ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN YANG TERTANGKAP
DI SUNGAI NABORSAHAN, DANAU TOBA
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH:
PUTRI ANANDA TARIGAN
090302009
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS KUALITAS AIR DAN HUBUNGANNYA DENGAN
STRUKTUR KOMUNITAS IKAN YANG TERTANGKAP
DI SUNGAI NABORSAHAN, DANAU TOBA
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
PUTRI ANANDA TARIGAN
090302009
Skripsi Sebagai Satu diantara beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Kualitas Air dan Hubungannya Dengan
Struktur Komunitas Ikan yang Tertangkap di Sungai
Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara
Nama : Putri Ananda Tarigan
NIM : 090302009
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. Ani Suryanti, S.Pi., M.Si.
Ketua Anggota
Mengetahui:
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.
ABSTRAK
PUTRI ANANDA TARIGAN: Analisis Kualitas Air dan Hubungannya Dengan Struktur Komunitas Ikan yang Tertangkap di Sungai Naborsahan Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI dan ANI SURYANTI.
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas air Sungai Naborsahan, struktur komunitas ikan dan hubungan antara indeks keanekaragaman dengan faktor fisika dan kimia perairan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Purpose Random Sampling”.
Alat tangkap yang digunakan untuk sampling ikan adalah jaring kantong dan jala tebar. Data dianalisis secara deskriptif dan dilakukan analisis linier berganda. Hasil penelitian diperoleh 8 famili, 9 genus, 10 spesies dan 10745 individu ikan. Kelimpahan relatif tertinggi adalah ikan Bilih sebesar 98.83% dan terendah adalah ikan Mas serta Platy pedang masing-masing sebesar 0.016 %. Indeks keanekaragaman yang diperoleh adalah 0.08 – 0.73, indeks keseragaman adalah 0.04 – 0.53, indeks dominansi adalah 0.59 – 0.98 dan indeks similaritas adalah 50% - 89%. Suhu air berkisar 22-25oC, arus berkisar 0,24-0,44 m/s, kedalaman berkisar 0,62-0,79, kecerahan berkisar 0,45-0,76, pH berkisar 6,75-7,9, oksigen terlarut berkisar 7,1-10,9 mg/l, BOD5 berkisar 2,22-8,06 mg/l, COD berkisar 5,52-6,672, nitrit berkisar 0,003-0,005 mg/l, nitrat berkisar 0,424-0,584, posfat berkisar 0,039-0,059 mg/l dan kekeruhan berkisar 4,207-16,617 NTU. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa suhu, pH, arus, kedalaman, kecerahan, kekeruhan DO, BOD5 dan COD berhubungan erat dengan keanekaragaman ikan sedangkan nitrat, nitrit dan posfat rendah hubungannya dengan keanekaragaman ikan.
ABSTRACT
PUTRI ANANDA TARIGAN: Water Quality Analysis and Its Relation to Community Structure of Fish Caught in Naborsahan’s River North Sumatera. Under the supervision of YUNASFI and ANI SURYANTI.
This research was conducted in Naborsahan River, North Sumatera in April-June 2013. The aim of this research was to observe the water quality in Naborsahan River, fish community structure and the relationship between diversity index and physical and chemical factors of water. The method used in this reasearch is "Purpose Random Sampling. Fishing gear used for fish sampling is stocking net. Data were analyzed descriptively and multiple linear analysis. This research obtained 8 families, 9 genus, 10 species and 10745 individual fish. Highest relative abundance was fish species Bilih of 98.83%, while the lowest was goldfish and Sword Platy fish respectively 0.016%. Diversity index obtained was 0,08 – 0,73, while fish uniformity index is 0.04 - 0.53, dominance index was 0.59 - 0.98 and index of similarity was 50% - 89%. Temperature was 22-25oC, current velocity 0,24-0,44 m/s, depth 0,62-0,79, brightness 0,45-0,76, pH 6,75-7,9, dissolved oxygen 7,1-10,9 mg/l, biochemical oxygen demand 2,22-8,06 mg/l, chemical oxygen demand 5,52-6,672, nitrite 0,003-0,005 mg/l, nitrate 0,424-0,584, phosphate 0,039-0,059 mg/l and turbidity 4,207-16,617 NTU. Regression results showed that temperature, pH, flow, depth, brightness, DO, BOD5 and COD turbidity are highly correlated with fish diversity. While nitrate, nitrite and phosphate are the lowest correlating factor of diversity of fish.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian “Analisis Kualitas Air dan
Hubungannya Dengan Struktur Komunitas Ikan yang Tertangkap di Sungai
Naborsahan, Danau Toba Sumatera Utara”. Skripsi ini disusun sebagai satu dari
beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ani
Suryanti, S.Pi, M.Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si sebagai
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Seluruh Dosen dan Staf
Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah membekali
ilmu kepada penulis. Kedua Orang Tua Ayahanda H. Ridwan Tarigan dan Ibunda
Rosalinda Sembiring Pelawi serta Abang-abang penulis Ian Adian Tarigan,
Maulidil Basyara Tarigan dan Indra M. Shaleh Tarigan yang telah memberikan
dukungan berupa doa maupun biaya serta dorongan semangat selama kuliah
berlangsung. Teman-teman tim Naborsahan (Melinda Sari Lubis, Betzy Victor Tel
dan Hafiz Muhammad) yang telah berjuang bersama sejak awal survei sampai
penelitian selesai dan teman-teman tim pengolah data (Vindy Rilani Manurung,
Harahap) serta teman-teman lainnya yang telah memberikan semangat dan
motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Masyarakat di Sekitar Sungai
Naborsahan yang telah membantu selama penelitian berlangsung serta berbagai
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.
Medan, Oktober 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 16 November 1991. Anak dari
pasangan Bapak H. Ridwan Tarigan dan Ibu Rosalinda Sembiring Pelawi sebagai
anak ke 4 dari 4 bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Swasta Darul Aman Medan, tahun 2006
lulus dari SMP Negeri 34 Medan dan tahun 2009 lulus dari SMA Negeri 13
Medan. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
melalui jalur Seleksi Lokal Penerimaan Mahasiswa Baru (SLPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjabat sebagai asisten
praktikum Fisika dan Kimia Air sampai tahun 2013, asisten praktikum Ekologi
Perairan sampai tahun 2012. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, Balai Budidaya Ikan (BBI)
Kerasaan, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun tahun 2011 dan
melakukan kunjungan ke PT. Aquafarm Nusantara di Desa Naga Kisar
Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2012. Penulis juga pernah mengikuti seminar nasional tantangan
pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim di Indonesia pada tahun 2012.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Balai Benih Ikan
Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Binjai dari tanggal 11 Juli sampai 11 Agustus
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Pengukuran Parameter Fisika dan K imia Air... 28
2. Koefisien Korelasi dan Interpretasinya ... 31
3. Nilai Rata-Rata Parameter Kualitas Air Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan... 32
4. Jenis-Jenis Ikan yang Tertangkap di Sungai Naborsahan
Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir ... 33
5. Nilai Kelimpahan Relatif Pada Masing-Masing Stasiun
Pengamatan ... 34
6. Nilai Kelimpahan Relatif Total Selama Penelitian ... 34
7. Nilai Similaritas Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan ... 36
8. Analisis Regresi Parameter Fisika Kimia Air dan Keanekaragaman
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Kerangka PemikiranPenelitian ... 5
2. Peta Lokasi Penelitian ... 22
3. Foto Lokasi Stasiun I... 23
4. Foto Lokasi Stasiun II ... 24
5. Foto Lokasi Stasiun III ... 24
6. Foto Lokasi Stasiun IV... 25
7. Foto Lokasi Stasiun V ... 25
8. Grafik Nilai Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan ... 35
9. Grafik Nilai Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Total Selama Penelitian ... 35
10.Mystacoleucus padangensis ... 43
11.Oreochromis niloticus ... 43
12. Glossogobius celebius ... 44
13. Glossogobius giuris... 45
14. Oryzias celebensis ... 45
15. Xiphophorus helleri... 46
16. Tor soro ... 47
17. Clarias teijsmanni ... 47
18. Cyprinus carpio... 48
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur Oksigen Terlarut 64
2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 65
3. Bagan Kerja Pengukuran COD dengan Metode Refluks ... 66
4. Bagan Kerja Kandungan N itrat (NO3) ... 67
5. Bagan Kerja Analisis N itrit ... 68
6. Bagan Kerja Analisis Kekeruhan ... 69
7. Bagan Kerja Analisis Posfat (PO4-3) ... 70
8. Data Parameter Fisika dan K imia Air ... 71
9. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 74
10. Data Jumlah Ikan Hasil Penelitian ... 75
11. Taksonomi Ikan Hasil Penelitian………... 80
12. Contoh Hasil Perhitungan ... 81
13. Output Regresi Antara Keanekaragaman dan Faktor Fisika dan Kimia Air ... 82
14. Alat ... 88
15. Bahan... 92
16. Foto Pengambilan dan Pengukuran Fisika K imia Air... 93
ABSTRAK
PUTRI ANANDA TARIGAN: Analisis Kualitas Air dan Hubungannya Dengan Struktur Komunitas Ikan yang Tertangkap di Sungai Naborsahan Sumatera Utara. Dibimbing oleh YUNASFI dan ANI SURYANTI.
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas air Sungai Naborsahan, struktur komunitas ikan dan hubungan antara indeks keanekaragaman dengan faktor fisika dan kimia perairan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Purpose Random Sampling”.
Alat tangkap yang digunakan untuk sampling ikan adalah jaring kantong dan jala tebar. Data dianalisis secara deskriptif dan dilakukan analisis linier berganda. Hasil penelitian diperoleh 8 famili, 9 genus, 10 spesies dan 10745 individu ikan. Kelimpahan relatif tertinggi adalah ikan Bilih sebesar 98.83% dan terendah adalah ikan Mas serta Platy pedang masing-masing sebesar 0.016 %. Indeks keanekaragaman yang diperoleh adalah 0.08 – 0.73, indeks keseragaman adalah 0.04 – 0.53, indeks dominansi adalah 0.59 – 0.98 dan indeks similaritas adalah 50% - 89%. Suhu air berkisar 22-25oC, arus berkisar 0,24-0,44 m/s, kedalaman berkisar 0,62-0,79, kecerahan berkisar 0,45-0,76, pH berkisar 6,75-7,9, oksigen terlarut berkisar 7,1-10,9 mg/l, BOD5 berkisar 2,22-8,06 mg/l, COD berkisar 5,52-6,672, nitrit berkisar 0,003-0,005 mg/l, nitrat berkisar 0,424-0,584, posfat berkisar 0,039-0,059 mg/l dan kekeruhan berkisar 4,207-16,617 NTU. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa suhu, pH, arus, kedalaman, kecerahan, kekeruhan DO, BOD5 dan COD berhubungan erat dengan keanekaragaman ikan sedangkan nitrat, nitrit dan posfat rendah hubungannya dengan keanekaragaman ikan.
ABSTRACT
PUTRI ANANDA TARIGAN: Water Quality Analysis and Its Relation to Community Structure of Fish Caught in Naborsahan’s River North Sumatera. Under the supervision of YUNASFI and ANI SURYANTI.
This research was conducted in Naborsahan River, North Sumatera in April-June 2013. The aim of this research was to observe the water quality in Naborsahan River, fish community structure and the relationship between diversity index and physical and chemical factors of water. The method used in this reasearch is "Purpose Random Sampling. Fishing gear used for fish sampling is stocking net. Data were analyzed descriptively and multiple linear analysis. This research obtained 8 families, 9 genus, 10 species and 10745 individual fish. Highest relative abundance was fish species Bilih of 98.83%, while the lowest was goldfish and Sword Platy fish respectively 0.016%. Diversity index obtained was 0,08 – 0,73, while fish uniformity index is 0.04 - 0.53, dominance index was 0.59 - 0.98 and index of similarity was 50% - 89%. Temperature was 22-25oC, current velocity 0,24-0,44 m/s, depth 0,62-0,79, brightness 0,45-0,76, pH 6,75-7,9, dissolved oxygen 7,1-10,9 mg/l, biochemical oxygen demand 2,22-8,06 mg/l, chemical oxygen demand 5,52-6,672, nitrite 0,003-0,005 mg/l, nitrate 0,424-0,584, phosphate 0,039-0,059 mg/l and turbidity 4,207-16,617 NTU. Regression results showed that temperature, pH, flow, depth, brightness, DO, BOD5 and COD turbidity are highly correlated with fish diversity. While nitrate, nitrite and phosphate are the lowest correlating factor of diversity of fish.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran
penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi
daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh
karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem,
perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi.
Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk
suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut
(Suwondo dkk., 2004).
Berdasarkan hasil survey Bapedalda Provinsi Sumatera Utara tahun 2007,
sungai yang masuk ke Danau Toba terdiri dari 205 sungai dari 7 kabupaten yakni
kabupaten Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang
Hasundutan, Dairi dan Kabupaten Karo dan terdiri dari 27 kecamatan yakni
kabupaten Samosir terdiri dari kecamatan Simanindo, Pangururan, Palipi,
Nainggolan, Onan Runggu, Ronggur Ni Huta, Harian, Sitio-tio dan Sianjur
Mula-mula. Kabupaten Toba Samosir terdiri dari kecamatan Lumban Julu, Uluan,
Porsea, Laguboti, Sigumpar, Balige, Ajibata, Tampahan dan Silaen. Kabupaten
Simalungun terdiri dari kecamatan Silima Kuta, Haranggaol Horison, Dolok
Pardamean, Pematang Sidamanik dan Girsang Sipangan Bolon. Kabupaten
Tapanuli Utara tediri dari kecamatan Muara. Kabupaten Humbang Hasundutan
Sabungan dan kabupaten Karo terdiri dari kecamatan Merek
(Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba, 2008).
Sungai Naborsahan merupakan satu diantara sungai yang masuk ke Danau
Toba (daerah inlet Danau Toba) yang berasal dari Kabupaten Toba Samosir
Kecamatan Ajibata (Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau
Toba, 2008). Berdasarkan pengamatan beberapa sungai utama di Daerah
Tangkapan Air (DTA) Toba, sungai Naborsahan memiliki debit air yang sedang
yaitu ± 2m3/dt (Lukman, 2011).
Secara ekologi, Sungai Naborsahan merupakan habitat dari berbagai jenis
organisme perairan. Salah satu organisme perairan yang terdapat di Sungai
Naborsahan adalah ikan. Hal ini dapat terlihat dari hasil tangkapan nelayan di
Sungai Naborsahan seperti ikan Bilih, Lele, Nila, Gabus dan jenis ikan lainnya.
Sungai Naborsahan di wilayah Ajibata diketahui memberikan pasokan
hara yang cukup tinggi (Lukman, 2010), yang diduga sebagai dampak dari
aktivitas perkotaan Kota Parapat dan aktivitas pertanian di atasnya. Di sekitar
Sungai Naborsahan terdapat perumahan warga dengan berbagai aktivitas seperti
penangkapan ikan dan pengolahan ikan. Sungai tersebut juga dimanfaatkan untuk
kegiatan domestik seperti mandi, mencuci baju, mencuci piring dan adanya
Limbah yang berasal dari PDAM melalui Sungai Sisera-sera serta adanya
pengerukan pasir di sungai Naborsahan tersebut sehingga dapat menurunkan
kualitas air di Sungai Naborsahan. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas-aktivitas
ini akan dibuang ke badan perairan sehingga menyebabkan besarnya volume
limbah yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut yang terbawa bersama aliran air
akan mempengaruhi biota di dalamnya terutama pada ikan yang akan berpengaruh
terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan serta struktur komunitas ikan pada
sungai tersebut.
Suatu komunitas yang berada pada kondisi lingkungan yang tidak baik,
memiliki kelimpahan spesies dalam jumlah yang kecil. Dalam lingkungan yang
baik, jumlah spesies besar namun tidak ada satu pun yang berlimpah
(Michael, 1984). Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi
ekologi karena keragaman spesies tampaknya bertambah bila komunitas menjadi
makin stabil. Kualitas lingkungan perairan yang tidak baik akan menyebabkan
penurunan yang nyata dalam keragaman dan kelimpahan ikan. Dalam menjalani
fase-fasenya, ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan perairan karena
ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan fisik maupun kimia
(Mulya, 2004).
Menurut Odum (1996) pengkajian komunitas biota merupakan dasar dari
pengkajian ekosistem secara keseluruhan maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui struktur komunitas ikan berdasarkan keanekaragaman, kelimpahan
relatif, dominansi, keseragaman dan indeks similaritas. Berdasarkan data yang ada
sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang kualitas air di Sungai
Naborsahan dan hubungannya dengan struktur komunitas ikan yang tertangkap di
Perumusan Masalah
Sungai Naborsahan dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas seperti
penangkapan ikan, aktivitas domestik dan pengerukan pasir serta limbah PDAM
yang datang dari Sungai Sisera-sera yang menyebabkan perubahan kondisi
kualitas air dan berpengaruh terhadap kehidupan biota terutama struktur
komunitas ikan di Sungai Naborsahan tersebut.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Sungai Naborsahan diketahui memberikan pasokan hara yang cukup tinggi
yang diduga sebagai dampak dari aktivitas perkotaan termasuk aktivitas rumah
tangga, penangkapan ikan, pengerukan pasir, limbah PDAM dan aktivitas
pertanian. Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas perkotaan dan aktivitas pertanian
ini dibuang ke sungai Naborsahan yang memiliki debit sedang yaitu ± 2m3/dt dan
menyebabkan besarnya volume limbah yang dihasilkan dan terbawa bersama
aliran air sungai, langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dan perubahan kualitas fisika dan kimia pada perairan sungai tersebut
yang pada akhirnya menimbulkan pencemaran dan mempengaruhi biota di
dalamnya terutama pada ikan yang berpengaruh terhadap struktur komunitas ikan
di sungai Naborsahan.
Secara sistematis bentuk kerangka penelitian yang dilaksanakan dapat
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui jenis-jenis ikan yang tertangkap di Sungai Naborsahan.
2. Mengetahui kualitas air berdasarkan parameter kualitas air.
3. Mengetahui struktur komunitas ikan yang tertangkap di Sungai Naborsahan.
4. Mengetahui hubungan antara indeks keanekaragaman dengan faktor fisika
dan kimia perairan.
Aktivitas Pertanian Aktivitas Perkotaan
Limbah Debit Air
Kondisi Perairan Sungai Naborsahan
Kondisi Fisik Sungai Kondisi Kimia Sungai
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Melengkapi data tentang struktur komunitas ikan di sungai Naborsahan.
2. Melengkapi data tentang kualitas air yang terdapat di sungai Naborsahan.
3. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Daerah beserta instansi terkait yang
akan melakukan pengelolaan, pengembangan dan pelestarian sungai
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat
yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah
tanah. Berdasarkan sifat badan air, tanah, dan populasi biota air, sebuah sungai
dapat dibedakan menjadi hulu, hilir dan muara. Sungai bagian hulu dicirikan
dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair
jernih dan mengalir cepat, serta mempunyai populasi (baik jenis maupun jumlah)
biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau
landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat dan populasi biota air di
dalamnya banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi (Kordi, 2008).
Sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata
air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi
rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada
tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air
yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan helokrenal, yaitu mata
air yang membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran dari beberapa mata air akan
membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai
dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona rithral dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah dari
aliran sungai di zona rithral) dan hyporithral (bagian paling akhir dari zona
rithral). Setelah melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona
dengan zona rhitral. Zona potamal juga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
epipotamal (bagian awal), metapotamal (bagian tengah) dan hypopotamal (bagian
akhir dari zona potamal) (Barus, 2004).
Pencemaran Air Sungai
Secara alamiah, sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air saja.
Pada sungai yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan
pencemar akan mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi
sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang
diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui. Tetapi
terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air
mengandung bahan pencemar yang sangat besar. Akibatnya, proses pengenceran
dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena
kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Hal ini juga
mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut. Suhu yang tinggi dalam air
menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai
aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara
(Darmono, 2001).
Bentuk pencemaran utama yang terdapat di sungai adalah limbah organik
yang berasal dari rumah tangga dan saluran pembuangan dan industri. Sumber
pencemaran tersebut menghasilkan air dengan keasaman rendah dan keruh. Bahan
organik dihancurkan secara alami oleh bakteri di dalam air tetapi proses ini
membutuhkan oksigen. Bila terlalu banyak bahan organik yang dihancurkan maka
konsentrasi oksigen terlarut akan menurun secara drastis. Kadang-kadang
tersebut dapat memanfaatkan lapisan air yang kaya oksigen, tidak hanya bahan
organik saja yang menyebabkan pengurangan jumlah oksigen, tetapi juga hasil
dari proses dekomposisi yang menghasilkan senyawa-senyawa amoniak, nitrat
dan fosfor (Kottelat dan Anthony, 1993).
Toleransi Terhadap Pencemar
Salah satu konsep dasar ekologis adalah Hukum Shelford mengenai
toleransi yang menyatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan suatu makhluk
hidup tergantung pada lebih atau kurangnya faktor lingkungan yang sangat
mendekati batas toleransi. Setiap spesies mempunyai sebuah kisaran optimal
untuk setiap faktor lingkungan dan jika batas toleransi teratas atau terbawah
dilewati, maka makhluk hidup akan mati. Walaupun suatu kehidupan yang dekat
batas ekstrim toleransi mungkin saja berlangsung dalam waktu pendek, namun
yang paling penting adalah dimana makhluk hidup dapat berhasil berkembang
biak. Perkiraan toleransi secara fisiologis juga mempunyai beberapa kesulitan
karena beberapa derajat keragaman dapat dilihat pada batas toleransi setiap
individu (Michael, 1984).
Ikan
Ikan adalah organisme air yang bernafas dengan insang dan dapat bergerak
atau berenang dengan menggunakan sirip (fin). Untuk mengatur keseimbangan,
tubuh ikan memiliki alat yang disebut sebagai gurat sisi atau garis lateral (lateral
line). Selain itu ikan memiliki gelembung udara yang berfungsi sebagai alat
mengapung, melayang atau membenamkan diri pada dasar perairan. Ikan tersebar
diberbagai jenis perairan diseluruh permukaan bumi. Ikan mempunyai pola
penyebaran yang luas. Hal ini terutama didukung oleh kemampuan mobilitas dari
ikan yang tinggi (Barus, 2004).
Jenis ikan yang hidup di sungai dipengaruhi oleh kecepatan air, tingkat
sedimentasi air sungai, temperatur, morfologi sungai, vegetasi tepi sungai,
vegetasi akuatik dan lain sebagainya. Lebih dari itu, ukuran panjang dan lebar
ikan di sungai dapat menggambarkan sifat karakteristik fisik sungai yang
bersangkutan. Sebagai contoh, ikan bertubuh panjang dengan potongan melintang
membulat merupakan penghuni wilayah perairan dengan kecepatan air tinggi,
sebaliknya ikan dengan postur tubuh pendek dan pipih sering dijumpai pada
kondisi sungai dengan kecepatan air rendah (Maryono, 2007).
Pembahasan ikan dalam kaitannya dengan lingkungan hidupnya sangat
penting agar dinamikanya dalam ekosistem perairan dan kemungkinan dampak
lingkungan terhadap kehidupan ikan dapat dipahami. Bentuk badan ikan dapat
memberi banyak informasi yang meyakinkan mengenai ekologi dan perilakunya.
Kebanyakan aspek ini berasal dari pengetahuan umum saja, namun demikian
informasi mengenai hubungan bentuk ikan dengan ekologinya sangat berharga
karena akan membantu interpretasi tentang komposisi suatu komunitas ikan
(Kottelat dan Anthony, 1993).
Penggolongan Ikan
Ikan – ikan dengan profil badan bagian bawah (perut) mendatar umumnya
merupakan penghuni dasar perairan. Jika mulutnya inferior maka kemungkinan
besar merupakan ikan pemakan detritus atau invertebrata kecil yang hidup di
dasar perairan atau alga yang terkupas dari batu-batu (contohnya Balitoridae dan
Mereka umumnya merupakan penghuni dasar perairan, memangsa ikan-ikan kecil
atau binatang kecil lain yang lewat yang dikenal sebagai predator-penunggu
(contoh: Chaca bankanensis). Ikan-ikan bermulut kecil (misalnya Syngnathidae)
cenderung untuk memakan plankton atau organisme lain yang menempel pada
tumbuhan air atau benda lain yang terbenam. Mulut yang besar umumnya
menunjukkan ikan sebagai predator, melalui pengamatan bagian dalam mulutnya
sering ditemukan beberapa gigi. Ikan bermata besar dan bening cenderung hidup
di perairan yang jernih dimana mereka dapat melihat dengan jelas, sedangkan
yang hidup di perairan yang keruh misalnya muara-muara sungai cenderung
memiliki mata kecil (Kottelat dan Anthony, 1993).
Selanjutnya Rahardjo dkk., 2011 membagi ikan dalam tiga kelas
berdasarkan taksonominya yaitu:
a. Kelas Cephalaspidomorphi
Ikan ini tidak memiliki rahang. Mata berkembang baik dan tanpa sungut,
tidak ada lengkung insang sejati untuk menyokong dan melindungi insang dan
sebagai gantinya terdapat suatu kantung yang terletak di luar insang, arteri insang
dan saraf insang terletak didalamnya. Satu lubang hidung, sirip berpasangan tidak
ada, sirip dorsal satu atau dua. Salah satu spesies ikan anggota kelas ini adalah
ikan lamprey. Ikan ini termasuk parasit atau predator. Jumlah anggota kelas ini
tercatat mendekati 40 spesies.
b. Kelas Elasmobranchii
Ikan ini mempunyai rahang. Jumlah insang dan celah insang berkisar
terdapat arteri insang dan saraf insang dan ikan ini mempunyai sirip yang
berpasangan.
c. Kelas Actinopterygii
Kelas Actinopterygii merupakan kelas yang dominan di bumi. Kelas ini
mempunyai ciri-ciri antara lain mempunyai rahang, rangka terdiri atas tulang
sejati, lengkung insang merupakan tulang sejati yang terletak di bagian tengah
insang mengandung arteri dan saraf, mempunyai sirip yang berpasangan,
mempunyai sepasang lubang hidung, mempunyai sisik dan biasanya mempunyai
gelembung gas.
Keanekaragaman Jenis Ikan Hasil Penelitian di Danau Toba Balige
Berdasarkan penelitian Siagian (2009) di perairan Danau Toba Balige
ditemukan 1 kelas ikan yaitu kelas Osteicthyes dengan 3 ordo antara lain
Cypriniformes, Perciformes, Ostariophysii dan 5 famili yaitu Cyprinidae,
Chichilidae, Eleotridae, Claridae, Cebitidae serta 7 genus/spesies ikan di Danau
Toba Balige dan ketujuh jenis yang didapat merupakan ikan ekonomis yakni ikan
Mas, ikan Pora-Pora, ikan Mujair, ikan Nila Merah, ikan Gabus, ikan Betutu dan
ikan Lele. Ikan kecil seperti ikan Kepala Timah dan Ikcor yang berukuran kecil
tidak didapat dengan menggunakan mata jaring 2x2 cm dan mata jaring 3x3 cm.
Ikan pora-pora merupakan jenis ikan yang memiliki kepadatan populasi,
kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang paling tinggi dibandingkan dengan
ikan-ikan lainnya pada seluruh stasiun penelitian. Dominasi ikan pora-pora
disebabkan karena ikan ini cepat bereproduksi dalam jumlah yang banyak sekali
Jenis ikan yang memiliki kepadatan populasi, kepadatan relatif dan
frekuensi kehadiran urutan kedua yaitu ikan Betutu. Jenis ikan yang memiliki
kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang paling rendah
di Danau Toba Balige adalah Nila Merah. Ikan Nila Merah mengalami
pertumbuhan dan perkembangbiakan pada temperatur air yang berada pada
kisaran optimal yaitu 22oC-23oC dan pH air yaitu 7,27-7,57. Ikan Nila yang masih
kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibanding dengan ikan Nila yang
sudah besar (Siagian, 2009).
Kualitas Air
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumberdaya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat
dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan
industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumberdaya air,
antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan
gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung
pada sumberdaya air. Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup,
zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan
beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan
sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam dan
sebagainya dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)
(Effendi, 2003). Parameter-parameter fisika dan kimia yang biasa digunakan
untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, arus, kedalaman, kecerahan,
kekeruhan, pH, oksigen terlarut, BOD5, COD, fosfat, nitrat dan nitrit.
Setiap perairan pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak
serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi
oleh temperatur (Barus, 2004).
Pakar ekologi berpendapat bahwa yang mengontrol kehidupan di bumi ini
pertama-tama adalah suhu. Ikan yang merupakan hewan berdarah dingin, tidak
dapat mengatur suhu tubuhnya dan sangat peka terhadap perubahan suhu di
sekitarnya. Setiap spesies organisme air akan dapat beradaptasi terhadap suhu air
yang bervariasi pada setiap pergantian musim (dua musim di daerah tropik dan
empat musim di daerah subtropik), tetapi dapat mengalami stress bila terjadi
perubahan suhu yang mendadak. Suhu air dapat mempengaruhi panjangnya siklus
hidup hewan air, dari telur, larva dan masa kedewasaan. Beberapa fase siklus
hidup dapat menjadi lebih cepat pada suhu air yang hangat. Suhu air yang relatif
tinggi dapat mempercepat pertumbuhan ikan, sedangkan ikan menjadi lemah
tetapi pada suhu yang relatif rendah pertumbuhan ikan sedikit lebih lambat,
sedangkan ikan tetap sehat. Semua jenis ikan dapat beraklimatisasi pada
perubahan suhu air yang perlahan, tetapi bila suhu berubah secara mendadak akan
dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan batas maksimum aklimatisasi, hampir
semua ikan dapat bertoleransi pada batas suhu air dari 25oC sampai dengan 36oC
(Darmono, 2001).
Kecepatan arus suatu badan perairan berpengaruh terhadap kemampuan
badan perairan tersebut untuk mengangkut bahan pencemar. Pengetahuan akan
kecepatan arus digunakan untuk memperkirakan kapan bahan pencemar akan
mencapai suatu lokasi tertentu apabila bagian hulu suatu badan perairan
mengalami pencemaran (Effendi, 2003). Kecepatan arus yang ideal sekitar
Menurut Wibisono (2005) kedalaman suatu perairan ditentukan pada relief
dasar dari perairan tersebut. Perairan yang dangkal kecepatan arus relatif cukup
besar dibandingkan dengan kecepatan arus pada daerah yang lebih dalam.
Semakin dangkal perairan semakin dipengaruhi oleh arus, yang mana daerah yang
dipengaruhi oleh arus mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi. Kedalaman
perairan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis organisme yang mendiaminya dan
penetrasi cahaya yang masuk ke dalam badan perairan (Kangkan, 2006).
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air. Dengan
mengetahui kecerahan suatu perairan maka dapat diketahui sampai dimana
kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang
tidak keruh, yang agak keruh dan yang paling keruh. Air yang tidak terlampau
keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan
(Kordi dan Tancung, 2007). Nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan
adalah lebih dari 45 cm, artinya kita dapat melihat ke dalam air sejauh 45 cm atau
lebih karena apabila nilai kecerahan kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan
akan berkurang (Kordi, 2004).
pH merupakan salah satu parameter penting dalam pemantauan kualitas
air. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam
air. Perubahan pH dalam perairan akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas
biologis. Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada
kisaran pH 6,5-8,5 (Fernandez, 2011).
Oksigen memegang peranan penting dalam menentukan kualitas perairan.
Kondisi oksigen dalam air merupakan indikator kualitas air, penurunan
(Syofyan dkk., 2011). Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara
6 mg/l - 8 mg/l (Barus, 2004).
Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh
mikroorganisme pada waktu melakukan penguraian hampir semua bahan organik
yang terlarut dan sebagian yang tidak terlarut (Sukadi, 1999). Perairan dengan
nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan
organik dan menurunnya kualitas perairan (Fernandez, 2011).
COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia
yang dinyatakan dalam mgO2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara
biologis maupun yang tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).
Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar
nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat dan nitrat
dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan
(Effendi, 2003).
Fosfat berperan penting dalam menunjang kehidupan organisme akuatik.
Fosfat dalam aliran sungai antara lain berasal dari buangan domestik dan industri
yang menggunakan deterjen berbahan dasar fosfat, yaitu industri tekstil, jasa
komersial pencucian, pewarnaan, industri kosmetik, industri logam dan
sebagainya. Fosfat dalam deterjen berfungsi sebagai bahan pengisi untuk
mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang sedang dicuci.
Penggunaan deterjen tersebut pada akhirnya akan mempercepat bertambahnya
algae. Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air
yang akan menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang
menguntungkan bagi ekosistem perairan (Susana dan Suyarso, 2008).
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik
yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan
organik dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain
(Davis dan Cornwell, 1991).
Kualitas Air Hasil Penelitian di Perairan Danau Toba Balige
Berdasarkan penelitian Siagian (2009) menyatakan bahwa hasil
pengamatan faktor fisika dan kimia dari perairan Danau Toba Balige yaitu
berkisar antara 24,37oC-25,00oC. Kisaran temperatur di Danau Toba, Balige tidak
mengalami fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang
tinggi. Temperatur rata-rata tertinggi sebesar 24,37oC (Siagian, 2009). Kisaran
suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28oC-32oC.
Pada suhu 18oC-25oC ikan masih bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai
menurun. Suhu air 12oC 18oC mulai berbahaya bagi ikan sedangkan pada suhu
dibawah 12oC ikan tropis mati kedinginan. Suhu sangat berpengaruh terhadap
kadar oksigen. Oksigen berbanding terbalik dengan suhu artinya bila suhu tinggi
maka kelarutan oksigen berkurang (Kordi dan Tancung, 2007).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik
organisme aerobik atau anaerobik. Kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk
mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien
yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Kondisi anaerobik,
oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih
sederhana dalam bentuk nutrien dan gas karena proses oksidasi serta reduksi
inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi
beban pencemaran pada perairan secara alami maupun aerobik yang ditujukan
untuk memurnikan air buangan industri maupun rumah tangga (Salmin, 2005).
Hasil penelitian Siagian (2009) menyatakan bahwa kandungan oksigen
terlarut perairan Danau Toba Balige berkisar antara 6,82 mg/l-7,10 mg/l dengan
nilai tertinggi sebesar 7,10 mg/l hal ini disebabkan karena banyak ditemukan
tumbuhan air yang dapat menyumbangkan lebih banyak oksigen melalui
fotosintesis dan belum tercemar oleh limbah dan masih bersifat alami, oksigen
terlarut terendah sebesar 6,82 mg/l, rendahnya nilai oksigen terlarut menunjukkan
bahwa terdapat banyak senyawa organik serta senyawa kimia yang masuk ke
dalam badan perairan tersebut, dimana kehadiran senyawa organik akan
menyebabkan terjadinya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme
yang akan berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen).
Beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan
konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi minimum yang masih dapat
diterima sebagian besar spesies biota air untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm.
Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, beberapa jenis ikan
masih mampu bertahan hidup akan tetapi nafsu makannya mulai menurun. Hanya
perairan yang kandungan oksigen rendah seperti lele, gurami, sepat, betok dan
gabus (Kordi dan Tancung, 2007). Air yang kualitasnya baik adalah kondisi air
yang cukup mengandung oksigen, karena oksigen akan mencegah terbentuknya
hidrogen yang terbentuk dalam hidrogen sulfida air (Rajagukguk, 2009).
Hasil penelitian Siagian (2009) juga menunjukkan nilai rata-rata BOD5
perairan Danau Toba Balige berkisar 0,67 mg/l-1,42 mg/l. BOD5 tertinggi sebesar
1,42 mg/l sedangkan yang terendah sebesar 0,67 mg/l. Adanya perbedaan nilai
BOD5 disebabkan oleh proses penguraian bahan organik yang berhubungan
dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme
sehingga mengakibatkan nilai BOD5 meningkat dan juga dikarenakan adanya
berbagai aktivitas masyarakat yang terdapat pada lokasi tersebut (Siagian, 2009).
Bila dilihat nilai kisaran BOD5 pada masing-masing stasiun penelitian
(nilai BOD5 <5mg/l O2), maka lokasi penelitian masih tercemar ringan
(Purba, 2003).
Nilai rata-rata nitrat di perairan Danau Toba Balige berkisar 0,25
mg/l-0,47 mg/l. Tingginya unsur nitrat disebabkan lokasi ini merupakan lokasi
pemukiman penduduk dan banyaknya aktivitas masyarakat yang menghasilkan
limbah domestik yang yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrat di badan
perairan (Siagian, 2009).
Nilai Fosfat pada perairan Danau Toba Balige berkisar antara 0,01
mg/l-0,02 mg/l. Hal ini disebabkan masuknya limbah-limbah yang masuk ke badan
perairan, sehingga dapat meningkatkan nilai fosfat di lokasi ini (Siagian, 2009).
organisme yang keberadaannya di beberapa perairan merupakan faktor pembatas.
Fosfat adalah bentuk umum dari fosfor (Kartamihardja, 1995).
Dari penelitian Siagian (2009) nilai pH pada perairan Danau Toba Balige
berkisar antara 7,12-7,44. Secara keseluruhan nilai pH yang didapatkan dari
keempat stasiun penelitian masih mendukung kehidupan biota perairan
(Siagian, 2009). Konsentrasi ion hidrogen (pH) tidak hanya mempengaruhi
distribusi dan diversitas organisme perairan secara langsung, tetapi juga secara
alamiah menentukan reaksi kimia yang terjadi di perairan rata-rata berkisar antara
7,47-7,87. Dengan demikian, perairan ini bersifat sedikit basa (Kartamihardja,
1995). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya berkisar
antara 7-8,5 (Barus, 2004).
Dari penelitian Siagian (2009) nilai rata-rata COD perairan Danau Toba
Balige berkisar 3,18 mg/l-11,15 mg/l. Dengan memperhatikan kadar COD yang
cukup tinggi, maka perairan memerlukan kadar oksigen untuk proses oksidasi
kimia, hal ini menurunkan cadangan oksigen dalam air (Siagian, 2009). COD
adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik secara kimia. Pengukuran COD dilakukan, karena dalam bahan organik
sering ditemukan bahan-bahan yang tidak dapat terurai secara biologis dan hanya
dapat diuraikan secara kimiawi (Yudo, 2010).
Berdasarkan penelitian Siagian (2009) hasil pengukuran didapatkan bahwa
penetrasi cahaya rata-rata sebesar 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan
badan air masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air
didapatkan bahwa intensitas cahaya tertinggi sebesar 915 Cd sedangkan intensitas
cahaya terendah sebesar 505 Cd (Siagian, 2009).
Berdasarkan penelitian Siagian (2009) menyatakan bahwa nilai analisis
korelasi antara keanekaragaman dan kelimpahan ikan dengan sifat fisika dan
kimia di perairan Danau Toba Balige yaitu berbeda tingkat korelasi dan arah
korelasinya dengan indeks keanekaragaman. Semakin besar nilai faktor fisika dan
kimianya maka nilai keanekaragaman akan semakin kecil, sebaliknya jika
semakin kecil nilai faktor fisika dan kimia maka nilai keanekaragaman akan
semakin besar.
Kelimpahan ikan memiliki korelasi positif dengan kecerahan. Hal ini
mengindikasikan semakin tinggi kecerahan semakin tinggi kelimpahan ikan.
Kondisi ini diduga berkaitan dengan intensitas cahaya yang masuk ke dalam
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juni
2013 di Sungai Naborsahan Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir Provinsi
Sumatera Utara. Adapun analisis kualitas air dilaksanakan di Laboratorim Pusat
Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera
Utara dan identifikasi ikan dilaksanakan di Laboratorium Manajemen
Sumberdaya Perairan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring kantong, jala
tebar, botol sampel air, pH meter, termometer, keping Sechii, botol Winkler gelap
dan terang, pipet tetes, labu Erlenmeyer, spuit, cool box, toples, kertas label,
kertas milimeter blok, meteran, tali plastik, plastik hitam, plastik bening, pipet
tetes, lakban, sarung tangan, masker, ember, buku identifikasi ikan, alat tulis,
kamera digital dan GPS.
Bahan yang digunakan adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4,Na2S2O3, amilum,
formalin 10% dan akuades.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan Lokasi Penelitian a. Stasiun I
Stasiun ini secara geografis terletak pada titik 02o39'06.89" LU dan
098o56'11.59" BT. Sekitar lokasi ini terdapat pemukiman penduduk dan
merupakan lokasi yang terdapat aktivitas penangkapan ikan, limbah PDAM yang
berasal dari sungai Sisera-sera dan aktivitas pengerukan pasir. Substrat dasar
terdiri dari lumpur, pasir bercampur kerikil-kerikil kecil.
b. Stasiun II
Stasiun ini secara geografis terletak pada 02o39'12.4" LU dan
098o56'06.6" BT. Pada daerah ini terdapat aktivitas rumah tangga seperti MCK
dan diperkirakan terindikasi tercemar limbah domestik serta terdapat aktivitas
penangkapan ikan. Substrat dasar yaitu lumpur bercampur pasir.
Gambar 4. Foto Lokasi Stasiun II c. Stasiun III
Stasiun ini merupakan daerah muara atau inlet menuju danau toba yang
secara geografis terletak pada 02o39'19.22" LU dan 098o56'03.44" BT. Substrat
d.Stasiun IV
Stasiun ini merupakan daerah danau toba yang secara geografis terletak
pada 02o39'18.58" LU dan 098o56'02.53" BT. Pada daerah ini terdapat limbah
yang dihasilkan oleh kapal yang menuju Pulau Samosir, adanya sampah-sampah
dan adanya aktivitas penangkapan.
Gambar 6. Foto Lokasi Stasiun IV d.Stasiun V
Stasiun ini merupakan daerah danau toba yang secara geografis terletak
pada 02o39'19.76" LU dan 098o56'01.93" BT. Pada daerah ini terdapat limbah
yang dihasilkan oleh kapal yang menuju Pulau Samosir, adanya aktivitas
penangkapan ikan.
Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan
terlebih dahulu menentukan stasiun yang akan diamati dengan metode
“Purposive Random Sampling” dengan menggunakan 5 stasiun pengamatan
sehingga diharapkan dapat mewakili keadaan, yaitu stasiun 1 di daerah yang
terdapat pemukiman penduduk, limbah PDAM dari sungai Sisera-sisera,
pengerukan pasir dan terdapat aktivitas penangkapan ikan, stasiun 2 di daerah
yang terdapat limbah aktivitas rumah tangga seperti mencuci, mandi dan terdapat
aktivitas penangkapan ikan, stasiun 3 di daerah muara, stasiun 4 di danau yang
terdapat limbah kapal yang menuju Pulau Samosir, sampah-sampah, aktivitas
penangkapan ikan dan stasiun V yang terdapat aktivitas penangkapan ikan dan
limbah dari kapal yang menuju pulau Samosir. Pengambilan data dilakukan setiap
dua minggu sekali dalam dua bulan penelitian. Sampel ikan yang diambil
dianalisis di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sampel air dianalisis secara insitu dan
eksitu.
Metode Pengumpulan Data
Pengambilan Sampel Ikan
Pengambilan sampel ikan menggunakan jaring kantong dengan berbagai
ukuran mata jaring yakni 2 cm, 1,5 cm dan 0,5 cm dengan panjang 12 m dan lebar
1,5 m, diameter jaring 1 m serta jala tebar dengan diameter jaring 5 m.
Pemasangan jaring dilakukan pada pagi hari pukul 18.00 WIB – 06.00 WIB yang
dilakukan oleh nelayan setempat. Sampel yang diperoleh dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri morfologi yang sama dan dihitung jumlah dari
diambil beberapa ekor sebagai sampel dan dimasukkan ke dalam botol sampel
yang telah diisi formalin sebagai pengawet lalu diberi label. Selanjutnya sampel
dibawa ke Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi dengan berpedoman
pada Saanin (1984) dan Kottelat (1993).
Sebagai data penunjang dari data di atas maka dilakukan wawancara
dengan nelayan setempat yang berada di sekitar sungai tersebut mengenai jumlah
jenis ikan yang ada dan alat tangkap yang digunakan di sungai tersebut.
Pengukuran Parameter Fisika, Kimia Air
Parameter fisika antara lain pengukuran suhu, kecepatan arus, kecerahan
dan kedalaman. Parameter kimia terdiri dari pH, oksigen terlarut, BOD5, COD,
fosfat, nitrit, nitrat dan kekeruhan. Khusus untuk oksigen terlarut dan BOD5
analisis yang dilakukan adalah titrasi, pengecekan oksigen terlarut langsung
dilakukan di lapangan dengan menggunakan beberapa bahan kimia sebagai
campuran sampel air dan khusus untuk pH dilakukan secara insitu dengan
menggunakan alat pH meter sedangkan pengamatan kekeruhan, fosfat, COD,
nitrit dan nitrat dilakukan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan
Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hal ini dilakukan sebagai
data untuk mengetahui hubungan kualitas perairan terhadap keanekaragaman dan
kelimpahan ikan sehingga diketahui tingkat pencemaran di sungai tersebut.
Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Air
Untuk mengetahui struktur komunitas ikan dilakukan pengumpulan data
meliputi kelimpahan relatif, indeks keanekaragaman, indeks dominansi, indeks
similaritas dan indeks ekuitabilitas.
Kelimpahan Relatif
Perhitungan kelimpahan relatif dilakukan dengan menggunakan rumus
Simpson (Ludwig dan Reynold, 1988).
K = ni/N x 100%
Indeks keanekaragaman berguna untuk membandingkan keanekaragaman
mulai yang paling beranekaragam sampai yang paling tidak beranekaragam
(Erdina dkk., 2010).
Perhitungan keanekaragaman ikan dilakukan dengan menggunakan rumus
Shanon-Wiener (Ludwig dan Reynold, 1988).
H' = -∑ pi ln pi
Menurut Jukri dkk., 2013 kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman
jenis adalah:
H'<1 = Keanekaragaman rendah 1<H'<3 = Keanekaragaman sedang H'>3 = Keanekaragaman tinggi
Dominansi Ikan
Menurut Odum (1971), indeks dominansi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1. Jika indeks dominansi
mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya
1, berarti ada salah satu spesies yang mendominasi dan diikuti dengan nilai indeks
keseragaman yang semakin kecil.
Indeks Similaritas (ISim)
Untuk melihat tingkat kesamaan dari 2 sampling area yang berbeda, dapat
dilakukan dengan menggunakan indeks similaritas (Barus, 2004):
ISim = 2c x 100%
Indeks Ekuitabilitas (E) (Ludwig dan Reynold, 1988) E = H'
keseragaman suatu populasi, sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi
akan menunjukkan keseragaman.
Analisis Data
Untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman dan faktor fisika dan
kimia dapat digunakan analisis regresi berganda. Analisis dilakukan dengan
Interpretasi dari besarnya nilai hubungan antara keanekaragaman dan sifat
fisika dan kimia dapat diklasifikasikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Koefisien Korelasi dan Interpretasinya
Nilai Korelasi (R) Interpretasi
0,00-0,199 Hubungan sangat rendah
0,20-0,399 Hubungan rendah
0,40-0,599 Hubungan sedang
0,60-0,799 Hubungan kuat
0,80-1,000 Hubungan sangat kuat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Faktor fisika dan kimia yang diukur pada penelitian ini adalah suhu,
arus, kedalaman, kecerahan, kekeruhan, pH, oksigen terlarut, BOD5, COD, nitrit,
nitrat dan posfat. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia air yang diperoleh
masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan mendukung
bagi kehidupan ikan. Hasil pengukuran faktor fisika dan kimia yang diperoleh
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Jenis - Jenis Ikan Hasil Penelitian
Hasil penelitian diperoleh 10 spesies ikan dari seluruh stasiun
pengamatan selama penelitian. Jumlah jenis ikan tertinggi diperoleh pada stasiun
II sebanyak 8 jenis dan terendah diperoleh pada stasiun III dan IV sebanyak 4
jenis . Jenis-jenis ikan yang diperoleh selama penelitian di Sungai Naborsahan,
Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Sungai Naborsahan Kecamatan
Spesies ikan yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi adalah
Mystacoleucus padangensis dengan persentase sebesar 98,83% dan kelimpahan
relatif terendah adalah Cyprinus carpio dan Xiphophorus helleri dengan
persentase sebesar 0,016%. Hasil kelimpahan relatif ikan yang diperoleh dapat
Tabel 5 . Nilai Kelimpahan Relatif Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan
Nilai kelimpahan relatif total tertinggi terdapat pada spesies
Mystacoleucus padangensis sebesar 96,20 % dan terendah pada spesies Cyprinus
carpio dan Xiphophorus helleri sebesar 0,009 %. Hasil kelimpahan relatif total
yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Kelimpahan Relatif Total Selama Penelitian
No Spesies Persentase Ikan yang tertangkap (%)
Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar
0,73 dan terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,08. Nilai indeks keseragaman
0,04 serta nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,98
dan terendah pada stasiun IV sebesar 0,59. Nilai indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan dominansi ikan dapat dilihat pada Gambar 8.
0
Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V
1 H'
Hasil yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat bahwa indeks
keanekaragaman (H') sebesar 0,21. Nilai indeks keseragaman (E) sebesar 0,1 dan
indeks dominansi sebesar 0,92. Nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
Nilai Similaritas
Hasil penelitian diperoleh nilai similaritas tertinggi terdapat pada stasiun
III dan V serta stasiun IV dan V yaitu masing-masing sebesar 89% dan terendah
pada stasiun II dan III serta stasiun II dan IV. Nilai indeks similaritas dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 . Nilai Similaritas Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan
Stasiun I II III IV V
Nilai Analisis Regresi Antara Indeks Keanekaragaman dan Faktor Fisika dan Kimia
Hubungan parameter fisika dan kimia (X) seperti suhu, arus, kedalaman,
kecerahan, pH, DO, BOD5, COD, Nitrit, Nitrat, Posfat dan Kekeruhan terhadap
keanekaragaman ikan (Y) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Analisis Regresi Parameter Fisika dan Kimia dan Keanekaragaman Ikan
Pembahasan
Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Suhu
pertumbuhannya terhambat, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi ikan akan stress
bahkan mati kekurangan oksigen. Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) di
Sungai Cisadane Jawa Barat, kisaran suhu yang diperoleh berkisar antara 23o
C-30oC. Hal ini sangat sesuai dengan penelitian yang dilakukan bahwa nilai suhu
yang diperoleh berkisar antara 22oC-25oC.
Kecepatan Arus
Nilai kecepatan arus yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar
antara 0,24 m/s–0,44 m/s. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,44 m/s
dan terendah pada stasiun II sebesar 0,24 m/s. Kisaran arus yang diperoleh umum
dijumpai pada perairan daerah tropis dan masih mendukung bagi kehidupan ikan.
Menurut Kordi (2004) kecepatan arus yang ideal bagi kehidupan ikan sekitar 0,2
m/s-0,5 m/s. Tingginya kecepatan arus pada stasiun I disebabkan stasiun ini
memiliki kedalaman yang rendah dan memiliki substrat berbatu sehingga gesekan
Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) di Sungai Cisadane Jawa Barat,
kisaran kecepatan arus yang diperoleh antara 0,09-1,40 m/s. Kisaran suhu yang
diperoleh di penelitian Siahaan dkk., (2011) tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan bahwa nilai kecepatan arus yang diperoleh berkisar antara 0,24
m/s-0,44 m/s.
Kedalaman
Nilai kedalaman air di kelima stasiun pengamatan berkisar antara
0,62 m – 0,79 m. Tingginya nilai kedalaman pada stasiun III dikarenakan stasiun
ini merupakan stasiun muara sehingga pengaruh arus pasang juga berpengaruh
terhadap kedalamannya. Berdasarkan penelitian Mulya (2004) di Sungai Deli
Sumatera Utara bahwa nilai kedalaman berkisar antara 0,66 m – 0,96 m. Hal ini
kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan bahwa nilai kedalaman yang
diperoleh berkisar antara 0,62 m – 0,79 m. Hasil yang diperoleh tidak jauh
berbeda dari kedua penelitian tersebut disebabkan karena perbedaan topografi
antara kedua sungai tempat dilakukannya penelitian.
Kecerahan
Hasil penelitian pada parameter kecerahan yang diperoleh berkisar
antara 0,45 m – 0,76 m. Nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun IV dan
terendah pada stasiun II. Pada stasiun II kecerahan lebih rendah karena banyaknya
aktivitas manusia yang menghasilkan limbah sehingga banyaknya partikel terlarut
dan partikel tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Kisaran
kecerahan ini masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan
masih mendukung bagi kehidupan ikan. Menurut Kordi (2004) nilai kecerahan
melihat ke dalam air sejauh 45 cm atau lebih karena apabila nilai kecerahan
kurang dari 45 cm, batas pandangan ikan akan berkurang.
pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH air kelima stasiun pengamatan berkisar antara 6,7 – 7,9. Nilai
pH tertinggi terdapat pada stasiun IV dan terendah pada stasiun II. Rendahnya pH
di stasiun II disebabkan banyaknya aktivitas penduduk yang membuang
limbahnya ke stasiun ini. Kisaran pH ini masih berada pada ambang batas untuk
perairan daerah tropis dan mendukung bagi kehidupan ikan. Menurut Effendi
(2003) kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai
kisaran pH 5-9. Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) di Sungai Cisadane
Jawa Barat, nilai pH berkisar antara 5-6,5. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian
yang dilakukan bahwa nilai pH yang diperoleh berkisar antara 6,7-7,9. Walaupun
terdapat perbedaan dikedua penelitian tersebut tetapi nilai yang diperoleh masih
berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan mendukung bagi
kehidupan ikan.
DO (Oksigen Terlarut)
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai oksigen terlarut diperoleh kisaran
antara 7,05 mg/l – 10,9 mg/l. Oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun III
dan terendah pada stasiun I. Kisaran oksigen terlarut ini kurang mendukung untuk
kondisi perairan daerah tropis. Menurut Effendi (2003) kadar oksigen terlarut
pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/l. Secara keseluruhan nilai
oksigen terlarut di setiap stasiun masih dapat mendukung pertumbuhan ikan. Hal
ini sesuai dengan literatur Boyd (1990) yang menyatakan bahwa kadar oksigen