• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung adalah sumber pangan kedua setelah padi. Hampir 70% dari produksinya dimanfaatkan untuk konsumsi dan sisanya untuk berbagai keperluan, baik sebagai pakan ternak maupun bahan industri (Elly LR 1992). Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (daun dan tongkol), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), furfural, bioetanol, dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

Tongkol jagung kaya akan pentosa yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Furfural banyak digunakan sebagai pelarut dalam industri pengolahan minyak bumi, pembuatan pelumas, dan pembuatan nilon. Selain itu berfungsi sebagai senyawa antara untuk pembuatan furfuril alkohol, tetrahidrofuran, herbisida, dan aplikasi pada pewangi (Ace 2003). Inti biji jagung juga banyak dimanfaatkan sebagai penghasil minyak jagung.

Tongkol jagung sebagian besar tersusun oleh selulosa (41%), hemiselulosa (36%), lignin (6%), dan senyawa lain yang umum terdapat dalam tumbuhan (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan kandungan karbon yang cukup tinggi. Arang yang berasal dari tongkol jagung diaktivasi secara fisik dan kimia. Aktivasi secara kimia dengan larutan asam dan basa mengarah untuk perbesaran pori arang aktif.

Arang Aktif

Arang aktif (AA) adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaannya dengan jalan membuka pori-porinya sehingga daya adsorpsinya meningkat. Luas permukaan AA berkisar antara 300 dan 3500 m2/g. Daya jerap AA sangat besar, yaitu ¼ sampai 10 kali terhadap bobot arang aktif.

AA merupakan adsorben yang baik untuk adsorpsi gas, cairan, maupun larutan. Adsorpsi oleh AA bersifat fisik, artinya adsorpsi terjadi jika gaya tarik van der Waals oleh molekul-molekul di permukaan lebih kuat daripada gaya tarik yang menjaga adsorbat tetap berada dalam fluida. Adsorpsi fisik bersifat dapat balik sehingga adsorbat

yang diadsorpsi AA dapat mengalami desorpsi (Roy 1985). Sifat ini menguntungkan untuk aplikasi industri karena AA dapat dipakai berulang melalui proses regenerasi.

Pola difraksi sinar-X menunjukkan bahwa AA berbentuk grafit, amorf, tersusun dari atom-atom karbon berikatan secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar (Gambar 1). Susunan kisi-kisi heksagonal datar ini tampak seperti pelat-pelat datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela di antaranya. Setiap kristal arang aktif biasanya tersusun atas 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20−30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Jankowska 1991)

Gambar 1 Struktur grafit AA (Jankowska 1991).

AA dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon. Tulang, kulit biji, kayu keras dan lunak, kulit kayu, tongkol jagung, serbuk gergaji, sekam padi, dan tempurung kelapa ialah beberapa contoh yang umum digunakan (Pari 1996). Pembuatan AA mencakup dua tahapan utama, yaitu proses karbonisasi bahan baku dan proses aktivasi bahan terkarbonisasi tersebut pada suhu lebih tinggi. Karbonisasi merupakan proses penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dengan disertai pengeluaran unsur- unsur non-karbon, yang berlangsung pada suhu sekitar 600-700 °C (Kienle 1986). Proses aktivasi merupakan proses untuk menghilangkan hidrokarbon yang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas karbon (Cooney 1980 dan Guerrero et al. 1970). Aktivasi AA dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu proses aktivasi secara fisik dan proses aktivasi kimia. Prinsip aktivasi fisik adalah pemberian uap air atau gas CO2 kepada arang yang telah dipanaskan.

Sementara, prinsip aktivasi kimia ialah perendaman arang dalam senyawa kimia sebelum dipanaskan. Diharapkan bahan pengaktif masuk di antara sela-sela lapisan heksagonal AA dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup. Bahan-bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4,

ZnCl2, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH, NaOH,

MgCl2 (Kienle 1986, Sudradjat & Soleh

1994).

Penggunaan AA sebagai adsorben ditentukan oleh luas permukaan, dimensi, dan distribusinya, yang bergantung pada bahan baku, kondisi pengkarbonan, dan proses pengaktifan yang digunakan. Sekarang ini, AA telah digunakan secara luas dalam industri pangan, misalnya untuk pemurnian gula dan minyak, maupun non-pangan seperti kimia dan farmasi, umumnya sebagai bahan pengadsorpsi dan pemurni yang digunakan dalam jumlah sedikit sebagai katalis (Lampiran 1). AA juga telah banyak digunakan pada sistem penjernihan air (Sriwahyuni 2002).

Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada permukaan. Partikel yang terakumulasi dan diserap oleh permukaan disebut adsorbat dan material tempat terjadinya adsorpsi disebut adsorben atau substrat (Atkins 1999).

Proses adsorpsi terdiri atas dua tipe, yaitu adsorpsi kimia dan fisika. Adsorpsi kimia adalah tipe adsorpsi dengan cara suatu molekul menempel ke permukaan melalui pembentukan suatu ikatan kimia. Ciri-ciri adsorpsi kimia adalah terjadi pada suhu yang tinggi, jenis interaksinya kuat, berikatan kovalen antara permukaan adsorben dengan adsorbat, entalpinya tinggi (ΔH 400 kJ/mol), adsorpsi terjadi hanya pada suatu lapisan atas (monolayer), dan energi aktivasinya tinggi (Hasanah 2006).

Adsorpsi fisika adalah tipe adsorpsi dengan cara adsorbat menempel pada permukaan melalui interaksi intermolekuler yang lemah. Ciri-ciri dari adsorpsi fisika adalah terjadi pada suhu yang rendah, jenis interaksinya adalah interaksi intermolekuler (gaya van der Waals), entalpinya rendah (ΔH <20 kJ/mol), adsorpsi dapat terjadi dalam banyak lapisan (multilayer), dan energi aktivasinya rendah (Hasanah 2006).

Adsorpsi fisika terutama disebabkan oleh gaya van der Waals dan gaya elektrostatik antara molekul yang teradsorpsi dengan atom yang menyusun permukaan adsorben. Gaya van der Waals tersebut timbul sebagai akibat interaksi dipol-dipol, yang mana pada jarak antar molekul tertentu terjadi kesetimbangan antara gaya tolak dan gaya tarik. Dalam fase cair dan fase padat terdapat gaya tarik van der Waals yang relatif lebih besar dibandingkan dengan gaya tarik dalam fase gas. Gaya van der Waals terdiri dari interaksi dipol-dipol,

interaksi dipol permanen-dipol induksi, dan interaksi dispersi (dipol sementara-dipol induksi) (Suzuki 1990, diacu dalam Hasanah 2006).

Faktor-faktor yang memengaruhi proses adsorpsi antara lain sifat fisik dan kimia adsorben seperti luas permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas permukaan padatan persatuan volume tertentu, sehingga akan semakin banyak zat yang diadsorpsi. Faktor lainnya adalah sifat fisis dan kimia adsorbat, seperti ukuran molekul dan komposisi kimia, serta konsentrasi adsorbat dalam fase cairan (Atkins 1999).

Proses adsorpsi berlangsung melalui tiga tahapan, yaitu makrotransport, mikro- transport, dan sorpsi. Makrotransport meliputi perpindahan adsorbat melalui air menuju interfase cair-padat dengan proses difusi. Mikrotransport meliputi difusi adsorbat melalui sistem makropori dan submikropori. Sorpsi merupakan istilah untuk menjelaskan kontak adsorbat terhadap adsorben. Istilah ini digunakan karena sulitnya membedakan proses yang berlangsung, apakah fisiosorpsi atau kimisorpsi. Kapasitas adsorpsi suatu adsorben untuk sebuah kontaminan dapat ditentukan dengan menghitung isoterm adsorpsi.

Isoterm Adsorpsi

Hubungan kesetimbangan antara potensial kimia adsorbat dalam gas atau cairan dan potensial kimia adsorbat di permukaan adsorben pada suhu tetap dikatakan sebagai isoterm adsorpsi. Kesetimbangan tercapai jika laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya (Koumanova & Antova 2002).

Tipe isoterm adsorpsi yang umum dikenal ada tiga macam, yaitu isoterm Freundlich, Langmuir, dan Brenauer-Emmet-Teller (BET). Isoterm Freundlich dan Langmuir digunakan untuk gas atau larutan dengan konsentrasi rendah. Isoterm BET merupakan modifikasi isoterm Langmuir pada tekanan tinggi (Alberty & Silbey 1992).

Isoterm Freundlich

Isoterm Freundlich mengasumsikan suatu permukaan adsorpsi yang heterogen dan perbedaan energi pada sisi aktif (Koumanova & Antova 2002).

Model isoterm ini menganggap bahwa pada semua sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu

memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi pada kesetimbangan tercapai, hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Jason 2004).

Persamaan Freundlich dituliskan sebagai berikut: n C k m x = 1/

Persamaan dalam bentuk logaritma:

C n k m x log 1 log log = + keterangan: m

x = jumlah adsorbat terjerap per unit bobot

adsorben (µg/g adsorben)

C = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (bpj)

k, n = konstanta empiris Isoterm Langmuir

Isoterm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa sejumlah tertentu sisi sentuh adsorben terdapat pada permukaan dan memiliki energi yang sama serta adsorpsi bersifat dapat balik (Atkins 1999). Menurut Ribeiro et al. (2001), isoterm Langmuir mengasumsikan setiap tempat adsorpsi adalah ekuivalen dan kemampuan partikel untuk terikat di tempat tersebut tidak bergantung pada ditempati atau tidak ditempatinya tempat yang berdekatan dan menggambarkan permukaan adsorpsi yang homogen.

Persamaan Langmuir dituliskan sebagai berikut: C C m x β β α + = 1

Konstanta α, β dapat ditentukan dari kurva hubungan m x C / terhadap C dengan persamaan: C m x C α β α 1 1 / = +

Isoterm Brunauer, Emmet, Teller (BET) Isoterm BET merupakan metode umum untuk menentukan luas permukaan adsorben dari data adsorpsi, dengan persamaan: cn x c cn x n x 1 ( 1) ) 1 ( − + = −

konstanta n dan c dapat diperoleh dari kemiringan garis perpotongan kurva hubungan ) 1 ( x n x − terhadap x. Minyak Goreng

Lemak dan minyak merupakan suatu trigliserida yang terbentuk dari kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua, yaitu lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak misalnya mentega, dan lemak yang dimasak bersam- sama bahan pangan atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng (Ketaren 1986). Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum komponen utama yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak.

Dalam proses menggoreng, minyak berfungsi sebagai penghantar panas sehingga proses pemanasan menjadi lebih efisien dibandingkan proses pemanggangan dan perebusan. Proses penggorengan akan meningkatkan cita rasa, kandungan gizi dan daya awet serta menambah nilai kalori bahan pangan. Pada proses penggorengan oksigen dapat mengoksidasi minyak dengan cepat.

Kerusakan lemak selama proses penggorengan diakibatkan oleh kontak minyak dengan udara, pemanasan yang berlebihan, kontak minyak dengan bahan pangan dan adanya partikel-partikel yang gosong.. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat dilihat dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, kenaikan kandungan asam lemak bebas, kenaikan peroksida dan penurunan bilangan iodium. Kerusakan ini akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi serta penampilan bahan pangan yang digoreng. Persyaratan mutu minyak goreng menurut SNI (1995) disajikan pada Tabel 2.

Pada minyak goreng yang telah digunakan dapat dilakukan filtrasi minyak dengan adsorben sehingga kondisi minyak dapat terjaga dengan baik. Adsorben yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah arang aktif yang diduga dapat menghilangkan sebagian asam lemak bebas yang timbul dari reaksi pencoklatan.

Tabel 2 Syarat mutu minyak goreng Ciri Nilai Maksimum Air 0,3%(b/b) FFA 0,3%(b/b) Bilangan Peroksida 10 mg O2/ 100g Logam Berat Timbel (Pb) 0.1 bpj Besi (Fe) 1.5 bpj Tembaga (Cu) 0.1 bpj Raksa (Hg) 0.05 bpj Arsen (As) 0.1 bpj

Minyak Pelikan negatif Keadaan (warna, bau, dan

rasa) normal

Sumber: SNI 01-3741-1995

BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait