• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Pasar

Aspek pasar merupakan aspek yang memiliki prioritas utama dari suatu studi kelayakan usaha, hal ini dikarenakan banyak usaha yang mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan pasar potensial dan pangsa pasar. Untuk memasarkan produknya, maka usaha kopi arabika petani anggota koperasi harus dapat memastikan hal tesebut.

1. Potensi Pasar Kopi Arabika

Petani kopi arabika anggota Koperasi Syariah Padamukti pada skala usaha < 0.5 ha, 0.5 – 1 ha, dan > 1 ha merupakan petani yang menjual biji kopi arabika dalam bentuk gelondong segar. Kopi biji basah tersebut sampai saat ini dijual langsung kepada Koperasi Syariah Padamukti. Data mengenai permintaan pasar terhadap biji kopi arabika produksi petani anggota Koperasi Syariah Padamukti secara khusus tidak dapat diperoleh. Namun permintaan ini dapat ditinjau dari jumlah konsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan biji kopi arabika yang dihasilkan oleh petani anggota koperasi yang dipasarkan ke Koperasi Syariah Padamukti yang selanjutnya dipasarkan kembali ke Malabar Coffee terserap seluruhnya.

Permintaan pasar terhadap biji kopi arabika cukup tinggi dan cenderung meningkat pada setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan perhitungan dari akumulasi data jumlah produksi biji kopi arabika yang dihasilkan dapat terserap seluruhnya di pasaran dan net impor yang didapatkan selama beberapa tahun terakhir pada tabel 3.

Tabel 3 Jumlah permintaan dan persentase perubahan permintaan terhadap biji kopi masyarakat Indonesia pada tahun 2009 – 2012a

Tahun Produksi dalam

negeri (Ton) Impor (Ton)

Jumlah permintaan (Ton) Persentase perubahan permintaan (%) 2009 172 439 14 064 186 503 - 2010 268 953 18 550 287 503 54.14 2011 299 830 17 300 317 130 10.30 2012 301 230 47 129 348 959 10.03 a

Sumber : Ditjen Perkebunan, AEKI, 2013 (diolah)

Berdasarkan data pada tabel 3, dapat diamati bahwa permintaan masyarakat Indonesia terhadap komoditas biji kopi cukup tinggi pada setiap tahunnya, hingga pada tahun 2012 mencapai sekitar 348 959 ton. Selain itu, pada setiap tahunnya selalu terjadi peningkatan permintaan terhadap biji kopi arabika ini, hingga pada tahun 2012 permintaan masyarakat Indonesia mengalami peningkatan sebesar 10.03% dari tahun 2011. Sehingga potensi untuk memenuhi permintaan pasar masih terbuka pada ruang lingkup domestik.

2. Rencana Pemasaran dan Pangsa Pasar

Pasar yang dituju oleh petani kopi arabika anggota koperasi dari berbagai skala usaha saat ini masih ke Koperasi Syariah Padamukti. Koperasi membeli hasil panen petani anggota dalam bentuk gelondong segar tanpa melalui pengolahan lebih lanjut. Setelah itu, koperasi melakukan pengupasan dan pengeringan sampai menjadi kopi gabah untuk selanjutnya dijual ke Malabar Coffee. Koperasi Syariah Padamukti selaku wadah petani kopi di wilayah Desa Cipada merencanakan pemasaran ke perusahaan eksportir kopi secara langsung dan perencanaan lain koperasi yaitu melakukan pengolahan kopi gelondong segar terlebih dahulu hingga menjadi kopi beras dan kopi bubuk agar mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi.

Pangsa pasar merupakan persentase dari penjualan seluruh petani anggota koperasi terhadap seluruh hasil penjualan di daerah tertentu. Petani kopi arabika anggota koperasi mampu memproduksi biji kopi gelondong segar sebanyak 75 ton. Keseluruhan produksi di daerah Jawa Barat pada tahun 2012 adalah 14 749 ton. Kontribusi petani kopi anggota koperasi dalam produksi di Jawa Barat adalah sebesar 0.51%. Persentase dapar dihitung dengan menggunakan rumus :

Pangsa Pasar = total penjualan biji kopi petani koperasi tahun 2012

total penjualan biji kopi di Jawa Barat tahun 2012 × 100% = 75 Ton

14 749 Ton

× 100%

= 0.51% 3. Strategi pemasaran

a. Produk

Petani kopi anggota Koperasi Syari’ah Padamukti pada luasan lahan <0.5 ha, 0.5-1 ha, dan >1 ha melakukan usaha perkebunan kopi arabika dengan hasil akhir kopi gelondong segar. Menurut Deni Sopari selaku Ketua Koperasi Syariah Padamukti, setelah dilakukan uji laboratorium, kopi yang dihasilkan oleh petani anggota koperasi adalah aroma herbal dan bunga. Hal ini demikian karena menurutnya lokasi perkebunan dan cara budi daya yang sebagian besar tidak menggunakan pupuk buatan dan pestisida dapat mempengaruhi aroma pada biji kopi.

b. Harga

Seluruh petani kopi anggota Koperasi Syariah Padamukti menjual kopi dalam bentuk biji gelondong segar langsung ke Koperasi Syariah Padamukti dengan harga fluktuatif. Harga jual kopi arabika yang ditetapkan oleh Koperasi Syariah Padamukti mencapai Rp8 000/kg gelondong segar dari petani anggota koperasi. Namun sempat terjadi penurunan harga mencapai Rp6 000/kg gelondong segar. Harga yang ditetapkan oleh koperasi kepada petani anggota koperasi sudah dipotong untuk biaya bagi hasil dengan Perum Perhutani sebesar 17%.

c. Distribusi

Petani anggota Koperasi Syariah Padamukti dari berbagai skala usaha menjual kopi arabika dalam bentuk gelondong segar kepada Koperasi Syariah Padamukti. Petani kopi anggota koperasi membawa hasil panennya langsung ke gudang tempat pengumpulan kopi milik Koperasi Syariah Padamukti untuk di timbang. Marjin yang didapat petani anggota koperasi setelah dihitung dari analisis laba rugi pada harga jual Rp7 000/kg adalah sebesar Rp2 213/kg. Selanjutnya koperasi melakukan proses pengupasan dan pengeringan biji kopi hingga bentuk gabah untuk dijual ke Malabar coffee dengan menjemput langsung ke lokasi koperasi. Sehingga koperasi tidak mengeluarkan biaya transportasi untuk menjual kopi ke Malabar Coffee. Marjin yang didapat koperasi dengan melakukan pengolahan hingga menjadi gabah kering pada harga jual Rp19 000/kg setelah dikurangi biaya tenaga kerja, penyusutan alat, biaya bahan baku (kopi gelondong segar), dan sharing profit dengan Perhutani adalah sebesar Rp3 000/kg. Proses distribusi yang dilakukan petani anggota koperasi hingga ke Malabar Coffee pada Gambar 4.

Gambar 4 Alur tataniaga kopi arabika Koperasi Syariah Padamukti Secara prosedur, seharusnya petani mengumpulkan hasil panennya ke KTH masing-masing namun untuk menghemat biaya dan waktu, petani memilih langsung mendistribusikan kopi ke Koperasi Syariah Padamukti. d. Promosi

Promosi yang dilakukan oleh koperasi adalah memperkenalkan produk yang dihasilkan petani anggota koperasi kepada Malabar coffee dengan memberikan contoh kopi arabika, sehingga Malabar coffee mengetahui kualitas dari kopi yang dihasilkan. Pada dasarnya, Koperasi Syari’ah Padamukti tidak melakukan kontrak kerjasama dengan Malabar Coffee. Kesepakatan yang dilakukan hanya secara lisan sehingga koperasi

Koperasi Syariah Padamukti

Malabar Coffee

Petani kopi Petani kopi Petani kopi Petani kopi

KTHRimba Sejahtera KTH Fajar Burangrang KTH Sinar Mukti KTH Sangkan Hurip

tidak dapat mengetahui secara jelas kuantitas yang dibutuhkan serta tidak memiliki kekuatan harga yang mengakibatkan harga masih berfluktuasi. 4. Hasil analisis aspek pasar

Berdasarkan hasil dari analisis aspek pasar yang terdiri dari potensi pasar, pangsa pasar, dan pemasaran yang dilakukan oleh petani anggota koperasi layak untuk dijalankan, hal ini terlihat dari sisi pangsa pasar yang cukup besar, pemasaran yang diterapkan menjadikan kopi arabika yang dihasilkan dapat diterima pasar.

Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan aspek untuk menilai kesiapan petani dalam menjalankan hal-hal teknis atau operasional. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu lokasi usaha, ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga kerja, layout, skala usaha, dan proses produksi.

1. Lokasi Usaha

Lokasi perkebunan kopi arabika dari berbagai skala usaha di Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat dilihat dari iklim terletak pada ketinggian 1 000 sampai 1 200 m dpl, curah hujan 1 200 sampai 2 200 mm/tahun dan kemiringan lereng 15 sampai 40%. Pada ketinggian lokasi dan kemiringan lereng sudah sesuai syarat tumbuh kopi arabika yang membutuhkan ketinggian tempat 700 sampai 2 000 m dpl. Curah hujan juga sudah sesuai dengan syarat tumbuh kopi arabika yang membutuhkan curah hujan 1 500 sampai 2 500 mm/tahun. Curah hujan dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya proses pembungaan kopi arabika.

Salah satu syarat tumbuh lainnya untuk perkebunan kopi arabika adalah adanya pohon naungan. Mengingat bahwa lahan kopi arabika petani anggota koperasi merupakan lahan Perum Perhutani, terdapat pohon pinus yang telah berumur lebih dari 20 tahun. Pada skala usaha > 1 ha sebagian besar kekurangan intensitas cahaya karena pohon pinus yang berfungsi sebagai naungan kopi petani anggota koperasi terlalu rimbun. Sedangkan pada skala usaha < 0.5 ha dan skala usaha 0.5 sampai 1 ha pada petani responden memiliki intensitas cahaya yang cukup. Gambar lokasi usaha dapat dilihat pada gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5 (a) Pohon kopi dengan intensitas cahaya yang cukup (b) Pohon kopi akibat pohon naungan terlalu rimbun

2. Ketersediaan bahan baku

Lokasi perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha mudah untuk mendapatkan bahan baku utama, antara lain bibit kopi arabika, pupuk kandang, herbisida, dan peralatan pertanian. Bibit kopi arabika yang ditanam petani anggota koperasi merupakan varietas Lini S 795 yang didapatkan dari penjual bibit di wilayah Cikalong Wetan, Koperasi Syariah Padamukti, serta di daerah Pangalengan dengan harga berkisar Rp2 000 sampai Rp2 400/pohon tinggi 30 cm - 40 cm. Untuk ketersediaan pupuk kandang, petani kopi anggota koperasi mendapatkannya di peternak wilayah Desa Cipada karena banyak masyarakat di wilayah tersebut yang beternak kambing. Petani kopi membeli pupuk kandang dengan harga Rp8 000/karung, kapasitas karung dapat memuat hingga 40 kg. bahan baku lainnya seperti herbisida dan alat pertanian tersedia di Koperasi Syariah Padamukti dan toko pertanian di Desa Cipada. Rincian peralatan yang digunakan setiap petani responden dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Peralatan pertanian budi daya kopi arabika petani anggota Koperasi Syariah Padamukti tahun 2013a

No. Nama peralatan Sumber perolehan Fungsi

1. Cangkul Toko alat pertanian Mencangkul, membersihkan rumput

2. Golok Toko alat pertanian Memangkas ranting, cabang

3. Garpu Toko alat pertanian Menggemburkan tanah

4. Handsprayer Toko alat pertanian Menyemprot pestisida dan herbisida

5. Gunting stek Toko alat pertanian Memangkas ranting

6. Congkrang Toko alat pertanian Membersihkan rumput

a

Sumber : Data primer (2014)

3. Letak pasar yang dituju

Perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha yang tersebar di Gunung Burangrang jaraknya cukup dekat dengan Koperasi Syariah Padamukti. Petani yang telah melakukan panen dipasarkan ke Koperasi Syariah Padamukti. Sedangkan Malabar Coffee sebagai pembeli tunggal langsung datang ke Koperasi Syariah Padamukti mengambil biji kopi arabika yang telah melalui proses pengupasan dan pengeringan hingga berbentuk gabah (kopi biji yang masih dilapisi kulit kopi tanduk yang sudah dicuci bersih dan sudah dijemur beberapa saat sampai mencapai kering air). 4. Supply Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan budi daya kopi arabika terdiri dari tenaga kerja tetap dan variabel. sebagian besar tenaga kerja yang digunakan petani anggota koperasi merupakan tenaga kerja luar keluarga. Setiap petani rata-rata menggunakan sekitar 1 sampai 5 tenaga kerja luar keluarga untuk melakukan kegiatan persiapan lahan, pemeliharaan dan panen. Namun beberapa responden pada skala usaha < 0.5 ha melakukan kegiatan pemeliharaan oleh pemilik itu sendiri. Upah yang diberikan oleh setiap petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha yaitu Rp25 000 untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp15 000 untuk tenaga kerja selama 6 jam kerja. tenaga kerja ini seluruhnya berasal dari warga Cikalong Wetan. Berbeda pada saat panen,

petani anggota koperasi responden memberikan upah tenaga kerja pemanenan sebesar Rp1 000/kg baik untuk perempuan maupun laki-laki.

Tenaga kerja dalam usaha perkebunan kopi arabika ini masuk dalam tenaga kerja variabel. Petani anggota koperasi tidak menggunakan tenaga kerja sebagai tenaga kerja tetap karena petani tidak melakukan pemeliharaan secara rutin setiap bulan, petani responden hanya melakukan pemeliharaan 2 kali dalam setahun.

5. Layout

Layout perkebunan petani anggota Koperasi Syariah Padamukti dari berbagai skala usaha dapat dilihat pada lampiran 1. Layout tersebut terdiri atas batas wilayah perkebunan yang dilihat dari peta penafsiran satelit untuk memudahkan dalam mengetahui batas-batas wilayah lahan yang dapat digarap petani. Sedangkan layout tanaman pinus Perum Perhutani dan perkebunan kopi petani anggota koperasi diberi jarak tanam 2 x 2.5 m sesuai dengan pedoman yang dianjurkan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. Gambaran Layout penanaman ini dapat dilihat pada gambar 6.

Pinus

Kopi arabika

6. Skala Usaha

Skala usaha petani responden anggota Koperasi Syariah Padamukti adalah 129 ha. Peneliti membagi 3 skala usaha untuk mengamati batas kelayakan pada lahan yang diusahakan. Skala usaha yang telah ditentukan yaitu < 0.5 ha, 0.5 sampai 1 ha, dan > 1 ha. Sebagian besar petani melakukan budi daya kopi pada luasan < 0.5 ha. Hal ini karena keterbatasan modal yang dimiliki oleh setiap petani sedangkan lahan yang tersedia dari hasil perjanjian kerjasama dengan Perum Perhutani masih cukup luas yaitu 227.84 ha. Jumlah petani kopi pada luasan < 0.5 ha 81 orang, 0.5 sampai 1 ha 33 orang dan > 1 ha 54 orang. Setiap petani rata-rata menanam kopi arabika dengan jarak tanam yang seragam yaitu 2 m x 2.5 m, sehingga rata-rata jumlah pohon yang

Gambar 6 Skema jarak tanam kopi dan pinus yang diusahakan petani anggota koperasi

ditanam seragam tergantung skala usaha yang dimiliki petani anggota koperasi.

7. Proses Produksi

Dalam Budi daya kopi arabika mencakup pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen.

a. Persiapan Lahan

Dalam tahap Persia pan, petani yang akan menggarap lahan Perum Perhutani sebelum menanam kopi arabika perlu melakukan perizinan ke LMDH. Setelah mendapat izin untuk menggarap lahan Perum Perhutani, petani melakukan pematokan lahan serta pembukaan lahan dengan cara pembabatan dan pembersihan lahan dari gulma secara manual. Gulma yang tumbuh di lahan tidak terlalu lebat karena banyaknya pohon pinus milik Perum Perhutani yang telah berumur lebih dari 20 tahun. Pohon pinus tersebut berfungsi sebagai naungan pohon kopi selain itu menghambat pertumbuhan gulma. Sebagian besar petani memilih lahan yang tidak terlalu curam karena untuk memudahkan budi daya. Pembukaan lahan dilakukan oleh tenaga kerja yang diupah secara borongan sebesar Rp 300/m2.

b. Penanaman

Penanaman kopi arabika pada petani responden dari berbagai skala usaha diawali dengan pembuatan lubang tanam, pemupukan, hingga penanaman. Bibit kopi arabika petani anggota koperasi menggunakan bibit varietas Lini S 795 yang cocok untuk dibudidayakan di Jawa Barat. Pembuatan lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 × 60 × 60 cm. lubang tanam diberi pupuk kandang sebanyak kurang lebih 2 kg dan didiamkan selama 7 sampai 10 hari. Tiap lubang tanam diberi jarak 2 x 2.5 m yang disesuaikan dengan pedoman teknis varietas Lini S 795. Petani anggota koperasi melakukan penanaman pada awal musim hujan, namun ada sebagian petani melakukan penanaman pada pertengahan musim hujan agar dapat mudah tanaman tersiram oleh air hujan. Biaya tenaga kerja pembuatan lubang tanam sama seperti halnya persiapan lahan yaitu sistem borongan dengan upah Rp1 000/lubang tanam dan biaya penanaman sebesar Rp500/tanam. Sedangkan penyulaman dilakukan 1 tahun setelah penanaman awal dilakukan, penyulaman disiapkan sebanyak 30% dari jumlah penanaman awal16.

c. Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan kegiatan yang penting dilakukan untuk menghasilkan biji kopi agar berkualitas dan menghasilkan kuantitas yang optimal. Pemeliharaan yang dilakukan petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha mencakup penyemprotan herbisida untuk membersihkan lahan dari gulma, Pemangkasan cabang, pemupukan, dan pengendalian hama. Dalam melakukan pembersihan lahan. Dosis herbisida untuk 1 ha sekitar 2 sampai 4 botol (1 liter/botol). 1 botol herbisida dapat diaplikasikan pada lahan seluas 2 500 m2 tetapi tergantung lebatnya gulma yang tumbuh disekitar tanaman.

16

Pada aplikasi pemangkasan cabang, petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha biasanya melakukan bersamaan dengan pemupukan dan pada saat panen. Aplikasi pemangkasan tidak dijadikan pemeliharaan yang rutin pada petani responden, padahal pemangkasan menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan berfungsi agar pohon tetap rendah, membentuk cabang produksi yang baru serta mempermudah masuknya cahaya.

Pada pengendalian hama, sebagian besar hama yang menyerang perkebunan kopi petani anggota koperasi adalah Hypothenemus yang merupakan hama penggerek buah kopi. Petani mengendalikan hama tersebut dengan cara teknis, petani membuat perangkap dari botol air mineral dan diberi cairan kimia (Hipotan) pada lubang botol. Untuk mengendalikan hama tersebut, dibutuhkan 10 botol perangkap hama dalam skala usaha 1 ha. Namun penggunaan pengendalian tersebut masih sebagian kecil dari petani anggota koperasi yaitu petani pada skala usaha 0.5 sampai 1 ha. Sedangkan pada petani < 0.5 ha dan > 1 ha tidak mengaplikasikan pengendalian hama.

Gambar 7 Perangkap hama Hypothenemus

Pada pemupukan, petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha hanya menggunakan pupuk kandang sebagai penambah unsur hara pada tanah dan tanaman. Petani anggota koperasi tidak menggunakan pupuk buatan sehingga dapat meringankan biaya pemupukan. Pemupukan dilakukan 1 kali dalam 1 tahun sebanyak 2 – 5 kg per pohon. Biaya tenaga kerja pemeliharaan adalah sebesar Rp25 000 untuk laki-laki dan Rp15 000 untuk perempuan, namun petani anggota koperasi lebih banyak menggunakan tenaga kerja laki-laki untuk aplikasi pemeliharaan.

d. Panen

Kopi arabika yang ditanam oleh petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha berbuah pada usia 3 tahun dengan pemeliharaan yang cukup intensif setelah penanaman. Pada panen pertama, pohon kopi arabika petani dari skala usaha < 0.5 ha hingga > 1 ha menghasilkan 500 kg sampai 1 500 kg. Pada panen berikutnya buah kopi yang dihasilkan dapat terus meningkat sebesar 25% setiap tahun apabila dilakukan

pemeliharaan secara intensif17. Peningkatan produksi terus meningkat hingga puncaknya pada umur 10-11 tahun dilihat dari umur ekonomis tanaman berdasarkan varietas kopi arabika yang ditanam.

Buah kopi yang telah matang dan siap panen dapat ditandai dengan melihat ciri-ciri warnanya, buah kopi yang sudah masak dan siap dipanen memiliki warna merah. Pemanenan yang dilakukan oleh petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha adalah memetik buah kopi yang sudah merah disebut “petik merah”. Kopi arabika yang dipanen petani anggota koperasi harus melakukan panen petik merah agar kualitas kopi arabika tetap terjaga dan mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Pohon kopi arabika bersifat musiman dan dapat dipanen 1 kali dalam 1 tahun. Periode panen dari awal pemanenan hingga habisnya biji kopi yaitu selama 3 bulan dan akan berbuah pada tahun berikutnya. Kegiatan pemanenan kopi arabika petani anggota koperasi menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan upah Rp1 000/kg, tenaga kerja mendapatkan Rp1 000 setiap memanen 1 kg kopi gelondong segar milik petani anggota koperasi.

e. Pascapanen

Buah hasil panen petani anggota koperasi dari berbagai skala usaha disortir dari buah-buah kurang bagus dan dari buah yang belum matang. Sebelum melakukan pengelupasan kulit buah, koperasi terlebih dahulu melakukan perendaman dalam air selama 2 sampai 3 jam, buah yang mengapung dipisahkan. Pengupasan buah kopi harus cepat dilakukan agar tidak terjadi pembusukan pada buah hasil rendaman dan selanjutnya proses pengeringan selama ± 8 jam di bawah sinar matahari. Setelah menjadi biji kopi gabah kering, Malabar Coffee sebagai konsumen tunggal mengambil biji kopi arabika Koperasi Syariah Padamukti.

8. Hasil analisis aspek teknis

Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan bahwa secara teknis pada skala usaha < 0.5 ha, 0.5-1 ha, dan > 1 ha tidak menyalahi aturan dari Standar Operasional Prosedur (SOP) kopi arabika, dapat dilihat dari pemilihan lokasi usaha, pemenuhan bahan baku, keterseediaan tenaga kerja, layout, dan skala usaha tidak memiliki masalah dan kendala. Namun pada proses produksi khususnya pada pemeliharaan, petani tidak menggunakan pupuk buatan sebagai penambah unsur hara tanaman. Jarangnya melakukan pemangkasan pada petani dengan skala usaha > 1 ha, serta pohon naungan yang lebih rimbun dibanding lahan petani lainnya. mengakibatkan hasil produksi kurang optimal. Tetapi dari keseluruhan komponen aspek teknis, petani anggota koperasi masih layak untuk dijalankan.

Analisis Aspek Manajemen dan Hukum

Analisis aspek manajemen usaha perkebunan kopi arabika pada anggota Koperasi Syariah Padamukti dari berbagai skala usaha ditinjau melalui beberapa faktor, yaitu : pengetahuan, pengalaman, dan keahlian para petani dalam melakukan usaha perkebunan kopi arabika. Kemampuan manajerial para petani, manajemen petani dalam kaitannya dengan hubungan kepada koperasi selaku lembaga.

17

Para petani kopi arabika anggota koperasi dari berbagai skala usaha telah memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keahlian yang baik dalam melakukan kegiatan usaha perkebunan kopi arabika. Rata-rata petani kopi ini telah melakukan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di daerah Pangalengan Bandung. Petani kopi arabika ini mendapatkan pengetahuan dari bapak Nuri yang merupakan salah seorang petani di Pangalengan yang telah memulai usaha budi daya kopi arabika cukup lama. Selain itu, pengetahuan para petani ini semakin meningkat dengan adanya program penyuluhan pemerintah dalam kaitannya dengan agribisnis.

Manajerial para petani dalam kegiatan budi daya kopi arabika, yaitu yang berhubungan dengan input produksi. Petani anggota koperasi memiliki hubungan baik dengan peternak yang dapat menyediakan pupuk kandang untuk kebutuhan pupuk tanaman kopi arabika. Petani anggota koperasi juga memiliki hubungan yang baik dengan supplier yang senantiasa menyediakan keperluan praproduksi dan obat-obatan yang pada umumnya merupakan pemilik toko pertanian di beberapa pasar. Manajemen petani juga terlihat dari penggunaan tenaga kerja bantuan dalam kegiatan budi daya kopi arabika. Pada umumnya, para tenaga kerja bantuan memiliki fungsi untuk melakukan kegiatan pemeliharaan seperti : menyemprot gulma, pemupukan, pemangkasan cabang-cabang, dan memetik hasil panen. Tenaga kerja bantuan tidak setiap hari digunakan oleh petani anggota

Dokumen terkait