• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan telah dirintis sejak tahun 1975 melalui “Proyek Pembinaan Kenelayanan (PK) Gabion Belawan”

yang dilaksanakan oleh Departemen Perhubungan melalui ADPEL Belawan guna mengelola aktifitas perikanan di Gabion, Belawan. Namun dalam perkembangannya pelaksanaan kegiatan tersebut kurang berjalan lancar sehingga pada tanggal 16 Januari 1978 terjadi serah selar kuningma pengelolaan PK Gabion dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut kepada Direktorat Jenderal Perikanan.

Atas dasar penyerahan tersebut, pada tanggal 22 Mei 1978 Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan diresmikan oleh Menselar kuning Pertanian melalui Surat Keputusan No. 310 tahun 1978, namun pada saat itu statusnya masih Pelabuhan Perikanan Nusantara. Kemudian pada tanggal 1 Mei 2001 melalui Keputusan Menselar kuning Kelautan dan Perikanan yang sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 26/I/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, status pelabuhan yang semula nusantara berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPS Belawan). PPS Belawan merupakan salah satu kawasan percontohan Minapolitan Perikanan Tangkap tahun 2011. Sebagai zona inti kawasan Minapolitan Kota Medan, PPS Belawan memiliki letak strategis yang menjadi daya dukung dalam pengembangan kawasan Minapolitan.

dan WPP-RI 711 (Laut Natuna). Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) memiliki luas lahan sekitar 58,14 Ha yang terdiri atas 54,94 Ha lahan untuk peruntukan dan 3,2 Ha lahan kosong. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan di sebelah utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka; sebelah selatan berbatasan dengan Kecamataan Medan Labuhan; sebelah barat dan timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) merupakan satu dari dua PPS yang terletak di wilayah Sumatera selain PPS Bungus yang ada di Kota Padang, PPS Belawan terletak di daerah Medan Belawan yang termasuk wilayah administrasi Kota Medan, Sumatera Utara. Kota Medan merupakan salah satu daerah penghasil perikanan tangkap laut terbesar di Provinsi Sumatera Utara.

Daerah Penangkapan

Daerah Penangkapan (Fishing Ground) Ikan Layang yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Berada di Pantai Timur Sumatera dan Selat Malaka berasal dari di WPP 571. Lebih Jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Daerah Penangkapan Ikan Layang (Sumber: Dirjen KKP, 2018)

Jumlah Kapal Purse Seine

Jumlah Kapal Purse seine dalam kurun waktu 5 tahun (2013 – 2017) yang berdomisili di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dapat dilihat pada Tabel 1. dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah kapal, alat tangkap Purse seine dan kisaran Gross Tonnage pada tahun 2013-2017 (Sumber: Data statistik PPS Belawan, 2013 - 2017) Tahun Jumlah Kapal (Unit) Alat Tangkap Purse

seine (Unit)

Kisaran Gross Tonnage (GT)

2013 314 314 5 – 171

2014 167 167 4 – 171

2015 211 211 5 – 171

2016 169 169 4 – 171

2017 181 181 4 – 450

Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus spp)

Pendugaan potensi sumberdaya ikan diolah dengan menggunakan data produksi dan upaya penangkapan yang dilakukan setiap tahunnya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2017 - 2013). Produksi Ikan Layang dengan alat tangkap Purse seine pada tahun 2013 – 2017 yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan jumlah produksi Ikan Layang dengan alat tangkap Purse seine tahun 2013 - 2017 diperoleh produksi tertinggi terdapat pada tahun 2013

sebanyak 19.399.282 Kg sedangkan nilai terendah terdapat pada tahun 2014 dengan nilai 2.603.754 Kg.

Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang

Upaya penangkapan (effort) alat tangkap Purse seine dalam kurun waktu 5 tahun (2013 – 2017) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Effort Purse seine Sumberdaya Ikan Layang Tahun 2013 – 2017 yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Upaya Penangkapan Alat tangkap Purse seine mengalami peningkatan dan penurunan jumlah effort setiap tahunnya. Data grafik pada Gambar 5, yang memiliki nilai effort tertinggi terdapat pada tahun 2016 dengan nilai 4.378 trip/tahun. Nilai terendah terdapat pada tahun 2013 dengan nilai 3.837 trip/tahun.

Sedangkan pada tahun 2014, 2015 dan 2017 memiliki perbandingan nilai effort yang tidak terlalu jauh.

Analisis CPUE (Catch Per Unit effort)

Hasil tangkapan per satuan upaya (Catch Per Unit Effort/CPUE) adalah salah satu indikator bagi status sumberdaya ikan yang merupakan ukuran dari kelimpahan relatif.CPUE dapat dianggap sebagai indeks kelimpahan ikan dan sebagai indikator apakah kelimpahan ikan masih baik, atau seberapa jauh telah menipis. Berikut disajikan hasil perhitungan CPUE Ikan Layang 2013 – 2017.

Tabel 2. Perhitungan CPUE Ikan Layang (Decapterus spp) Tahun 2013 – 2017.

Tahun Hasil Tangkapan

Jumlah 45.767.411 20.214 11.449

Rata-rata 9.153.482 4.043 2.290

Data pada Tabel 2. di atas, menunjukan bahwa nilai CPUE mengalami peningkatan dan penurunan yang berfluktuasi. Pada tahun 2013 nilai CPUE mencapai 5.055,846 Kg/trip, dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi sebesar 655,197 Kg/trip. Pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi sebesar 2.496,538 Kg/trip. Pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 1.879,077 Kg/trip. Namun pada tahun 2017, nilai CPUE mengalami penurunan sebesar 1.362,377 Kg/trip.

Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt)

Pendugaan potensi lestari dengan metode surplus produksi yang terdiri dari model Schaefer dan model Fox. Berdasarkan analisis potensi sumberdaya

Schaefer, regresi linear antara effort dengan CPUE Ikan Layang (model Schaefer)

pada Gambar 10. diperoleh konstanta (a) sebesar 14.939,3509 dan koefisien regresi (b) sebesar – 3,1289. Hasil dugaan potensi lestari (MSY) sumberdaya Ikan Layang sebesar 17,832.444,12 Kg/tahun dengan effort optimum 2.387,312 trip/tahun. Berdasarkan analisis regresi nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,142.

Gambar 10. Regresi Linear antara Effort dengan CPUE Ikan Layang (Model Schaefer)

Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya tangkapan (f) sumberdaya Ikan Layang ditunjukkan dengan menggunakan model Schaefer dalam persamaan C = 14.939,3509 – 3,1289 f2. Hubungan CPUE dengan effort dari persamaan regresi linear model Schaefer adalah y = -3,1289x + 14.939,3509 dengan R2 = 0,142 artinya setiap peningkatan effort 1 trip maka CPUE akan berkurang sebesar 3,1289 Kg/trip.

Berdasarkan analisis potensi sumberdaya Ikan Layang dengan metode surplus produksi menggunakan formula model Fox, regresi linear antara effort

dengan ln CPUE Ikan Layang (model Fox) pada Gambar 11, diperoleh konstanta (a) sebesar 9,9884 dan koefisien regresi (b) sebesar -0,00061. Hasil dugaan potensi lestari (MSY) sumberdaya Ikan Layang sebesar 13.109.831 kg/tahun dengan effort optimum 1.636,6339 trip/tahun. Berdasarkan analisis regresi nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,027.

Gambar 11. Regresi Linear antara Effort dengan CPUE Ikan Layang (Model Fox)

Hubungan antara hasil tangkapan (C) dengan upaya tangkapan (f) sumberdaya Ikan Layang ditunjukkan dengan menggunakan model Fox dalam persamaan C = = f exp 9,9884 – 0,00061 f. Hubungan CPUE dengan effort dari persamaan regresi linear model Fox adalah y = -0,00061x + 9,9884 dengan R2 = 0,027 artinya setiap peningkatan effort 1 trip maka CPUE akan berkurang sebesar 0,00061 kg/trip. Pendugaan potensi lestari dengan metode surplus produksi dengan model Shaefer dan model Fox dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pendugaan Potensi Lestari dengan Metode Surplus Produksi

Nilai Schaefer Fox Satuan

A 14.939,3509 9,9884

B -3,1289 -0,00061

MSY 17.832.444,12 13.109.831 kg/tahun

F optimum 2.387,31176 1.636,6339 trip/tahun

R2 0,142 0,027

Grafik Maximum Sustainable Yield dan effort optimum Ikan Layang (Model Schaefer) dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Maximum Sustainable Yield dan Effort Optimum Ikan Layang (Model Schaefer)

Pada tahun 2013 – 2017 sumberdaya ikan Layang mengalami overfishing karena telah melampaui effort optimum. Sedangkan pada tahun 2013 sumberdaya Ikan Layang mengalami overfishing karena telah melampaui nilai MSY dan nilai effort optimum. Kondisi ikan Layang tahun 2013 – 2017 dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4. Kondisi Ikan Layang tahun 2013 - 2017

Tahun Produksi (kg) MSY (Fox) TAC

2013 19.399.282,4

17.832.444,12 14.265.955,3 2014 2.603.754,427

2015 10.135.944,96 2016 8.226.602 2017 5.401.827

Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan

Tingkat pemanfaatan ikan Layang tertinggi yaitu pada tahun 2013, yang mengalami penurunan ke tahun 2014 terjadi penurunan secara drastis. Tingkat pemanfaatan ikan Layang lebih rendah daripada tingkat pengupayaan dapat dilihat pada Gambar 13 dibawah ini.

Gambar 13. Tingkat Pemanfaatan dan Tingkat Pengupayaan Ikan Layang (Model Schaefer)

Total Allowble Catch (TAC)

Hasil dari Total Allowble Catch diperoleh dari perkalian antara nilai 80%

dengan nilai MSY dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Total Allowble Catch Ikan Layang (Decapterus spp)

Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Dari hasil kuisioner yang didapatkan, tingkat pendidikan nelayan belawan adalah tidak sekolah 2 %, SD 18 %, SMP 45%, dan 35%. Dari data tingkat pendidikan ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan nelayan belawan tergolong rendah yang menyebabkan kinerja penangkapan kurang optimal. Hal ini sesuai dengan Soekidjo (2003), yang menyatakan bahwa tigkat pendidikan akan mempengaruhi kemampuan dalam mencapai kinerja secara optimal.

Pendapatan rata-rata nelayan belawan yang didapatkan dari hasil kuisinoer adalah penghasilan lebih kecil dari 1 juta sebanyak 2 %, penghasilan nelayan antara 1 sampai 2 juta sebanyak 83 %, dan penghasilan antara 2 sampai 3 juta sebanyak 15 %. Hal ini menunjukkan pendapatan rata-rata nelayan belawan berada di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara.Hal ini sesuai dngan SK Gubsu No 188.44/1365/KPTS/2018 menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara sebesar Rp. 2.303.403.

Nelayan Purse seine di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Merasakan sangat mudah dalam permintaan izin administrasi kapal. Namun bantuan pemerintah terhadap nelayan belum pernah dirasakan sebagian besar nelayan PPS Belawan seperti pengadaan apal penangkapan, alat tangkap dan

ABPI. Hasil Tangkapan Ikan Layang mulai menurun dari tahun 2013 – 2017.

Namun harga jual ikan Layang termasuk stabil dipasar. Kondisi sarana dan prasarana PPS Belawan sangat memprihatinkan dan kurang mendukung penangkpan ikan. Nelayan PPS Belawan Mengharapkan sarana dan prasarana dilengkapi dan diperbaiki seperti tempat sandaran kapal mendarat, pemberian letak Fishing ground dan lain lain

Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus spp)

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa penggunaan alat tangkap yang dominan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan yaitu Purse Seine.

Alat tangkap ini merupakan jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap

berbagai jenis ikan pelagis kecil salah satunya yaitu ikan Layang (Decapterus spp). Hal ini sesuai dengan Winugroho (2006) yang menyatakan

bahwa Purse seine atau pukat cincin merupakan salah satu alat tangkap yang banyak digunakan di dunia. Hal ini dikarenakan dalam satu kali pengangkatan hasil tangkapan mampu mendapatkan jumlah yang banyak. Di Indonesia, jenis alat tangkap yang memiliki konstruksi hampir sama antara lain : pukat langgar, pukat senangin, gae dan giob.

Hasil dari jumlah produksi ikan Layang yang di peroleh dari tahun 2013-2017 yaitu nilai tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebanyak 19.399.282 Kg sedangkan nilai terendah terdapat pada tahun 2014 dengan nilai 2.603.754 Kg.

Perbedaan nilai produksi ikan Layang dapat disebabkan oleh jumlah upaya penangkapan. Hal ini sesuai dengan Nugraha et al. (2012), fluktuasi hasil

tangkapan ikan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, keberadaan ikan, jumlah upaya penangkapan, dan tingkat keberhasilan operasi penangkapan

Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Layang

Upaya penangkapan Ikan Layang di perairan Belawan cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan upaya tangkap lebih (overfishing). Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap penurunan populasi Ikan Layang adalah pertambahan jumlah upaya penangkapan (trip). Hal ini sesuai dengan Ali (2005), bahwa penurunan upaya penangkapan pada tahun yang sama tidak selalu diikuti dengan peningkatan produksi begitu pula sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah upaya penangkapan bukan satu-satunya faktor penyebab penurunan hasil tangkapan, tetapi mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kelimpahan ikan .

Berdasarkan tabel dan grafik pada data Effort dari alat tangkap Purse Seine untuk sumberdaya ikan Layang (Decapterus spp), nilai tertinggi terdapat

pada tahun 2016 sebanyak 4691 trip/tahun. Sedangkan nilai terendah terdapat pada tahun 2013 sebanyak 3837 trip/tahun. Dimana pada tahun 2013-2016 mengalami kenaikan sementara pada tahun 2017 mengalami penurunan yang cukup jauh. Hal ini sesuai dengan Saputra et al. (2004) yang menyatakan bahwa secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada periode 2013-2016, upaya penangkapan kapal Purse seine cenderung mengalami kenaikan. Kenaikan upaya penangkapan tersebut diduga disebabkan karena kelimpahan stok ikan layang di daerah penangkapan yang luas masih cukup besar untuk dilakukan operasi penangkapan. Luasnya daerah penangkapan ikan Layang tersebut menyebabkan

semakin bartambahnya upaya penangkapan, dimana jika salah satu kapal kembali ke fishing base dan telah berhasil melakukan operasi penangkapan dengan hasil tangkapan melimpah, menyebabkan meningkatnya operasi penangkapan didaerah penangkapan yang ada.

CPUE (Catch Per Unit Effort) Ikan Layang (Decapterus spp)

Salah satu tujuan pokok sektor pembangunan perikanan adalah untuk meningkatkan produksi seiring dengan peningkatan pendapatan, kesejahteraan nelayan dan sebagai penyedia lapangan kerja. Akibat dari upaya pemanfaatan sumberdaya yang terus meningkat, diperlukan perhatian salam pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada. Menurut May (2007), dengan mengetahui nilai upaya pemanfaatan Catch Per Unit effort (CPUE) setiap tahunnya, pengelolaan perikanan bisa mengetahui gambaran penangkapan ikan yang aman atau berbahaya sehingga perlu adanya kegiatan pengelolaan kearah yang lebih baik.

Selama periode 5 tahun (2013 - 2017) nilai CPUE mengalami peningkatan dan penurunan yang berfluktuasi. Pada tahun 2013 nilai CPUE mencapai 5.055,846 Kg/trip, dan mengalami penurunan pada tahun 2014 menjadi sebesar 655,197 Kg/trip. Pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi sebesar 2.496,538 Kg/trip. Pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi sebesar 1.879,077 Kg/trip. Namun pada tahun 2017, nilai CPUE mengalami penurunan sebesar 1.362,377 Kg/trip. Rata-rata nilai CPUE selama 5 tahun sebesar 2.290 Kg/trip dengan nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 5.055,846 Kg/trip dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar

Menurunnya nilai CPUE pada tahun 2014 dibandingkan dengan nilai CPUE 2013 menunjukan hubungan timbal balik dengan Upaya Penangkapan di tahun tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil regresi linier yang didapatkan antara Effort dengan CPUE Ikan Layang Model Schaefer yaitu setiap penambahan effort 1 trip maka CPUE akanBerkurang sebesar 3,1289 Kg/trip.

Kecenderungan (ternd) nilai CPUE Ikan Layang yang menurun di Perairan Selat Malaka merupakan indikasi bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya Ikan Layang apabila terus dibiarkan akan mengarah kepada suatu keadaan yang disebut (Overfishing). Upaya dalam mengatur hasil tangkapan dan CPUE tidak sekedar melalui peningkatan efisiensi upaya atau pengurangan input usaha, karena CPUE sering terikat dengan peningkatan keterampilan operasi penangkapan, sementara ketersediaan ikan di alam tanpa disadari menurun, sehingga tindakan pengelolaan dalam hal mengurangi usaha penangkapan hanya nampak berhasil sebagian.

Pendugaan Potensi Lestari (MSY) dan Effort Optimum (Fopt)

Pendugaan potensi sumberdaya Ikan Layang setelah dianalisis dengan menggunakan model Schaefer dan model Fox, bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dengan menggunakan model Schaefer lebih besar atau mendekati angka 1, menunjukkan bahwa hubungan keeratan antara produksi dengan effort lebih kuat dibandingkan nilai koefisien determinasi model Fox. Model Schaefer lebih sesuai untuk pendugaan potensi sumberdaya Ikan Layang di perairan Belawan. Hal ini sesuai dengan Walpole (1992), bahwa model yang memiliki nilai koefisien

determinasi (R2) lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan model sebenarnya.

Potensi lestari (MSY) sumberdaya Ikan Layang di perairan Belawan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sebesar 17.832.444,12 kg/tahun yang artinya tangkapan maksimum ikan Layang yang dapat ditangkap sebesar 17.832.444,12 kg/tahun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widodo dan Suadi (2006), bahwa MSY adalah hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu perikanan. Konsep MSY didasarkan atas suatu model yang sangat sederhana dari suatu populasi ikan yang dianggap sebagai unit tunggal.

Berdasarkan potensi lestari ikan Layang maka diperoleh jumlah tangkapan ikan Layang yang diperbolehkan yaitu sebesar 14.265.955,30 kg/tahun. Nilai tersebut didapat dari 80% dari potensi lestari maksimum.

Pada tahun 2013 – 2017 sumberdaya Ikan Layang mengalami overfishing karena upaya penangkapan yang tinggi sehingga produksinya melebihi MSY.

Tahun 2014 upaya penangkapan dinaikkan sehingga produksi rendah. Nilai CPUE tangkapan Ikan Layang menurun dikarenakan peningkatan upaya penangkapan.

Hal ini juga dipengaruhi oleh nilai Effort yang berbanding terbalik dengan CPUE.

Hal ini sesuai dengan Nabunome (2007), bahwa jika dihubungkan antara CPUE dan effort, maka semakin besar effort, CPUE akan semakin berkurang sehingga produksi semakin berkurang. Artinya bahwa CPUE berbanding terbalik dengan effort dimana dengan setiap penambahan effort maka makin rendah CPUE .

Potensi lestari ikan Layang (Decapterus spp) yang terdapat di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Belawan tergolong dalam keadaan Overfishing.

pemanfaatan sumberdaya Ikan Layang mengalami penurunan secara berkelanjutan, seperti yang terlihat pada kurva MSY. Hal ini sesuai dengan Widodo dan Suadi (2006), bahwa biological overfishing akan terjadi ketika tingkat upaya penangkapan dalam suatu perikanan tertentu telah melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghabiskan potensi umum lestari (MSY).Agar pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan yang dapat menyeimbangkan tingkat pemanfaatannya. Pengelolaan yang dapat dilakukan di perairan PPS Belawan agar potensi lestari ikan layang dapat ditingkatkan yaitu pengaturan musim penangkapan, jumlah armada penangkapan yang beroperasi dan ukuran mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran dewasa ikan yang menjadi target tangkapan.

Pendugaan Tingkat Pemanfaatan dan Pengupayaan

Hasil dari pendugaan tingkat pemanfaatan dan pengupayaan ikan layang (Decapterus spp) yang di daratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan yaitu pada tahun 2013 sebesar 108,7% dengan tingkat pengupayaan sebesar 160,7%, pada tahun 2014 tingkat pemanfaatan sebesar 14,6% dengan tingkat pengupayaan sebesar 166,4%, pada tahun 2015 tingkat pemanfaatan sebesar 56,8% dengan tingkat pengupayaan sebesar 170%, pada tahun 2016 tingkat pemanfaatan sebesar 46% dengan tingkat pengupayaan sebesar 183,3%, pada tahun 2017 tingkat pemanfaatan sebesar 30,2% dengan tingkat pengupayaan sebesar 166%.

Tingkat pemanfaatan dan pengupayaan sumberdaya Ikan Layang tahun 2013 – 2017 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 telah terjadi overfishing, tingkat pemanfaatan tahun 2014 berada pada kisaran tahap rendah, tingkat pemanfaatan tahun 2015 berada pada kisaran berkembang, tingkat pemanfaatan tahun 2016 berada pada kisaran kisaran berkembang, tingkat pemanfaatan tahun 2017 berada pada kisaran tahap rendah. Hal ini sesuai dengan pengklasifikasian oleh Ultokseja et al. (1991), bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dibagi kedalam empat bagian yaitu : kisaran tahap rendah (0 – 33,3%), kisaran berkembang (33,4 – 66,7%), kisaran padat tangkap (66,8 – 100%), dan overfishing atau lebih tangkap (>100%).

Berdasarkan hasil perhitungan persentase tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Layang di perairan Belawan selama 5 tahun terakhir mempunyai nilai rata-rata sebesar 51,33% dan tingkat pengupayaan sebesar 169,34%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tingkat pemanfaatan sumberdaya Ikan Layang masih berada pada kisaran berkembang dan belum mengalami overfishing.

Total Allowble Catch (TAC)

Perhitungan hasil dari Total Allowble Catch yaitu sebesar 14.265.955,3 Kg. Potensi ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap (Total Allowable Catch/TAC) sebesar 80% dari potensi lestari (MSY), apabila pemanfaatan potensi

sumber daya ikan lebih dari 80% maka menunjukkan indikasi terjadinya overfishing. Kegiatan produksi perikanan tangkap laut berdasarkan data PPS Belawan tahun 2013 - 2017 menunjukkan di tahun 2013 terjadi tangkapan

TAC . Sehingga Tingkat pemanfaatan potensi sumber daya ikan Layang pada tahun 2013-2017 nilai tertinggi terdapat pada tahun 2013 sebesar 135,98%.

Rekomendasi Pengelolaan Ikan Layang (Decapterus spp.)

Berdasarkan Tingkat pemanfaatan Ikan Layang pada tahun 2013 – 2017 dapat disimpulkan bahwa tingkat pemanfaatan berada di kisaran berkembang. hal ini menunjukkan pemanfaatan ikan layang dapat ditingkatkan sehingga terjadi pemanfaatan yang optimal yang tidak melebihi MSY.

Selektifitas alat tangkap perlu diterapkan oleh nelayan agar ikan yang masih muda dapat berkembang agar penangkapan dapat dilakukan secara terus menerus. Selain untuk melindungi ikan yang masih muda di perairan Belawan, selektifitas alat tangkap juga bermanfaat untuk melindungi nelayan kecil yang alat tangkapnya masih sederhana. Menurut Supardan (2006), kebijakan selektifitas alat tangkap pada dasarnya ditujukan untuk melindungi sumberdaya ikan dari penggunaan alat tangkap yang bersifat merusak atau destruktif. Disamping itu, kebijakan ini juga dapat dilakukan dengan alasan sosial politik untuk melindungi nelayan yang menggunakan alat tangkap yang kurang atau tidak efisien.

Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan juga perlu dilakukan para nelayan agar tidak merusak sumberdaya di perairan Belawan. Menurut Saputro et al. (2014), penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan secara langsung berdampak positif terhadap perikanan yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan potensi lestari dari sumberdaya ikan yang ada. CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries) mengatur pula tentang pemanfaatan sumberdaya ikan dimana hanya 80% dari potensi lestarinya saja yang bisa

dioptimalkan pemanfaatannya untuk pengupayaan terwujudnya perikanan yang berkelanjutan.

Perlu adanya penutupan musim penangkapan Ikan Layang di perairan Belawan yang dikontrol secara terus menerus dan pengalihan atau perluasan daerah penangkapan yaitu dengan cara mencarikan daerah perikanan baru di tempat lain yang tidak mengalami overfishing. Karena hal ini menyangkut dengan kehidupan para nelayan. Hal ini sesuai dengan Widodo dan Suadi (2006), bahwa adapun pencegahan terhadap growth overfishing yaitu meliputi pembatasan upaya penangkapan, pengalihan atau perluasan daerah penangkapan, dan penutupan musim.

Penetapan kuota penangkapan adalah pembatasan untuk melakukan penangkapan ikan sampai batas maksimum serta jumlah penangkapan yang diperbolehkan (TAC). Kuota penangkapan termasuk salah satu cara untuk melakukan pengelolaan sumberdaya perikanan agar sumberdaya yang tersedia tidak habis dan dapat diperbaharui. Dilihat dari keadaan sumberdaya Ikan Layang di perairan Belawan, upaya penangkapan yang tinggi menyebabkan produksi meningkat, sehingga perlu dibuat kuota penangkapan agar produksi sumberdaya Ikan Layang di perairan Belawan tetap lestari dan berkelanjutan.

Dokumen terkait