• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN USAHA PERKEBUNAN KOPI ARABIKA

PADA ANGGOTA KOPERASI SYARIAH PADAMUKTI

DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

MUHAMAD FADLI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika Pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(3)

ABSTRAK

MUHAMAD FADLI. Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika Pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH.

Dalam menjalankan usaha kopi arabika, Petani anggota Koperasi Syariah Padamukti melakukan perjanjian kerjasama dengan Perum Perhutani melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) seluas 356.84 ha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi dari skala usaha < 0.5 ha, 0.5 sampai 1 ha, dan > 1 ha. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis non finansial berupa aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan. Analisis finansial berdasarkan kriteria penilaian investasi berupa NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Analisis sensitivitas menghitung pengaruh perubahan harga dan penurunan produksi. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha perkebunan kopi arabika anggota koperasi dari ketiga skala usaha layak untuk dijalankan berdasarkan aspek finansial dan non finansial. Usaha perkebunan kopi arabika pada skala < 0.5 ha dan 0.5 – 1 ha menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan skala usaha > 1 ha. Hasil sensitivitas bahwa penurunan harga dan penurunan produksi masih layak untuk dijalankan.

Kata kunci: kelayakan, perkebunan kopi arabika, petani anggota koperasi.

ABSTRACT

MUHAMAD FADLI. The feasibility of arabica coffee plantation on Syari'ah Cooperation Padamukti members in West Bandung District. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH

In carrying out the arabica coffee business, the farmer cooperative members make a Memorandum of Understanding with Perum Perhutani through forest management with the community (PHBM) programme covering area of 356.84 hectare. The aim of this research is to analyze the feasibility of arabica coffee plantation Of Syari'ah Cooperation Padamukti members based on 3 business scales range < 0.5 ha, between 0.5-1 ha, and > 1 ha. Analysis method that has been used is non financial analysis method such as market aspects, technical aspects, management aspects, and legal aspects, social and environmental aspects. Financial analysis is based on the assessment criteria of investment such as NPV, IRR, Net B/C, and Payback Period. Sensitivity analysis calculates the changing price effect and declining production. The analysis results showed based arabica coffee plantation business of farmers Syari'ah Cooperation Padamukti members based on 3 business scales are feasible and worth to run. On business scale < 0.5 ha and business scale between 0.5 ha - 1 ha greater benefits than business scale > 1 ha. The result from sensitivity that the canging price effect and declining period still feasible to run.

(4)

KELAYAKAN USAHA PERKEBUNAN KOPI ARABIKA

PADA ANGGOTA KOPERASI SYARIAH PADAMUKTI

DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

MUHAMAD FADLI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul skripsi : Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat

Nama : Muhamad Fadli

NIM : H34114055

Disetujui oleh

Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penuils dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kelayakan Usaha Perkebunan Kopi Arabika pada Anggota Koperasi Syariah Padamukti di Kabupaten Bandung Barat”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan alam Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi melalui penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai pihak dan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan keberkahan yang melimpah.

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak. Namun demikian, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang dapat bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini ke arah yang lebih baik sehingga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2014

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

1 Produksi kopi menurut provinsi di Indonesia 2008 – 2012 2 2 Luas areal tanaman kopi arabika di Kab. Bandung Barat tahun 2012 4 3 Jumlah permintaan dan persentase perubahan permintaan

terhadap biji kopi masyarakat Indonesia pada tahun 2009 – 2012 29 4 Peralatan pertanian budi daya kopi arabika petani anggota Koperasi

Syariah Padamukti tahun 2013 33 5 Penerimaan petani kopi per luasan 1 ha untuk 3 skala usaha yang berbeda 41 6 Rincian biaya investasi usaha perkebunan kopi arabika per luasan 1 ha

untuk 3 skala usaha yang berbeda 42

7 Rincian biaya variabel usaha perkebunan kopi arabika per luasan 1 ha 43 8 hasil kriteria investasi usaha perkeunan kopi arabika per luasan 1 ha

untuk 3 skala usaha yang berbeda 44

9 Perbandingan harga jual buah kopi arabika sebesar 14.3% per luasan

1 ha untuk 3 skala usaha yang berbeda 46 10 Perbandingan penurunan jumlah produksi buah kopi arabika sebesar

5% per luasan 1 ha untuk 3 skala usaha yang berbeda 46

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi, ekspor, impor, dan konsumsi biji kopi Indonesia 2008 – 2012 1 2 Perbandingan harga kopi arabika dan kopi robusta di dunia 2008-2012 3

3 Kerangka pemikiran operasional 19

4 Alur tataniaga kopi arabika Koperasi Syariah Padamukti 31 5 Pohon kopi dengan intensitas cahaya yang cukup dan akibat pohon

naungan terlalu rimbun 32

6 Skema jarak tanam kopi dan pinus 34

7 Perangkap hama Hypothenemus 36

DAFTAR LAMPIRAN

1 Layout perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi di Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan Tahun 2008 2012 51 2 Peta penafsiran citra satelit Koperasi Syariah Padamukti 52 3 Laporan laba rugi petani anggota koperasi per luasan 1 ha untuk skala

usaha < 0.5 ha 53

4 Laporan laba rugi petani anggota koperasi per luasan 1 ha untuk skala

(9)

5 Laporan laba rugi petani anggota koperasi per luasan 1 ha untuk skala

usaha > 1 ha 55

6 Cashflow usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan 1 ha untuk

skala usaha < 0.5 ha 56

7 Cashflow usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan 1 ha untuk

skala usaha 0.5 ha - 1 ha 58

8 Cashflow usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan 1 ha untuk

skala usaha > 1 ha 60

9 Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan

1 ha untuk skala usaha < 0.5 ha dengan penurunan harga sebesar 14.3% 62 10 Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan

1 ha untuk skala usaha 0.5 -1 ha dengan penurunan harga sebesar 14.3% 64 11 Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan

1 ha untuk skala usaha > 1 ha dengan penurunan harga sebesar 14.3% 66 12 Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan

1 ha untuk skala usaha < 0.5 ha dengan penurunan produksi sebesar 5% 68 13 Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan

1 ha untuk skala usaha 0.5 -1 ha dengan penurunan produksi sebesar 5% 70 14 Cashflow sensitivitas usaha perkebunan kopi arabika petani per luasan

1 ha untuk skala usaha > 1 ha dengan penurunan produksi sebesar 5% 72

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia kini merupakan negara produsen kopi ke-3 terbesar dunia setelah Brazil, dan Vietnam dengan sumbangan devisa yang cukup besar. Menurut data International Coffee Organization (ICO) Indonesia memperoleh devisa sebesar US$1.20 miliar. Devisa sebesar itu diperoleh dari ekspor biji kopi robusta dan arabika sebanyak 446 279 ton meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 368 817 ton. Pengiriman biji kopi dari Indonesia menurun dalam dua tahun terakhir pada tahun 2010 dan 2011. Penurunan itu dipicu pembelian besar industri pengolah biji kopi domestik serta hasil panen yang turun imbas yang disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi1 (Gambar 1).

Pada tahun 2012 produksi kopi meningkat mencapai 748 109 ton. Menurut Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) peningkatan tersebut disebabkan karena cuaca yang mendukung untuk pembungaan dan pembentukan buah kopi. Maka pengaruh cuaca merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi tingkat produksi kopi nasional. Volume ekspor kopi Indonesia rata-rata berkisar 430 000 ton/ tahun meliputi kopi robusta 85% dan arabika 15%. Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia dengan USA, Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris menjadi tujuan utama2.

Sumber : Ditjen Perkebunan, AEKI, 2013

Gambar 1 Produksi, ekspor, impor, dan konsumsi biji kopi Indonesia tahun 2008-2012

Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kopi di Indonesia adalah masih rendahnya produktivitas perkebunan kopi yang ada. Saat ini rata-rata

produksi 698,016 682,591 686,921 638,647 748,109

impor 5,948 14,064 18,550 17,300 47,129

ekspor 468,025 510,152 417,968 338,817 446,279

Konsumsi 235,939 186,503 287,503 317,130 348,959

(12)

-produktivitas tanaman kopi di Indonesia dalam bentuk biji kering baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk robusta dan 800 kg biji kopi/ha/tahun untuk arabika3, namun menurut Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat produktivitas kopi untuk robusta dapat mencapai 1 600 kg/ha/tahun dan 2 000 kg/ha/tahun untuk arabika4. Rendahnya produktivitas kopi tersebut disebabkan 96% merupakan lahan perkebunan kopi rakyat dan sisanya 4% milik perkebunan swasta dan Pemerintah (PTP Nusantara) dari total luas areal perkebunan kopi Indonesia yang saat ini mencapai 1.2 juta ha. Rendahnya produktivitas kopi rakyat menurut Dirjen Perkebunan disebabkan sebagian besar tanaman kopi sudah tua dan berasal dari varietas lokal atau alasan sementara yaitu varietas kopi lokal yang dikembangkan oleh masyarakat saat ini sebagian besar adalah jenis seedling berasal dari bahan tanaman biji sapuan dengan tingkat produktivitas relatif rendah 676 kg/ha.

Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan, luas areal perkebunan kopi di Jawa Barat cenderung bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2007 luas areal perkebunan kopi di Jawa Barat diikuti pula oleh peningkatan produksinya. Jika pada tahun 2008 produksi biji kopi di Jawa Barat baru sebanyak 9 861 ton, maka di tahun 2012 meningkat menjadi 14 749 ton, dengan laju pertumbuhan produksi rata-rata 2011 sampai 2012 sebesar 2.9%. Data sentra produksi perkebunan kopi menurut provinsi di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

(13)

Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jawa Barat masih memiliki lahan yang potensial untuk pengembangan kopi seluas 136 508 ha. Lahan seluas itu tersebar di 17 wilayah kabupaten/kota. Kabupaten Bandung (termasuk Bandung Barat) memiliki lahan potensial komoditas kopi yang paling luas yaitu 50 814 ha, kemudian Kabupaten Sumedang seluas 15 048 ha, dan Kabupaten Ciamis seluas 12 918 ha. Wilayah kabupaten/kota lainnya memiliki lahan potensial komoditas kopi kurang dari 10 000 ha6. Secara komersial ada dua jenis kopi yang dihasilkan di Indonesia yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Tanaman kopi arabika tumbuh dan berbuah optimal pada ketinggian diatas 1 000 m dpl, sedangkan kopi robusta 400 – 800 m dpl. Mengingat di Indonesia lahan dengan ketinggian diatas 1 000 m dpl pada umumnya berupa hutan, maka perkembangan tanaman kopi arabika masih terbatas7.

Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan kopi robusta. Keunggulan kompetitif tersebut salah satunya adalah harga yang lebih tinggi daripada jenis kopi robusta (Gambar 2). Berdasarkan data ICO, harga kopi arabika di tingkat

(14)

Kabupaten Bandung adalah arabika. Kopi jenis ini mempunyai banyak keunggulan seperti aroma yang tajam. Sebagian besar tanaman kopi ditanam tumpangsari di lahan milik Perhutani melalui kegiatan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Harga kopi arabika berasan9 masih cukup tinggi, berada pada kisaran Rp20 000 sampai Rp25 000/kg. Saat ini pemerintah berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatan produksi dan produktivitas “kopi preanger” sebagai kopi khas Jawa Barat. Beberapa programya adalah pengembangan dan rehabilitasi kopi arabika di berbagai wilayah di Kabupaten Bandung yang potensial untuk tanaman kopi dengan memberikan bantuan bibit kopi arabika kepada para petani10.

Di Kabupaten Bandung Barat, sebagian besar perkebunan kopi arabika terdapat di Kawasan Gunung Burangrang. Sesuai dengan kondisi wilayahnya yang berada di ketinggian lebih dari 1 000 m dpl maka tanaman kopi yang cocok dibudidayakan adalah jenis kopi arabika. Selain di Kawasan Gunung Burangrang, kopi arabika dibudidayakan pula di lahan hutan negara dan lahan milik rakyat setempat yang meliputi kawasan Gunung Manglayang, Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, Cikalong Wetan, Wanayasa, Gunung Kadaka dan Bukanagara. Para petani kopi dihimpun dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang ada di masing-masing kawasan hutan.

Menurut data statistik potensi kopi arabika Perum Perhutani KPH Bandung Utara tahun 2012, terdapat areal tanaman kopi arabika di wilayah Bandung Barat dan Kawasan Hutan Bandung Utara seluas 445.72 ha dengan jumlah tanaman kopi sebanyak 452 397 pohon. Luas areal tanaman kopi terbesar berada di wilayah kecamatan Padalarang dan Cikalong Wetan di bawah naungan LMDH Padamaju yang mencapai 164 ha dengan potensi tanaman sebanyak 249 360 pohon. Areal terbesar lainnya terdapat di Kecamatan Manglayang di bawah naungan LMDH Bina Mitra Mandiri seluas 134 ha, tetapi potensi tanamannya hanya sekitar 3 000 pohon. Secara rinci potensi luas areal tanaman kopi arabika di Kabupaten Bandung Barat disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2 Luas areal tanaman kopi arabika di Kabupaten Bandung Barat tahun 2012a

No Kecamatan Luas areal tanaman (Ha) Jumlah pohon

Luas Nama LMDH Lokasi

1 Lembang 8.25 Bina Mitra Mandiri Cikole 8 000

2 Lembang 9.09 Khayang Cisarua 15 000

3 Manglayang Barat 1.20 Sunten Jaya Lembang 1 000

4 Padalarang &

Cikalong Wetan 164.00 Padamaju Padalarang 249 360

5 Manglayang 134.00 Bina Mitra Mandiri Lembang 3 000

kopi biji yang sudah tidak berkulit tanduk dan siap diperdagangkan dengan kadar air 14 sampai 18%

10

(15)

Di Kecamatan Cikalong Wetan, usaha perkebunan kopi terbesar berada di Desa Cipada, Mekarjaya dan Ganjarsari yang terhimpun dalam LMDH Padamaju. Bentuk usaha perkebunan kopi di LMDH Padamaju ini adalah lahan perkebunan kopi arabika merupakan lahan milik Perum Perhutani RPH Burangrang Selatan yang diberdayakan untuk petani di sekitar wilayah hutan melalui program PHBM. Petani melakukan usaha perkebunan kopi arabika di atas lahan milik Perum Perhutani secara tumpangsari dengan tanaman hutan yaitu pinus. Petani penggarap merupakan anggota Koperasi Syari’ah Padamukti yang melakukan perjanjian kerjasama dengan pihak Perum Perhutani mengenai bagi hasil pemberdayaan lahan. Petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dapat menggarap lahan Perhutani seluas 356.84 ha. Saat ini anggota koperasi telah memberdayakan lahan perhutani seluas 129 ha, sehingga potensi sisa lahan yang dapat dikembangkan untuk ekstensifikasi yaitu 227.84 ha. Dalam perkembangan usaha perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui usaha baik dari aspek non finansial maupun finansial untuk menghindari risiko dari investasi yang ditanamkan.

Rumusan Masalah

Setiap usaha yang bergerak dalam sektor pertanian khususnya perkebunan berkaitan dengan besarnya jumlah investasi yang ditanamkan, sehingga perlu dilakukan analisis pada usaha atau proyek tersebut. Usaha perkebunan kopi arabika memiliki karakteristik yang sama dengan usaha agribisnis lainnya. Selain terpengaruhnya terhadap lingkungan eksternal seperti lingkungan, cuaca, iklim, tanaman perkebunan merupakan produk yang membutuhkan lahan luas. Hal ini membuat usaha perkebunan kopi arabika membutuhkan investasi yang cukup besar. Agar suatu investasi tidak mengalami kerugian dan memberikan keuntungan maksimal maka diperlukan suatu perencanaan yang matang berupa perhitungan manfaat dan biaya, untuk mendapatkan informasi kelayakan finansial usaha perkebunan kopi arabika.

Usaha perkebunan kopi di Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat dilaksanakan melalui Program PHBM. Dalam melaksanakan usaha budi daya kopi ini, petani menghimpun diri dalam wadah Koperasi Syari’ah Padamukti di Desa Cipada, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat. Kopi arabika yang dibudidayakan oleh petani anggota koperasi ditanam di bawah naungan pohon pinus karena kopi termasuk kelompok tanaman yang memerlukan cahaya tidak penuh11. Berdasarkan perjanjian kerjasama antara anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dan Perum Perhutani, lahan hutan yang dapat digunakan untuk budidaya kopi arabika adalah seluas 356.84 ha.

Petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dalam mengusahakan tanaman kopi saat ini telah berjalan selama 4 tahun. Dimulai sejak penanaman tahun 2010 hingga saat ini seluas 129 ha yang telah digarap oleh 168 petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dari skala usaha yang berbeda-beda mulai dari 2 000 m2 hingga 20 000 m2 tergantung modal yang dimiliki oleh petani. Sisa lahan seluas

11

(16)

227.84 ha rencana akan digunakan untuk perluasan penanaman usaha perkebunan kopi arabika. Menurut data Koperasi Syari’ah Padamukti, populasi pohon kopi arabika yang sudah ada adalah sebanyak 257 236 pohon. Saat ini kopi arabika petani anggota koperasi telah berbuah dan telah menghasilkan kopi gelondong segar12 sebesar 75.16 ton. Hasil tersebut belum maksimal karena sebanyak 107 000 pohon masih belum menghasilkan, sehingga potensi produksi kopi arabika anggota Koperasi Syariah Padamukti dari tanaman yang menghasilkan dan belum menghasilkan masih besar mengingat masa produktif kopi yaitu dapat lebih dari 15 tahun dengan puncak produksi pada tahun ke-11 tergantung varietas yang ditanam.

Koperasi Syariah Padamukti merupakan kelembagaan pemasaran kopi pada petani anggota yang bertindak sebagai pedagang perantara. Aktivitas pemasaran yang saat ini berjalan yaitu petani kopi arabika anggota koperasi menjual kopi gelondong segar ke Koperasi Syari’ah Padamukti, koperasi mengolah kopi gelondong segar menjadi bentuk gabah13 untuk dijual ke Malabar Coffee yang saat ini merupakan pasar tunggal Koperasi Syari’ah Padamukti. Mengingat produksi kopi dari anggota Koperasi Syari’ah Padamukti belum optimal sedangkan potensi kopi tersebut masih besar, memberikan peluang untuk memberikan kontribusi bagi pasar domestik maupun pasar ekspor kopi yang masih luas dan belum terpenuhi. Menurut Menteri Perdagangan dan Perindustrian menyatakan bahwa pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri memiliki prospek yang sangat baik, selain itu kopi arabika di Indonesia sebagian besar digunakan untuk domestik.

Usaha perkebunan kopi arabika petani anggota koperasi dihadapkan dalam kendala belum optimalnya pemeliharaan yang memungkinkan terjadi penurunan produksi kopi arabika serta adanya fluktuatif harga jual kopi arabika di tingkat petani. Terbatasnya modal masyarakat sekitar hutan yang akan menggarap dari sisa lahan hasil perjanjian kerjasama antara Koperasi Syari’ah Padamukti dengan Perum Perhutani seluas 227.84 ha. Adanya rencana kebijakan dari LMDH bahwa maksimal pengusahaan kopi hanya dibatasi maksimal seluas 2 ha. sehingga perlu penelitian finansial dan non finansial mengenai kelayakan skala usaha perkebunan kopi arabika yang dapat dijangkau oleh petani dengan manfaat yang cukup besar. Selain itu juga dilakukan penelitian analisis kelayakan finansial dan sensitivitas. Analisis sensitivitas diperlukan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai perubahan harga dan perubahan produksi sampai sejauh mana dapat mempengaruhi penerimaan dari kelayakan suatu investasi.

Berdasarkan uraian di atas, adapun permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial dan lingkungan pada berbagai skala usaha?

2. Bagaimana kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti secara finansial pada berbagai skala usaha?

12

kopi yang baru dipanen dari kebun 13

(17)

3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti terhadap perubahan harga dan produksi pada berbagai skala usaha?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti secara non finansial dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial dan lingkungan pada berbagai skala usaha.

2. Menganalisis kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti secara finansial pada berbagai skala usaha. 3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) dari perubahan pada harga

output, dan volume produksi terhadap kelayakan usaha perkebunan kopi arabika pada anggota Koperasi Syari’ah Padamukti secara finansial pada berbagai skala usaha.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti adalah berguna sebagai masukan untuk menentukan kebijakan terkait dengan kegiatan operasional dan pengembangan usahanya.

2. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan ilmu yang dipelajari selama masa perkuliahan.

3. Bagi akademisi dan peneliti, sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi investor, sebagai informasi dan acuan dalam proses pengambilan keputusan investasi untuk alokasi modal yang akan ditanamkan.

5. Bagi kreditor, pihak kreditor memerlukan studi kelayakan bisnis sebagai salah satu dasar dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit.

Ruang Lingkup Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1 000 m dpl. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan mengatakan lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini sebagian besar berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar (sekitar 95%) jenis kopi di Indonesia adalah kopi robusta. Oleh sebagian besar negara pengguna kopi, kopi arabika dikonsumsi dalam jumlah lebih banyak dibanding kopi robusta. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan cara minum kopi yaitu dua pertiga atau lebih campuran seduhan merupakan kopi arabika, sedangkan sisanya adalah kopi robusta. Secara tidak langsung kebiasaan tersebut juga mempengaruhi pangsa pasar kopi dunia terhadap kebutuhan kopi arabika. Hal ini dapat ditunjukan pada penelitian Siahaan (2008) tentang analisis daya saing komoditas kopi arabika Indonesia di pasar internasional, bahwa kopi arabika nasional mempunyai keunggulan kompetitif mencakup keunggulan harga kopi arabika di pasar Internasional yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kopi di Indonesia, sehingga tiap kenaikan tingkat harga internasional arabika sebesar satu satuan akan mengakibatkan peningkatan ekspor kopi sebesar 0.009%.

Aspek Non Finansial

Aspek non finansial mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan hukum, aspek sosial, ekonomi, serta aspek lingkungan. Aspek pasar adalah bagian dari aspek non finansial yang pertama dikaji karena ada tidaknya pasar merupakan faktor utama dalam menentukan usaha. Adanya jaminan pasar melalui kontrak dengan perusahaan lain memberikan kepastian antara produsen dengan konsumen. Hal ini dapat ditunjukan dari penelitian Zuraida (2008) tentang usaha pembibitan acasia crassicarpa bahwa Koperasi Bunut Abadi mempunyai jaminan pasar dari konsumen yaitu PT Arara Abadi. Peluang pasar merupakan salah satu tolak ukur layaknya usaha yang akan dijalankan. Pada komoditas kopi arabika, apabila saluran pemasaran kurang efisien maka posisi tawar (bargaining position) petani kopi arabika akan lemah. Hal ini ditunjukan oleh penelitian Sallatu (2006) tentang analisis pangsa pasar dan tataniaga kopi arabika di Kabupaten Tana Toraja Sulawesi Selatan bahwa struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, perilaku pasar yang cenderung meningkatkan ketergantungan petani serta keterpaduan pasar yang mengukuhkan dominasi eksportir dan pedagang besar mengakibatkan posisi tawar petani lemah sedangkan potensi pasar kopi arabika baik domestik maupun internasional masih terbuka.

(19)

Selain itu, salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kopi adalah intensitas cahaya. Hal ini dapat ditunjukan oleh penelitian Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar mengenai pengaruh jenis tanaman penaung terhadap pertumbuhan dan persentase tanaman berbuah pada kopi arabika bahwa jenis pohon penaung berpengaruh nyata terhadap komponen tinggi tanaman, jumlah buku cabang primer, jumlah cabang primer, diameter batang, dan diameter tajuk, tetapi tidak berpengaruh terhadap jarak antar cabang. Menurut Wisman (2010) beberapa jenis tanaman pelindung yang cocok bagi tanaman kopi antara lain lamtoro (Leucaena glauca), sengon (Paraserianthes falcataria) dan jenis tanaman pelindung yang paling dianjurkan adalah mahoni karena tidak mudah terserang hama dan penyakit tanaman kopi.

Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Pengalaman dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengelola bisnis tidak dapat dilukiskan secara visual, namun selama persiapan investasi kegiatan bisnis evaluasi aspek manajemen harus dilakukan dengan baik. Dapat ditunjukan pada penelitian Listiawati (2010) mengenai analisis kelayakan usaha jambu biji di Kabupaten Bogor bahwa ditinjau pada faktor manajemen para petani dalam kegiatan budidaya, manajemen pemasaran hasil produksi, dan manajemen petani dalam kaitannya dengan kelembagaan Gapoktan, menunjukkan bahwa manajemen para petani telah dilakukan dengan baik dan sesuai.

Berdasarkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan yang dinilai adalah seberapa besar usaha yang dilakukan memberikan kontribusi kepada negara berupa pajak, ikut serta dalam melestarikan lingkungan karena usaha yang dijalankan tidak menimbulkan limbah yang dapat membahayakan lingkungan sekitar usaha dan mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat di sekitar lokasi usaha. Ditunjukan pada penelitian Zuraida (2008) pada aspek sosial, usaha ini layak untuk diusahakan karena memiliki peran sosial dalam penyediaan kesempatan kerja, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta menyumbang pajak untuk pemerintah daerah. Selain itu, usaha pembibitan Acacia crassicarpa memberikan manfaat positif untuk kegiatan pembibitan Acacia crassicarpa pada Koperasi Bunut Abadi. Hal ini dikarenakan dengan permintaan untuk bibit Acacia crassicarpa pada Koperasi Bunut Abadi. Dari aspek hukum, usaha yang dijalankan oleh tidak menyalahi aturan-aturan hukum di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu Koperasi Bunut Abadi memiliki izin pendirian usaha dari Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dan surat izin usaha perdagangan dari Departemen Perindustrian.

Aspek Finansial

(20)

dibanding kopi robusta. Dapat ditunjukan pada penelitian Saragih (2007) mengenai analisis pendapatan usatani dan pemasaran kopi arabika dan kopi robusta di Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukan penerimaan rata-rata usahatani kopi arabika adalah Rp18 477 000/ha/tahun dengan biaya tunai rata-rata Rp3 743 000/ha/tahun dan biaya tidak tunai rata-rata Rp5 748 366/ha/tahun maka total pendapatan rata-rata petani setiap tahunnya adalah Rp8 985 634/ha/tahun. Sedangkan pada kopi robusta rata-rata penerimaan petani sebesar Rp16 020 000/ha/tahun dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar Rp5 226 500/ha/tahun dan biaya tidak tunai sebesar Rp7 948 366/ha/tahun maka total pendapatan rata-rata petani sebesar Rp2 843 134/ha/tahun.

Perkebunan kopi dapat tumbuh baik dengan adanya pohon naungan karena kopi tidak menghendaki intensitas cahaya penuh. Kopi yang ditanam tumpangsari dengan tanaman kehutanan telah banyak dilakukan sebagian besar Perum Perhutani sebagai program untuk masyarakat sekitar hutan. Hal ini merupakan usaha yang memberikan nilai tambah pada lahan yang diusahakan. Dapat ditunjukan pada penelitian Wisman (2010) mengenai kelayakan usaha agroforestri mahoni dan kopi dengan sistem bagi hasil di Jawa Tengah. Hasil analisisnya menunjukan bahwa agroforestri mahoni dan kopi merupakan suatu usaha yang layak untuk terus dijalankan, baik diusahakan secara bersama maupun secara terpisah berdasarkan sistem bagi hasil. Hasil NPV sebesar Rp19 348 796/ha diperoleh pada pengusahaan hutan (bersama) hasil BCR sebesar 3.29 dan IRR sebesar 104.76%. Pada analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha agroforestri mahoni dan kopi sudah tidak layak untuk dilaksanakan saat terjadi peningkatan biaya produksi dan penurunan harga hasil produksi sebesar 10% pada tingkat suku bunga sebesar 18% dengan tambahan biaya manajemen 20%.

Tanaman perkebunan lainnya yang banyak diminati oleh masyarakat karena mempunyai potensi pasar yang cukup besar adalah kakao. Perkebunan kakao rakyat sangat potensial untuk dikembangkan. Hasil penelitian mengenai Analisis pengembangan perkebunan kakao rakyat oleh Baktiawan (2008) menunjukan bahwa NPV > 0 yaitu antara Rp19 014 723 sampai Rp31 990 514, Net B/C > 1 yaitu sebesar 4.59 dan IRR antara 20% sampai 31% dengan payback period selama 6 tahun dari umur proyek 20 tahun. Keseluruhan kelayakan investasi yang dihitung berdasarkan discount rate sebesar 17%. Perubahan tingkat suku bunga mempengaruhi nilai keuntungan nominal demikian juga halnya dengan perubahan harga dan tingkat produksi merupakan yang sangat mempengaruhi tingkat kelayakan investasi. Dapat ditunjukan pada penelitian Saragih (2002) bahwa Kelayakan investasi pada pengembangan perkebunan biji kakao pada tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu, investasi layak untuk dilakukan. Keuntungan dapat ditingkatkan dengan melakukan pinjaman ke bank lokal. Selain dari penentuan 4 kriteria investasi, perlu juga dilakukan perhitungan untuk mengukur seberapa besar usaha dapat bertahan atau menghadapi perubahan.

(21)

Analisis sensitivitas dan switching value merupakan metode untuk mengukur ketahanan usaha apabila menghadapi goncangan dari beberapa variabel yang berpengaruh terhadap usahanya. Hal ini ditunjukan pada penelitian Zuraida (2008) dengan analisis sensitivitas menggunakan skenario, usaha pembibitan Acacia crassicarpa ini tetap layak untuk diusahakan pada peningkatan biaya bahan bakar bakar minyak (BBM). Usaha pembibitan Acacia crassicarpa tidak sensitif terhadap perubahan pada biaya bahan bakar minyak (BBM) baik untuk usaha pembibitan Acasia crassicarpa dengan pola usaha I maupun dengan pola usaha II. Sedangkan usaha pembibitan Acacia crassicarpa dengan pola usaha II sangat sensitif terhadap penurunan jumlah output yang dijual.

Sedangkan analisis switching value, mengukur seberapa kuat usaha dapat bertahan hingga keuntungan sama dengan 0. Berdasarkan penelitian Listiawati (2010) untuk variabel penurunan jumlah produksi jambu biji, penurunan yang masih diperbolehkan terjadi agar usaha budi daya jambu biji masih layak diusahakan adalah maksimal sebesar 51%. Sedangkan untuk penurunan harga jual jambu biji, penurunan yang masih diperbolehkan adalah maksimal sebesar 45.5% atau harga jualnya menjadi Rp1 090/kg. Hasil analisis ini menunjukkan harga jual jambu biji merupakan variabel yang paling sensitif dan mempengaruhi usaha budi daya jambu biji di Desa Babakan Sadeng. sedangkan menurut Sakina (2009) dengan menggunakan analisis switching value, penurunan jumlah produksi pengusahaan srikaya organik adalah hal yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha dibandingkan dengan penurunan biaya operasional. Selain itu, menurut Saragih (2002) harga kakao yang fluktuatif mengakibatkan nilai keuntungan nominal tidak bisa ditetapkan secara jelas namun adanya analisis switching value akan sangat membantu perusahaan untuk mengantisipasi hal tersebut. Sehingga acuan referensi terdahulu ini dapat memberikan pandangan terhadap aspek finansial dan non finansial usaha kopi arabika pada anggota Koperasi Syari’ah Padamukti.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

(22)

memecahkan masalah penelitian. Berikut adalah kerangka pemikiran teoritis yang akan dijelaskan secara terperinci.

Studi Kelayakan Bisnis

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan pengambilan keputusan mengenai apakah suatu rencana bisnis diterima atau ditolak serta apakah akan menghentikan atau mempertahankan bisnis yang sudah atau sedang dilaksanakan (Nurmalina et al. 2010).

Studi kelayakan digunakan hampir pada setiap sektor usaha yang akan didirikan, dikembangkan dan diperluas ataupun dilikuidasi, bahkan dibeberapa departemen/instansi pemerintah, pengusulan proyek harus disertai studi kelayakan. Kekeliruan dan kesalahan dalam menilai investasi akan menyebabkan kerugian dan risiko besar. penilaian investasi termasuk dalam studi kelayakan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya ketelanjuran investasi yang tidak menguntungkan karena usaha yang tidak layak. Studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu bisnis (biasanya merupakan bisnis investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Muhammad 2000). Suatu bisnis dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi sebagai berikut :

1. Manfaat ekonomis bisnis terhadap usaha itu sendiri (biasa disebut juga sebagai manfaat finansial).

2. Manfaat bisnis bagi negara tempat usaha itu dilaksanakan (disebut juga manfaat ekonomi nasional).

3. Manfaat sosial bisnis tersebut bagi masyarakat di sekitar bisnis.

Tujuan melakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari kerugian penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan memerlukan biaya, namun biaya tersebut relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Muhammad 2000). Menurut Kasmir dan Jakfar (2012), 5 tujuan studi kelayakan bisnis dilakukan yaitu untuk menghindari risiko kerugian, memudahkan perencanaan, memudahkan pelaksanaan pekerjaan, memudahkan pengawasan, dan memudahkan pengendalian.

Aspek-Aspek Analisis Kelayakan

Aspek yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan terbagi dalam 2 kelompok yaitu aspek non finansial dan aspek finansial. Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. Banyaknya aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu studi kelayakan sangat tergantung kepada karakteristik dari masing-masing bisnis (Nurmalina et al 2010). Dengan menganalisa setiap aspek yang ada, maka dapat dilihat kelayakan usaha yang sedang dijalankan oleh anggota Koperasi Syari’ah Padamukti.

Aspek Pasar dan Pemasaran

(23)

menentukan keputusan proyek. Pengkajian aspek pasar harus mencakup hal-hal seperti : perkiraan penawaran dan permintaan produk, pangsa pasar, dan strategi pemasaran.

Analisis aspek pasar pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang akan dihasilkan (Umar 2007). Menurut Nurmalina et al (2010), aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang:

1. Permintaan

Permintaan yang diamati baik secara keseluruhan maupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta memperkirakan proyeksi permintaan tersebut.

2. Penawaran

Penawaran dapat berasal dari dalam negeri maupun berasal dari impor. Bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penawaran ini seperti jenis barang yang dapat menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan sebagainya.

3. Harga

Harga ditentukan berdasarkan perbandingan dengan barang-barang impor dan produksi dalam negeri. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya.

4. Program pemasaran

Program pemasaran mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix).

5. Perkiraan penjualan yang dapat dicapai perusahaan

Market share yang bisa dikuasai perusahaan dapat dihitung dengan satuan unit jumlah penjualan perusahaan dibagi jumlah penjualan industri.

Aspek Teknis

Aspek teknis dinyatakan layak jika lokasi usaha, teknologi, proses produksi, dan tata letak usaha dapat menghasilkan produk secara optimal. Menurut Nurmalina et al. (2010), aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Aspek-aspek teknis dapat dianalisis dari beberapa faktor, yaitu :

1. Penentuan Lokasi Bisnis

Hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis antara lain ketersedian bahan baku, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga kerja, dan iklim serta keadaan tanah (agroekosistem) dari lokasi bisnis.

2. Proses Produksi

Berdasarkan proses produksi dikenal adanya 3 jenis proses, yaitu proses produksi yang terputus-putus, kontinyu, dan kombinasi. Sistem yang kontinyu akan lebih mampu menekan risiko kerugian akibat fluktuasi harga dan efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus. 3. Layout

(24)

layout site (layout lahan lokasi bisnis), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya.

4. Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment

Kriteria yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, disamping kriteria yang lain yakni:

a. Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan mentah yang digunakan.

b. Keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut di tempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati dengan lokasi bisnis.

c. Kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat dan kemungkinan pengembangannya, juga kemungkinan penggunaan tenaga kerja asing.

d. Pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan.

Mesin dan peralatan meliputi yang bergerak dan tidak bergerak, yang secara umum digolongkan dalam mesin pabrik, peralatan mekanik, peralatan elektronik, peralatan angkutan, dan peralatan lainnya. Pemilihan mesin wajib mengikuti ketentuan jenis teknologi yang telah ditetapkan dan perlu mempertimbangkan berbagai macam faktor non teknologis seperti:

1. Keadaan infrastruktur dan fasilitas pengangkutan mesin dari tempat pembongkaran pertama sampai ke lokasi bisnis.

2. Keadaan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan mesin maupun peralatan yang ada di sekitar lokasi bisnis.

3. Kemungkinan memperoleh tenaga ahli yang akan mengelola mesin dan peralatan tersebut.

Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen merupakan bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari gagasan usaha yang direncanakan secara efisien. aspek ini dikatakan layak jika planning, organizing, actuating, dan controlling dijalankan sesuai dengan pedoman yang dianjurkan. Menurut Nurmalina et al (2010) uang, tanah, gedung, mesin, dan bahan baku adalah benda mati tanpa manusia dibelakangnya, faktor produksi tersebut tidak dapat beroperasi. Aspek manajemen perlu memperhatikan deskripsi dari masing masing jabatan dan perhitungan tenaga kerja yang akan digunakan serta struktur organisasi yang jelas dan terperinci. Pada masa pembangunan, aspek manajemen mempelajari siapa yang akan menjadi pelaksana bisnis, jadwal penyelesaian bisnis, dan siapa yang akan melakukan studi kelayakan bisnis untuk masing-masing aspek. Aspek manajemen juga harus mempertimbangkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk bisa menjalankan pekerjaan-pekerjaan tersebut.

(25)

1. Membuat pembukuan (sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang Undang-Undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)

2. Mendaftarkan perusahaanya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Selain mempertimbangkan aspek pasar, teknis, dan manajemen, tidak dapat ditinggalkan pertimbangan mengenai aspek sosial dan lingkungan. Analisis aspek ini perlu dilakukan, karena sebuah proyek harus mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Beberapa pertanyaan yang biasa dijadikan masalah adalah mengenai penciptaan kesempatan kerja atau bagaimana kualitas hidup masyarakat. Analisis aspek sosial penting, untuk melihat pengaruh baik atau buruk terhadap lingkungan atas proyek yang dijalankan (Gittinger 1986). Menurut Nurmalina et al (2010) pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengangguran, pemerataan kesempatan kerja, dan bagaimana bisnis tersebut terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis seperti semakin ramainya daerah tersebut, lalu lintas yang semakin lancar, adanya penerangan listrik, telepon, dan sarana lain. Analisis aspek ekonomi digunakan untuk menilai apakah suatu bisnis mampu memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Pada aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Aspek sosial dan lingkungan dinyatakan layak jika kegiatan usaha memberikan manfaat pada masyarakat dan tidak mencemari lingkungan sekitar usaha.

Aspek Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan (Husnan dan Muhammad, 2000). Bila biaya dan manfaat sudah diidentifikasi, dihitung dan dinilai, maka hasil analisis sudah dapat menentukan proyek dapat diterima atau ditolak.

1. Biaya dan Manfaat

Dalam menganalisis suatu proyek, penyusunan arus biaya dan arus manfaat sangat penting untuk mengukur besarnya nilai tambah yang diperoleh dengan adanya proyek. Biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang langsung maupun tidak langsung mengurangi tujuan proyek atau bisnis, sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang, baik langsung maupun tidak langsung, membantu tercapainya suatu tujuan dari suatu proyek (Gittinger 1986). Menurut Kuntjoro (2002), biaya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Biaya modal, merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang. Contoh dari biaya modal adalah: tanah, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin-mesinnya, biaya pendahuluan sebelum operasi, biaya penelitian, dan sebagainya.

(26)

c. Biaya lainnya, merupakan biaya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek, seperti pajak, bunga pinjaman, dan asuransi.

Sedangkan menurut Nurmalina et al (2010), manfaat dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Manfaat langsung (direct benefit), yaitu manfaat yang langsung dirasakan dalam suatu proyek, seperti kenaikan dalam produksi fisik, perbaikan mutu produk, perubahan dalam bentuk (grading and processing) dan keuntungan dari mekanisasi.

b. Manfaat tidak langsung (indirect benefits), yaitu manfaat yang timbul atau dirasakan di luar proyek karena adanya realisasi dari suatu proyek. c. Manfaat yang tidak dapat diukur (intangible benefits), yaitu suatu manfaat yang sulit dinilai dengan uang, seperti perbaikan lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, perbaikan pemandangan karena adanya taman, dan perbaikan distribusi pendapatan.

2. Laba Rugi

Laporan laba rugi adalah suatu laporan keuangan yang mencantumkan penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi yang menunjukan hasil operasi perusahaan selama periode tersebut (Gittinger, 2008). Laba merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan laba diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan potongan penjualan, barang yang dikembalikan dan pajak penjualan. Pengeluaran tunai untuk operasi mencakup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk memproduksi output, diantaranya biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.

3. Kriteria Kelayakan Investasi

Dalam analisis finansial, selain analisis laba rugi diperlukan juga menganalisis suatu proyek investasi terhadap kas, hal ini dilakukan agar investor dapat melakukan investasi dan membayar kewajiban finansial (terutama bila proyek dibiayai oleh modal pinjaman). Menurut Nurmalina et al. (2010), cashflow disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama 1 periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumber-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya. Analisis secara finansial menggunakan perhitungan kriteria investasi yang terdiri dari 4 bagian yaitu: seluruh manfaat yang diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Apabila NPV lebih kecil dari nol (NPV < 0) maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan.

b. Net Benefit-Cost Ratio

(27)

c. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0 dan dapat menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Sebuah bisnis dikatakan layak jika IRR lebih besar dari opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR). d. Payback Period

Analisis payback period dalam studi kelayakan digunakan untuk mengetahui berapa lama usaha dapat mengembalikan investasi yang ditanamkan. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan besar akan dipilih. Usaha ini dikatakan layak jika nilai PP kurang dari umur bisnis (PP < umur bisnis).

e. Incremental Net Benefit

Analisis studi kelayakan bisnis terutama yang bergerak dibidang pertanian membedakan antara arus komponen biaya dan manfaat antara kondisi dengan (with) dan tanpa (without) bisnis. Perbedaan besaran angka kondisi tanpa dan dengan bisnis merupakan besaran sebenarnya yaitu sebagai pengaruh kondisi yang dihasilkan oleh adanya investasi baru atau kondisi yang dihasilkan oleh adanya suatu bisnis. Usaha pada sektor agribisnis seringkali diperhitungkan manfaat bersih tambahan (Incremental Net Benefit) yaitu manfaat bersih dengan bisnis (net benefit with business) dikurangi dengan manfaat bersih tanpa bisnis (net benefit without business). Hal ini dimungkinkan karena ada faktor-faktor produksi yang sebelumnya tidak digunakan atau tidak terpakai ataupun belum termanfaatkan sehingga pada saat ada bisnis apakah faktor tersebut memberikan manfaat atau tidak bagi bisnis yang dijalankan (Nurmalina et al. 2010).

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas perlu digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu kelayakan. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat (Nurmalina et. al, 2010). Perubahan-perubahan yang sering terjadi dalam menjalankan proyek atau usaha umumnya dikarenakan oleh :

a. Harga

b. Keterlambatan pelaksanaan (contoh : mundurnya waktu implementasi) c. Kenaikan dalam biaya (Cos Over Run)

d. Hasil produksi.

Faktor-faktor perubahan tersebut tentunya akan mempengaruhi kelayakan suatu aktivitas usaha atau proyek. oleh karena itu, diperlukan analisis dan identifikasi kondisi yang mungkin akan terjadi dari informasi-informasi yang sesuai dengan usaha yang dijalankan.

Kerangka Pemikiran Operasional

(28)

perkebunan yang potensial di Kabupaten Bandung Barat adalah subsektor perkebunan dengan komoditas kopi arabika. Kopi arabika mempunyai peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun di luar negeri karena banyaknya industri produk olahan berbahan dasar kopi. Sehingga output dari usaha perkebunan kopi arabika banyak dibutuhkan perusahaan yang mampu menampung, mengolah, dan memasarkan biji kopi arabika.

Petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti merupakan petani yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan kopi arabika di Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan. Berdasarkan Perjanjian kerjasama antara anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dan Perum Perhutani mengenai bagi hasil penggunaan lahan, saat ini petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti telah menggunakan lahan Perhutani untuk budi daya kopi arabika seluas 129 ha di bawah naungan pohon pinus. Sisa lahan Perjanjian kerjasama seluas 227.84 ha masih dapat digunakan dan digarap oleh petani. Pada aspek teknis, kurangnya pemeliharaan akan berdampak buruk pada panen berikutnya yang mengakibatkan indikasi penurunan produksi. Selain itu fluktuatifnya harga kopi arabika yang disebabkan terpengaruhnya supply dan demand kopi arabika di nrgara lain mengakibatkan pendapatan anggota koperasi tidak dapat memprediksi keuntungan yang akan didapat. Untuk memastikan seberapa besar manfaat yang dihasilkan oleh petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dan berapa skala usaha yang cocok untuk diusahakan petani, perlu dikaji melalui analisis studi kelayakan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (benefit) yang diperoleh. Studi kelayakan usaha ini juga untuk memastikan bahwa Koperasi Syari’ah Padamukti telah memenuhi berbagai aspek kelayakan usaha yang telah dijalankan.

Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan identifikasi mengenai berbagai faktor yang berhubungan dengan aspek non finansial dan aspek finansial dari usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti dari berbagai skala usaha. Pada proses ini, dilakukan pengumpulan data primer berdasarkan wawancara dengan anggota koperasi tersebut. Data primer meliputi aspek finansial dan aspek non finansial. Pada aspek non finansial, peneliti melakukan analisis aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, aspek hukum dengan membandingkan fakta yang terjadi di lapangan dengan teori-teori yang terkait melalui kegiatan observasi kemudian dianalisis dengan analisis deskriptif.

(29)
(30)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti yang berada di Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat. Penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan anggota Koperasi Syari’ah Padamukti merupakan usaha yang bergerak di bidang usaha perkebunan kopi arabika dan sedang mengalami perkembangan dalam usahanya, Kecamatan Cikalong Wetan juga merupakan daerah yang melakukan usaha perkebunan kopi arabika terbesar dibanding daerah lain di Kabupaten Bandung Barat. Selain itu Koperasi Syari’ah Padamukti pada saat ini memerlukan analisis dari lahan eksisting kopi arabika yang telah di tanam seluas 129 ha sebagai acuan koperasi melakukan pengembangan usaha. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November hingga Desember tahun 2013. Kegiatan ini meliputi penyusunan rencana penelitian, pengumpulan literatur dan data, pengolahan data dan penulisan skripsi.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian di anggota Koperasi Syari’ah Padamukti meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara langsung secara terpadu dengan pihak-pihak terkait seperti anggota koperasi, masyarakat sekitar perkebunan. Skala usaha yang akan dianalisis yaitu pada skala usaha < 0.5 ha, 0.5 – 1 ha, dan > 1 ha, pembagian skala usaha ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial dan non finansial dari setiap luas lahan yang berbeda dengan input yang sama. Dari total sampel petani anggota koperasi sebanyak 168 orang, jumlah sampel pada luas lahan < 0.5 ha sebanyak 81 orang, 0.5 sampai 1 ha sebanyak 33 orang, dan > 1 ha sebanyak 54 orang. Teknik penentuan responden dilakukan secara Quota sampling berdasarkan stratifikasi luas lahan yang diusahakan petani anggota koperasi. Penentuan responden diambil 10% berdasarkan judgement dari berbagai skala usaha yang dianggap dapat mewakili setiap skala usaha. Sehingga diperoleh sebanyak 16 responden yang akan diteliti dari berbagai skala usaha dengan proporsi masing-masing sebanyak < 0.5 ha 8 orang, 0.5 – 1 ha sebanyak 3 orang, dan > 1 ha sebanyak 5 orang. Data sekunder merupakan data pelengkap dari data primer yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang relevan. Data sekunder digunakan sebagai pembanding kegiatan yang dilakukan oleh anggota dengan teori untuk kemudian sebagai bahan kajian evaluasi dan koreksi.

Metode Pengumpulan Data

(31)

data dilakukan di lokasi usaha, perpustakaan IPB, Dinas Pertanian dan Dinas Perkebunan Kabupaten Bandung, serta kantor Desa Cipada. Teknik wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk tanya jawab langsung dengan petani anggota koperasi yang melakukan budi daya kopi arabika dan narasumber lain seperti warga sekitar. Teknik observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi perkebunan untuk memperoleh informasi dan data sebagai pelengkap dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Teknik diskusi dilakukan dengan membahas hasil dari wawancara dan observasi. Sedangkan untuk data sekunder, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi literatur dan browsing internet.

Metode Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Data dan informasi yang sudah diperoleh diolah dengan menggunakan komputer melalui program Microsoft Office Excel 2007. Analisis secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran usaha perkebunan kopi arabika secara deskriptif atau dengan cara diinterpretasikan dari tiap-tiap aspek dalam studi kelayakan perkebunan kopi arabika pada petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti. Aspek tersebut antara lain aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, lingkungan dan hukum. Analisis secara kuantitatif dilakukan pada aspek finansial dengan membandingkan biaya dan manfaat yang diperoleh dimasa sekarang dengan masa mendatang melalui tingkat diskonto tertentu. Selain itu, Aspek finansial yang dianalisis adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C) dan Payback Periode. Perhitungan kelayakan usaha perkebunan kopi arabika dengan adanya penurunan jumlah produksi dan penurunan harga output dengan menggunakan analisis sensitivitas setelah sebelumnya diketahui apabila usaha sudah layak untuk dijalankan.

Analisis Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi dipakai untuk menaksir pajak yang akan dimasukkan ke dalam cashflow.

1. Total Penerimaan (Total Revenue)

Penerimaan total (Total Revenue) perusahaan sama dengan jumlah output yang dikalikan harga jual (Masyhuri 2007). total penerimaan dirumuskan sebagai berikut :

TR = P X Q Ket :

TR= Total Penerimaan P = Harga per unit output Q = Jumlah output

2. Biaya

(32)

perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. (Masyhuri, 2007). Total biaya

Beban penyusutan adalah alokasi atas harga perolehan suatu aktiva tetap. Karena hanya merupakan alokasi beban, tidak ada lagi kas yang keluar pada saat beban penyusutan ditetapkan untuk suatu periode tertentu. Salah satu metode perhitungan penyusutan adalah metode garis lurus (straight line) yaitu dengan rumus :

Penyusutan = Harga Perolehan −Nilai Sisa Umur Ekonomis

Ket :

Harga Perolehan = harga beli aktiva tetap ditambah biaya pemasangan dan semua beban yang terkait dengan pembelian aktiva tetap Nilai sisa = perkiraan harga jual aktiva tetap jika aktiva tersebut telah

habis umur ekonomisnya

Umur ekonomis = masa pemakaian aktiva tetap yang paling optimal 4. Laba atau Rugi bersih

Suatu laporan laba rugi, mengukur jumlah laba yang dihasilkan oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu.format paling dasar laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Penjualan – Beban = Laba bersih

Analisis Non Finansial

Pada penelitian ini, analisis kelayakan non finansial akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek dan dianalisis secara deskriptif seperti aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis , aspek manajemen, aspek sosial, lingkungan dan hukum didasari indikator dari penelitian terdahulu dan studi literatur.

1. Analisis Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisis aspek pasar perlu dikaji secara deskriptif meliputi potensi pasar, pangsa pasar serta bauran pemasaran kopi arabika petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti. Bauran pemasaran bertujuan untuk memperoleh laba yang optimal dengan mengkombinasikan variabel-variabel seperti produk, harga, promosi, dan distribusi yang diusahakan oleh petani kopi arabika anggota Koperasi Syari’ah Padamukti. Apabila aspek tersebut dapat dipenuhi oleh anggota Koperasi Syari’ah Padamukti, maka usaha perkebunan kopi arabika petani anggota Koperasi Syari’ah Padamukti pada aspek pasar dan pemasaran layak untuk dijalankan.

2. Analisis Aspek Teknis

(33)

usaha, skala usaha, teknik budi daya kopi arabika dan penanganan pascapanen sesuai dengan SOP. Aspek teknis berpengaruh sangat besar terhadap kelancaran proses produksi kopi arabika.

3. Analisis Aspek Manajemen

Analisis ini dilakukan secara kualitatif untuk mengetahui apakah manajemen usaha usaha perkebunan kopi arabika pada petani anggota koperasi sudah berjalan baik dilihat dari pengetahuan, pengalaman, dan keahlian petani dalam melakukan usaha perkebunan kopi arabika. Serta kemampuan manajerial para petani dalam hubungan dengan koperasi.

4. Analisis Aspek Hukum

Analisis aspek hukum dilakukan secara deskriptif pada badan usaha. Pada analisis ini dilihat bentuk badan usaha yang dipergunakan, berbagai akta, sertifikat dan izin yang diperlukan. Usaha dikatakan layak jika perusahaan mempunyai izin resmi dar instansi pemerintah baik berupa akta pendirian ataupun sertifikat yang berkaitan dengan izin berdirinya usaha.

5. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan

Dalam penelitian ini, akan ditinjau kelayakan usaha perkebunan kopi arabika dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan lingkungan, yaitu mencakup kontribusi usaha perkebunan kopi arabika yang dilakukan oleh anggota Koperasi Syari’ah Padamukti terhadap masyarakat sekitar dalam hal penyerapan tenaga kerja dan penyediaan lapangan pekerjaan, kontribusi terhadap pembangunan dan pendapatan daerah, dan dampak dari adanya pengusahaan perkebunan kopi arabika terhadap lingkungan sekitar Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan.

Analisis Finansial

1. Net Present Value (NPV)

(34)

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan usaha yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan %. IRR merupakan nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu usaha sama dengan nol. Suatu usaha atau kegiatan investasi dinyatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat discount rate yang ditentukan, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat discount rate yang ditentukan maka usaha atau kegiatan investasi tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al, 2010). Secara �2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif ���1 = NPV positif

���2 = NPV negatif 3. Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C)

Net B/C ratio merupakan perbandingan present value dari net benefit yang bernilai positif dengan present value dari net benefit yang bernilai negatif (Nurmalina et al., 2010). Net B/C ratio menunjukkan tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar 1 rupiah. Usaha layak untuk dilaksanakan jika nilai Net B/C ratio lebih dari 1. Secara matematis Net Benefit Cost Ratio

Menurut Nurmalina et al. (2010) Payback Period (PP) merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu usaha. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik usaha tersebut untuk dilaksanakan. Usaha layak untuk dilaksanakan jika payback period lebih kecil dari umur proyek. Secara

(35)

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan salah satu perlakuan terhadap ketidakpastian dan dihitung setelah kondisi usaha dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, masing-masing dapat terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase tertentu yang sudah diketahui atau diprediksi. Perubahan-perubahan yang terjadi seperti penurunan harga jual kopi arabika dan penurunan produksi. Penurunan harga kopi arabika terjadi mengingat fluktuatifnya harga kopi di pasar internasional. Penurunan produksi kopi arabika juga yang mungkin akan terjadi apabila pemeliharaan kopi arabika kurang intensif.

Asumsi Dasar

1. Periode usaha perkebunan kopi arabika yang digunakan adalah selama 15 tahun. Periode ini ditetapkan berdasarkan umur ekonomis dari pohon kopi arabika varietas Lini S 795 dan merupakan invetasi yang memiliki umur ekonomis paling lama.

2. Seluruh modal yang digunakan dalam usaha perkebunan kopi arabika ini merupakan modal sendiri milik petani anggota koperasi.

3. Skala usaha, jumlah produksi kopi gelondong segar, dan komponen lainnya yang digunakan dalam perhitungan aspek finansial ini merupakan nilai rata-rata dari komponen tiap skala usaha milik masing-masing responden yaitu petani anggota koperasi.

4. Dalam kurun waktu 15 tahun, rata-rata pertumbuhan produksi biji kopi petani anggota koperasi diasumsikan sebesar 15% per tahun dengan puncak produksi pada tahun ke-11, selanjutnya produksi mengalami penurunan.14 5. Pola penanaman yang digunakan dalam perhitungan adalah pola penanaman

jarak 2 x 2.5 m.

6. Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis ini diasumsikan konstan hingga akhir umur usaha yang berlaku pada Desember 2013.

7. Pembagian hasil pemberdayaan lahan melalui Perjanjian kerjasama dengan Perhutani sebesar 17% ditetapkan sebagai sewa lahan petani.

8. Tingkat Diskonto (DR) yang digunakan sebesar 5.65% berdasarkan tingkat suku bunga deposito rata-rata Bank Mandiri dan Bank Jabar tahun 201315. 9. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional.

Biaya investasi dan operasional dikeluarkan pada tahun ke nol dan biaya reinvestasi yang dikeluarkan untuk peralatan-peralatan yang sudah habis umur ekonomisnya. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan variabel. 10. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan metode penyusutan garis lurus

dimana harga beli dibagi umur ekonomis.

11. Pajak Pendapatan yang digunakan sesuai sebesar 25% sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 17 ayat 2 a, yang merupakan perubahan ke-4 atas Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.

14

Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar [Diunduh Januari 2014] 15

(36)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Lokasi dan Keadaan Umum

Kecamatan Cikalong Wetan adalah salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Bandung Barat sendiri merupakan kabupaten baru sebagai pemekaran dari Kabupaten Bandung pada tahun 2007 yang meliputi sebanyak 15 kecamatan (165 desa/kelurahan). Secara geografis adalah sebagai berikut :

Ketinggian tempat : 1 006 sampai 1 200 m diatas permukaan laut (dpl) Curah hujan : 1 200 sampai 2 000 mm per tahun

Jumlah bulan hujan : 6 bulan

Suhu rata-rata : 28 sampai 32 0C

Kontur wilayah : sebagian besar termasuk morfologi perbukitan Kemiringan lereng : 15% sampai 40%.

Luas wilayah Kecamatan Cikalong Wetan adalah 11 276.79 ha, yang terdiri dari tanah sawah (sawah irigasi teknis, sawah irigasi, dan sawah rendengan/tadah hujan), tanah kering (tegal/ladang, pemukiman, pekarangan), tanah hutan (hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan konservasi), tanah perkebunan (perkebunan negara, perkebunan swasta, perkebunan perseorangan, dan perkebunan rakyat), dan tanah untuk fasilitas umum (lapangan olahraga, perkantoran pemerintah, bangunan sekolah, dan kuburan). Batas wilayah Desa Cipada yang merupakan lokasi usaha perkebunan kopi arabika adalah sebagai berikut :

Sebelah utara : berbatasan dengan Desa Ganjar Sari Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Sadang Mekar Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Cipada II Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Mekarjaya

Secara demografis, Kecamatan Cikalong Wetan memiliki jumlah penduduk pada tahun 2012 sebanyak 103 250 jiwa dengan kepadatan penduduk 9 jiwa/ha. Tingkat pendidikan di Kecamatan Cikalong Wetan sebagian besar dapat menempuh hingga jenjang SMU. Persentase pendidikan penduduk pada tingkat SD sebesar 36.68%, SMP 22.36%, SMU 19.65%, Diploma 2.46%, dan Sarjana sebesar 2.35%. Mayoritas penduduk Cikalong Wetan mata pencaharian penduduknya adalah 45% pedagang, baik produk maupun jasa. 27% penduduk memilih untuk bekerja pada industri, sedangkan 28% penduduk lainnya bekerja di sektor pertanian.

Kondisi Infrastruktur Kecamatan Cikalong Wetan dapat diakses dengan mudah baik untuk perdagangan jasa dan produk, pendidikan, kesehatan. Industri, dan lain-lain. Saat ini Kecamatan Cikalong Wetan dilalui jalan tol Cipularang, dilalui jalan kereta api jalur Jakarta-Bandung, dilalui jalan Protokol Provinsi jalur Bandung-Purwakarta-Jakarta dan Jalan desa sebagian besar telah beraspal.

Gambar

Gambar 1  Produksi, ekspor, impor, dan konsumsi biji kopi Indonesia tahun  2008-2012
Gambar 3  Kerangka pemikiran operasional
Tabel 3  Jumlah permintaan dan persentase perubahan permintaan terhadap biji        kopi masyarakat Indonesia pada tahun 2009  – 2012 a
Gambar 4 Alur tataniaga kopi arabika Koperasi Syariah Padamukti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu penyewaan yang ada pada JN Photograph Kudus dalam bidang fotografi adalah penyewaan kamera dan jasa fotografi.Pelayanan penyewaan yang ada saat ini

lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan.. komunikasi, pemantauan secara bersama- sama dapat berpengaruh dan signifikan terhadap

Kedua hal inilah (fenomena empiris dan research gap) yang kemudian mendorong dilakukannya penelitian ini untuk mengenalisis data penelitian yang menggabungkan aspek

Data primer dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara (interview) dengan petani, kolektor dan dengan pengurus dan karyawan Koperasi Baitul Qiradh dengan bantuan

gives sense of ownership; great er public involvem ent gives sense of ownership; great er public involvem ent &amp; ensures sust ainabilit y of int ervent ions planned.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh etos kerja terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Magelang, (2) pengaruh disiplin

Agar diperoleh hasil yang lebih baik dari pembuatan aplikasi Sistem Pendukung Keputusan pemilihan santri teras tahfidz di Teras Dakwah Yogyakarta menggunakan metode

Pada tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan tanggal 23 Januari 2009, Perusahaan melakukan pembelian kembali saham (buy back) atas saham-saham yang dimiliki oleh masyarakat