• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, serta berbagai literatur pendukung yang digunakan untuk mendukung analisis. Data utama yang digunakan pada penlitian ini adalah data Sistem Neraca Sosial Ekonomi BPS tahun 2008 dengan matriks 105x105 tanpa dilakukan agregasi maupun disagregasi. Data SNSE pada penlitian ini terdiri dari 24 blok neraca sektor produksi, komoditas domestik dan komoditas impor, 17 blok neraca faktor produksi, 8 blok neraca institusi, dan masing-masing satu blok neraca kapital, pajak tidak langsung, subsidi dan luar negeri, serta margin perdagangan dan pengangkutan. Penggunaan data SNSE tersebut didasarkan pada pertimbangan adanya keterbatasan data yang diterbitkan oleh BPS, serta keterbatasan disiplin ilmu dari penulis.

Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan pendekatan metode deskriptif. Metode kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis pengganda neraca (accounting Multiplier) dan metode dekomposisi pengganda neraca. Metode analisis tersebut digunakan untuk mendapatkan hasil analisis penelitian yang akan dipakai untuk melihat peranan subsektor peternakan terhadap perekonomian Indonesia. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengaitkan data hasil dari analisis kuantitatif dengan literatur-literatur, fakta di lapangan, dan teori-teori yang berkaitan. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft office Excell 2010.

Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam perekonomian. Model ini dapat digunakan untuk menganalisis peranan subsektor peternakan dalam perekonomian Indonesia, yang meliputi peran terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan tenaga kerja, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta distribusi pendapatan institusi rumah tanga di Indonesia.

Model SNSE yang digunakan pada penelitian ini adalah model SNSE Indonesia tahun 2008 yang diterbitkan oleh BPS. Kerangka dasar model tersebut adalah sebuah matrix bujursangkar yang berukuran 105x105, yang terdiri atas 17 blok neraca faktor produksi, 10 blok neraca institusi, 24 blok neraca sektor produksi, 24 blok neraca komoditas domestik, dan 24 blok neraca komoditas impor, serta masing-masing 1 blok neraca kapital, 1 blok neraca pajak tidak langsung, 1 blok neraca subsidi, 1 blok neraca luar negeri, 1 blok neraca margin perdagangan, dan 1 blok neraca pengangkutan. Neraca endogen pada model tersebut terdiri dari blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi (terkecuali institusi pemerintah), blok neraca aktivitas produksi (yang terdiri atas blok neraca

sektor produksi, blok neraca komoditas domestik dan blok neraca komoditas impor). Sementara itu, neraca eksogen terdiri atas blok neraca kapital, pajak tidak langsung, neraca luar negeri, dan institusi pemeritah. Institusi pemerintah digolongkan kedalam neraca eksogen dikarenakan, kebijakan-kebijakan pemerintah akan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja masing-masing blok neraca yang ada pada model SNSE tersebut.

Pada blok faktor produksi, yang menjadi fokus utama pada penelitian ini adalah blok faktor produksi tenaga kerja. Blok neraca tenaga kerja pada model ini di disagregasi ke dalam empat kelompok, yaitu: tenaga kerja pertanian; tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar; tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa; tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi. Keempat blok neraca tenaga kerja tersebut di disagregasi lagi berdasarkan kondisi sosialnya, yaitu: tenaga kerja penerima upah dan gaji, serta tenaga kerja bukan penerima upah dan gaji, yang lebih lanjut di disagregasi berdasarkan kondisi demografisya (di desa atau di kota).

Pada blok institusi, yang menjadi fokus utama pada penelitian ini adalah blok institusi rumah tangga. Blok neraca institusi rumah tangga tersebut di disagregasi ke dalam 2 kelompok, yaitu: institusi rumah tangga pertanian, dan institusi rumah tangga nonpertanian. Institusi rumah tangga di disagregasi menjadi 2 kelompok, yaitu: buruh pertanian, dan pengusaha pertanian. Sedangkan institusi rumah tangga nonpertanian di disgregasi ke dalam 2 kelompok, yaitu: institusi rumah tangga nonpertanian di pedesaan, dan institusi rumah tangga di perkotaan. Selanjutnya, kedua kelompok institusi rumah tangga sebagaimana diuraikan di atas, masing-masing di disagregasi lagi ke dalam 3 kelompok, yaitu: (1) kelompk pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tata usaha, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, dan buruh kasar; (2) kelompk bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas; dan (3) kelompok pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha, dan penjualan golongan atas.

Pada model SNSE ini, blok aktivitas produksi juga menjadi fokus penelitian. Pada model SNSE ini, blok aktivitas produksi dirinci menjadi: blok sektor produksi, yang terdiri atas 24 blok neraca sektor produksi, blok komoditas domestik yang terdiri atas 24 blok komoditas domestik, dan blok komoditas impor yang terdiri atas 24 blok komoditas impor. Secara jelas, klasifikasi pada model SNSE Indonesia 2008 dengan matriks 105x105 sektor dapat dilihat pada Tabel 11 pada Lampiran.

Untuk memudahkan dalam mengkaji peranan subsektor peternakan beserta dampak pengembangannya terhadap distribusi pendapatan tenaga kerja, dan penyerapan tenaga kerja, maka golongan tenaga kerja pada SNSE, yang terdiri atas 16 golongan disusutkan menjadi 6 kelompok, yang terdiri dari:

1. Kelompok tenaga kerja pertanian (Tani).

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja pertanian, baik penerima upah dan gaji maupun bukan penerima upah dan gaji yang ada di desa maupun di kota.

2. Kelompok tenaga kerja nonpertanian (Non Tani).

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar;

golongan tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa; serta golongan tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi, baik penerima upah dan gaji maupun bukan penerima upah dan gaji yang berada di desa maupun di kota.

3. Kelompok tenaga kerja pertanian di desa (Tani Desa).

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja pertanian, baik penerima upah dan gaji maupun bukan penerima upah dan gaji yang berada di desa.

4. Kelompok tenaga kerja pertanian di kota (Tani Kota).

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja pertanian, baik penerima upah dan gaji maupun bukan penerima upah dan gaji yang berada di kota.

5. Kelompok tenaga kerja nonpertanian di desa (Non Tani Desa).

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar; golongan tenaga kerja tata usaha, penjualan, dan jasa-jasa; serta golongan tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi, baik penerima upah dan gaji maupun bukan penerima upah dan gaji yang berada di desa.

6. Kelompok tenaga kerja nonpertanian di kota (Non Tani Kota).

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar; golongan tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa; golongan tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi, baik penerima upah dan gaji maupun bukan penerima upah dan gaji yang berada di kota. 7. Tenaga kerja total (Tk Total)

Golongan tenaga kerja yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan tenaga kerja pertanian maupun nonpertanian yang berada di desa maupun di kota.

Untuk memudahkan kajian peranan subsektor peternakan beserta dampak pengembangannya terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, maka dilakukan pengelompokan terhadap institusi rumah tangga pada SNSE, yang terdiri atas 8 golongan menjadi 7 kelompok, yaitu :

1. Kelompok rumah tangga pertanian (RT Tani).

Golongan rumah tangga yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan rumah tangga pengusaha pertanian dan buruh tani.

2. Kelompok rumah tangga nonpertanian (RT Non Tani).

Golongan yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tata usaha, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan dan buruh kasar; golongan rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas; serta golongan rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha dan penjualan

golongan atas, baik yang berdomisili di pedesaan maupun yang berdomisili di perkotaan.

3. Kelompok rumah tangga pengusaha pertanian (Pengusaha Tani).

Golongan rumah tangga yang tergabung dalam kelompok ini hanyalah golongan rumah tangga pertanian-pengusaha pertanian.

4. Kelompok rumah tangga buruh tani (Buruh Tani).

Golongan rumah tangga yang tergabung dalam kelompok ini hanyalah golongan rumah tangga pertanian-buruh tani.

5. Kelompok rumah tangga nonpertanian di desa ( Non tani Desa).

Golongan yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tata usaha, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan dan buruh kasar; golongan rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas; serta golongan rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha, dan penjualan golongan atas yang berdomisili di pedesaan.

6. Kelompok rumah tangga nonpertanian di kota (Non tani Kota).

Golongan yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan rumah tangga pengusaha bebas golongan rendah, tenaga tata usaha, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan dan buruh kasar; golongan rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas; serta golongan rumah tangga pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas yang berdomisili di perkotaan.

7. Kelompok rumah tangga total (Rt Total).

Golongan yang tergabung dalam kelompok ini adalah golongan rumah tangga pertanian, dan golongan rumah tangga nonpertanian.

Metode Analisis Multiplier

Di dalam model SAM, analisis multiplier dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu pengganda neraca (accounting multiplier), dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis pengganda neraca pada prinsipnya sama seperti dengan

multiplier dari invers leontif matrix yang diuraikan pada model input-output. Hal

ini berarti semua analisis multiplier yang digunakan pada model input-output seperti own income multiplier, other sector linkage multilier, dan total multiplier dapat juga diterapkan pada model SNSE. Sedangkan analisis fixed price multiplier terfokus pada pengukuran respons rumah tangga terhadap perubahan neraca eksogen yang memperhitungkan expenditure propensity (Daryanto, 2010).

Pada kerangka dasar SNSE sederhana yang telah disajikan pada Tabel 4 pada tinjauan pustaka, terdapat beberapa matriks yang menjelaskan mengenai berbagai macam penerimaan dan pengeluraran. Matriks T merupakan matriks transaksi antarblok dalam neraca endogen. Matriks Y menunjukan pendapatan neraca endogen dari neraca eksogen. Matriks I memperlihatkan pengeluaran neraca endogen untuk neraca eksogen, disebut juga leakages. Matriks X

merupakan pendapatan total dari neraca endogen, sedangkan matriks merupakan pengeluaran total dari neraca endogen.

Dari Tabel 4 tersebut, distribusi pendapatan dan pengeluaran neraca endogen dapat dirinci menjadi:

1. Pendapatan faktor produksi : 2. Pendapatan institusi : 3. Pendapatan kegiatan produksi : 4. Pengeluaran faktor produksi : 5. Jumlah pengeluaran institusi : 6. Jumlah pengeluaran kegiatan produksi :

Secara singkat, persamaan di atas dapat dituliskan secara umum menjadi:

... (1) Dimana Y adalah pendapatan/pengeluaran, T adalah transaksi, dan X adalah neraca eksogen. Matriks T sebagai matriks transaksi antarblok di dalam neraca endogen dapat dituliskan sebagai berikut:

Selanjutnya, apabila besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran yang dinotasikan sebagai dan dianggap sebagai perbandingan antara pengeluaran sektor j terhadap sektor i dengan total pengeluaran j ( ), maka :

⁄ ... (2)

Atau dalam bentuk matrix sebagai berikut :

Jika persamaan 1 dibagi dengan Y, maka persamaan tersebut menjadi:

⁄ ⁄ ⁄ ... (3)

⁄ ⁄ ... (4) Oleh karena ⁄ , maka persamaan di atas menjadi:

⁄ ... (5) ( - ... (6)

( - - ... (7)

Dimana ( - - merupakan matrix pengganda neraca (accounting Multiplier).

Melalui matriks multiplier pada persamaan di atas, dapat dilakukan berbagai algoritma untuk memperoleh bermacam-macam jenis multiplier ekonomi yang dapat dipakai untuk menggambarkan seberapa besar peran dan kinerja antar sektor ekonomi dalam suatu perekonomian secara menyeluruh. Multiplier tersebut antara lain:

1. Multiplier Nilai Tambah.

Multiplier Nilai Tambah menggambarkan seberapa besar pengaruh dari suatu sektor terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam kegiatan ekonomi masing-masing sektor. Multilplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok faktor produksi sepanjang kolom sektor ke-i.

2. Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier Pendapatan Tenaga Kerja menggambarkan seberapa besar pengaruh dari suatu sektor terhadap pendapatan tenaga kerja, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis tingkat penyerapan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan ekonomi masing-masing sektor. Multilplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok faktor produksi tenaga kerja sepanjang kolom sektor ke-i.

3. Multiplier Pendapatan Institusi

Multiplier Pendapatan Institusi menggambarkan seberapa besar pengaruh dari suatu sektor terhadap pendapatan institusi perusahaan dan rumah tangga. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok institusi sepanjang kolom sektor ke-i.

4. Multiplier Pendapatan Rumah Tangga

Multiplier Pendapatan Rumah Tangga menggambarkan seberapa besar

pengaruh dari suatu sektor terhadap pendapatan rumah tangga. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok institusi rumah tangga sepanjang kolom sektor ke-i.

5. Multiplier Produksi

Multiplier Produksi menggambarkan seberapa besar pengaruh dari suatu sektor terhadap perubahan produksi total di dalam perekonomian. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok sektor produksi sepanjang kolom sektor ke-i.

6. Multiplier Keterkaitan Antar-Sektor

Multiplier Keterkaitan Antar-Sektor menggambarkan seberapa besar pengaruh dari suatu sektor terhadap perubahan output sektor-sektor lainnya dalam blok produksi. Multiplier ini merupakan selisih antara multiplier produksi dengan

own income multiplier. Nilai own income multiplier diambil dari neraca

produksi pada sel baris dan kolom yang sama, atau dalam notasi matriks

multiplier adalah . Nilai ini hanya menggambarkan hubungan keterkaitan

suatu sektor dengan sektor lainnya di dalam perekonomian.

7. Multiplier Total

Multiplier Total atau Gross Output Multiplier menggambarkan besarnya

pengaruh dari suatu terhadap perubahan output perekonomian secara menyeluruh. Multiplier ini diperoleh dengan menjumlahkan seluruh pengganda neraca SNSE sepanjang kolom sektor ke-i, atau merupakan penjumlahan dari multiplier nilai tambah, multiplier institusi, maupun multiplier produksi.

Analisis Dekomposisi Pengganda Neraca

Selain analisis pengganda neraca, pada penelitian ini juga dilakukan analisis dekomposisi pengganda neraca. Analisis dekomposisi pengganda neraca dilakukan untuk memperlihatkan tahap atau proses perubahan neraca endogen sebagai akibat dari perubahan neraca eksogen.

Pyatt and Round (1985) dalam Daryanto (2010) melakukan dekomposisi terhadap accounting multiplier tersebut, dimana hasilnya berbentuk multiplikatif :

... (8) - ( - - ... (9)

Dimana :

I : Injeksi awal

-) : Net contribution of transfer Multiplier

( - : Effects Multiplier-cross atau loop open of on contribution - : Effects Multiplier loop-closed atau circular of on contribution

net

Secara berurutan matrix , dan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pengganda Transfer/Transfer Multiplier ( )

Pengganda transfer ( ) menunjukan pengaruh dari satu blok (grup) neraca pada dirinya sendiri, yang dirumuskan sebagai berikut :

( - - ... (10) Dimana : Sehingga : ( - - ( - - )

Melalui pengganda transfer, dapat diketahui pengaruh injeksi pada sebuah sektor terhadap sektor lain dalam satu blok yang sama, setelah melalui keseluruhan sistem didalam blok tersebut, sebelum berpengaruh terhadap blok neraca yang lain. Untuk memahami pengganda transfer ini diasumsikan bahwa injeksi pada suatu sektor hanya akan berpengaruh terhadap sektor-sektor lain dalam blok yang sama, dan tidak terhadap sektor-sektor lain dalam blok yang berbeda. Dalam matriks pada persamaan di atas, dapat dilihat besarnya pengganda pada masing-masing blok. Pada blok sektor produksi misalnya,

besarnya pengaruh pengganda transfer adalah ( - - . Ini berarti setiap injeksi pada salah satu sektor produksi akan berpengaruh pada sektor produksi lain sebesar besaran injeksi dikalikan dengan (- - atau matriks inverse leontief.

Pada blok institusi, besarnya pengganda transfer adalah ( - - yang mengandung arti bahwa setiap injeksi pada salah satu institusi akan berpengaruh pada institusi lainnya sebesar nilai injeksi dikalikan dengan - Sedangkan pada blok faktor produksi, besarnya pengganda transfer adalah I. Ini bearti bahwa injeksi pada faktor produksi hanya akan berpengaruh terhadap faktor produksi yang diinjeksi tersebut, akan tetapi tidak terhadap faktor-faktor produksi yang lain.

Pengganda Open Loop (

Pengganda open loop atau menunjukan pengaruh secara langsung dari satu blok neraca terhadap blok neraca lain. Oleh karena itu, dapat dirumuskan sebagai berikut :

( ... (11)

Dimana, ( - - ( -

Oleh karena ; (- - ; ( - - , sedangkan sel yang lain berisi angka (matriks) nol, maka matriks dapat ditulis sebagai berikut:

... (12) Dengan demikian, maka pengganda dapat ditulis lengkap sebagai:

... (13)

Pengganda open loop berdasarkan persamaan 13 di atas memiliki pengertian apabila terdapat kenaikan pendapatan pada blok sektor produksi (injeksi pada salah satu sektor produksi), maka akan berpengaruh terhadap pendapatan blok faktor produksi dengan pengganda sebesar . Kenaikan pendapatan faktor produksi akan memengaruhi pendapatan institusi dengan pengganda sebesar . Kenaikan pendapatan pada blok institusi juga akan mempengaruhi pendapatan sektor produksi dengan pengganda sebesar . Pengaruh faktor produksi terhadap sektor produksi terjadi melalui perantara blok institusi dengan pengganda sebesar , sementara pengaruh blok institusi terhadap faktor produksi terjadi melalui perantara sektor produksi dengan pengganda sebesar

, sedangkan pengaruh sektor produksi terhadap blok institusi terjadi

melalui perantara blok faktor produksi dengan pengganda sebesar . Pengganda Close Loop

Pengganda close loop ( menunjukan pengaruh dari satu blok (neraca) ke blok lain (neraca lain), kemudian kembali pada blok semula (neraca semula). Bentuk persamaan dapat ditulis sebagai berikut :

( -

-

Dimana matriks dapat ditulis sebagai berikut :

( ( - - ( - - ( - - ) ..(14)

Injeksi pada blok faktor produksi akan berpengaruh pada sektor-sektor lain lain pada blok institusi, kemudian berpengaruh pada blok sektor produksi, dan akhirnya berpengaruh kembali kepada blok faktor produksi. Efek yang kembali pada satu putaran inilah yang disebut dengan pengganda close loop dengan pengganda sebesar - - .

Analisis pengganda SNSE ini sangat penting dilakukan, karena melalui analisis pengganda ini, arah dan strategi kebijakan pada subsektor peternakan dan hasil-hasillnya dapat ditentukan. Berdasarkan analisis pengganda inilah, sektor- sektor pada neraca mana saja yang akan dipilih untuk dilakukan pengembangan agar tujuan dari penelitian ini, dapat tercapai.

Simulasi Kebijakan

Simulasi kebijakan dilakukan untuk mengukur seberapa besar dampak kebijakan pemerintah (misalnya subsidi, pengeluaran pemerintah, pembatasan impor dan sebagainya) terhadap peningkatan atau penurunan permintaan pada suatu sektor yang akan memengaruhi indikator-indikator perekonomian lainnya. Melalui simulasi kebijakan ini akan dapat diketahui kebijakan mana sajakah yang paling efektif dapat digunakan untuk mencapai target atau sasaran yang telah ditetapkan.

Pada penelitian ini, simulasi kebijakan ditujukan untuk melihat bagaimana dampak atau pengaruh kebijakan pemerintah pada subsektor peternakan terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi, dan pendapatan sektor produksi, serta dampaknya terhadap output nasional dan distribusi pendapatan.

Adapun skenario simulasi kebijakan yang akan disimulasikan terdiri dari simulasi kebijakan sebagai berikut :

1. Injeksi belanja investasi pemerintah pada sektor produksi peternakan dan hasil- hasilnya.

Kebijakan ini dilakukan dengan menginjeksikan anggaran sebesar Rp 1,6 triliun pada pengembangan produksi subsektor peternakan dan hasil-hasilnya yang akan digunakan untuk program peningkatan produktivitas ternak sapi lokal melalui pengadaan pejantan unggul sapi dan kerbau, serta penyediaan bibit sapi/kerbau sebanyak 500 ribu ekor per tahun.

2. Penerapan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan.

Kebijakan ini secara teknis dilakukan dengan merealokasi anggaran untuk investasi tambahan bagi pihak swasta pada program peningkatan produktivitas ternak sapi lokal seperti dijelaskan pada simulasi 1, sebagai pengalih fungsian impor sapi bakalan yang dibatasi izin impornya. Besarnya anggaran yang direalokasi untuk pengalihfungsian impor ke pengembangan sektor produksi peternakan domestik akibat kebijakan pembatasan impor komoditas peternakan ini, merupakan selisih dari nilai impor sapi bakalan pada kuartal 1 tahun 2014 (kondisi sebelum diberlakukan pembatasan impor) dengan nilai impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya pada kuartal 1 tahun 2015 (kondisi paska diberlakukan kebijakan pembatasan impor) sebesar Rp 251 miliar. Dari hasil simulasi ini diharapkan akan terlihat efek dari kebijakan pembatasan impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya pada pengembangan sektor produksi peternakan domestik dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan.

Dokumen terkait