• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kegiatan Pembukaan Dataran Atas Terhadap Pesisir Kabupaten Buru

Pembukaan dataran atas sebagai bagian dari peningkatan aktivitas pengembangan pembangunan di Kabupaten Buru, merupakan konsekuensi yang menjadi salah satu sumber permasalahan yang memberikan pengaruh bagi wilayah pesisir dan lautannya. Dampak nyata yang dapat dilihat akibat dari kegiatan pembukaan dataran atas terhadap wilayah pesisir Kabupaten Buru dapat dijumpai pada muara Sungai Waeapo, yang terus mengalami perubahan akibat tingginya tingkat sedimentasi akibat dari pembukaaan lahan dan penebangan hutan oleh masyarakat maupun perusahaan HPH yang berada di dataran Waeapo dan sekitarnya. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa dari waktu ke waktu telah terjadi pencemaran dan sedimentasi yang terus meningkat di perairan sekitar Teluk Kaiely, hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya tingkat kekeruhan yang terjadi di wilayah perairan ini, terutama yang terbawa oleh aliran Sungai Waeapo.

Berdasarkan hasil pantauan melalui Citra Satelit Landsat 7 ETM+ pada tanggal 15 September 2005, terlihat bahwa pada wilayah Teluk Kaiely telah mengalami kekeruhan akibat adanya sedimentasi di muara Sungai Waeapo (lihat Gambar 8). Bila kejadian ini terus berlangsung secara terus menerus dan tidak dilakukan tindakan antisipasi dalam bentuk tindakan preventif, maka secara perlahan-lahan akan mempengaruhi kondisi biofisik lingkungan dan ekosistem yang berada di sekitarnya, sehingga degradasi lingkungan dan sumberdaya alam dapat terjadi. Selain itu, adanya pemanfaatan pasir pantai dan penambangan terumbu karang bagi keperluan pembangunan perumahan dan infrastruktur lainnya di wilayah Kabupaten Buru yang dilakukan oleh masyarakat, memberikan pengaruh yang besar dan nyata bagi terjadinya abrasi pantai dan perubahan garis pantai yang semakin besar. Hal ini dijumpai di sekitar pesisir Desa Namlea hingga Desa Sanleko dan Desa Lala hingga Desa Waeperang

Untuk itu, perlu adanya penetapan pemanfaatan kawasan dan pemantauan perubahan penutupan lahan yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan memperhatikan daya dukung lingkungannya, sehingga penetapan suatu kawasan untuk program pembangunan berikut penyediaan sarana dan prasaranga penunjangnya dapat bermanfaat dan memiliki nilai guna yang berkelanjutan.

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan yang dilakukan dalam pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Buru meliputi delapan peruntukan kesesuaian lahan yaitu, untuk kawasan pemukiman penduduk, budidaya tambak, budidaya rumput laut, pelabuhan umum, pelabuhan perikanan, periwisata pantai, serta kawasan konservasi mangrove dan terumbu karang.

Proses analisis dilakukan berdasarkan pada faktor-faktor yang menjadi pembatas bagi masing-masing peruntukan yang ditinjau dari aspek biofisiknya. Analisis yang dilaksanakan bertujuan untuk menilai kelayakan atau kesesuaian lahan dalam rangka penentuan arah pengemabangan pembangunan dari kedelapan peruntukan lahan yang dimaksudkan di atas. Hasil analisis kesesuaian yang diperoleh dikelompokan dalam empat kategori atau kelas kesesuaian, yakni Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable), Kelas S2 : Sesuai (Suitable), Kelas S3 :

Sesuai Bersyarat (Conditional Suitable), dan Kelas N : Tidak Sesuai Permanen

(Permanently Not Suitable).

Berdasarkan pada hasil analisis spasial terhadap berbagai faktor-faktor pembatas untuk setiap peruntukan lahan yang ditinjau dari aspek biofisiknya, dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui cara

tumpang susun (overlay), maka diperoleh hasil analisis kesesuaian lahan untuk

masing-masing peruntukan lahan bagi pengelolaan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru, adalah sebagai berikut :

Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Pemukiman Penduduk

Kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman penduduk diperoleh dari analisis parameter-parameter kesesuaian lahan untuk kawasan ini, yang meliputi

kemiringan lahan, ketersediaan air tawar, land use, jarak dari pantai, drainase, dan

Berdasarkan pada hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap 3 kecamatan yang menjadi lokasi dalam penelitian ini, ternyata untuk kategori sangat sesuai bagi pemukiman penduduk adalah seluas 35.119,80 ha. Wilayah yang termasuk dalam kategori sangat sesuai umumnya berada di wilayah pesisir Kecamatan Namlea serta sebagian wilayah pesisir Kecamatan Waeapo (Desa Kaiely dan Masarete serta sebagian desa Waelapia), sementara untuk Kecamatan Batabual, umumnya wilayah pesisirnya merupakan daerah yang juga termasuk dalam kategori ini. Daerah dengan kategori ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kemiringan lahan 3 – 8 %, ketersediaan air tawar > 20 liter/detik, drainasenya tidak tergenang, jarak dari jalan 0 – 500 meter, jarak dari

pantai 0 – 200 meter, dan landuse-nya adalah sebagai daerah pengembangan

perkotaan, pengembangan industri dan persawahan.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori sesuai bagi kawasan pemukiman

penduduk adalah seluas 19.912,16 ha. Wilayah dengan kategori ini umumnya juga tersebar pada wilayah-wilayah pesisir yang sama sebagaimana pada wilayah dengan kategori sangat sesuai. Daerah dengan kategori ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kemiringan lahan 8 – 15 %, ketersedian air tawar 15 – 20 liter/detik, drainasenya tidak tergenang, jarak dari jalan 200 –

500 meter, jarak dari pantai 100 – 200 meter, dan landuse-nya adalah sebagai

kebun campuran, sawah, semak belukar dan alang-alang.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori sesuai bersyarat bagi kawasan

pemukiman penduduk adalah seluas 3.294,147 ha. Wilayah dengan kategori ini hampir sebagian besar berada di pesisir Kecamatan Waeapo dan Kecamatan Batabual, dengan karakteristik wilayah sebagai berikut: memiliki kemiringan lahan 0 – 2 %, ketersediaan air tawar 10 – 15 liter/detik, drainasenya tergenang periodei, jarak dari jalan 500 – 1.000 meter, jarak dari pantai 50 – 100 meter, dan

memiliki landuse adalah sebagai cadangan pengembangan, rawa air asin, rawa air

tawar dan hutan produksi.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori tidak sesuai bagi kawasan

pemukiman penduduk adalah seluas 498,48 ha. Wilayah ini umumnya berada di pesisir Kecamatan Waeapo dan Kecamatan Batabual, dengan karakteristik wilayah sebagai berikut : memiliki kemiringan lahan 0 – 2 % untuk lahan yang

dekat dengan pantai dan > 16 % untuk lahan yang jauh dari pantai, ketersediaan air tawar < 10 liter/detik, drainasenya tergenang permanen, jarak dari jalan

> 1.000 meter, jarak dari panai < 50 meter, dan memiliki landuse adalah sebagai

rawa air asin, rawa air tawar dan mangrove untuk lahan yang dekat dengan pantai, serta hutan lindung dan hutan suaka alam untuk lahan yang jauh dari pantai.

Untuk jelasnya, peta hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan pemukiman penduduk dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru dapat dilihat pada Gambar 13.

Pengembangan pemukiman di wilayah pesisir Kabupaten Buru hendaknya merupakan suatu bagian dari proses pembangunan dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir secara menyeluruh dimana pembangunan sarana dan prasana pembangunan terkait juga dengan pembangunan dan pengembangan kawasan pemukiman penduduk. Hal ini mengacu pada pengertian pemukiman menurut BAPPENAS (2000), yakni penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan perumahan, sarana dan prasarana umum, perdagangan, perkantoran, fasilitas rekreasi, dan banyak yang berhubungan dengan aktivitas kehidupan masyarakat.

Penduduk di kawasan wilayah ekologis Teluk Kaiely dan sekitarnya secara administratif berada di wilayah Kecamatan Namlea, Waeapo, Waplau dan Batabual. Total jumlah penduduk yang mendiami kawasan ini hingga tahun 2004 sebanyak 48.193 jiwa yang terdiri dari 9.640 kepala rumah tanggga. Penduduk yang mendiami wilayah ini, sebagian besar mendiami kawasan pesisir kecuali di Kecamatan Waeapo yang hanya memiliki 3 desa pesisir yakni desa Kaiely, Masarete dan Waelapia.

Berdasarkan pada kondisi di atas, maka jika dibandingkan dengan hasil analisis kesesuaian lahan di wilayah pesisir Kabupaten Buru yang menjadi lokasi dalam penelitian ini, maka untuk pengembangan kawasan pemukiman penduduk, masih dapat dikembangkan di seluruh wilayah pesisir Kabupaten Buru, dengan memperhatikan pada pola distribusi dan penyebaran penduduk. Selain itu faktor yang juga harus diperhatikan adalah penyediaan sarana dan prasarana serta berbaga infrastruktur yang menunjang kehidupan masyarakat yang bermukim di wilayah tersebut.

Penduduk yang selama ini berdomisili di wilayah pesisir, umumnya menggunakan lahan hanya mempertimbangkan pada aspek kemudahan dalam memanfaatkan sumberdaya alam semata. Hal tersebut juga diiringi dengan terbatasnya sarana dan prasarana serta informasi yang memadai tentang pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga mendorong terjadinya pemanfaatan wilayah dan sumberdaya alam yang tidak sesuai dengan peruntukan dan manfaatnya. Fenomena ini mendorong tumbuhnya pemukiman dan usaha- usaha penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dengan mengutamakan jarak yang mudah dicapai dan dekat dengan pasar, namun dilakukan secara tidak terkendali dan tidak terencana. Akibatnya, perkembangan tata ruang wilayah tidak terintegrasi dan tidak terarah serta terkesan tradisional dan kumuh.

Menurut Dahuri et al. (2004), bentuk dan hakikat pemukiman dan perkotaan

di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologis pesisir secara menyeluruh. Hal yang prinsip adalah bahwa kebutuhan yang meningkat akan pemukiman, menuntut tata ruang pemukiman di wilayah pesisir secara terpadu yang berwawasan lingkungan. Tata ruang pemukiman di wilayah pesisir yang kacau dan tidak berwawasan lingkungan akan menyebabkan tejadinya degradasi mutu lingkungan yaitu erosi, sedimentasi, pencemaran lingkungan dan banjir.

Proses pengambilan kebijakan dan alternatif pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Buru bagi peruntukan kawasan pemukiman penduduk, layaknya memperhatikan berbagai aspek yang terkait dengan kebijakan ini, sehingga pengembangan dan pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru secara berkelanjutan dapat tercapai secara maksimal. Alternatif pengembangan wilayah juga harus memperhatikan aspirasi dan pendapat dari berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang berkompetensi dalam pemanfaatan wilayah ini, sehingga konflik pemanfaatan ruang antar sektor dapat dihindari yang dengan sendirinya akan memberikan pengaruh yang baik terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Buru.

Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Pelabuhan Umum

Kesesuaian lahan untuk kawasan pelabuhan umum diperoleh dari analisis parameter-parameter kesesuaian lahan untuk kawasan ini, yang meliputi 8 parameter, dimana 6 parameter yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan di wilayah perairan yaitu kedalaman perairan, material dasar perairan, tinggi gelombang, kecepatan arus, amplitudo pasut dan keterlindungan. Sementara 2 parameter lainnya adalah untuk kesesuaian lahan untuk wilayah daratan yaitu kemiringan lahan dan fasilitas sarana prasarana transportasi.

Berdasarkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap parameter- parameter tersebut, diketahui bahwa total luas perairan yang masuk dalam

kategori sangat sesuai untuk dilalui kapal dalam penentuan kawasan dermaga

pelabuhan umum adalah seluas 2,828 mil2 atau 7,324 km2, sedangkan luas

wilayah daratan yang sesuai untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan umum adalah seluas 19.912,16 ha. Wilayah perairan dengan kategori sangat sesuai dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan > 15 meter, material dasar perairannya adalah lempung berpasir, tinggi gelombang antara 0 – 20 cm, kecepatan arus berkisar antara 0 – 20 cm/detik, aplitudo pasut berkisar antara 0 – 0,5 meter, dan keterlindungannya adalah pada daerah yang perairannya sangat terlindung. Sedangkan untuk wilayah daratan yang masuk dalam kategori sangat sesuai untuk kawasan pembangunan saran dan prasarana pelabuhan umum, memiliki karakteristik wilayah yang kemiringan lahannya antara 0 – 2 % dan untuk fasilitas transportasinya diberikan diberi nilai 3 bagi daerah yang telah tersedia sarana dan prasarana transportasinya dan dapat diakses dengan mudah.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori sesuai, total luas wilayah perairan

yang sesuai untuk dilalui kapal adalah seluas 4,775 mil2 atau 12,367 km2,

sedangkan total luas wilayah daratan yang sesuai untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan umum adalah seluas 19.912,16 ha. Wilayah perairan dengan kategori ini dicirikan dengan karakeristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan antara 12 – 15 meter, material dasar perairannya adalah pasir berlumpur, tinggi gelombang antara 21 – 40 cm, kecepatan arus berkisar antara 21 – 30 cm/detik, amplitudo pasut antara 0,6 – 1,5 meter, dan keterlindunganya adalah

pada daerah yang perairannya terlindung. Sedangkan untuk wilayah daratan, memiliki kemiringan lahan antara 2 – 8 % dan untuk fasilitas transportasinya diberikan nilai 2 pada daerah yang cukup dekat dengan sarana dan prasarana transportasi yang telah tersedia.

Untuk kesesuaian lahan dengan katergori sesuai bersyarat, total luas

wilayah perairan yang sesuai bersyarat untuk dilalui kapal adalah seluas

2,599 mil2 atau 6,731 km2, sedangkan total luas wilayah daratan yang sesuai

untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan umum adalah seluas 19.912,16 ha. Wilayah perairan dengan kategori ini dicirikan dengan karekteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan antara 10 – 12 meter, material dasar perairannya adalah pasir berkarang, tinggi gelombang antara 41 – 50 cm, kecepatan arus berkisar antara 31 – 40 cm/detik, amplitudo pasut berkisar antara 1,6 – 2 meter, dan keterlindungannya adalah pada daerah yang perairannya terlindung tetapi cenderung terbuka. Sedangkan untuk wilayah daratannya, memiliki kategori dengan kemiringan lahan antara 8 – 15 % dan untuk fasilitas transportasinya diberikan nilai 1 pada daerah yang sarana dan prasarana transportasinya sedang dibangun.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori tidak sesuai, total luas wilayah

perairannya adalah seluas 36,881 mil2 atau 95,521 km2, sedangkan total luas

wilayah daratannya adalah seluas 19.912,16 ha. Wilayah perairan dengan kategori ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki perairan < 10 meter, material perairannya adalah karang, tinggi gelombangnya > 50 cm, kecepatan arusnya > 40 cm/detik, amplitudo pasutnya > 2 meter, dan berada pada daerah perairan yang terbuka. Sedangkan untuk wilayah daratannya, memiliki kategori dengan kemiringan lahan antara > 16 % dan untuk fasilitas transportasinya tidak diberikan nilai pada daerah yang belum memiliki sarana dan prasarana transportasi.

Untuk jelasnya, peta hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan pelabuhan umum dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru dapat dilihat pada Gambar 14.

Berdasarkan pada hasil analisis spasial kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan pelabuhan umum dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru, maka apabila kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buru dalam penentuan kawasan pelabuhan umum, direkomendasikan untuk dibangun di sekitar Desa Masarete Kecamatan Batabual karena daerah ini merupakan wilayah yang sangat sesuai untuk peruntukan dimaksud, dengan catatan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Buru harus segera merampungkan pembangunan dan melengkapi sarana dan prasarana transportasi yang telah ada untuk menunjang pengembangan wilayah ini sebagai wilayah pelabuhan umum.

Namum apabila Pemerintah Daerah Kabupaten Buru akan tetap mengembangkan kawasan pelabuhan Namlea yang telah ada untuk tetap menjadi kawasan pelabuhan umum, maka diharapkan agar pemerintah setempat unutk terlebih dahulu membuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang jelas terhadap wilayah tersebut, karena wilayah perairan yang berada tepat di depan lokasi pelabuhan yang ada saat ini merupakan daerah terumbu karang yang dapat menghalangi alur pelayaran kapal-kapal yang masuk atau keluar dari wilayah pelabuhan, terutama kapal-kapal PELNI yang memiliki ukuran diatas 6.385 DWT dengan draft kapal diatas 7 meter. Hal ini diperkuat dengan hasil pantauan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ pada tanggal 15 September 2005, yang menunjukkan bahwa pada wilayah perairan ini terdapat beberapa terumbu karang (seluas 6,251 ha) yang berada pada alur pelayaran kapal-kapal yang menuju dan

keluar dari dermaga pelabuhan pada koordinat antara 3O 16’ – 3O 17’ LS dan 127O

4’ – 127O 5’ BT. Dari kondisi ini, maka pemerintah setempat harus mengeruk

terumbu karang tersebut sehingga kedalaman perairan tersebut dapat sesuai untuk alur pelayaran kapal yang berkisar antara 12 – 15 meter. Apabila hal ini dilaksanakan, maka kompensasi terhadap pengganti terumbu karang yang dikeruk juga harus dilakukan yakni dengan membuat terumbu karang buatan pada wilayah yang sesuai. Selain itu alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengaktifkan rambu-rambu navigasi pelayaran yang telah ada di wilayah perairan ini, seperti lampu suar dan lainnya, sehingga olah gerak kapal dapat baik saat akan menuju dan meninggalkan dermaga.

Kesesuaian Lahan untuk Kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai

Kesesuaian lahan untuk kawasan pelabuhan perikanan pantai diperoleh dari analisis parameter-parameter kesesuaian lahan untuk kawasan ini, yang meliputi 12 parameter, dimana 7 parameter yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan di wilayah perairan yaitu kedalaman perairan, material dasar perairan, tinggi gelombang, kecepatan arus, amplitudo pasut, tipe pasut dan keterlindungan. 2 parameter untuk kesesuaian lahan untuk wilayah daratan yaitu kemiringan lahan dan fasilitas sarana prasarana transportasi. Sementara 3 parameter digunakan untuk penilaian kriteria teknis perikanannya yaitu produktivitas perikanan, jarak

dari fishing ground dan jarak ke pemukiman nelayan.

Proses analsis kesesuaian lahan untuk penentuan kesesuaian lahan pelabuhan perikanan pantai dilakukan dengan cara penggabungan kesesuaian wilayah daratan (pemukiman umum) untuk kategori sesuai dengan luas 19.912,16 ha dengan wilayah perairan yang disesuaikan dengan kriteria kesesuaiannya dan berdasarkan pertimbangan kriteria teknis perikanannya.

Berdasrkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap parameter- parameter kesesuaian lahan tersebut di atas, diketahui bahwa total luas perairan

yang masuk dalam kategori sangat sesuai untuk dilalui kapal dalam penentuan

kawasan pelabuhan perikanan pantai adalah seluas 29,894 mil2 atau 77,425 km2,

sedangkan luas wilayah daratan yang sesuai untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan adalah 19.912,6 ha. Wilayah perairan dengan kategori ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan > 9 meter, material dasar perairannya adalah lempung berpasir, tinggi geombang antara 0 – 20 cm, kecepatan arus berkisar antara 0 – 20 cm/detik, amplitudo pasut berkisar antara 0 – 0,5 meter, tipe pasutnya adalah pasut harian tunggal, dan keterlindungannya adalah pada daerah yang perairannya sangat terlindung. Untuk wilayah daratan bagi pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan, memiliki karakteristik wilayah yang kemiringan lahannya antara 0 – 2 % dan fasilitas transportasinya diberikan nilai 3 bagi daerah yang sarana dan prasarana transportasinya telah tersedia dan mudah untuk dijangkau. Sementara itu, untuk aspek teknis perikanannya memiliki produksi perikanan

> 800 ton/tahun, jarak dari fishing ground < 5 mil, dan jarak ke pemukiman nelayan < 5 km.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori sesuai, total luas perairan untuk

dilalui kapal adalah seluas 0,602 mil2 atau 1,559 km2, sedangkan total luas

wilayah daratan yang sesuai untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan pantai adalah seluas 19.912,6 ha. Wilayah peraian dengan kategori ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan antara 6 – 9 meter, material dasar perairannya adalah pasir berlumpur, tinggi gelombang antara 21 – 40 cm, kecepatan arus antara 21 – 30 cm/detik, amplitudo pasut antara 0,6 – 1,5 meter, tipe pasutnya adalah pasut campuran tunggal, dan keterlindungannya adalah pada daerah yang perairannya terlindung. Untuk wilayah daratannya, memiliki karakteristik wilayah yang kemiringan lahannya antara 0 – 2 % dan untuk fasilitas transportasinya diberikan nilai 2 bagi daerah yang sarana dan prasarana transportasinya telah tersedia. Untuk aspek teknis perikanannya, memiliki tingkat produksi perikanan antara 600 – 800 ton/tahun,

jarak dari fishing ground antara 6 – 12 mil, dan jarak ke pemukiman nelayannya

antara 5 – 10 km.

Untuk kesesuaian lahan dengan kategori sesuai bersyarat, total luas

peraiaran yang sesuai bersyarat untuk dilalui kapal adalah seluas 7,349 mil2 atau

19,034 km2, sedangkan total luas wilayah daratan yang sesuai untuk

pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan adalah seluas 19.912,6 ha. Wilayah perairan dengan kategori sesuai bersyarat ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan antara 3 – 6 meter, material dasar perairannya adalah pasir berkarang, tinggi gelombangnya antara 41 – 50 cm, kecepatan arusnya berkisar antara 31 – 40 cm/detik, amplitudo pasut antara 1,6 – 2 meter, tipe pasutnya adalah pasut campuran ganda, dan keterlindungannya adalah pada daerah yang perairannya terlindung tetapi cenderung terbuka. Untuk wilayah daratannya, memiliki karakteristik wilayah yang kemiiringan lahannya antara 0 – 2 % dan untuk fasilitas transportasinya diberikan nilai 1 pada daerah yang sarana dan prasarana transportasinya sedang atau baru akan dibangun. Untuk aspek teknis perikanannya, memiliki tingkat

produksi perikanan antara 400 – 600 ton/tahun, jarak dari fishing ground antara 12 – 15 mil, dan jarak dari pemukiman nelayannya antara 11 – 15 km.

Untuk kesesuaia lahan dengan kategori tidak sesuai, totaluas perairan yang

tidak sesuai untuk dilalui kapal adalah seluas 15,548 mil2 atau 40,269 km2,

sedangkan total luas wilayah yang sesuai untuk pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan adalah 19.912,6 ha. Wilayah perairan dengan katogori ini dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut : memiliki kedalaman perairan < 3 meter, material dasar perairannya adalah karang, tinggi gelombangnya > 50 cm, kecepatan arusnya > 40 cm/detik, amplitudo pasutnya > 2 meter, tipe pasutnya adalah pasut campuran ganda, dan keterlindungannya adalah daerah yang berada pada daerah perairan yang terbuka. Untuk wilayah

daratannya, memiliki karakteristik wilayah dengan kemiringan lahan

antara 0 – 2 % dan untuk fasilitas transportasinya tidak diberi nilai pada daerah yang belum memiliki sarana dan prasarana transportasi. Sementara itu, untuk aspek teknis perikanannya, merupakan daerah yang memiliki tingkat produksi

perikanan yang < 400 ton/tahun, jarak dari fishing ground > 15 mil, dan jarak dari

pemukiman nelayannya > 15 km.

Untuk jelasnya, peta hasil analisis kesesuaian lahan untuk kawasan pelabuhan perikanan pantai dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru dapat dilihat pada Gambar 15.

Berdasarkan hasil analisis spasial kesesuaian lahan untuk penentuan kawasan pelabuhan perikanan pantai dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir Kabupaten Buru, maka kebijakan yang saat ini telah ditempuh dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Buru dalam menetapkan wilayah pesisir sekitar Desa Masarete (Kecamatan Waeapo) sebagai wilayah pelabuhan perikanan telah memenuhi kriteria sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai wilayah pelabuhan perikanan pantai. Salah satu hal yang juga menjadi catatan penting

Dokumen terkait