air Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan
Parameter St. I St. II St. III St. IV St.V Baku Mutu (*)
1. Suhu (oC) 23 23 25 25 22 (-) 2. Arus (m/s) 0,44 0,24 0,43 - - (-) 3. Kedalaman (m) 0,64 0,62 0,78 0,79 0,63 (-) 4. Kecerahan (m) 0,50 0,45 0,72 0,76 0,48 (-) 5. Lebar Sungai (m) 3,40 8,35 8,7 - - (-) 6. pH 7 6,75 7,05 7,9 7,2 6-9 7. Oksigen Terlarut (mg/l) 7,12 7,2 10,9 9,7 7,86 4 8. BOD5 (mg/l) 2,22 4,1 8,06 5,6 4,86 3 9. COD (mg/l) 5,808 5,568 5,952 5,52 6,672 25 10. Nitrit (mg/l) 0,003 0,003 0,004 0,004 0,005 10 11. Nitrat (mg/l) 0,445 0,462 0,476 0,424 0,584 <20 12. Posfat (mg/l) 0,045 0,042 0,052 0,039 0,059 0.2 13. Kekeruhan (NTU) 7,152 5,905 16,617 4,207 12,44 (-)
Keterangan : - = Stasiun IV dan stasiun V adalah stasiun yang diambil di danau (-) = Parameter tersebut tidak dipersyaratkan
Jenis - Jenis Ikan Hasil Penelitian
Hasil penelitian diperoleh 10 spesies ikan dari seluruh stasiun
pengamatan selama penelitian. Jumlah jenis ikan tertinggi diperoleh pada stasiun
II sebanyak 8 jenis dan terendah diperoleh pada stasiun III dan IV sebanyak 4
jenis . Jenis-jenis ikan yang diperoleh selama penelitian di Sungai Naborsahan,
Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Sungai Naborsahan Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir.
No. Spesies Stasiun
I II III IV V 1. Mystacoleucus padangensis 1 1 1 1 1 2. Oreochromis niloticus 1 1 0 1 1 3. Glossogobius giuris 0 0 1 1 1 4. Glossogobius celebius 1 1 1 0 1 5. Oryzias celebensis 1 1 1 1 1 6. Xiphophorus helleri 0 1 0 0 0 7. Tor soro 1 0 0 0 0 8. Clarias teijsmanni 1 1 0 0 0 9. Cyprinus carpio 0 1 0 0 0 10. Channa striata 0 1 0 0 0 Jumlah Jenis 6 8 4 4 5
Keterangan : 0 = tidak tertangkap 1 = tertangkap
Nilai Kelimpahan Relatif
Spesies ikan yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi adalah
Mystacoleucus padangensis dengan persentase sebesar 98,83% dan kelimpahan
relatif terendah adalah Cyprinus carpio dan Xiphophorus helleri dengan
persentase sebesar 0,016%. Hasil kelimpahan relatif ikan yang diperoleh dapat
Tabel 5 . Nilai Kelimpahan Relatif Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan
No Spesies Persentase Ikan yang tertangkap (%)
St. I St. II St. III St. IV St. V 1. Mystacoleucus padangensis 97,194 98,833 91,244 73,289 89,683 2. Tor soro 0,09 0 0 0 0 3. Cyprinus carpio 0 0,016 0 0 0 4. Oreochromis niloticus 0,301 0,150 0 22,149 8,153 5. Glossogobius celebius 1,719 0,6 0,921 0 0,332 6. Glossogobius giuris 0 0 1,382 1,302 1,663 7. Oryzias celebensis 0,663 0,333 6,451 3,257 0,166 8. Xiphophorus helleri 0 0,016 0 0 0 9. Clarias teijsmanni 0,03 0,016 0 0 0 10. Channa striata 0 0,033 0 0 0
Nilai Kelimpahan Relatif Total Selama Penelitian
Nilai kelimpahan relatif total tertinggi terdapat pada spesies
Mystacoleucus padangensis sebesar 96,20 % dan terendah pada spesies Cyprinus
carpio dan Xiphophorus helleri sebesar 0,009 %. Hasil kelimpahan relatif total
yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Kelimpahan Relatif Total Selama Penelitian
No Spesies Persentase Ikan yang tertangkap (%) 1. Mystacoleucus padangensis 96,20 % 2. Tor soro 0,02 % 3. Cyprinus carpio 0,009 % 4. Oreochromis niloticus 1,89 % 5. Glossogobius celebius 0,90 % 6. Glossogobius giuris 0,19 % 7. Oryzias celebensis 0,71 % 8. Xiphophorus helleri 0,009 % 9. Clarias teijsmanni 0,018 % 10. Channa striata 0,018 %
Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar
0,73 dan terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,08. Nilai indeks keseragaman
0,04 serta nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,98
dan terendah pada stasiun IV sebesar 0,59. Nilai indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan dominansi ikan dapat dilihat pada Gambar 8.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V
1 H' 2 E 3 C
Gambar 8. Grafik Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan
Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Total Selama Penelitian
Hasil yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat bahwa indeks
keanekaragaman (H') sebesar 0,21. Nilai indeks keseragaman (E) sebesar 0,1 dan
indeks dominansi sebesar 0,92. Nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 H' E C 1 H' 2 E 3 C
Gambar 9. Grafik Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Selama Penelitian
Nilai Similaritas
Hasil penelitian diperoleh nilai similaritas tertinggi terdapat pada stasiun
III dan V serta stasiun IV dan V yaitu masing-masing sebesar 89% dan terendah
pada stasiun II dan III serta stasiun II dan IV. Nilai indeks similaritas dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 . Nilai Similaritas Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan
Stasiun I II III IV V I - 71 60 60 73 II - - 50 50 61 III - - - 75 89 IV - - - - 89 V - - - -
Nilai Analisis Regresi Antara Indeks Keanekaragaman dan Faktor Fisika dan Kimia
Hubungan parameter fisika dan kimia (X) seperti suhu, arus, kedalaman,
kecerahan, pH, DO, BOD5, COD, Nitrit, Nitrat, Posfat dan Kekeruhan terhadap
keanekaragaman ikan (Y) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Regresi Parameter Fisika dan Kimia dan Keanekaragaman Ikan
No. Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi 1. Suhu (X1), pH (X2) dan Y -5.328-0,178 X1+1,334 X2+ Arus (X3) 1,816 X3 R2 0,982 2. Kedalaman (X1), Kecerahan (X2) Y 12.366-0,355 X1+0,217 X2+ Kekeruhan (X3) 0,010 X3 R2 0,961 3. DO (X1), BOD5 (X2) dan Y -3,078+0,442 X1-0,352 X2+ COD (X3) 0,256 X3 R2 0,950
4. Nitrat (X1), Posfat (X2) dan Y 1,331-2,843 X1-8,194 X2+
Nitrit (X3) 230,889 X3
Pembahasan
Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Suhu
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran suhu yang diperoleh
berkisar antara 22oC-25oC. Pada stasiun I dan II diperoleh suhu sebesar 23oC,
stasiun III dan IV sebesar 25oC dan pada stasiun V sebesar 22oC. Nilai tertinggi
pada stasiun III dan IV sebesar 25oC dan terendah pada stasiun V sebesar 22oC.
Menurut Macan (1978) kisaran suhu ini masih dalam kisaran suhu perairan tawar
di Indonesia yaitu 21,3oC-31,4oC dan kurang mendukung bagi kehidupan ikan.
Menurut Kordi (2004) kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 25o
C-52oC. Bila suhu rendah ikan akan kehilangan nafsu makan, sehingga
pertumbuhannya terhambat, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stress
bahkan mati kekurangan oksigen. Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) di
Sungai Cisadane Jawa Barat, kisaran suhu yang diperoleh berkisar antara 23o
C-30oC. Hal ini sangat sesuai dengan penelitian yang dilakukan bahwa nilai suhu
yang diperoleh berkisar antara 22oC-25oC.
Kecepatan Arus
Nilai kecepatan arus yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar
antara 0,24 m/s–0,44 m/s. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,44 m/s dan terendah pada stasiun II sebesar 0,24 m/s. Kisaran arus yang diperoleh umum
dijumpai pada perairan daerah tropis dan masih mendukung bagi kehidupan ikan.
Menurut Kordi (2004) kecepatan arus yang ideal bagi kehidupan ikan sekitar 0,2
m/s-0,5 m/s. Tingginya kecepatan arus pada stasiun I disebabkan stasiun ini
memiliki kedalaman yang rendah dan memiliki substrat berbatu sehingga gesekan
Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) di Sungai Cisadane Jawa Barat,
kisaran kecepatan arus yang diperoleh antara 0,09-1,40 m/s. Kisaran suhu yang
diperoleh di penelitian Siahaan dkk., (2011) tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan bahwa nilai kecepatan arus yang diperoleh berkisar antara 0,24
m/s-0,44 m/s.
Kedalaman
Nilai kedalaman air di kelima stasiun pengamatan berkisar antara
0,62 m – 0,79 m. Tingginya nilai kedalaman pada stasiun III dikarenakan stasiun ini merupakan stasiun muara sehingga pengaruh arus pasang juga berpengaruh
terhadap kedalamannya. Berdasarkan penelitian Mulya (2004) di Sungai Deli
Sumatera Utara bahwa nilai kedalaman berkisar antara 0,66 m – 0,96 m. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan bahwa nilai kedalaman yang
diperoleh berkisar antara 0,62 m – 0,79 m. Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dari kedua penelitian tersebut disebabkan karena perbedaan topografi
antara kedua sungai tempat dilakukannya penelitian.
Kecerahan
Hasil penelitian pada parameter kecerahan yang diperoleh berkisar
antara 0,45 m – 0,76 m. Nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun IV dan terendah pada stasiun II. Pada stasiun II kecerahan lebih rendah karena banyaknya
aktivitas manusia yang menghasilkan limbah sehingga banyaknya partikel terlarut
dan partikel tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Kisaran
kecerahan ini masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan
masih mendukung bagi kehidupan ikan. Menurut Kordi (2004) nilai kecerahan
melihat ke dalam air sejauh 45 cm atau lebih karena apabila nilai kecerahan
kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan berkurang.
pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH air kelima stasiun pengamatan berkisar antara 6,7 – 7,9. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun IV dan terendah pada stasiun II. Rendahnya pH
di stasiun II disebabkan banyaknya aktivitas penduduk yang membuang
limbahnya ke stasiun ini. Kisaran pH ini masih berada pada ambang batas untuk
perairan daerah tropis dan mendukung bagi kehidupan ikan. Menurut Effendi
(2003) kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai
kisaran pH 5-9. Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) di Sungai Cisadane
Jawa Barat, nilai pH berkisar antara 5-6,5. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian
yang dilakukan bahwa nilai pH yang diperoleh berkisar antara 6,7-7,9. Walaupun
terdapat perbedaan dikedua penelitian tersebut tetapi nilai yang diperoleh masih
berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan mendukung bagi
kehidupan ikan.
DO (Oksigen Terlarut)
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai oksigen terlarut diperoleh kisaran
antara 7,05 mg/l – 10,9 mg/l. Oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun III dan terendah pada stasiun I. Kisaran oksigen terlarut ini kurang mendukung untuk
kondisi perairan daerah tropis. Menurut Effendi (2003) kadar oksigen terlarut
pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Secara keseluruhan nilai
oksigen terlarut di setiap stasiun masih dapat mendukung pertumbuhan ikan. Hal
ini sesuai dengan literatur Boyd (1990) yang menyatakan bahwa kadar oksigen
Mulya (2004) di Sungai Deli Sumatera Utara, nilai oksigen terlarut berkisar antara
5,30 mg/l-7,40 mg/l. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan
bahwa nilai oksigen terlarut yang diperoleh berkisar antara 7,12 mg/l-10,9 mg/l.
BOD5
Dari hasil pengamatan, nilai BOD5 yang diperoleh berkisar antara 2,22
mg/l – 8,06 mg/l. BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun III dan terendah pada stasiun I. Hal ini menggambarkan bahwa pada setiap stasiun dapat dikatakan
belum tercemar. Menurut Brower dkk., (1990) perairan tergolong baik dan belum
tercemar apabila BOD5 berkisar 5 mg/l – 10 mg/l sedangkan perairan tercemar apabila nilai BOD5 >10 mg/l. Kisaran BOD5 ini kurang mendukung bagi
kehidupan ikan. Menurut Rahmawati (2011) kadar maksimum BOD5 yang
diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan
organisme akuatik adalah 3 mg/l - 6 mg/l. Berdasarkan penelitian Mulya (2004) di
Sungai Deli Sumatera Utara, nilai BOD5 berkisar antara 5,80 mg/l – 78 mg/l. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan bahwa nilai BOD5 berkisar
antara 2,22 mg/l – 8,06 mg/l. COD
Berdasarkan hasil pengukuran COD pada seluruh stasiun pengamatan
berkisar antara 5,52 mg/l – 6,67 mg/l. COD tertinggi terdapat pada stasiun V dan terendah pada stasiun IV. Hal ini menggambarkan bahwa pada setiap stasiun
dapat dikatakan belum tercemar. Hal ini sesuai dengan nilai baku mutu air
(menurut PP No. 82 Tahun 2001) nilai COD lewat batas maksimum yang
Nitrit
Nilai nitrit pada kelima stasiun pengamatan berkisar antara 0,003 mg/l –
0,005 mg/l. Nitrit tertinggi terdapat pada stasiun V dan terendah pada stasiun I dan
stasiun II. Hal ini menggambarkan bahwa pada setiap stasiun dapat dikatakan
belum tercemar. Menurut Canadian Council of Resource and Environment
Ministers (1978) dalam Effendi (2003) perairan alami mengandung nitrit sekitar
0,001 mg/l dan sebaliknya tidak melebihi 0,06 mg/l. Berdasarkan penelitian
Nasution dkk., 2008 di Sungai Muara Kaman Kalimantan Timur, nilai nitrit yang
diperoleh berkisar antara 0,007 mg/l – 0,026 mg/l. Hal ini terdapat perbedaan hasil nilai nitrit diantara kedua penelitian.
Nitrat
Berdasarkan hasil analisis nitrat, kandungan nitrat yang diperoleh pada
seluruh stasiun pengamatan berkisar antara 0,424 mg/l – 0,584 mg/l. nitrat tertinggi terdapat pada stasiun V dan terendah pada stasiun IV. Sesuai dengan
nilai baku mutu air (menurut PP No. 82 Tahun 2001) nilai nitrat lewat batas
maksimum yang diperbolehkan yaitu 10 mg/l dengan demikian dapat dikatakan
pada setiap stasiun tidak tercemar. Berdasarkan penelitian Nasution dkk., 2008 di
Sungai Muara Kaman Kalimantan Timur, nilai nitrat yang diperoleh berkisar
antara 0,007 mg/l – 0,026 mg/l. Hal ini terdapat perbedaan hasil nilai nitrat diantara kedua penelitian.
Posfat
Kisaran posfat yang terukur antara 0,039 mg/l – 0,059 mg/l. Nilai posfat tertinggi terdapat pada stasiun V dan terendah pada stasiun IV. Hal ini sesuai
batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 0,2 mg/l dengan demikian bisa
dikatakan pada setiap stasiun tidak tercemar. Berdasarkan penelitian Nasution
dkk., 2008 di Sungai Muara Kaman Kalimantan Timur, nilai posfat yang
diperoleh berkisar antara 0,015 mg/l – 0,036 mg/l. Hal ini terdapat perbedaan hasil nilai posfat diantara kedua penelitian.
Kekeruhan
Nilai kekeruhan kelima stasiun pengamatan berkisar antara 4,207 NTU –
16,617 NTU. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun III dan terendah pada
stasiun IV. Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., 2011 di Sungai Cisadane Jawa
Barat, nilai kekeruhan yang diperoleh berkisar antara 8 mg/l – 114 mg/l. Hal ini terdapat perbedaan hasil nilai kekeruhan diantara kedua penelitian.
Jenis - Jenis Ikan Hasil Penelitian
Pada Tabel 4 terdapat 10 spesies ikan yang tertangkap di Sungai
Naborsahan baik dengan menggunakan jala maupun jaring kantong. Jenis-jenis
ikan yang sesungguhnya diduga lebih dari 10 spesies, tetapi karena perilaku ikan
yang berbeda-beda sehingga ada kemungkinan tidak tertangkap pada saat
penangkapan ikan dilakukan.
Adapun penjelasan dari 10 spesies ikan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)
Jumlah individu ikan bilih selama penelitian diperoleh sebanyak 10337
ekor baik yang ditangkap di Sungai Naborsahan maupun di perairan Danau Toba.
Panjang total tertinggi sebesar 16,5 cm dan terendah sebesar 4,3 cm. Sirip
punggung berjari-jari keras dan terdapat duri di depan sirip punggung, lateral line
Gambar 10. Mystacoleucus padangensis
2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Jumlah individu ikan nila selama penelitian diperoleh sebanyak 204 ekor
baik yang ditangkap di Sungai Naborsahan maupun di perairan Danau Toba.
Panjang total tertinggi sebesar 23,5 cm dan terendah sebesar 2,5 cm. Sirip
punggung panjang hingga ke ekor, tidak terdapat titik-titik hitam di tubuh, di
setiap sirip terdapat garis-garis hitam. Pada sirip punggung terdapat 16 ruas, sirip
dada terdapat 14 ruas, sirip ekor terdapat 18-19 ruas dan pada sirip anal terdapat
14-15 ruas dapat dilihat pada Gambar 11.
3. Ikan Glossogobius celebius
Jumlah individu ikan Glossogobius celebius selama penelitian diperoleh
sebanyak 97 ekor baik yang ditangkap di Sungai Naborsahan maupun di perairan
Danau Toba. Panjang total tertinggi sebesar 7 cm dan terendah sebesar 2 cm. Sirip
punggung sebanyak 2 buah yaitu pada sirip punggung pertama terdapat 5 ruas dan
pada sirip punggung kedua terdapat 9 ruas, sirip dada terdapat 19-20 ruas, sirip
ekor terdapat 19-20 ruas, sirip anal terdapat 10 ruas, terdapat sirip renang pada
perut bawah dan pada ekor terdapat titik-titik hitam (Gambar 12).
Gambar 12. Glossogobius celebius
4. Ikan Beloso (Glossogobius giuris)
Jumlah individu ikan Glossogobius giuris selama penelitian diperoleh
sebanyak 21 ekor baik yang ditangkap di Sungai Naborsahan maupun di perairan
Danau Toba. Panjang total tertinggi sebesar 16,6 cm dan terendah sebesar 8,2 cm.
Sirip punggung sebanyak 2 buah yaitu pada sirip punggung pertama terdapat 6
ruas dan pada sirip punggung kedua terdapat 8 ruas, sirip dada terdapat 10 ruas,
pada lateral line terdapat totol-totol hitam dan pada sirip ekor terdapat banyak
Gambar 13. Glossogobius giuris
5. Ikan Padi (Oryzias celebensis)
Jumlah individu ikan Oryzias celebensis selama penelitian diperoleh
sebanyak 77 ekor baik yang ditangkap di Sungai Naborsahan maupun di perairan
Danau Toba. Panjang total tertinggi sebesar 5,2 cm dan terendah sebesar 2,1 cm.
Sirip punggung terdapat 7 ruas, sirip ekor terdapat 20 ruas, sirip anal terdapat 6
ruas dan sirip dada terdapat 10 ruas. Pada ikan Oryzias celebensis ini terdapat
sisik di sepanjang lateral line dan di atas lateral line yaitu sisik di sepanjang lateral
line terdapat 28 sisik dan sisik di atas lateral line terdapat 32 sisik dapat dilihat
pada Gambar 14.
6. Ikan Platy Pedang (Xiphophorus helleri)
Jumlah individu ikan Platy Pedang selama penelitian diperoleh sebanyak 1
ekor yang tertangkap di Sungai Naborsahan. Panjang total sebesar 8,7 cm. Warna
ikan orange cerah dengan bagian perut berwarna keperakan dan berlendir. Bentuk
kepala tumpul dan bersisik, moncong pendek, tidak mempunyai sungut, bibir
tipis, hidung terletak di daerah kepala di atas mulut. Mata ikan terletak di sisi
kanan dan kiri kepala (Gambar 15).
Gambar 15. Xiphophorus helleri
7. Ikan Batak (Tor Soro)
Jumlah individu ikan Batak selama penelitian diperoleh sebanyak 3 ekor
yang tertangkap di Sungai Naborsahan. Panjang total sebesar 20 cm. Bentuk
tubuh pipih memanjang, awal sirip dorsal sebelum sirip perut, terdapat sisik di
sepanjang tubuh dan warna tubuh keperakan, bagian belakang gelap
Gambar 16. Tor soro
8. Ikan Lele (Clarias teijsmanni)
Jumlah individu ikan Lele selama penelitian diperoleh sebanyak 2 ekor
yang tertangkap di Sungai Naborsahan. Panjang total sebesar 17,2 cm dan 6,5 cm.
Pada ikan ini terdapat bintik-bintik putih di tubuh, sungut 4 pasang, kulit licin,
tidak bersisik, sirip punggung dan sirip anal panjang sampai ke ekor serta jika
dipegang di bagian kepala akan terasa keras (Gambar 17).
Gambar 17. Clarias teijsmanni
9. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Jumlah individu ikan Mas selama penelitian diperoleh sebanyak 1 ekor
yang tertangkap di Sungai Naborsahan. Panjang total sebesar 7,5 cm. Warna
tubuh merah keemasan, ikan ini terdapat 2 sungut kecil di bagian ujung perut,
ujung belakang pangkal ekor, sirip punggung sebanyak 17 ruas, sirip ekor
sebanyak 25 ruas, sirip anal sebanyak 8 ruas, sirip perut sebanyak 8 ruas dan pada
sirip dada sebanyak 15 ruas (Gambar 18).
Gambar 18. Cyprinus carpio
10. Ikan Gabus (Channa striata)
Jumlah individu ikan Gabus selama penelitian diperoleh sebanyak 2 ekor
yang tertangkap di Sungai Naborsahan. Ikan gabus memiliki tubuh hampir bulat,
panjang dan makin ke belakang berbentuk pipih serta bentuk kepala pipih seperti
ular. Punggung berwarna coklat tua hampir hitam, pada bagian perut berwarna
putih kecoklatan. Sirip ikan gabus tidak memiliki jari-jari yang keras, sirip
punggung dan sirip anal yang panjang dan sirip dada lebar dengan ujung
membulat (Gambar 19).
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa stasiun I diperoleh 6 spesies ikan yaitu
Mystacoleucus padangensis, Tor soro, Oreochromis niloticus, Glossogobius
celebius, oryzias celebensis dan Clarias teijsmanni. Stasiun II diperoleh 8 spesies
ikan yaitu Mystacoleucus padangensis, Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus,
Glossogobius celebius, oryzias celebensis, Xiphophorus helleri, Clarias
teijsmanni dan Channa striata. Stasiun III diperoleh 4 spesies ikan yaitu
Mystacoleucus padangensis, Glossogobius celebius, Glossogobius giuris dan
oryzias celebensis. Stasiun IV diperoleh 4 spesies ikan yaitu Mystacoleucus
padangensis, Oreochromis niloticus, Glossogobius giuris dan Oryzias celebensis.
Stasiun V diperoleh 5 spesies ikan yaitu Mystacoleucus padangensis,
Oreochromis niloticus, Glossogobius celebius, Glossogobius giuris dan Oryzias
celebensis. Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa stasiun II merupakan stasiun yang
memiliki jumlah spesies paling banyak diantara stasiun-stasiun lainnya yakni 8
spesies dan stasiun III dan IV merupakan stasiun yang memiliki jumlah spesies
sedikit yakni 4 spesies. Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada setiap stasiun
ditemukan ikan Bilih disebabkan karena kondisi perairan tersebut mendukung
kehidupan ikan bilih seperti air yang jernih dan dasar sungai yang berbatu kerikil
dan atau pasir.
Nilai Kelimpahan Relatif
Data di atas dapat dilihat bahwa pada setiap stasiun ditemukan ikan Bilih
disebabkan karena kondisi perairan tersebut mendukung kehidupan ikan bilih
seperti air yang jernih dan dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir serta
pada saat pengamatan ikan bilih jumlahnya berlimpah dibandingkan dengan
yang bermuara di danau. Menurut Kartamihardja dan Kunto (2006)
perkembangan populasi ikan bilih yang cepat selain ditunjang oleh tersedianya
makanan alami juga banyaknya daerah pemijahan yang tersebar di muara-muara
sungai yang masuk ke danau. Beberapa daerah pemijahan utama ikan bilih di
danau Toba terdapat di Sungai Sipangolu, Sungai Sipiso-piso, Sungai Sisodang
dan Sungai Naborsahan.
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa ikan bilih merupakan jenis ikan yang
memiliki kelimpahan relatif tertinggi dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya pada
seluruh stasiun pengamatan. Kelimpahan relatif tertinggi ditemukan pada stasiun I
dan II yaitu masing- masing sebesar 97,19 % dan 98,83%.
Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan yang mendukung kehidupan ikan
bilih dan jumlah reproduksi banyak sehingga mengalahkan ikan-ikan lainnya. Hal
ini sesuai dengan Siagian (2009) yang menyatakan bahwa kondisi perairan yang
mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan bilih. Dominasi ikan
bilih juga disebabkan ikan cepat bereproduksi dalam jumlah yang banyak,
sehingga mengalahkan ikan-ikan lainnya.
Nilai Kelimpahan terendah yaitu ikan Mas dan Platy pedang sebesar
0,016% yang terdapat pada stasiun II. Selama penelitian ikan Mas dan Platy
pedang hanya diperoleh pada stasiun II dan tidak ditemukan pada stasiun lain.
Ikan Mas dan Platy Pedang ini hanya diperoleh 1 ekor selama penelitian
berlangsung dan hanya ditemukan pada stasiun II. Ikan Platy pedang ini tidak
diketahui keberadaannya di sungai Naborsahan. Menurut nelayan setempat
(2009) menyatakan bahwa ikan Platy Pedang ini merupakan jenis ikan introduksi
yang berasal dari Amerika Selatan.
Nilai Kelimpahan Relatif Total Selama Penelitian
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kelimpahan relatif total selama
penelitian tertinggi terdapat pada spesies Mystacoleucus padangensis sebesar
96,20 % dan terendah pada spesies Cyprinus carpio dan Xiphophorus helleri
sebesar 0,009 %. Hal ini dapat dijelaskan bahwa besarnya persentase kelimpahan
pada ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis) disebabkan karena kondisi perairan
yang mendukung kehidupan ikan tersebut seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya dan selama penelitian berlangsung terlihat bahwa ikan Bilih ini
sangat berlimpah di perairan tersebut terbukti dari hasil tangkapan nelayan yang
menghasilkan tangkapan yang besar pada spesies Mystacoleucus padangensis ini.