• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Subsektor Peternakan terhadap Perkonomian

Pada penelitian ini peranan subsektor peternakan dan hasil-hasilnya terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan dikaji dengan menggunakan analisis multiplier, dan dekomposisi pengganda. Terdapat tujuh analisis multiplier yang digunakan, yaitu analisis multiplier nilai tambah, analisis multiplier pendapatan tenaga kerja, analisis multiplier keterkaitan, analisis multiplier produksi, analisis multiplier institusi, analisis multiplier pendapatan institusi rumah tangga, dan analisis multiplier total. Pada peneltian ini, institusi pemerintah tidak lagi digolongkan ke dalam neraca endogen tetapi digolongkan ke dalam neraca eksogen.

Analisis Multiplier Nilai Tambah

Analisis multiplier nilai tambah digunakan untuk melihat besarnya pengaruh suatu sektor terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam perekonomian. Nilai ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok faktor produksi sepanjang kolom sektor ke-i. Multiplier nilai tambah juga dapat dipergunakan untuk melihat peranan subsektor peternakan terhadap pertumbuhan perekonomian nasional (PDB) melalui pendekatan pendapatan.

Berdasarkan hasil analisis multiplier nilai tambah (Value Added Multiplier) seperti tampak pada Tabel 5, subsektor peternakan memiliki peranan yang besar dalam penciptaan nilai tambah pada perekonomian nasional, yang ditunjukan dengan koefisien multiplier nilai tambah sebesar 1.86. Walaupun demikian, peranan tersebut masih lebih rendah dari peranan subsektor pertanian tanaman pangan yang memiliki koefisien multiplier sebesar 2.11, subsektor pertambangan dan penggalian dengan koefisien sebesar 1.94, subsektor pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya yang memiliki koefisien multiplier nilai tambah sebesar 1.93, subsektor restoran yang memiliki

multiplier nilai tambah sebesar 1.92 dan subsektor pertanian tanaman lainnya

dengan koefisien multiplier sebesar 1.87. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan peranan subsektor perikanan dengan koefisien multiplier sebesar 1.70, dan subsektor kehutanan dan perburuan dengan koefisien multiplier sebesar 1.69, maka peranan subsektor peternakan terhadap penciptaan nilai tambah pada perekonomian nasional masih jauh lebih besar.

Dasar dari analisis multiplier nilai tambah merupakan perhitungan atau penjumlahan dari nilai tambah tenaga kerja dan nilai tambah modal. Seperti tampak pada Tabel 5, peranan subsektor peternakan dalam meningkatkan PDB Indonesia lebih banyak berasal dari kontribusi nilai tambah tenaga kerja yang memiliki multiplier tenaga kerja sebesar 1.19, lebih besar dari multiplier modal yang hanya sebesar 0.67. Hasil analisis multiplier nilai tambah ini menunjukan dengan jelas bahwa subsektor peternakan lebih bersifat padat karya.

Dari aspek analisis pendapatan tenaga kerja, subsektor peternakan juga memegang peranan yang cukup besar dalam memengaruhi pendapatan tenaga kerja walaupun peranan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan peranan

subsektor pertanian tanaman pangan dengan multiplier nilai tambah tenaga kerja sebesar 1.55, subsektor pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya yang mempunyai multiplier nilai tambah tenaga kerja sebesar 1.33, subsektor restoran yang memiliki multiplier nilai tambah tenaga kerja sebesar 1.32, subsektor pertambangan dan penggalian lainnya dengan multiplier nilai tambah tenaga kerja sebesar 1.24 dan subsektor pertanian tanaman lainnya dengan koefisien multiplier nilai tambah tenaga kerja sebesar 1.24.

Tabel 5. Multiplier nilai tambah, tenaga kerja dan modal

Sektor Produksi Tenaga

Kerja Rank Modal Vam Rank

Pertanian Tanaman Pangan 1.55 1 0.56 2.11 1

Pertanian Tanaman Lainnya 1.24 5 0.63 1.87 5

Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.19 6 0.67 1.86 6

Kehutanan dan Perburuan 0.83 14 0.86 1.69 12

Perikanan 0.83 15 0.87 1.70 11

Pertambangan Batubara, Biji Logam dan

Minyak Bumi 0.44 24 1.01 1.45 19

Pertambangan dan Penggalian Lainnya 1.24 4 0.70 1.94 2

Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 1.05 9 0.69 1.74 9

Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.74 17 0.70 1.44 21

Industri Kayu & Barang Dari Kayu 0.87 12 0.75 1.62 14

Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan

Barang Dari Logam dan Industri 0.61 21 0.62 1.23 24

Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat,

Semen 0.57 22 0.75 1.32 23

Listrik, Gas Dan Air Minum 0.47 23 0.97 1.44 22

Konstruksi 0.77 16 0.68 1.45 20

Perdagangan 1.14 7 0.64 1.78 7

Restoran 1.32 3 0.60 1.92 4

Perhotelan 0.94 11 0.80 1.74 8

Angkutan Darat 0.99 10 0.62 1.61 13

Angkutan Udara, Air dan Komunikasi 0.71 18 0.76 1.47 18

Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 1.07 8 0.64 1.71 10

Bank dan Asuransi 0.69 19 0.90 1.59 15

Real Estate dan Jasa Perusahaan 0.61 20 0.89 1.50 16

Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan,

Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya 1.33 2 0.60 1.93 3

Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa

Lainnya 0.86 13 0.65 1.51 17

Sumber : SNSE 2008 (diolah)

Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan subsektor perikanan dengan koefisien multiplier tenaga kerja sebesar 0.83, serta subsektor kehutanan dan perburuan dengan koefisien multiplier tenaga kerja sebesar 0.83, maka peranan subsektor peternakan dalam memengaruhi pendapatan tenaga kerja masih jauh lebih besar. Sektor lain yang paling besar pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja adalah subsektor pertanian tanaman pangan dengan multiplier sebesar 1.55, sedangkan yang paling rendah pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja adalah sektor pertambangan batubara, biji logam dan minyak bumi dengan multiplier sebesar 0.44. Sementara itu, dengan koefisien pengganda tenaga kerja

sebesar 1.19, maka subsektor peternakan memiliki pengaruh terbesar ke 6 dalam memengaruhi pendapatan tenaga kerja. Angka koefisien pengganda tersebut memiliki arti, apabila terjadi kenaikan pada sektor produksi peternakan dan hasil- hasilnya sebesar Rp1.0 miliar, maka akan mampu meningkatkan pendapatan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp1.86 miliar, dimana sebesar Rp1.19 miliar merupakan dampak dari multiplier pendapatan tenaga kerja, dan sebesar Rp670 juta merupakan dampak dari multiplier pendapatan modal, hal yang sama berlaku untuk sektor lainnya.

Analisis Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier Pendapatan Tenaga Kerja menggambarkan besarnya pengaruh suatu sektor terhadap pendapatan tenaga kerja, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat penyerapan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan ekonomi masing-masing sektor. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok faktor produksi tenaga kerja sepanjang kolom sektor ke-i. Untuk menganalisis peranan subsektor peternakan terhadap penyerapan tenaga kerja, diperlukan analisis lanjutan dengan menggunakan metode dekomposisi pengganda dan koefisien tenaga kerja, dimana koefisien tersebut merupakan rasio dari tingkat pendapatan tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja di sektor tersebut.

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 6, peranan subsektor peternakan dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian cukup besar, yaitu sebesar 0.65. Sektor lain yang memiliki peranan yang besar dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian adalah subsektor pertanian tanaman pangan dengan koefisien multiplier sebesar 1.04, dan subsektor pertanian tanaman lainnya dengan multiplier sebesar 0.75. Subsektor perikanan, dan subsektor kehutanan dan perburuan berturut-turut memiliki nilai koefisien multiplier sebesar 0.45, dan sebesar 0.40. Kedua subsektor tersebut masih memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian (masih menduduki peringkat 10 besar) walaupun pengaruhnya lebih rendah dari dampak yang ditimbulkan oleh subsektor peternakan. Nilai multiplier pendapatan tenaga kerja subsektor peternakan sebesar 0.65 tersebut dikontribusi masing-masing oleh pendapatan tenaga kerja pertanian di desa sebesar 0.55, dan pendapatan tenaga kerja pertanian di kota sebesar 0.09. Nilai multiplier tenaga kerja pertanian subsektor peternakan sebesar 0.65 tersebut memiliki arti, apabila penerimaan subsektor peternakan meningkat sebesar Rp1.0 miliar, maka akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian sebesar Rp650 juta, dimana sebesar Rp550 juta merupakan dampak kenaikan penerimaan pendapatan tenaga kerja pertanian di desa, dan sebesar Rp90 juta merupakan dampak kenaikan penerimaan pendapatan tenaga kerja pertanian di kota. Berdasarkan hasil analisis multiplier pada Tabel 6, juga terlihat peranan yang sangat signifikan dari subsektor peternakan dalam meningkatkan penerimaan tenaga kerja nonpertanian. Apabila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya di dalam lingkup sektor pertanian, maka subsektor peternakan memiliki peranan terbesar dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja nonpertanian dengan koefisien pengganda sebesar 0.55, lebih besar dari peranan subsektor pertanian tanaman pangan dengan multiplier sebesar 0.51, dan subsektor pertanian tanaman lainnya dengan multiplier sebesar 0.51. Sektor

lainnya dalam perekonomian yang memiliki peranan terbesar dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja nonpertanian adalah sektor konstruksi dengan koefisien pengganda sebesar 0.63. Nilai multiplier subsektor peternakan nonpertanian sebesar 0.55 tersebut memiliki arti, apabila penerimaan subsektor peternakan meningkat sebesar Rp1.0 miliar, maka akan meningkatkan penerimaan tenaga kerja nonpertanian di desa sebesar Rp180 juta, dan meningkatkan penerimaan tenaga kerja nonpertanian di kota sebesar Rp370 juta.

Tabel 6. Multiplier tenaga kerja menurut golongan

Sektor Produksi Tani Non Tani

Desa Kota Desa Kota

Pertanian Tanaman Pangan 0.93 0.11 0.16 0.35

Pertanian Tanaman Lainnya 0.67 0.08 0.17 0.34

Peternakan dan Hasil-hasilnya 0.55 0.09 0.18 0.37

Kehutanan dan Perburuan 0.33 0.07 0.15 0.27

Perikanan 0.34 0.11 0.12 0.26

Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi 0.09 0.01 0.10 0.24

Pertambangan dan Penggalian Lainnya 0.17 0.03 0.49 0.55

Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 0.39 0.05 0.20 0.41

Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.14 0.02 0.17 0.41

Industri Kayu & Barang Dari Kayu 0.16 0.03 0.26 0.42

Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang

Dari Logam dan Industri 0.10 0.01 0.14 0.36

Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen 0.11 0.02 0.14 0.30

Listrik, Gas Dan Air Minum 0.09 0.01 0.11 0.26

Konstruksi 0.12 0.02 0.23 0.40

Perdagangan 0.16 0.02 0.30 0.66

Restoran 0.34 0.05 0.28 0.64

Perhotelan 0.24 0.04 0.17 0.49

Angkutan Darat 0.14 0.02 0.26 0.57

Angkutan Udara, Air dan Komunikasi 0.12 0.02 0.17 0.41

Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 0.15 0.02 0.25 0.65

Bank dan Asuransi 0.11 0.02 0.13 0.43

Real Estate dan Jasa Perusahaan 0.11 0.02 0.12 0.38

Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan,

Film dan Jasa Sosial Lainnya 0.23 0.03 0.33 0.75

Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya 0.13 0.02 0.19 0.52 Sumber : SNSE 2008 (diolah)

Analisis Multiplier Institusi

Nilai multiplier institusi menjelaskan besarnya pengaruh suatu sektor terhadap perubahan pendapatan yang diterima oleh institusi rumah tangga maupun perusahaan. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan nilai pengganda neraca pada blok institusi sepanjang kolom sektor ke-i, yang meliputi efek terhadap pendapatan institusi rumah tangga, dan efek terhadap pendapatan institusi perusahaan. Berdasarkan hasil penghitungan analisis multiplier pendapatan institusi pada Tabel 7, subsektor peternakan memiliki dampak yang relatif besar dalam meningkatkan pendapatan institusi dengan koefisien multiplier sebesar 1.92, dan menduduki peringkat ke 6 terbesar diantara sektor dan subsektor lainnya dalam perekonomian. Namun, dampak pendapatan institusi subsektor

peternakan tersebut sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan dampak pendapatan institusi yang ditimbulkan oleh subsektor pertanian tanaman pangan yang memiliki koefisien multiplier sebesar 2.17, subsektor pertambangan dan penggalian lainnya dengan multiplier pendapatan institusi sebesar 2.00, subsektor pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya yang mempunyai multiplier institusi sebesar 1.99, subsektor restoran dengan pengganda sebesar 1.99 dan subsektor pertanian tanaman lainnya dengan koefisien multiplier sebesar 1.93. Meskipun demikian, dampak pendapatan institusi subsektor peternakan tersebut masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan dampak pendapatan institusi yang ditimbulkan subsektor perikanan dengan multiplier sebesar 1.76, dan subsektor kehutanan dan perburuan dengan multiplier sebesar 1.75.

Tabel 7. Multiplier rumah tangga, perusahaan dan institusi Sektor Produksi

Institusi

HIIM Rank PM Rank Total

institusi Rank Pertanian Tanaman Pangan 1.76 1 0.41 24 2.17 1 Pertanian Tanaman Lainnya 1.47 5 0.46 19 1.93 5

Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.43 6 0.49 15 1.92 6

Kehutanan dan Perburuan 1.13 14 0.62 6 1.75 12

Perikanan 1.13 12 0.63 5 1.76 10

Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak

Bumi 0.79 24 0.73 1 1.52 19

Pertambangan dan Penggalian Lainnya 1.49 4 0.51 11 2.00 2 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 1.29 9 0.50 13 1.79 9 Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 0.99 18 0.50 12 1.49 22 Industri Kayu & Barang Dari Kayu 1.13 13 0.54 9 1.67 13 Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan

Barang Dari Logam dan Industri 0.83 22 0.45 22 1.28 24 Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat,

Semen 0.83 21 0.54 10 1.37 23

Listrik, Gas Dan Air Minum 0.80 23 0.69 2 1.50 20

Konstruksi 1.00 17 0.49 14 1.49 21

Perdagangan 1.37 7 0.47 17 1.83 7

Restoran 1.53 3 0.46 20 1.99 4

Perhotelan 1.22 10 0.58 7 1.80 8

Angkutan Darat 1.22 11 0.45 21 1.67 14

Angkutan Udara, Air dan Komunikasi 0.97 19 0.55 8 1.52 18 Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 1.29 8 0.47 18 1.76 11

Bank dan Asuransi 1.00 16 0.65 3 1.65 15

Real Estate dan Jasa Perusahaan 0.93 20 0.64 4 1.57 16 Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan,

Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya 1.55 2 0.44 23 1.99 3 Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa

Lainnya 1.08 15 0.47 16 1.55 17

Sumber : SNSE 2008 (diolah) Keterangan :

HIIM (Household Induced Income Multiplier): Multiplier pendapatan rumah tangga.

Multiplier pendapatan institusi pada subsektor peternakan sebesar 1.92 tersebut, terdiri atas multiplier pendapatan institusi rumah tangga sebesar 1.43,

dan multiplier institusi perusahaan sebesar 0.49. Angka koefisien multiplier

pendapatan institusi rumah tangga sebesar 1.43 tersebut memiliki arti, bahwa setiap Rp1.0 miliar dana yang diinjeksikan ke subsektor peternakan dan hasil- hasilnya, maka akan meningkatkan pendapatan institusi rumah tangga sebesar Rp1.43 miliar, hal yang sama berlaku untuk institusi perusahaan. Meskipun subsektor peternakan memiliki dampak yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan institusi rumah tangga (dengan koefisien multiplier sebesar 1.43), akan tetapi dampak tersebut tidak sebesar dampak pengganda pendapatan institusi rumah tangga yang diakibatkan oleh subsektor pertanian tanaman pangan, dan subsektor pertanian tanaman lainnya, yang berturut-turut memiliki koefisien multiplier pendapatan institusi sebesar 1.76, dan sebesar 1.47. Sekalipun demikian, dengan nilai koefisien multiplier pendapatan institusi rumah tangga sebesar 1.43, subsektor peternakan masih tetap memberikan dampak pengganda pendapatan terhadap institusi rumah tangga yang jauh lebih besar jika dibanding dengan dampak subsektor perikanan dan subsektor kehutanan dan perburuan dengan angka multiplier pendapatan institusi rumah tangga masing-asing sebesar 1.13.

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan sub-subsektor pertanian lainnya dalam lingkup sektor pertanian, subsektor peternakan memiliki dampak terbesar ketiga terhadap pendapatan rumah tangga setelah subsektor pertanian tanaman pangan, dan subsektor pertanian tanaman lainnya. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien multiplier pendapatan institusi rumah tangga, sektor yang paling besar memengaruhi pendapatan institusi rumah tangga adalah subsektor pertanian tanaman pangan dengan nilai multiplier sebesar 1.76, sedangkan sektor yang paling tinggi memengaruhi institusi perusahaan adalah sektor pertambangan batubara, biji logam dan minyak bumi dengan nilai multiplier sebesar 0.79.

Secara agregat sektor yang memiliki dampak tertinggi dalam meningkatkan pendapatan institusi adalah subsektor pertanian tanaman pangan dengan koefisien multiplier sebesar 2.17, sedangkan yang memiliki dampak terendah terhadap pendapatan institusi rumah tangga ialah sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam dan industri dengan multiplier sebesar 1.28. Analisis Multiplier Institusi Rumah Tangga

Multiplier Pendapatan Institusi Rumah Tangga menggambarkan besarnya pengaruh suatu sektor terhadap pendapatan institusi rumah tangga. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok institusi rumah tangga sepanjang kolom sektor ke-i. Hasil perhitungan multiplier institusi rumah tangga disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan hasil perhitungan pengganda pendapatan institusi rumah tangga menurut golongan, terlihat bahwa subsektor peternakan memiliki peranan yang relatif besar dalam meningkatkan pendapatan institusi rumah tangga pertanian, yang ditunjukan dengan koefisien multiplier sebesar 0.52. Koefisien multiplier pendapatan institusi rumah tangga subsektor peternakan ini terdiri atas multiplier pendapatan buruh tani sebesar 0.010, dan multiplier pendapatan pengusaha pertanian sebesar 0.41. Subsektor lain yang juga memiliki peranan yang besar dalam meningkatkan pendapatan

rumah tangga petani adalah subsektor pertanian tanaman pangan, dan subsektor pertanian tanaman lainnya dengan nilai multiplier berturut-turut sebesar 0.77 dan 0.57. Sementara itu, subsektor kehutanan dan perburuan, dan subsektor perikanan memiliki pengganda institusi rumah tangga masing-masing sebesar 0.37, dan sebesar 0.38.

Tabel 8. Pengganda institusi rumah tangga menurut golongan Sektor Produksi Total RT Pengusaha Tani Buruh Tani Tani RT

Non Tani Desa Non Tani Kota RT Non Tani Pertanian Tanaman Pangan 1.76 0.65 0.11 0.77 0.55 0.45 1.00 Pertanian Tanaman Lainnya 1.47 0.47 0.10 0.57 0.46 0.44 0.90

Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.43 0.41 0.10 0.52 0.44 0.48 0.92

Kehutanan dan Perburuan 1.13 0.29 0.08 0.37 0.35 0.41 0.76 Perikanan 1.13 0.29 0.09 0.38 0.33 0.42 0.75 Pertambangan Batubara, Biji Logam

dan Minyak Bumi 0.79 0.14 0.03 0.17 0.23 0.39 0.62 Pertambangan dan Penggalian

Lainnya 1.49 0.28 0.05 0.33 0.53 0.63 1.16 Industri Makanan, Minuman dan

Tembakau 1.29 0.34 0.06 0.40 0.39 0.50 0.89 Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian

dan Kulit 0.99 0.18 0.04 0.22 0.27 0.50 0.77 Industri Kayu & Barang Dari Kayu 1.13 0.21 0.04 0.25 0.36 0.51 0.87 Industri Kertas, Percetakan, Alat

Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri

0.83 0.14 0.03 0.17 0.23 0.43 0.66

Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari

Tanah Liat, Semen 0.83 0.16 0.03 0.19 0.24 0.40 0.64 Listrik, Gas Dan Air Minum 0.81 0.15 0.02 0.17 0.24 0.40 0.64 Konstruksi 1.00 0.17 0.04 0.21 0.31 0.48 0.79 Perdagangan 1.36 0.21 0.04 0.25 0.40 0.71 1.11 Restoran 1.53 0.32 0.06 0.38 0.43 0.71 1.14 Perhotelan 1.22 0.25 0.05 0.30 0.33 0.59 0.92 Angkutan Darat 1.21 0.20 0.04 0.24 0.34 0.63 0.97 Angkutan Udara, Air dan Komunikasi 0.97 0.17 0.03 0.20 0.27 0.50 0.77 Jasa Penunjang Angkutan, dan

Pergudangan 1.29 0.21 0.04 0.25 0.34 0.70 1.04 Bank dan Asuransi 1.00 0.17 0.04 0.21 0.26 0.53 0.79 Real Estate dan Jasa Perusahaan 0.92 0.16 0.03 0.19 0.24 0.49 0.73 Pemerintahan dan Pertahanan,

Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya

1.55 0.28 0.05 0.33 0.44 0.78 1.22

Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan

Jasa Lainnya 1.08 0.18 0.04 0.22 0.28 0.58 0.86

Sumber : SNSE 2008 (diolah)

Subsektor peternakan juga memiliki peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan institusi rumah tangga nonpertanian. Hal ini ditunjukan dengan koefisien multiplier institusi rumah tangga nontani sebesar 0.92, yang berasal dari kontribusi multiplier institusi rumah tangga nonpertanian di kota sebesar 0.48, dan koefisien multiplier institusi rumah tangga nonpertanian di desa sebesar 0.44. Nilai tersebut memiliki arti, setiap Rp1.0 miliar dana yang diinjeksikan pada subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, maka akan mampu meningkatkan pendapatan golongan rumah tangga nonpertanian sebesar Rp920 juta. Tambahan pendapatan tersebut akan mengalir ke golongan rumah tangga nonpertanian di kota yang menerima porsi pendapatan sebesar Rp480 juta,

sementara golongan rumah tangga pertanian di desa menerima porsi pendapatan sebesar Rp440 juta.

Subsektor lain yang juga memiliki peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga nonpertanian adalah subsektor pertanian tanaman pangan dengan multiplier sebesar 1.00. Sedangkan ketiga subsektor lainnya dalam lingkup sektor pertanian memiliki peranan yang tidak terlalu besar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga nonpertanian. Ketiga subsektor tersebut adalah subsektor pertanian tanaman lainnya dengan multiplier sebesar 0.90, subsektor kehutanan dan perburuan dengan multiplier sebesar 0.76, dan subsektor perikanan dengan multiplier sebesar 0.75.

Oleh karena subsektor peternakan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan pendapatan institusi rumah tangga nonpertanian jika dibandingkan dengan institusi rumah tangga pertanian itu sendiri, maka strategi pengembangan berbagai subsektor dalam lingkup sektor pertanian tersebut, khususnya subsektor peternakan haruslah lebih dititik-beratkan pada on farm agar dampak dari pengembangannya dapat dirasakan secara langsung oleh institusi rumah tangga di sektor pertanian.

Subsektor peternakan dan sub-subsektor lainnya dalam lingkup sektor pertanian juga memiliki peranan yang relatif lebih besar dalam meningkatkan pendapatan pengusaha pertanian jika dibandingkan dengan buruh tani. Hal ini menunjukan bahwa keberpihakan kebijakan subsektor peternakan terhadap rumah tangga buruh tani dan rumah tangga golongan bawah selama ini masih relatif belum optimal, walaupun dari koefisien multiplier tenaga kerja diketahui bahwa subsektor peternakan memiliki peranan yang lebih besar dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian, terutama tenaga kerja pertanian di desa, namun pada kenyataanya aliran surplus pendapatan tersebut mengalir lebih besar kepada pengusaha pertanian daripada kepada buruh tani dan rumah tangga golongan rendah. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satu faktor yang berperan besar dalam menyebabkan kondisi tersebut diantaranya adalah sulitnya buruh tani atau petani-petani kecil untuk mendapatkan akses pinjaman modal kepada lembaga keuangan yang akan dipergunakan untuk penyediaan bibit ternak, pakan ternak, dan vaksin, sehingga mereka kalah bersaing dengan pengusaha- pengusaha pertanian yang memang memiiki modal yang jauh lebih besar, sebagai akibatnya, banyak dari buruh tani dan para peternak kecil yang masih bergantung kepada pengusaha pertanian untuk memulai usaha peternakan mereka.

Analisis Multiplier Produksi

Multiplier Produksi menunjukan besarnya pengaruh suatu sektor terhadap

perubahan produksi total dalam perekonomian. Nilai ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok sektor produksi sepanjang kolom sektor ke-i. Hasil perhitungan multiplier produksi disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan hasil perhitungan, terlihat bahwa subsektor peternakan dan hasil-hasilnya memiliki angka pengganda dampak produksi sebesar 3.71. Koefisien pengganda produksi tersebut, menempatkan subsektor peternakan sebagai subsektor yang memiliki nilai pengganda produksi terbesar kedua setelah subsektor restoran yang memiliki koefisien pengganda sebesar 3.97, sedangkan subsektor yang memiliki angka pengganda produksi terkecil terhadap peningkatan

produksi total adalah sektor pertambangan batubara, biji logam dan minyak bumi dengan koefisien multiplier sebesar 2.23.

Tabel 9. Multiplier produksi, own multiplier dan multiplier keterkaitan Sektor Produksi Own Income Multiplier Multiplier Produksi Rank Multiplier Keterkaitan Rank

Pertanian Tanaman Pangan 1.24 3.52 4 2.27 7

Pertanian Tanaman Lainnya 1.12 3.39 7 2.27 6

Peternakan dan Hasil-hasilnya 1.27 3.71 2 2.44 2

Kehutanan dan Perburuan 1.02 2.79 17 1.77 16

Perikanan 1.16 2.84 16 1.69 17

Pertambangan Batubara, Biji Logam dan

Minyak Bumi 1.14 2.23 24 1.10 24

Pertambangan dan Penggalian Lainnya 1.01 3.30 10 2.29 5 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 1.43 3.67 3 2.24 9 Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 1.34 3.16 13 1.82 15 Industri Kayu & Barang Dari Kayu 1.23 3.31 9 2.08 13 Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan

Barang Dari Logam dan Industri 1.31 2.75 20 1.44 21 Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat,

Semen 1.20 2.56 22 1.36 23

Listrik, Gas Dan Air Minum 1.08 2.52 23 1.43 22

Konstruksi 1.02 3.14 14 2.12 12

Perdagangan 1.23 3.43 6 2.20 11

Restoran 1.10 3.97 1 2.87 1

Perhotelan 1.00 3.25 12 2.25 8

Angkutan Darat 1.07 3.38 8 2.31 4

Angkutan Udara, Air dan Komunikasi 1.11 2.75 19 1.64 18 Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan 1.06 3.27 11 2.20 10

Bank dan Asuransi 1.29 2.76 18 1.47 20

Real Estate dan Jasa Perusahaan 1.07 2.60 21 1.53 19 Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan,

Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya 1.13 3.45 5 2.32 3 Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa

Lainnya 1.07 2.97 15 1.90 14

Sumber : SNSE 2008 (diolah)

Angka pengganda produksi sebesar 3.71 pada subsektor peternakan dan hasil-hasilnya ini menunjukan apabila terjadi kenaikan sebesar Rp1.0 miliar pada subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, maka total produksi dalam perekonomian akan meningkat sebesar Rp3.71 miliar, hal yang sama juga berlaku terhadap sektor-sektor yang lain. Koefisien multiplier produksi pada subsektor peternakan dan hasil-hasilnya tersebut merupakan nilai multiplier tertinggi diantara berbagai subsektor produksi lainnya dalam lingkup sektor pertanian, yang berarti subsektor peternakan memiliki peranan terbesar dalam meningkatkan total produksi nasional jika dibandingkan dengan subsektor produksi lainnya dalam lingkup sektor pertanian..

Analisis Multiplier Keterkaitan Antar-Sektor

Nilai multiplier keterkaitan antarsektor menunjukan besarnya pengaruh suatu sektor terhadap perubahan output pada sektor-sektor lainnya (sektor-sektor

hulunya) di dalam blok sektor produksi. Nilai ini diperoleh dari selisih antara

multiplier produksi dan own income multiplier sepanjang kolom sektor ke-i pada

blok sektor produksi. Nilai multiplier keterkaitan antar sektor pada SNSE hanya menggambarkan hubungan keterkaitan ke belakang suatu sektor dengan sektor- sektor lainnya di dalam perekonomian. Sementara nilai multiplier produksi menunjukan besarnya pengaruh suatu sektor terhadap perubahan produksi total dalam perekonomian. Nilai ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok sektor produksi sepanjang kolom sektor ke-i. Hasil perhitungan multiplier keterkaitan antarsektor disajikan pada Tabel 9 bersama- sama dengan multiplier produksi, dan own income multiplier.

Berdasarkan hasil perhitungan angka pengganda keterkaitan antarsektor yang disajikan pada Tabel 9, terlihat bahwa subsektor peternakan dan hasil-

Dokumen terkait