• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

Berdasarkan analisis pengganda, subsektor peternakan memiliki peran yang strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan tenaga kerja, penyerapan tenaga dan pendapatan rumah tangga, yang dapat dibuktikan dengan koefisien pengganda nilai tambah sebesar 1.86, koefisien pengganda pendapatan tenaga kerja sebesar 1.19 dan koefisien pengganda pendapatan rumah tangga sebesar 1.43. Ditinjau dari perannya terhadap pertumbuhan ekonomi, peternakan (1.86) memiliki peran terbesar ke 6 terbesar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, setelah pertanian tanaman pangan (2.11), pertambangan dan penggalian lainnya (1.94), pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya (1.94), restoran (1.93) dan pertanian tanaman lainnya (1.87). Kontribusi subsektor peternakan terhadap tenaga kerja sebesar 1.19 atau memiliki peran terbesar ke 6, setelah pertanian tanaman pangan (1.56), pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya (1.33), restoran (1.30), pertambangan dan penggalian lainnya (1.25) dan pertanian tanaman lainnya (1.24). Subsektor peternakan (1.43) juga memiliki peran terbesar ke 6 dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga, setelah subsektor pertanian tanaman pangan (1.76), pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya (1.55), restoran (1.53), pertambangan dan penggalian lainnya (1.49) dan pertanian tanaman lainnya (1.47). Selain itu, peternakan juga memiliki kontribusi yang relatif besar dalam menyerap tenaga kerja, yaitu mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 38 954 pekerja, yang menempatkannya dalam peringkat ke empat, setelah pertanian tanaman pangan (107 434), pertanian tanaman lainnya (63 095) dan jasa perseorangan, jasa rumah tangga dan jasa lainnya (48 632) seperti yang terlihat pada lampiran 3.

Dari hasil analisis simulasi kebijakan injeksi belanja investasi pemerintah pada program pengembangan on farm subsektor peternakan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kebijakan peningkatan output sektor peternakan melalui injeksi anggaran belanja investasi pada sektor produksi subsektor peternakan, mampu meningkatkan pendapatan nasional sebesar 60% atau senilai Rp115.56 miliar, kebijakan tersebut juga mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja total sebesar Rp715.1 miliar, atau naik 60% dari nilai awal sebelum adanya kebijakan pengembangan on farm subsektor peternakan. Dampak dari kebijakan injeksi belanja investasi pemerintah pada program pengembangan on

farm subsektor peternakan, mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja

sekitar 60%, atau sebanyak 23 373 pekerja. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar berasal dari kontribusi golongan tenaga kerja pertanian, yaitu sebesar 62% atau sebanyak 14 534 pekerja. Kebijakan tersebut juga mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga total sebesar 60% atau senilai Rp857.29 miliar.

Dari hasil simulasi kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan, maka disinpulkan bahwa:

Kebijakan pembatasan impor komoditas peternakan melalui realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan, terbukti mampu meningkatkan GDP Indonesia atas dasar harga faktor sebesar 12% atau senilai Rp384.84 miliar.

Peningkatan tersebut, terbesar dikontribusi oleh penciptaan nilai tambah tenaga kerja, yaitu sebesar 64% atau senilai Rp247.42 miliar. Dampak dari kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas terbukti mampu meningkatkan pendapatan tenaga kerja sebesar 12% atau senilai Rp247.423 miliar. Porsi peningkatan pendapatan tersebut, paling besar diterima oleh pendapatan golongan tenaga kerja pertanian yaitu sebesar 62% atau senilai Rp153.68 miliar (naik sebesar 14% dari nilai awal).

Kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan juga mampu meningkatkan daya serap tenaga kerja sebesar 12% atau sebanyak 8 286 pekerja. Peningkatan daya serap tersebut, dikontribusi paling besar oleh peningkatan daya serap golongan tenaga kerja pertanian yaitu sebesar 70% atau sebanyak 5 771 pekerja, sedangkan daya serap golongan tenaga kerja nonpertanian hanya sebesar 30% atau sebanyak pekerja. Kebijakan realokasi anggaran alih fungsi impor komoditas peternakan, mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga sebesar 12% atau senilai Rp296.13 miliar. Porsi peningkatan pendapatan terbesar diterima oleh golongan rumah tangga pengusaha pertanian yaitu sebesar 32% atau senilai Rp95.63 miliar, sedangkan porsi peningkatan terkecil diterima oleh golongan rumah tangga buruh tani yaitu sebesar 8% atau senilai Rp22.40 miliar. Walaupun menerima porsi peningkatan pendapatan terkecil, golongan rumah tangga buruh tani mengalami peningkatan pangsa pendapatannya, yang berarti juga meningkatkan kontribusinya terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, yang semula hanya sebesar 6%, meningkat menjadi 7% setelah kebijakan diberlakukan. Sedangkan golongan rumah tangga nonpertanian di kota mengalami penurunan pangsa pendapatan, dari semula sebesar 36% menjadi 35% setelah kebijakan diberlakukan.

Saran

Pengembangan sektor peternakan dan hasil-hasilnya perlu diperluas, mengingat sektor ini mempunyai peranan terbesar di antara sektor pertanian lainnya yang dapat mendorong pengembangan sektor-sektor hulunya. Pengembangan ini dapat dilakukan dengan mengembangkan sektor produksi (on farm) subsektor peternakan dan hasil-hasilnya, melalui pengadaan infrastruktur untuk pembibitan, pengadaan pejantan-pejantan sapi/kerbau unggulan dan pengendalian betina produktif agar sapi-sapi betina tersebut tidak dipotong, namun diberdayakan untuk pembibitan domestik.

Kebijakan untuk mendorong pengembangan sektor peternakan dan hasil- hasilnya haruslah berpihak pada kepentingan golongan rumah tangga buruh tani dan golongan rumah tangga berpenghasilan rendah. Hal ini dimaksudkan agar tingkat ketimpangan distribusi pendapatan antar golongan tersebut dapat menurun, sehigga efek pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan lembaga-lembaga keuangan mikro di pedesaan yang menyediakan sistem perkreditan dengan proses administrasi yang mudah, menggalakkan kembali fungsi koperasi di pedesaan sebagai lembaga keuangan mikro dan mendorong pengembangan peternakan dengan sistem bagi hasil, pada daerah-daerah yang memiliki daya dukung ekosistem yang besar namun pengembangan subsektor peternakannya masih rendah.

Ketergantungan terhadap impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya harus segera diatasi karena selain mengancam ketahanan pangan ketergantungan terhadap impor komoditas peternakan dan hasil-hasilnya akan menyebabkan disinsentif terhadap sektor peternakan domestik dan akan berakibat pada sulit berkembangnya sektor peternakan dalam negeri, lebih lanjut lagi, impor komoditas peternakan juga akan semakin meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan. Kebijakan pembatasan impor komoditas peternakan dan hasil- hasilnya sebaiknya diikuti dengan pengembangan sektor-sektor produksi yang berkaitan dengan input-input yang digunakan dalam sektor produksi peternakan dan hasil-hasilnya agar kebijakan tersebut berjalan efektif dan mampu memenuhi sasarannya yaitu berkembangnya sektor peternakan domsetik. Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut adalah, dengan mendorong importir-importir daging sapi agar berinvestasi di pengusahaan pembibitan atau perbenihan.

Bagi penelitian, penulis lain diharapkan dapat melakukan disagregasi pada sektor peternakan, sehingga penelitian tersebut dapa lebih terfokus pada dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing komoditi, serta dapat melakukan metode structural path analysis agar pancaran-pancaran pendapatannya dapat terlihat.

Dokumen terkait