• Tidak ada hasil yang ditemukan

AA terbaik sejumlah bobot optimum dimasukkan ke dalam larutan standar asam laurat dengan variasi konsentrasi 2000, 3000, 4000, dan 5000 bpj, kemudian dikocok dengan pengocok pada suhu kamar selama waktu optimum. Setelah itu, sampel disaring dan diukur kadar FFA nya. Tetapan adsorpsi dihitung dengan model isoterm Freundlich dan Langmuir.

Pemurnian minyak goreng bekas Penetapan kadar asam lemak bebas/ free

fatty acid (FFA) (AOAC 1999)

Sampel minyak ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 ml dengan bobot antara 10 dan 20 g. Ke dalam sampel ditambahkan etanol 95% panas dan indikator fenolftalein kemudian dikocok. Larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N yang telah distandardisasi.

Kadar Asam Lemak Bebas (%) =

N = Normalitas larutan NaOH BM = Bobot molekul asam laurat g = bobot sampel yang diuji

HASIL DAN PEMBAHASAN

Arang

Kondisi fisik arang adalah berwarna hitam cukup pekat. Hasil analisis arang menunjukkan bahwa hampir semua parameter uji yang digunakan telah masuk dalam SNI 1999 kecuali pada parameter daya jerap iodin (Lampiran 6). Hal ini mengindikasikan bahwa arang yang terbuat dari tongkol jagung berpotensi untuk dijadikan arang aktif. Hampir semua parameter uji menunjukkan arang lebih baik kualitasnya jika dibandingkan dengan arang aktif komersial.

Arang Aktif

Bahan baku untuk pembuatan AA dalam penelitian ini adalah limbah tongkol jagung.

Sebelum digunakan tongkol jagung dijemur di bawah sinar matahari selama 7-8 hari dengan tujuan untuk mengurangi kandungan air. Pada analisis awal, diperoleh kadar air pada tongkol jagung sebesar 10,7% (Lampiran 4). Besarnya nilai kadar air yang diperolah sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, yaitu sebesar 70,5%. Hal ini hampir sesuai dengan pendapat Lorenz dan Kulp (1991), yang menyebutkan bahwa tongkol jagung memiliki kadar air sebesar 9.60%.

Tongkol jagung selanjutnya dikarbonisasi menjadi arang menggunakan tungku pemanas (drum) dengan nyala api pada suhu antara 400 dan 500 °C selama 4 jam. Selama proses berlangsung drum dijaga dalam keadaan sistem tertutup, agar tidak ada oksigen yang masuk sehingga mencegah terbentuknya abu. Pada proses karbonisasi diharapkan terjadi proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur nonkarbon. Arang yang terbentuk kemudian diaktivasi. Pengaktifan arang dilakukan dengan menggunakan alat retort (tungku aktivasi) yang terbuat dari baja tahan karat, dan dilengkapi dengan alat pemanas listrik sehingga tidak ada udara yang masuk. Retort

ini juga dilengkapi dengan pengatur suhu sehingga pengaktifan menjadi lebih merata dan sempurna.

Rendemen

Penetapan rendemen arang aktif bertujuan untuk mengetahui jumlah arang aktif yang dihasilkan dari proses karbonasi dan aktivasi. Perhitungan rendemen didasarkan pada bobot kering oven bahan baku. Rendemen arang aktif yang dihasilkan dipengaruhi oleh cara pengaktifan. Rendemen yang dihasilkan berkisar antara 25,6% dan 84,8,%. Rendemen tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 60 menit dengan kombinasi NaOH 0,75%, sedangkan rendemen terkecil terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC dengan kombinasi NaOH 0,75 % selama 120 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan baku, bentuk bahan baku (serbuk atau granulat), konsentrasi NaOH dan lamanya aktivasi berpengaruh terhadap rendemen arang aktif. Hampir semua rendemen menurun setelah peningkatan suhu. Teori kinetika menyebutkan bahwa semakin tinggi suhu reaksi maka laju reaksi akan bertambah cepat. Peningkatan suhu akan mempercepat laju reaksi antara karbon dan uap air sehingga banyak karbon yang terkonversi menjadi H2O

dan CO2 dan semakin sedikit karbon yang

tersisa. Hal ini mengakibatkan rendemen arang aktif rendah (Hudaya & Hartoyo 1990).

Peningkatan waktu aktivasi cenderung dapat menurunkan rendemen (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh dengan semakin lama waktu aktivasi maka kemungkinan terjadinya reaksi antara arang dengan zat pengoksidasi/pengaktif membentuk CO, CO2,

dan H2 juga semakin meningkat sehingga

arang aktif yang terbentuk berkurang.

0 15 30 45 60 75 90 Rendemen (%) T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 J en is a ra n g a k ti f

Gambar 2 Rendemen beberapa jenis AA. Perlakuan

T1 = 700 °C C1 = NaOH 0,5% T2 = 800 °C C2 = NaOH 0,75% W1 = 60 menit TA = tanpa aktivasi W2 = 120 menit AAK =arang aktif komersial Kadar air

Penetapan kadar air AA bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis AA. Perhitungan kadar air AA ini didasarkan pada bobot kering oven AA. Kadar air AA yang diperoleh bekisar antara 4,4% dan 9%. Nilai ini memenuhi persyaratan Standar Indonesia (SNI 1995) (Lampiran 5), yaitu kurang dari 15%. Kadar air tertinggi terdapat pada AA yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 60 menit dan dikombinasikan dengan aktivasi gas dari uap air. Kadar air terendah terdapat pada AA yang diaktivasi dengan bahan pengaktif NaOH 0,5% yang dikombinasikan dengan aktivasi gas dari uap air pada suhu 700 ºC selama 120 menit.

Gambar 3 menunjukkan bahwa perendaman dengan bahan pengaktif NaOH menyebabkan menurunnya kadar air. Hal ini mungkin disebabkan oleh natrium hidroksida yang sangat higroskopis sehingga H2O yang

terdapat dalam bahan bereaksi dengannya. Pernyataan ini juga diperkuat oleh Pari

(2004), bahwa bahan pengaktif yang bersifat higroskopis dapat menurunkan kadar air. Bila dibandingkan dengan arang aktif komersialpun kadar air arang aktif yang dihasilkan juga memiliki nilai yang lebih rendah. Hasil analisis ragam (Lampiran 7), menunjukkan bahwa perlakuan suhu, waktu, dan konsentrasi NaOH maupun interaksinya berpengaruh nyata pada kadar air arang aktif.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kadar air (%) TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK J en is a ra n g a k ti f

Gambar 3 Kadar air (%) beberapa jenis AA. Kadar zat mudah menguap

Penetapan kadar zat mudah menguap bertujuan mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi. Besarnya kadar zat mudah menguap mengarah kepada kemampuan daya jerap AA. Kadar zat mudah menguap yang tinggi akan mengurangi daya jerap AA tersebut. Kadar zat mudah menguap AA yang dibuat berkisar antara 14,2% dan 26,5% (Gambar 4). Hampir semua nilai tersebut telah memenuhi Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu kurang dari 25%.

Kadar zat mudah menguap tertinggi terdapat pada AA yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit, sedangkan yang terendah yaitu AA yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 120 menit dengan kombinasi NaOH 0,5%. Kandungan zat mudah menguap ini praktis menunjukkan perubahan yang berarti dengan pengaruh suhu dan konsentrasi. Sementara itu, waktu aktivasi tidak berpengaruh nyata (Lampiran 8). Hasil uji Duncan (Lampiran 8) terhadap interaksi suhu , konsentrasi, dan waktu aktivasi menunjukkan bahwa suhu 700 ºC dengan kombinasi NaOH 0,5% selama 120 menit akan menghasilkan zat mudah menguap yang paling rendah, walaupun secara statistik nilai ini tidak berbeda nyata apabila dilakukan pada suhu 800 ºC.

0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44

Kadar zat terbang (%)

TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK J e n is a r a n g a k ti f

Gambar 4 Kadar zat mudah menguap (%) beberapa jenis AA

Kadar abu

Penetapan kadar abu bertujuan menentukan kandungan oksida logam dalam AA. Kadar abu AA berkisar antara 4,4 dan 20,1%. Semua AA yang tidak diaktivasi dengan bahan pengaktif memiliki kadar abu di atas Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu diatas 10% (Gambar 5). Sementara itu, terjadi hal yang sebaliknya untuk AA yang diaktivasi dengan bahan kimia. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan kimia pengaktivasi berpengaruh terhadap kadar abu dari AA. Pernyataan ini diperkuat berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), yang menunjukkan bahwa suhu, konsentrasi, dan waktu aktivasi serta interaksi antara suhu, waktu aktivasi, dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap kadar abu arang aktif. Sementara itu, dari hasil uji Duncan (Lampiran 9) didapatkan bahwa AA pada suhu 800 ºC selama 60 menit dengan kombinasi NaOH 0,75% memiliki kadar abu terendah.

Kadar abu tertinggi terdapat pada AA yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit. Menurut Pari (2004), penyebab tingginya kadar abu AA adalah karena terjadi proses oksidasi. Besarnya nilai kadar abu dapat mempengaruhi kemampuan daya jerap AA tersebut, baik pada gas maupun larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalsium, kalium, magnesium, dan natrium akan menyebar dalam kisi-kisi AA.

0 3 6 9 12 15 18 21 Kadar abu (%) TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK J e n is a r a n g a k ti f

Gambar 5 Kadar abu (%) beberapa jenis AA Kadar karbon terikat

Penetapan kadar karbon terikat bertujuan mengetahui kandungan karbon setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat AA berkisar antara 53,4% dan 80,9%. Jika dibandingkan dengan AA komersial hampir semua kadarnya lebih tinggi dan memenuhi Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu kadarnya lebih dari 65%, kecuali arang yang diaktivasi tanpa perendaman bahan pengaktif pada suhu 800 ºC selama 120 menit. Informasi ini dapat dilihat pada kurva yang disajikan dalam Gambar 6. Hal ini kemungkinan terjadi karena proses pengarangan yang tidak sempurna dan berlangsung di tempat terbuka, sehingga memungkinkan proses oksidasi oleh oksigen terus berjalan dan menyebabkan arang berubah menjadi abu. Semakin tinggi kadar abu maka semakin kecil kadar karbon terikat. Hal ini juga diperkuat oleh Pari (2004), bahwa kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu.

Kadar karbon terikat tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi dengan perendaman bahan pengaktif pada suhu 800 ºC selama 60 menit, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu aktivasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbon terikat arang aktif. Dari uji Duncan didapatkan bahwa aktivasi pada suhu 700 ºC, konsentrasi NaOH 0,5% selama 60 menit akan menghasilkan kadar karbon terikat tertinggi (Lampiran 10).

0 15 30 45 60 75 90

Kadar karbon terikat (%)

TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK Jen is ar a n g ak ti f

Gambar 6 Kadar karbon terikat (%) beberapa jenis AA

Daya jerap benzena

Daya jerap AA berkisar antara 11,4% dan 30,6%. Nilai tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang tidak diaktivasi. Dari Gambar 8 terlihat bahwa hampir semua nilai daya jerap benzena pada AA di atas nilai AA komersial. Standar Indonesia untuk daya jerap benzena pada AA yang berukuran serbuk belum ada. Ada kecenderungan daya jerap benzena meningkat seiring dengan lamanya aktivasi pada AA yang tanpa dan dipengaruhi bahan pengaktif (Gambar 7). Terlihat juga pada Gambar 8 bahwa bahan pengaktif NaOH mempengaruhi daya jerap benzena. Nilai daya jerap benzena AA yang diaktivasi dengan NaOH cenderung menurun jika dibandingkan yang tidak diaktivasi. Hal ini mungkin disebabkan oleh natrium tidak melebur sempurna dan tersisa sehingga menutupi permukaan AA pada saat proses karbonisasi dan aktivasi suhu 700 dan 800 ºC.

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 11) didapatkan bahwa perlakuan suhu, waktu aktivasi, dan konsentrasi berpengaruh nyata terhadap daya jerap benzena pada arang aktif. Hal yang sama berlaku pada ketiga interaksi perlakuan, Sementara itu, dari hasil uji Duncan (Lampiran 11) didapatkan aktivasi pada suhu 800 ºC dengan konsentrasi NaOH 0,5% selama 120 menit akan menghasilkan arang aktif dengan daya jerap tertinggi.

0 5 10 15 20 25 30 35

Daya jerap benzena (%) TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK Jen is ara n g a k ti f

Gambar 7 Daya jerap benzena beberapa jenis AA

Besarnya nilai daya jerap benzena menunjukkan kemampuan AA untuk menjerap senyawa yang bersifat nonpolar. Artinya pori-pori pada permukaan AA sedikit mengandung senyawa nonkarbon sehingga gas atau uap yang dapat diserap menjadi lebih banyak (Pari 1996).

Daya jerap kloroform

Daya jerap kloroform berkisar antara 13,%9-44,3%. Nilai tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang tidak diaktivasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perendaman dengan NaOH akan memperbesar pori-pori AA sehingga daya jerapnya meningkat.

Dari Gambar 8 terlihat bahwa hampir semua nilai daya jerap kloroform di bawah 40%. Rendahnya daya jerap kloroform mungkin disebabkan oleh masih adanya senyawa nonkarbon yang menempel pada permukaan atau menutupi pori-pori AA yang tidak keluar saat proses aktivasi. Daya jerap AA terhadap kloroform dipengaruhi oleh tingkat kepolaran permukaan AA. Semakin besar daya jerap terhadap kloroform menunjukkan permukaan AA banyak mengandung senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehida, dan karboksilat (Rasjiddin 2006).

Daya jerap kloroform yang dihasilkan ternyata lebih besar dari daya jerap benzena. Hal ini menunjukkan bahwa AA yang dihasilkan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menjerap senyawa yang bersifat polar dibandingkan dengan senyawa nonpolar.

Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa pelakuan suhu dan waktu aktivasi berpengaruh nyata terhadap daya

jerap kloroform arang aktif. Sementara itu, dari hasil uji Duncan (Lampiran 12) didapatkan bahwa aktivasi pada suhu 800 ºC dengan konsentrasi NaOH 0,5% selama 120 menit menghasilkan daya jerap kloroform tertinggi.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Daya jerap kloroform

TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W1C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK J e n is a r a n g a k ti f

Gambar 8 Daya jerap kloroform beberapa jenis AA

Daya jerap iodin

Penetapan daya jerap AA terhadap iodin merupakan persyaratan umum untuk menilai kualitas AA. Daya jerap iodin AA yang dibuat berkisar antara 359,5%-1050,5%. Nilai tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada arang yang tanpa diaktivasi. Dari Gambar 9 terlihat bahwa semua arang yang diaktivasi baik dengan cara fisik maupun fisik dan kimia memiliki daya jerap iodin yang telah memenuhi Standar Indonesia (SNI 1995), yaitu lebih besar dari 750 mg/g. Hal yang sama juga terjadi ketika daya jerap iodin AA dibandingkan dengan AA komersial. Namun, hanya satu AA yang memenuhi Standar Jepang (JIS 1967) karena daya jerap terhadap iodin lebih dari 1050 mg/g, yaitu arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5%.

Jika dibandingkan nilai daya jerap iodin antara arang dan arang yang diaktivasi suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan NaOH 0,5% maka terjadi peningkatan sebesar 192,2%. Besarnya daya jerap AA terhadap iodin ada hubungannya dengan pola struktur mikropori yang terbentuk. Selain itu juga mengindikasikan besarnya diameter pori AA tersebut yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10Å.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 Daya jerap iodin

TA T1W1 T1W2 T2W1 T2W2 T1W!C1 T1W1C2 T1W2C1 T1W2C2 T2W1C1 T2W1C2 T2W2C1 T2W2C2 AAK J e n is a ra n g a k tif cc

Gambar 9 Daya jerap iodin beberapa jenis AA.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 13) didapatkan bahwa pelakuan suhu, lama aktivasi, dan konsentrasi serta interaksi ketiga perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya jerapa iodin arang aktif. Dari hasil uji Duncan (Lampiran 13) didapatkan bahwa aktivasi 800 ºC yang dikombinasikan dengan NaOH 0,5% selama 120 menit akan menghasilkan daya jerap iod tertinggi.

Penggunaan Arang Aktif untuk Pemurnian Minyak Goreng Bekas Berdasarkan hasil pencirian AA dengan parameter daya jerap iodin, maka terpilih AA secara fisik terbaik ialah arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 60 menit. Sementara itu, AA secara fisik dan kimia terbaik ialah arang yang diaktivasi pada suhu 800 ºC selama 120 menit dan dikombinasikan dengan perendaman NaOH konsentrasi 0, 5%. Kedua AA terbaik tersebut kemudian di uji sebagai adsorben untuk pemurnian minyak goreng bekas. Sebelumnya dilakukan uji pendahuluan untuk mendapatkan nilai bobot dan waktu optimum yang akan digunakan pada standar asam laurat. Uji pendahuluan ini menggunakan standar asam laurat karena asam laurat merupakan asam lemak bebas yang paling dominan dalam minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit. Nilai bobot dan waktu optimum yang didapat juga digunakan untuk penentuan isoterm adsorpsi. Uji pendahuluan

Konsentrasi asam laurat yang digunakan untuk uji pendahuluan adalah 0,3% (b/b). Konsentrasi campuran asam laurat dan AA terbaik ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi dan presentase penjerapannya selama rentang waktu 60 menit untuk setiap variasi konsentrasi. Berdasarkan hasil uji pendahuluan didapatkan konsentrasi terbaik

untuk AA secara fisik maupun secara fisik dan kimia berturut turut adalah 7,04% (b/v) dan 7,08% (b/v) (Lampiran 14). Nilai ini didapatkan dari perpotongan garis kapasitas adsorpsi dan presentase penjerapan asam laurat oleh AA dalam satu kurva (Gambar 10 dan 11). 0 50 100 150 200 250 2.5 5 7.5 10

(%) Bobot arang aktif

Q E

Gambar 10 Konsentrasi optimum berdasarkan perpotongan kapasitas adsorpsi dengan efisiensi pada AA (800 ºC,60') keterangan : Q = Kapasitas adsorpsi (mg/ g) E = Efisiensi (%) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 2.5 5 7.5 10 (%) Bobot arang aktif

Q E

Gambar 11 Konsentrasi optimum berdasarkan perpotongan kapasitas adsorpsi

dengan efisiensi pada arang aktif (800 ºC,120',0,5% NaOH) Keterangan :

Q = Kapasitas adsorpsi (mg/ g) E = Efisiensi (%)

Waktu kontak optimum pada proses adsorpsi asam laurat baik pada AA secara fisik maupun secara fisik dan kimia ialah 90 menit (Gambar 12 dan 13). Lamanya proses adsorpsi ditentukan berdasarkan kapasitas dan presentase penjerapannya selama rentang waktu tertentu. Pada saat kapasitas dan presentase penjerapan asam laurat mencapai nilai optimum, maka lama proses adsorpsi

tersebut diambil sebagai waktu adsorpsi (Lampiran 15). 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 60.00 90.00 120.00 Waktu (menit) K a p a si ta s a d so rp si (m g/g) 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 Ef is ie n si ( % ) Q E

Gambar 12 Waktu adsorpsi optimum arang aktif (800ºC,60') 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 60.00 90.00 120.00 Waktu (menit) K a p a si ta s A d so rp si (m g /g ) 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 E fis ie n si ( % ) Q E

Gambar 13 Waktu adsorpsi optimum arang aktif (800ºC,120',0,5% NaOH)

Berdasarkan Gambar 12 dan 13, proses adsorpsi terlihat meningkat pada selang waktu 60-90 menit. Selanjutnya proses adsorpsi cenderung hampir stabil. Waktu untuk mencapai kapasitas adsorpsi optimum pada kedua AA tersebut adalah sama. Hal yang sama juga berlaku pada persentasi penjerapannya, yaitu 100%.

Pemurnian minyak goreng bekas

Komponen utama minyak yang sangat menentuan mutu minyak goreng adalah asam lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak (Djatmiko 1974). Proses pemanasan pada minyak dapat menyebabkan minyak menjadi rusak. Salah satu parameter yang digunakan untuk melihat kerusakan minyak akibat pemanasan adalah kandungan asam lemak bebasnya.

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis. Proses pemanasan pada suhu tinggi dan kontak minyak udara dapat mempercepat oksidasi. Sementara itu, proses hidrolisis dapat dipercepat karena adanya air. Data percobaan pemurnian minyak goreng bekas tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis minyak goreng bekas FFA (% b/b) Sampel minyak AA (800°C, 60') AA (800°C, 120',0,5% NaOH) Minyak curah awal 0.14 0.14 Minyak curah bekas 1.62 1.62 Minyak curah bekas setelah dimurnikan 0.79 1.34

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa ada penurunan kadar FFA pada sampel minyak goreng curah bekas setelah dimurnikan dengan AA sebesar 51,57% untuk AA (800 °C, 60'), dan 17,74% untuk AA (800 °C, 120',0,5% NaOH) (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan kedua AA yang dibuat memiliki kemampuan sebagai adsorben pemurnian minyak, pernyataan ini dikuatkan oleh penelitian Pari (2004) yang menyatakan AA yang memiliki daya jerap iodin di atas 1000 mg/g dapat digunakan untuk pemurnian minyak makan. Persentasi penurunan kadar FFA AA (800 °C, 60') lebih besar dari AA (800 °C, 120', 0,5% NaOH), yaitu selisih 33,83 %.

H2COOCR CH2OH

HCOOCR + 3H2O CHOH +3RCOOH

H2COOCR CH2OH

Gambar 14 Reaksi hidrolisis trigliserida Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan pada permukaan adsorben, pada suhu tetap. Telah banyak adsorpsi yang dikembangkan untuk mendeskripsikan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm Freundlich dan Langmuir pada umumnya dianut oleh adsorpsi fase padat-cair (Atkins 1990). Data konsentrasi kesetimbangan, konsentrasi asam lemak bebas terjerap, dan bobot AA yang ditimbang, digunakan dalam pembuatan kurva regresi linier untuk tipe isoterm Freundlich (Lampiran 17) dan isoterm Langmuir (Lampiran 18).

Pada penelitian ini digunakan AA terbaik berdasarkan jenis aktivasinya. Adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 60') memberikan linieritas 92,37% untuk isoterm Freundlich (Gambar 15) dan 83,30% untuk isoterm Langmuir (Gambar 16). Ada pendugaan

adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 60') mengikuti tipe isoterm Freundlich, karena linieritasnya untuk tipe isoterm Freundlich lebih besar. Hasil penelitian ini dikuatkan oleh Hussein et al. (2004) yang menyatakan bahwa dengan nilai linieritas 90% dapat dinyatakan adsorpsi mengikuti jenis tipe isoterm adsorpsi tersebut. Jika isoterm yang dianut adalah isoterm Freundlich maka adsorpsi terjadi secara fisisorpsi banyak lapisan (Fourest dan Volesky 1996). y = 0.0843x + 3.1953 R2 = 0.9228 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 2.97 2.89 2.75 2.60 log konsentrasi log ( x /m )

Gambar 15 Isoterm Freundlich adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 60') y = 0.0008x - 0.3185 R2 = 0.8331 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.0 0 Konsentrasi C/ ( x /m )

Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 60')

Hasil yang sama diperoleh pada isoterm adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 120', 0,5% NaOH), isoterm adsorpsi diduga mengikuti tipe isoterm Freundlich dengan linieritas 92,34% (Gambar 17) sedangkan isoterm Langmuir sebesar 77,89% (Gambar 18). Fakta ini menunjukkan bahwa proses adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 60') maupun AA (800 °C, 120'; 0,5% NaOH) menganut tipe isoterm Freundlich.

y = 0.0773x + 3.2406 R2 = 0.9243 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 2.80 2.76 2.52 2.57 log konsentrasi log ( x /m )

Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi asam laurat oleh AA (800 °C, 120', 0,5% NaOH) y = 0.0008x - 0.2066 R2 = 0.7792 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 Konsentrasi C/ ( x /m )

Gambar 18 Isoterm Langmuir adsorpsi asam laurat oleh AA (800°C, 120', 0,5% NaOH

Pendekatan Freundlich mengasumsikan adsorbat yang teradsorpsi membentuk lapisan

multilayer, permukaan adsorbat heterogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk molekul adsorbat tidak sama, ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat, dan molekul adsorbat yang teradsorpsi terdistribusi, artinya molekul-molekul tersebut bergerak pada permukaan.

Kedua jenis AA mengikuti tipe isoterm Freundlich. Hal ini menggambarkan bahwa permukaan adsorbat adalah heterogen dan memiliki energi yang tidak sama (Ribeioro et al. 2001). Informasi yang diperoleh dari isoterm adsorpsi adalah suatu pendekatan yang mengasumsikan suatu permukaan adsorpsi yang homogen atau heterogen (Koumanova & Antova 2002). Isoterm adsorpsi tidak menunjukkan mekanisme penjerapan yang terjadi, baik fisisorpsi maupun kimisorpsi. Suatu adsorpsi digolongkan berlangsung secara fisisorpsi atau kimisorpsi, dapat ditentukan berdasarkan nilai entalpi dan energi aktivasinya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tongkol jagung terbukti dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif (AA). Arang yang diaktivasi secara fisik dan kimia ternyata memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan arang yang diaktivasi hanya secara fisik berdasarkan daya jerap iodin. AA terbaik sesuai dengan cara aktivasinya terdapat pada arang yang diaktivasi pada suhu 800 °C selama 60 menit dan arang yang diaktivasi pada suhu 800 °C selama 120 menit dengan kombinasi bahan pengaktif NaOH 0,5 %. Kedua jenis adsorben ini berfungsi sebagai adsorben pemurnian minyak goreng bekas, yang dibuktikan dengan kemampuannya menurunkan kandungan asam lemak bebas sebesar 51,57 % untuk AA (800 °C, 60'), dan 17,74 % untuk AA (800 °C, 120', 0,5 % NaOH).

Tipe isoterm yang dianut oleh kedua jenis adsorben adalah isoterm Freundlich. Isoterm ini mengasumsikan molekul adsorbat yang teradsorpsi membentuk lapisan multilayer dan permukaan adsorbat adalah heterogen (memiliki energi yang berbeda).

Saran

Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah identifikasi gugus fungsi, pola struktur kristalit, dan topografi permukaan arang aktif dari arang aktif yang dibuat. Sebaiknya AA (800 °C, 120', 0,5% NaOH) diaplikasikan pada contoh berwujud gas.

Dokumen terkait