DAFTAR TABEL
HASIL DAN PEMBAHASAN
Permasalahan Pajak Lahan
Pada dasarnya pajak lahan atau yang dikenal dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang efektif sangat penting artinya bagi kelangsungan pembangunan kota-kota di Indonesia. Dengan pajak lahan pemerintah daerah dapat memperoleh kembali untuk perbaikan-perbaikan permukiman liar, pembangunan sarana dan prasarana dan lain-lain untuk kesejahteraan warga. Pelaksanaan PBB di Kabupaten Bogor dilakukan di Kantor Pelayanan PBB Cibinong, yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II.
Hasil dari wawancara mendalam (indept intervieuw), dapat dirumuskan permasalahan PBB yang berkaitan dengan kebijakan PBB dan permasalahan PBB yang berkaitan dengan penggunaan lahan , sebagai berikut:
a. Permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan lahan terdiri dari:
• Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 pada dasarnya merupakan pajak berganda dengan tarif tunggal. PBB memisahkan antara bumi (tanah) dengan bangunan yang berdiri diatasnya. Namun demikian keduanya terkena tarif tunggal yaitu 0,5%.
• PBB merupakan pajak pusat yang dilimpahkan ke daerah. Hasil pungutan pajak 90% digunakan sebagai dana pembangunan daerah. Namun demikian karena sifatnya sebagai pajak pusat yang berlaku umum, PBB tidak fleksibel terhadap keadaan daerah. Sebagai contoh, penentuan tarif PBB berlaku umum untuk setiap tanah, tidak mempertimbangkan peruntukkan lahannya.
• Sistem penilaian dilakukan setiap tiga tahun sekali, hal ini tidak dapat mengakomodasikan perubahan-perubahan dalam pemanfaatan lahan maupun nilai tanah pada suatu kawasan.
66
• Dasar penetapan NJOP hanya dilakukan berdasarkan kondisi saat ini. Belum mempertimbangkan kedudukan dan fungsi obyek pajak tersebut di dalam kebijaksanaan tata ruang dan nilai prospektif obyek pajak di masa yang akan datang.
• Penetapan tarif pajak belum mempertimbangkan penggunaan tanah produktif dan tidak produktif, akibatnya terjadi pembebanan pajak yang sama antara pemanfataan lahan produktif dan tidak produktif
b. Permasalahan pajak lahan dikaitkan dengan penggunaan lahan:
• Peningkatan intensitas penggunaan lahan yang melebihi batas yang diperbolehkan. Besarnya PBB yang dikenakan telah mendorong penduduk untuk menggunakan lahannya lebih intensif.
• Kriteria yang digunakan dalam penilaian obyek bumi salah satunya adalah kelas jalan, namun demikian kelas jalan yang digunakan tidak mengacu kepada hirarki kelas jalan menurut sistem perkotaan
• Penilaian obyek bumi belum mengacu kepada pola distribusi penggunaan lahan menurut berbagai kategori.
• Tarif PBB merupakan tarif tunggal dan tidak bersifat progresif.
c. Permasalahan pajak lahan dikaitkan dengan pengendalian pemanfaatan lahan:
• Belum adanya suatu bentuk koordinasi antara Kantor Pajak dengan instansi-instansi yang terkait dengan masalah bumi atau bangunan dalam pelaksanaan PBB.
• Disinsentif dan insentif untuk pengguna lahan belum dilaksanakan. • Penyimpangan-penyimpangan terhadap pemanfaatan lahan kota hanya
sebagai masukan saja belum digunakan sebagai pertimbangan untuk penetapan tarif obyek pajak.
67
Penggunaan Lahan Tahun 2006
Berdasarkan hasil interpretasi terhadap Citra Ikonos tahun 2006 untuk Kecamatan Cibinong dan Citra ALOS-AVNIR tahun 2006 untuk Kecamatan Cileungsi, juga pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan silang terhadap peta-peta tematik yang ada, maka diperoleh informasi mengenai penggunaan lahan tahun 2006 pada masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut:
Kecamatan Cibinong
Peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa kondisi penutupan lahan tahun 2006 di Kecamatan Cibinong didominasi oleh sawah (31.15%), kemudian permukiman (27.04%), kebun campuran (25.11%), perdagangan dan jasa (4.67%), industri (4.38%), lahan terbuka (3.32%) dan lainnya. Penutupan lahan berupa sawah dan ruang terbuka hijau lainnya (kebun campuran, semak-semak, taman dan TPU) lebih dominan berada pada bagian selatan Kecamatan Cibinong sedangkan ruang terbangun cenderung menyebar mengikuti jaringan jalan namun dominan di bagian utara dan bantaran Sungai Ciliwung serta disekitar situ-situ yang ada. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 17, Gambar 17 dan 18 berikut.
Tabel 17 Luas penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong tahun 2006
Jenis penggunaan lahan Luas (ha) %
Alang-alang/semak-semak 73.99 1.83
Danau/Situ/Empang 59.6 1.47
Industri 177.3 4.38
Kebun Campuran 1015.6 25.11 Lahan Terbuka 143.4 3.32 Taman/Lapangan Olah Raga 30.91 0.76 Perdagangan dan perkantoran 189.6 4.67 Permukiman 1082.2 27.04
Sawah 1259.4 31.15
Taman Pemakaman Umum 20.2 0.23
Jumlah 4043.00 100.00
68 Semak2 (1,83%) KC (25.11%) Taman (0.76%) Perdagangan (4.67%) L. Terbuka (3.32%) Sawah (31.15%) Permukiman (27.04%) Industri (4.38%) TPU (0.23%) Badan Air (1.47%)
Gambar 17 Komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong Tahun 2006
Kecamatan Cileungsi
Peta penggunaan lahan menunjukkan, bahwa kondisi penutupan lahan tahun 2006 di Kecamatan Cileungsi didominasi oleh kebun campuran (26.20%) kemudiani permukiman (21.10%), sawah (20,58%), industri (8,90%), danau/situ/empang (6.67%), semak-semak (6.65%) serta penggunaan lahan lainnya (lihat Tabel 18 dan Gambar 21 dan 22).
Kawasan permukiman cenderung berkembang di sebelah barat kecamatan yakni disepanjang jalan raya yang menghubungkan Bogor – Jakarta- Bekasi, demikian juga dengan kegiatan industri cenderung berkembang di sebelah barat kecamatan. Ruang terbuka hijau cenderung berkembang di bagian timur kecamatan.
Beberapa kawasan permukiman yang dibangun tersebar di beberapa desa, diantaranya Cileungsi Hijau, Cileungsi Elok, Metropolitan, Pondok Damai, Taman Kenari, dan Duta Mekar. Selain itu di wilayah perencanaan juga terdapat lokasi perumahan karyawan industri seperti perumahan PT. Semen Cibinong.
69
70
Perkembangan kawasan permukiman ini menyebar hampir di seluruh kecamatan menyesuaikan dengan ketersediaan dan harga lahan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka permintaan kebutuhan akan perumahan juga meningkat. Pertambahan jumlah penduduk tersebut dapat berupa pertambahan alami maupun migrasi. Untuk kejadian yang terakhir tersebut diduga cukup tinggi sebagai implikasi dari penetapan fungsi Cileungsi sebagai pusat utama pengembangan Kabupaten Bogor Bagian Timur.
Peralihan penggunaan lahan dari kegiatan pertanian ke kegiatan non-pertanian tersebut juga didukung oleh kondisi morfologi dan kemiringan lahan di Kecamatan Cileungsi yang cenderung potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan terbangun. Penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi dikelompokan menjadi : kegiatan fungsi terbangun, kegiatan pertanian, kegiatan perkebunan, penggunaan untuk ladang/tegalan/kebun, jalur hijau yang luasanya relatif tetap karena dipertahankan dan dikembangankan keberadaannya.
Tabel 18 Luas penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi tahun 2006
Jenis penggunaan lahan Luas (ha) %
Alang-alang/semak-semak 159.4 6.65
Danau/Situ/Empang 248.5 6.67
Industri 621.1 8.90
Kebun Campuran 2371.9 26.20
Lahan Kosong 631.4 5.76
Taman/Lapangan Olah Raga 96 1.30
Perdagangan dan Jasa 164.7 2.85
Permukiman 1526.9 21.10
Sawah 1521.4 20.56
Taman Pemakaman Uum 33.7 0.45
Jumlah 7375 100.00
71 TPU (0.45%) Saw ah (21.09%) Permukiman (20.7%) Kb. Campuran (32.16%) Perdagangan (2,23%) Taman (1,3%) Lahan Terbuka (8.56%) Industri (8,42%) Badan Air (3.3%) Semak2 (2.16%)
Gambar 19 Komposisi penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi Tahun 2006
Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Rancangan skema penutup lahan dapat mengambil pendekatan fungsional yaitu berorientasi pada kegiatan seperti dijelaskan dengan penggunaan beberapa istilah seperti aktivitas pertanian, kehutanan, perkotaan dan seterusnya. Dengan memakai hasil dari interpretasi terhadap Citra Ikonos dan ALOS-AVNIR, maka diperoleh informasi mengenai penggunaan lahan yang cukup detail/rinci pada masing-masing kecamatan.
Untuk mengetahui secara spasial pola dari penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan, maka digunakan model spasial secara kuantitatif yaitu menandai masing-masing poligon penggunaan lahan, kemudian menggunakan matrik logika secara deskriptif dapat dijelaskan pola penggunaan lahannya (lihat Lampiran 9a dan 9b). Untuk memudahkan analisis maka masing-masing jenis penggunaan lahan dibuatkan peta. Hasil dari analisis spasial kuantitatif dari pola penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut:
72
73
Kecamatan Cibinong
Penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi di Kecamatan Cibinong terdiri dari alang-alang/semak-semak, danau/situ/empang, industri, kebun campuran, lahan kosong, taman/lapangan olah raga, perdagangan dan jasa, permukiman, sawah dan taman pemakaman umum. Pola masing-masing penggunaan lahan di Kecamatan Cibinong adalah sebagai berikut (lihat Gambar 21 sampai 24):
• Kawasan permukiman teratur pada umumnya menyebar secara linier di sepanjang koridor Sukahati dan Tegar Beriman. Hal ini diperkirakan permukiman teratur tersebut berorientasi terhadap akses jalan-jalan utama perkotaan Cibinong. Sedangkan sebaran kawasan permukiman tidak teratur umumnya mengikuti pola sebaran lahan perkebunan garapan.
• Pemanfaatan lahan perkantoran di Kota Cibinong sebagian besar terpusat di Jl.Tegar Beriman. Pusat perkantoran ini merupakan salah satu usaha dari Pemda Cibinong untuk menciptakan citra kotanya serta usaha untuk mengurangi pembebanan jalan yang selama ini terjadi di koridor Raya Bogor dan Sukahati.
• Pola pemanfaatan perdagangan masih cenderung linier di jalan-jalan utama perkotaan dan di koridor-koridor permukiman penduduk yang umumnya merupakan perdagangan-perdagangan skala kecil. Perdagangan yang berskala besar, yaitu Pasar Cibinong yang terletak di kawasan pertigaan Jl. Raya Bogor dan Jl. Mayor Oking.
• Pola pemanfaatan lahan industri ini banyak terpusat di koridor Raya Bogor bagian selatan dan sebagian berada di Koridor Mayor Oking, sebagian lagi menyebar dikawasan permukiman yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan industri seperti di Desa Keradenan dan Sukahati.
• Pola pemanfaatan lahan sawah dan kebun campuran ini diikuti oleh sebaran pola permukiman penduduk. Lahan sawah dan kebun campuran ini banyak terdapat di wilayah Cibinong bagian tengah, dimana pada kawasan tersebut
74
tingkat aksesibilitas rendah dengan ditandai oleh rendahnya jumlah sarana jalan-jalan penghubung.
• Pola pemanfaatan lahan sebagai konservasi dan resapan ini belum terlihat jelas di Perkotaan Cibinong. Pemanfaatan konservasi ini hanya berbentuk sebaran beberapa setu/danau saja yang sebagian terletak di kompleks perkantoran Pemda Cibinong, Desa Cikaret dan danau Citatah yang terletak di dekat Pasar Cibinong.
• Lahan kosong tersebar hampir di semua desa namun demikian dominan di sebelah utara kecamatan yang mempunyai kondisi topografi relatif lebih datar dibandingkan di bagian selatan kecamatan. Lahan ksosong tersebut sebagian besar di areal kebun campuran dan kawasan lindung yang berupa sempadan sungai dan kawasan lindung setempat (danau/situ).
75
Gambar 22 Peta sebaran industri di Kecamatan Cibinong 2006
76
Gambar 24 Peta sebaran lahan kosong di Kecamatan Cibinong 2006
Kecamatan Cileungsi
Pola-pola penggunaan lahan yang ada di wilayah Kecamatan Cilungsi , secara keseluruhan merupakan pola ruang yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini terlihat dari adanya pola pergerakkan atau interaksi antar ruang. Letak Kecamatan Cileungsi yang berada pada simpul 2 (dua) jalur jalan regional (arteri primer), menyebabkan terjadinya interaksi selain di dalam wilayah (intern) juga terjadi dalam lingkup regional sehingga volume pergerakkan lalu lintas menjadi cukup padat. Kondisi tersebut, apabila tidak diantisipasi sedini mungkin akan memperberat beban Kecamatan Cileungsi, dengan lokasinya yang berbatasan langsung dengan Kota Bekasi serta adanya jaringan jalan tol maka wilayah ini akan menjadi salah satu daya tarik investasi di masa depan. Pola masing-masing katagori penggunaan lahan di Kecamatan Cileungsi dapat diikuti pada uraian berikut ini, dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 25 sampai 28.
77
• Kawasan perumahan menyebar di seluruh wilayah perencanaan dengan pola perkembangan mengikuti jaringan jalan dan terkonsentrasi di beberapa tempat. • Perdagangan dan jasa sebagian besar terletak di Jalan Narogong, yaitu antara fly
over ke arah selatan dan menuju utara sampai dengan permukiman Limus Pratama, kemudian dari fly over ke arah Timur sampai simpang jalan ke Gandoang dan ke arah Barat sampai dengan sekitar Mesjid Raya. Perkantoran swasta di arahkan di sepanjang Jalan Camat Ejan, antara ruas jalan altenatif sampai Jalan Narogong dan Bekasi.
• Pelayanan sosial lokal menyebar pada di seluruh Kecamatan Cileungsi.
• Industri dan pergudangan terletak di sebelah Barat kecamatan sepanjang Jl. Narogong dan Sungai Cileungsi. Beberapa kegiatan industri yang cukup besar diantaranya dilakukan oleh PT. Samic dan PT. Bostinco. Sebagian besar lokasi industri berada di wilayah Desa Cileungsi Kidul, khususnya di bagian timur dan selatan wilayah desa.
• Kawasan khusus agrowisata berupa taman wisata Mekar Sari sebagian besar terletak di Desa Mekarsari.
• Lahan kosong tersebar hampir di seluruh desa, dominan di Desa Cileungsi Kidul yang merupakan arahan untuk pengembangan kawasan industri.
78
Gambar 25 Peta sebaran perumahan di Kecamatan Cileungsi 2006
79
Gambar 27 Peta sebaran lahan kosong di Kecamatan Cileungsi 2006
80
Analisis Konsistensi RDTR Kota Cibinong dan RUTR Kecamatan Cileungsi
Analisis konsistensi terhadap RDTRK dan RUTRK dilakukan dengan cara membandingkan secara visual dan overlay dari peta rencana penggunaan lahan dari RDTRK dan RUTRK dengan kondisi penggunaan lahan tahun 2006. Berdasarkan analisis spasial diketahui hasilnya terhadap ke dua kecamatan tersebut adalah sebagai berikut:
• Kecamatan Cibinong, sekitar 78.20% pemanfaataan ruang di Kecamatan Cibinong konsisten terhadap RDTRK dan sisanya 21.80% tidak konsisten terhadap RDTRK.
• Kecamatan Cileungsi, sekitar 83,25% pemanfaataan ruang di Kecamatan Cileungsi konsisten terhadap RUTRK dan sisanya 16,75% tidak konsisten terhadap RUTRK.
Pemanfaatan ruang yang tidak konsisten terhadap RDTR Kota Cibinong adalah sebagai berikut:
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan lindung sebesar 757.57 ha (17.48%) ternyata terdapat ruang terbangun sebesar 163.2 Ha, sawah seluas 35.1 Ha dan kebun campuran seluas 246.6 Ha dan lahan kosong seluas 24.24 ha.
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian sebesar 1512.92 ha (34.9%) terdapat kawasan terbangun seluas 303.4 Ha.
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan industri sebesar 583.05 ha (13.45%) ternyata terdapat perumahan seluas 43.6 Ha
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan perumahan sebesar 1239.81 ha (28.6%) ternyata terdapat kegiatan industri sebesar 77.4 Ha
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran lokasi inkonsisten di Kecamatan Cibinong dapat dilihat pada Gambar 29, sedangkan proporsi RDTR Kota Cibinong terhadap penggunaan lahan saat ini dapat dilihat pada Tabel 19 dan Lampiran 3a.
81
Tabel 19 Proporsi RDTRK Cibinong terhadap penggunaan lahan tahun 2006 Penggunaan Lahan Saat Ini
(Tahun 2006) Klasifikasi Arahan Pemanfaatan Klasifikasi Pemanfaata n Ruang Menurut RTRW Proporsi Luas (%) Danau/ Situ/ E m pang
Sawah Belukar Semak
Industr i Kebun Cam pur an Per m ukim an Tam an / Lap . OR Per d agangan/
Jasa Kosong Lahan TPU
Ju mlah (%) KAWASAN LINDUNG Kawasan Lindung/ Resapan Air/ Sempa dan/ Terbu ka Hijau 17.48 11.2 4.96 12.4 6.4 39.9 11.7 0 0 3.2 10.2 100 Kawasan TPU 1.06 0 0 37.8 0 21.1 0.9 0 0 14.8 25.4 100 Kawasan Pertanian 34.9 0 36.1 6.8 9.8 38.6 7.7 0 0 0.88 0 100 Kawasan Jasa 4.5 0 0 0 0 0 0 0 100 0 0 100 Kawasan Industri 13.46 0 1.4 18.3 47.9 15.6 7.9 0 0 8.9 0 100 KAWASAN BUDIDAYA Kawasan Permukiman 28.6 0 0 3.2 4.7 11.2 60.2 0 0 20.7 0 100 Jumlah 100
Sumber: Hasil analisis Keterangan: : Inkonsistensi
Sedangkan untuk Kecamatan Cileungsi, pemanfaatan lahan yang tidak konsistensi adalah sebagai berikut:
• Area yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung sebesar 672.6 ha (9.12%) ternyata terdapat ruang terbangun seluas 109.8 Ha, sawah seluas 107.6 Ha dan kebun campuran seluas 61.2 Ha.
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan pertanian sebesar 34.9 Ha ternyata terdapat ruang terbangun sebesar 147.7 Ha.
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan industri sebesar 1135.75 (15.4%) ternyata terdapat perumahan seluas 127.2 Ha.
• Area yang ditetapkan sebagai kawasan perumahan sebesar 2629.18 ha (35.65%) ternyata terdapat kegiatan industri seluas 191.9 Ha.
82
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran yang tidak konsisten di Kecamatan Cibinong dapat dilihat pada Gambar 30, sedangkan proporsi RDTR Kota Cibinong terhadap penggunaan lahan eksisting dapat dilihat pada Tabel 20 dan Lampiran 3b.
Tabel 20 Proporsi RUTRK Cileungsi terhadap penggunaan lahan tahun 2006 Penggunaan Lahan Eksisting
(Tahun 2006) Klasifikasi Arahan Pemanfaatan Klasifikasi Pemanfaatan Ruang Proporsi Luas (%) Danau/ Situ/ E m pang Sawah Sem ak Belukar Industr i Kebun Cam pur an Per m ukim an Tam an / Lap . OR Per d agangan dan Jasa L ahan Kosong TPU Ju mlah (%) KAWASAN LINDUNG Kawasan Lindung/ Resapan Ai/ Sempa dan/ Terbu ka Hijau 9.12 47.8 16 11 5.8 9.1 7.2 0 0 3.1 0 100 Kawasan TPU 0.63 0 0 88 0 11.1 0.9 0 0 0 0 100 Kawasan Pertanian 31.79 11.2 37.9 1.5 4.2 41 2.1 0 0 2.1 0 100 Kawasan Jasa 2.72 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 100 Kawasan Industri 15.4 0 9.8 0 52.9 3.6 11.2 1.3 0 21.2 0 100 Kawasan Pariwisata 4.69 62.8 20 5.4 0 5.2 5.3 0 0 1.3 0 100 KAWASAN BUDIDAYA Kawasan Permukiman 35.65 0 12 3.8 7.3 1.1 67.7 5.8 0 2.3 0 100 Jumlah 100 Sumber: Hasil analisis
83
84
85
Perbedaan NJOP dari Pemanfaatan Lahan yang Konsisten dan Tidak Kosistensi RDTRK/RUTRK
Untuk mengetahui perbedaan NJOP pada lahan yang konsisten dan tidak konsisten dengan RDTRK/RUTRK dilakukan uji hipotesa alternatif (H1) dan hipotesa nol (H0). Pengujian hipotesa menggunakan statistik uji Mann – Whitney yaitu untuk membandingkan dua populasi yang independen. Pada uji ini digunakan
software Minitab 16. Adapun hipotesa yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak ada perbedaan NJOP antara lahan yang dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten sesuai arahan RDTRK/RUTRK
H1 : Ada perbedaan NJOP antara lahan yang dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten sesuai arahan RDTRK/RUTRK
Penentuan responden/pemilik atau pengelola dari bangunan dilakukan dengan menggunakan metode sampling bertahap (multistage sampling). Tahap pertama, dipilih lokasi yang konsisten dan tidak konsisten berdasarkan hasil analisis konsistensi. Pada Kecamatan Cibinong ditentukan 10 desa/kelurahan dan di Kecamatan Cileungsi juga ditentukan 10 desa/kelurahan. Pada tahap kedua dilakukan pemilihan bangunan sampel dengan cara purposive sampling. Sebagai alat bantu digunakan software SISMIOP di kantor Pajak untuk mengetahui kode nomor wajib pajak dan besarnya NJOP. Banyak sampel di Kecamatan Cibinong sebanyak 92 bangunan dan di Kecamatan Cibinong sebanyak 74 bangunan. Total bangunan sampel sebanyak 166 bangunan. Hasil dari uji Mann – Withney untuk masing-masing kecamatan (lihat Lampiran 10) adalah sebagai berikut:
Kecamatan Cibinong
Dengan menggunakan uji nilai tengah, t hitung sebesar 0 dan t tabel dengan ά
0.05 dan n sebesar 92 diperoleh besaran angka 0.8239. Dengan demikian P value
sebesar 0.8239 lebih besar dari 0.05, sehingga keputusan yang dapat diambil adalah menolak H1 dan menerima H0, yaitu tidak ada perbedaan NJOP antara lahan yang dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten sesuai arahan RDTRK/RUTRK.
86
Kecamatan Cileungsi
Dengan menggunakan uji nilai tengah, t hitung sebesar 0 dan t tabel dengan ά
0.05 dan n sebesar 74 diperoleh besaran angka 0.8036. Dengan demikian P value
sebesar 0.8036 lebih besar dari 0.05, sehingga keputusan yang dapat diambil adalah menolak H1 dan menerima H0 yaitu tidak ada perbedaan NJOP antara lahan yang dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten sesuai arahan RDTRK/RUTRK.
Dari hasil pengujian hipotesa tersebut diatas, tampak bahwa PBB tidak memberlakukan NJOP yang berbeda antara lahan yang dimanfaatkan konsisten dan tidak konsisten dengan arahan pemanfaatan lahan. Besarnya NJOP yang diberlakukan kepada masing-masing penggunaan lahan tidak dibedakan menurut jenis penggunaan tertentu, maka besar pokok PBB rata-rata per pengguna lahan kurang lebih sama. Pembebanan pokok PBB rata-rata yang sama besar antar berbagai penggunaan lahan yang berbeda mengakibatkan adanya pembebanan pajak yang kurang adil dan selanjutnya hal tersebut menyebabkan pengaruh PBB yang relatif kecil terhadap penggunaan lahan.
Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Pajak Lahan
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Wilayah Jawa Bagian Barat II di Cibinong diketahui dari tahun 2003 – 2006 laju pertumbuhan NJOP sangat berfluktuasi pada masing-masing desa/kelurahan. Rata-rata mempunyai laju peningkatan yang positif, sedangkan pada Desa Pakan Sari dan Tengah di Kecamatan Cibinong dan Desa Mampir, Jatisari dan Cipenjo di Kecamatan Cileungsi antara tahun 2003 – 2006 tidak mengalami kenaikan NJOP. Laju kenaikan terbesar mencapai 76% terdapat di Desa Ciriung Kecamatan Cibinong dan Desa Limus Nunggal mancapai 60% di Kecamatan Cileungsi.
NJOP rata-rata terendah di Kecamatan Cibinong terdapat pada Desa Pondok Rajeg dan Desa Tengah sebesar Rp 165 000 /m² dan tertinggi di Desa Ciri Mekar sebesar Rp 442 000 /m², sedangkan NJOP rata-rata terendah di Kecamatan Cileungsi
87
terdapat di Desa Dayeuh sebesar Rp 174 500 /m² dan tertinggi di Desa Limus Nunggal sebesar Rp 548 000 /m². Jika dilihat secara keseluruhan, maka NJOP rata-rata di Kecamatan Cibinong cenderung semakin tinggi ke arah pusat perdagangan dan industri dan semakin rendah ke arah kawasan pertanian, sedangkan di Kecamatan Cileungsi NJOP semakin tinggi ke arah utara kecamatan dan semakin rendah di bagian selatan (lihat Tabel 21 dan Gambar 33, 34 ).
Tabel 21 Kondisi NJOP di Kec. Cibinong dan Cileungsi Tahun 2006
Laju Pertumbuhan
NJOP/Tahun (%) NJOP Tahun 2005 (Rp/m²) Kec/Kelurahan
2004 2005 2006 Minimum Maksimum Rata-rata
CIBINONG Keradenan 9 27 30 48 000 394 000 221 000 Nanggewer 2 31 24 36 000 537 000 286 500 Nang. Mekar 17 54 27 48 000 537 000 292 500 Cibinong 20 33 54 36 000 464 000 250 000 Pakansari 12 0 12 64 000 614 000 339 000 Sukahati 3 68 14 36 000 335 000 185 500 Tengah 0 39 22 48 000 285 000 166 500 Pondok Rajeg 1 55 11 48 000 285 000 166 500 Harapan Jaya 1 39 16 82 000 464 000 273 000 Pabuaran 12 32 15 82 000 702 000 402 500 Ciri Mekar 14 30 21 82 000 802 000 442 000 Ciriung 36 52 76 82 000 702 000 392 000 CILEUNGSI Dayeuh 36 30 42 14 000 335 000 174 500 Mampir 0 52 38 24 000 200 000 112 000 Setu Sari 20 57 37 48 000 200 000 124 000 Cipeucang 19 59 47 14 000 243 000 128 500 Jatisari 0 0 14 20 000 20 000 110 000 Gandoang 26 41 21 20 000 200 000 110 000 Mekar Sari 13 38 11 48 000 285 000 166 500 Cileungsi Kidul 20 48 8 36 000 394 000 215 000 Cileungsi 25 50 16 36 000 464 000 250 000 Limus Nunggal 10 60 14 36 000 1 032 000 598 000 Pasir Angin 19 54 12 27 000 285 000 156 000 Cipenjo 2 0 15 36 000 243 000 139 500
88
89
90
Untuk mengetahui hubungan antara penguunaan lahan dengan pajak lahan (NJOP) digunakan analisis korelasi dan regresi dengan hasil sebagai berikut:
Koefisien korelasi
Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi R dan R² untuk masing-masing penggunaan lahan sangat kecil, yaitu mendekati 0 (nol). Hal ini berarti tingkat keterhubungan antara variable bebas dengan varibel terikatnya rendah dan kemungkinan hubungan yang terjadi bukan linier.
Tabel 22 Koefisien korelasi
Penggunaan Lahan R R²
Sawah <0.001 0.0451
Kebun Campuran <0.001 0.0026
Industri 0.0256 0.0454
Perumahan 0.0834 0.0329
Perdagangan dan Jasa 0.0256 0.0045
Lahan Kosong 0.1388 0.0304 KDB 0 – 25% 0.0045 0.0211 KDB 25 - 50% 0.0174 0.754 KDB 50 – 75% 0.6126 0.0329 KDB .75% 0.0024 0.0554 Tinggi Bangunan <,4 m 0.0979 0.0672 Tinggi Bangunan 4 - 24 m 0.0174 0.1542 Tinggi Bangunan >24 m 0.0110 0.0455
Sumber: Hasil Analisis
Pengujian Regresi Berganda
Berdasarkan hasil analisis multiple regresi dengan metode forward stepwise
untuk kedua kecamatan. Berbagai variabel yang digunakan mengandung multikolinearitas atau terdapat korelasi atara satu dengan yang lainnya. Karena itu digunakan metode forward stepwise untuk memilih variabel-variabel yang cukup berpengaruh dan meminimalkan terjadinya korelasi antar variabel.
91
Nampak bahwa terdapat beberapa variabel dari penggunaan lahan dan intensitas penggunaan lahan yang mempunyai pengaruh terhadap pajak lahan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 23 dan Lampiran 6. Dari tabel tersebut tampak persamaan yang dihasilkan mempunyai nilai R² sebesar 0,7251.s Sementara itu apabila dilihat dari hasil uji F terhadap model juga nampak bahwa model ini cukup signifikan pada tingkat kepercayaan hingga 1 %, dapat dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu P < 0.001. Dengan demikian model ini cukup layak untuk